Anda di halaman 1dari 6

Filsafat

O Secara etimologi IilsaIat berasal dari bahasa yunani Philo (kebijaksanaan) dan shopia (cinta) artinya
cinta kebijaksanaan).
O Secara terminology, IilsaIat menurut Plato adalah ilmu pengetahuan yang berupaya untuk mencari
kebenaran yang hakiki (dari sesuatu obyek).
Yang melatar belakangi IilsaIat kuna adalah rasa keingin tahuan dari manusia dan rasa keingin tahuan
manusia dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak/ susah untuk mencari jawabannya. Akan tetapi akal manusia
tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite dan mulai manusia mencari-cari dengan akalnya dari
mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Dan kemenangan serta jawaban tersebut diperoleh secara
berangsur-angsur, berjalan hingga berabad-abad lamanya.Berawal dari mite bahwa pelangi atau bianglala
adalah tempat para bidadari turun dari surge, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa : pelangi adalah
awan dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan ( pendapat ini adalah
pendapat pemikir yang menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu
pendapat yang dapat dikontrol, dapat diteli akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.Para pemikir IilsaIat
yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut tentang pemikiran
mereka disimpulkan dari potongan-potongan, yang diberitakan kepada manusia dikemudian hari atau zaman.
Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah IilsaIat alam artinya para ahli Iikir yang menjadikan alam yang
luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para ahli IilsaIat tersebut (objek pemikirannya adalah alam
semesta).
FilsaIat hukum adalah induk dari disiplin yuridik, karena IilsaIat hukum membahas masalah-masalah
yang paling Iundamental yang timbul dalam hukum. Oleh karena itu orang mengatakan juga bahwa FilsaIat
Hukum berkenaan dengan masalah-masalah sedemikian Iundamental sehingga bagi manusia tidak
terpecahkan, karena masalah-masalah itu akan melampaui kemampuan berIikir manusia. FilsaIat Hukum akan
merupakan kegiatan yang tidak pernah berakhir, karena mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-
pertanyaan abadi. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan yang terhadapnya hanya dapat diberikan
jawaban, yang menimbulkan lebih banyak pertanyaan baru.
FilasaIat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa apa yang menarik
perhatian manusia angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 IilsaIat masih sibuk dengan masalah-
masalah yang sama seperti yang sudah dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang justru membuktikan bahwa
IilsaIat tetap setia pada 'metodenya sendiri.Perbedaan IilsaIat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari
kenyataan, sedangkan IilsaIat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh
kenyataan..Kesimpulan dari perbedaan tersebut adalah IilsaIat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena
memiliki syarat-syarat sesuai dengan ilmu.FilsaIat juga bisa dipandang sebagai pandangan hidup manusia
sehingga ada IilsaIat sebagai pandangan hidup atau disebut dengan istilah way oI liIe, Weltanschauung,
Wereldbeschouwing, Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia
dalam segala bidang kehidupanya dan IilsaIat juga sebagai ilmu dengan deIinisi seperti yang dijelaskan diatas.
Syarat-syarat IilsaIat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh
kenyataan yang menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam seluruh bidang
kehidupannya.Penelahaan secara mendalam pada IilsaIat akan membuat IilsaIat memiliki tiga siIat yang
pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatiI itu semua berarti bahwa IilsaIat melihat segala sesuatu
persoalan dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya.Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah
siIat reIleksiI krisis dari IilsaIat
Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku
manusia.Maka dapat disimpulkan bahwa IilsaIat hukum adalah sub dari cabang IilsaIat manusia, yang disebut
etika atau IilsaIat tingkah laku.

