Anda di halaman 1dari 20

SKABIES

I. PENDAHULUAN Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1) Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3) Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel.(4,5) Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. (6) II. EPIDEMIOLOGI Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7) Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3) Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, (3) dan panti jompo. (8) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis,

dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).(1) III. ETIOLOGI Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4) Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki. (6) Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.(3) Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(9)

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki keempat.(9) Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau Dikutip dari Kepustakaan 6 * betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul
2

dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.(9,10)

Gambar 2. Siklus Skabies *

Hidup

Tungau lebih suka

skabies memilih

area tertentu untuk membuat terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.(3,9) IV. PATOGENESIS Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11) Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan tipe I. (9,11) Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada * Dikutip dari Kepustakaan 16 sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan

memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau (11) dan akan memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus.
(9)

Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis

tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (12) Cara penularan skabies: Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7) Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (7) V. DIAGNOSIS 1. Gambaran Klinis Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (1,13) : 1. Pruritus nocturna Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(13) 2. Sekelompok orang Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(13)
4

3. Adanya terowongan Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. (13) Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abuabu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)

* Dikutip dari Kepustakaan 6

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *

4. Menemukan Sarcoptes scabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.(14) 2. Bentuk Klinis Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
1.

Skabies pada orang bersih Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat
(13)

sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. terowongan tungau. (15)

Namun bentuk ini

seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan

* DikutipGambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) * dari Kepustakaan 16


2.

Skabies nodular

Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular **

3.

Skabies incognito

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis.
(11)

Akan tetapi dengan penggunaan

steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(13)

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan regimen imunosupresan ***

4. Skabies yang ditularkan oleh hewan (7) * Dikutip dari Kepustakaan 21 Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya ** Dikutip dari Kepustakaan 11 *** Dikutip dari Kepustakaan 6

berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)

Gambar 8. Skabies caninum *

5.

Skabies Norwegia (Skabies berkrusta) Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah

yang banyak (15) dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. (3) Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. kuku jari kaki dan tangan.
(3) (7)

Plak

hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi Lesi tersebut menyebar secara generalisata
(7) (13)

seperti

daerah leher dan kulit kepala. bentuk penyakit ini.(13)

telinga, bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain

biasanya terlihat xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan * Dikutip dari Kepustakaan 6 retardasi mental.(6,13)
6.

Skabies pada bayi dan anak

Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi.(3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering

terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(13) Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.(3)

Gambar 10. Skabies pada anak *

3. Pemeriksaan penunjang Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu : 1. Kerokan kulit Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13) 2. Mengambil tungau dengan jarum Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
3.

Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

* Dikutip dari Kepustakaan 6 bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta Identifikasi terowongan hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag. (16,13)
4.

Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(3,13) 5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *

6.

Uji tetrasiklin Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah

dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(13) Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1.

Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak

dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.


2.

mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. 4.

Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus * Dikutip dari Kepustakaan 6 dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap. VI. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis bandingnya adalah:
1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik. (16)

10

Gambar 12. Urtikaria Akut *

2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor

ekstremitas. (16)

Gambar 13. Prurigo nodularis **

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria

papuler. (16)

Gambar 14. Insects bite ***

4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem. (10)

Gambar 15. Folikulitis **** * Dikutip dari Kepustakaan 21 VII. PENATALAKSANAAN ** Dikutip dari Kepustakaan 21 *** Dikutip dari Kepustakaan 22 terapi Terdapat beberapa **** Dikutip dari Kepustakaan 23

untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang

bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.(3) Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,

11

inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.(3) a. Penatalaksanaan secara umum Edukasi pada pasien skabies :
(17)

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan. 2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur. 3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan

bila perlu direndam dengan air panas 5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang

sama (17) dan ikut menjaga kebersihan (13) b. Penatalaksanaan secara khusus Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau biayanya.(11) Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral. a. Permethrin Merupakan sintesa dari pyrethroid,
(11,18)

dan bekerja dengan cara mengganggu

polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. (11,19) Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah
(11,13)

dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang
12

dalam penggunaannya sangat kecil.

(13)

terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. resistensi setelah penggunaan obat ini.(13) Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.
(11) (11,13)

Belum pernah dilaporkan

Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan

pemberian kedua setelah 1 minggu. (13) Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
(11)

Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar,

perih dan gatal,(13) namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.(11)
b. Presipitat Sulfur 2-10%

Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.

(11,17)

Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.(13,17) Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17) Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13) c. Benzyl benzoate Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
(17)

yang merupakan

bahan sintesis balsam peru.(11) Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan
13

anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(17,20) d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane) Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. dan diekskresikan melalui urin dan feses. (17) Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. (11,13) Hal ini untuk memusnahkan larvalarva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(13) Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.(11) e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine) Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian (11,13) dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.(13)
14
(17,20)

Lindane dimetabolisme

Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (11) f. Ivermectin Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(13) g. Monosulfiran Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13) h. Malathion Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat
(11)

dengan dasar air digunakan

selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(13) Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(11) c. Penatalaksanaan skabies berkrusta Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(13) d. Penatalaksanaan skabies nodular Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi (11) atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari. (11,21)
15

e.

Pengobatan terhadap komplikasi Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)

f. Pengobatan simptomatik

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13) Tabel 1. Pengobatan Skabies (3) Jenis Obat Permethrin 5% cream Lindane 1% lotion Dosis Dioleskan selama 8-14 jam, diulangi selama 7 hari. Dioleskan selama 8 jam setelah itu dibersihkan, olesan kedua diberikan 1 minggu kemudian. Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari cream berturut-turut, lalu diulangi dalam 5 hari. Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu 5-10% dibersihkan. Keterangan Terapi lini pertama di US dan kehamilan kategori B Tidak dapat diberikan pada anak umur 2 tahun kebawah, wanita selama masa kehamilan dan laktasi.

Memiliki efek anti pruritus tetapi efektifitasnya tidak sebaik topikal lainnya. Aman untuk anak kurang dari 2 bulan dan wanita dalam masa kehamilan dan laktasi, tetapi tampak kotor dalam pemakaiannya dan data efisiensi obat in masih kurang. Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan 10% lotion dibersihkan dermatitis pada wajah Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan g/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama bahan topikal lainnya. Digunakan pada kasus-kasus scabies berkrusta dan scabies resisten. Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.(20) Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin

16

karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.(17) VIII. PENCEGAHAN Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(3) Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3) IX. KOMPLIKASI Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla.(5) Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya.(10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3) X. PROGNOSIS Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)

17

Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.(8) XI. KESIMPULAN Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung. Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau. Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.

Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.


2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following

Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks

Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.


4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.

Jakarta: EGC; 1996. 191-5.


5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506. 6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27. 7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human

and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.


8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.

September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.

J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.


11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292. 12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13. 13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.


14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.

Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6: 769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatricks

Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80


16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies

prevention and Control Manual.


17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.

2005. Januari. 1(951)/7-11.

19

18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New

England J Med. 2010. February : 362/717-724.


19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).

2007. [cited 2010 October 19th] URL:http://www.yosefw.wordpress.com

[1

screens].

Available

from:

20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:

http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:

http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:

http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1

screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

20

Anda mungkin juga menyukai