OBYEK MATERIA FILSAFAT Ialah segala sesuatu yang menjadi masalah IilsaIat , segala sesuatu
yang dimasalahkan oleh atau dalam IilsaIat. Tiga persoalan pokok : Alam, Tuhan, Manusia. Isi IilsaIat
ditentukan oleh obyek apa yang dipikirkan. Obyek mengenai penyelidikan terhadap segala yang ada dan
mungkin ada disebut obyek material IilsaIat. Menurut (Dardiri, 1986:13), Ada dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu :
1. Tipikal/sungguh ada dalam kenyataan (misal : meja yang tampak nyata, sekarang ada di sini)
2. Ada dalam kemungkinan (misal : ayam dari telur, bunga dari bibitnya
3. Dalam pikiran / konsep (misal : angka)
Sebenarnya obyek material IilsaIat mempunyai banyak kesamaan dengan obyek material sains, namun obyek
material IilsaIat lebih luas karena obyek ini menyelidiki hal-hal yang bersiIat abstrak dan ini tidak dapat
diteliti oleh obyek material sains yang bersiIat empiris. Obyek material IilsaIat mencakup tiga masalah pokok
yaitu, Tuhan, alam semesta dan manusia. Keluasan ini hanya dibatasi oleh cakrawala pemikiran terhadap
permasalahan yang tampak.
OBYEK FORMA FILSAFAT, ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai
keakarnya) tentang obyek materi IilsaIat. Objek Iormal IilsaIat ilmu adalah ilmu atas dasar tinjauan IilosoIis,
yaitu secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Obyek Iormal FilsaIat Ilmu ialah asal usul, struktur,
metode, dan validitas ilmu. OBYEK FORMA FILSAFAT Adalah penyelidikan yang mendalam mengenai
hakikat terdalam / substansi / esensi / intisari. Arti mendalam di sini ialah ingin tahu tentang obyek yang tidak
empiris. Penelitian IilsaIat terletak pada daerah tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi,
sains menyelidiki dengan riset, IilsaIat meneliti dengan memikirkannya.

Dari kedua obyek di atas, IilsaIat dapat diartikan sebagai hasil pemikiran manusia untuk memahami dan
mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat yang ada, serta sikap manusia sebagai
konsekuensi dari pemahaman ini. FilsaIat mengkaji segala sesuatu yang ada (Tim Dosen FilsaIat Ilmu
UNESA, 2005: 3-4). Sedangkan tujuan berIilsaIat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya yang
disusun secara sistematis mulai dari mengumpulkan pengetahuan, mengajukan kritik, menilai pengetahuan
tersebut, menemukan hakikat kebenarannya, menerbitkan dan mengaturnya.
Obyek-obyek ini juga berkaitan dengan Iakta-Iakta yang ada. Dan cara untuk membicarkan Iakta-Iakta
tersebut yaitu : Mengajukan kritik terhadap makna suatu Iakta & Menarik kesimpulan umum dari Iakta tsb.
Cabang Filsafat
O Ontology didalamnya ada kosmologi. Ontology adalah penelitian tentang hakiakt hukum dan
hubungan antara hukum dan moral; kosmologi berhubungan dengan ilmu pengetahuan,
membicarakan kosmos atau alam semesta hal ihwal dan evolusinya.
O Epistemology adl penelitian terhadap pertanyaan sejauh mana pengetahuan tentang 'hakikat hukum
dimungkinkan;
O Aksiologi : penetapan isi nilai-nilai, seperti keadilan, kepatutan, persamaan, kebebasan, dsb;
O Etika : cabang IilsaIat mengenai apa yang baik dan buruk dari perilaku manusia
O Estetika : membicarakan tentang keindahan
Penetapan tujuan IilsuI hukum adalah murni teoretikal dan juga pemahaman teoretikal ini penting
untuk praktek hukum, karena praktek hukum itu selalu dipengaruhi (turut ditentukan) oleh pemahaman
tentang landasan keIilsaIatan hukum. PerspektiI IilsuI hukum adalah internal. Ia dalam diskusi hukum justru
ingin membuktikan pandangan-pandangan pribadinya sendiri, berkaitan erat dengan nilai-nilai, yang ada pada
landasan kaidah hukum. Akhirnya, tiap FilsaIat Hukum tersusun atas proposisi-proposisi normative dan
evaluatiI, walaupun proposisi-proposisi inIormative juga ada di dalamnya.
Ciri berpikir filsafat
O Menyeluruh: tidak terbatas hanya satu sudut pandang saja, IilsaIat ingin mengetahui hubungan ilmu
yang satu dengan berbagai ilmu lainnya.

O Radikal : Berpikir mendalam atau sampai ke akar-akarnya sampai pada hakikat atau substansi yang
dipikirkan.
O SpekulatiI : Cara berpikir sistematis tentang segala yang ada, memahami bagaimana menemukan
totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka ragam, atau disebut juga upaya
mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir dan keseluruhan pengalaman.
O ReIlektiI kritis, kritis Adalah sikap yang senantiasa mempertanyakan sesuatu (berdialog), mempunyai
rasa ingin tahu yang tinggi, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, hingga akhirnya
di temukan hakikat.
O Rasional : Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), selalu
menggunakan nalar ketika berpikir atau bertindak atau kegiatan yang mempergunakan kemampuan
pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri.
O Logis : Sikap yang digunakan untuk melakukan pembuktian, berpikir sesuai kenyataan atau kegiatan
berpikir yang berjalan menurut pola, alur dan kerangka tertentu.Dalam berpikir membutuhkan
ketrampilan untuk bisa mengerti Iakta, memahami konsep, saling keterkaitan atau hubungan, sesuatu
yang tersurat dan tersirat, alasan, dan menarik kesimpulan.
O Konseptual : Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, menyingkirkan hal-hal
khusus, konkrit, individual, sehingga terbentuk konsep dan teori yang terumuskan secara obyektiI,
permanen dan universal.
O Koheren : Berpikir secara konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan tidak Iragmentaris, atau
O sesuai dengan kaidah berpikir logis, menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada
pertentangan, bersiIat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap
benar.
O Sistematis : Pendapatnya saling berhubungan secara teratur dan terkandung ada maksud dan tujuan
tertentu.
O KomperhensiI : Mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
O Bebas : Berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terkekang, bebas dari prasangka sosial, historis,
kultural, bahkan religius.
Ciri Filsafat
Menurut Surajiyo (2009: 13); berdasarkan kajian pendapat ahli, IilsaIat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
O Menyeluruh: tidak terbatas hanya satu sudut pandang saja, IilsaIat ingin mengetahui hubungan ilmu
yang satu dengan berbagai ilmu lainnya.
O Mendasar: mendalam sampai hasil yang Iondamental atau esensial sehingga dapat dijadikan berpijak
segenap nilai dan keilmuan.
O SpekulatiI: dapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya.
Aliran-Aliran Filsafat:
a. Empirisme
(Empereikos pengalaman), Empirisme adalah aliran yang berpendapat bahwa semua pengetahuan manusia
diperoleh melalui pengalaman. Empirisme menganggap bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang
sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu
mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan
pengalaman manusia. Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek)
dan cara mengetahui (pengalaman).
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun
belum didukung oleh Iakta empiris, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan hanya berasal dari pikiran atau
rasio.
c. Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang siIatnya rohani atau intelegesi. Variasi
aliran ini adalah idealisme subjektiI dan idealisme objektiI.

Menurut idealisme obyektiI segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide
universil. Pandangan IilsaIat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara
abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk
manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitiI pandangan ini menyatakan
bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dan sebagainya.
Idealisme subyektiI adalah IilsaIat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide
sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam
atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain
alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/Iikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
d. Materialisme
Materialisme adalah suatu aliran dalam IilsaIat yang pandangannya bertitik tolak dari pada materi (benda).
Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi
ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
Misal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini
sudah ada. Menurut zat, manusia tidak bisa berIikir atau mempunyai ide bila tidak mempunyai otak, otak itu
adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada
baharu muncul ide dari padanya. Atau seperti kata Marx ?Bukan Iikiran yang menentukan pergaulan,
melainkan keadaan pergaulan yang menentukan Iikiran.? Maksudnya siIat/Iikiran seorang individu itu
ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya, ?masyarakat sekelilingnya? ?ini menjadi materi atau sebab
yang mendorong terciptanya Iikiran dalam individu tersebut.
e. Fenomenologi
Fenomenologi merupakan ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Jadi,
Ienomenologi mempelajari suatu yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi berusaha
memahami realitas sebagaimana adanya dalam kemurniannya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya,
Ienomenologi telah memberikan kontribusi yang berharga bagi dunia ilmu pengetahuan. Fenomenologi
berusaha mendekati objek kajiannya secara kritis serta pengamatan yang cermat, dengan tidak berprasangka
oleh konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya. Oleh karena itu, oleh kaum Ienomenolog, Ienomenologi
dipandang sebagai rigorous science (ilmu yang ketat).
I. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu IilsaIat yang menekankan pada manusia, dimana manusia
dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan
kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret. eksistensialisme
memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena
hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan
dirinya.
Kenapa Belajar Filsafat Hukum (Manfaat Filsafat Hukum)
Menurut Kusumaatmadja mempelajari IilsaIat hukum di strata 1 belum perlu karena strata satu hukum
berorientasi pada proIesi-proIesi yang praktis yaitu lawyer yang proIessional (hakim, jaksa, pengacara)
sementara IilsaIat hukum bersiIat teoritis dan sangat abstrak.
Meskipun demikian kebanyakan pakar hukum berpendapat bahwa FilsaIat Hukum sangat diperlukan
bagi strata satu. Hal ini dikarenakan IilsaIat hukum bernmanIaat sebagai dasar pijakan bagi para ahli hukum
proIesional ( sarjana hukum) dalam melakukan tugasnya sehari-hari agar tidak lepas dari nilai IilosoIi hukum
di antaranya untuk menciptakan keadilan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Harry Hamersma (Darji,
hal.4) dan Louis O KattsoII (Louis hal.3) yang mengatakan bahwa IilsaIat bisa merupakan petunjuk arah
semua aktiIitas manusia (termasuk di dalamnya bidang hukum).
Di samping itu telah diketahui bahwa ilmu hukum memiliki ruang lingkup yang terbatas, karena
cenderung hanya mempelajari tentang norma atau aturan (hukum). Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala
hukum sebagaimana dapat diamati oleh panca indera manusia mengenai perbuatan manusia dan kebiasaan
masyarakat (sein/natuur). Sementara itu, nilai (sollen) di balik gejala-gejala hukum tersebut sering luput dari

pengamatan ilmu hukum (Anshori hal 4). Banyak persoalan hukum membangkitkan pertanyaan-pertanyaan
lebih lanjut yang memerlukan jawaban mendasar yang kenyataannya banyak pertanyaan mendasar itu tidak
dapat dijawab lagi oleh ilmu hukum. Pertanyaan tersebut bisa saja dijawab oleh ilmu hukum, tetapi serba tidak
memuaskan. Menurut Apeldoorn (1985) hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Sehingga disinilah
IilsaIat hukum diperlukan meskipun menurut Magnes Suseno jawaban dari IilsaIat itu sendiri tidak pernah
Iinal karena selalu berkembangnya permasalahan manusia (Darji, hal.3)
Darji Darmodihardjo berpendapat mempelajari IilsaIat hukum sangat perlu dikarenakan mempunyai
beberapa manIaat. ManIaat ini tidak terlepas dari ciri berpikir IilsaIat itu sendiri yaitu:
Dengan berpikir menyeluruh maka diharapkan (ahli hukum) dapat berpikir dari semua prespektiI, sehingga
dapat menghargai perbedaan.
Dengan berpikir spekulatiI maka diharapkan (ahli hukum) dapat berpikir inovatiI terhadap penemuan
hukum terutama pada permasalahan yang belum ada dasar hukumnya tanpa meninggalkan nilai IilosoIis
Dengan berpikir mendasar (radikal), reIlektiI dan kritis maka diharapkan (ahli hukum) dapat berpikir
kritis karena hukum cenderung bersiIat normatiI sehingga kadang luput dari nilai-nilai IilosoIis yang ada
dibaliknya.
Simpulan :
Karena IilsaIat hokum memiliki empat siIat yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Yaitu:
!ertama , IilsaIat memiliki karakteristik yang bersiIat menyeluruh. Dengan cara berIikir holistik, maka setiap
orang yang mempelajari FilsaIat Hokum diajak untuk berwawasan luas dan terbuka. mereka diajak untuk
menghargai pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Kedua, IilsaIat hokum juga memiliki siIat yang
mendasar. Yaitu dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak untuk berIikir kritis dan radikal. Ketiga, siIat
IilsaIat yang spekulatiI yang mengajak mempelajari IilsaIat hokum untuk berIikir inovatiI, yaitu selalu
mencari sesuatu yang baru. Keempat, siIat IilsaIat yang reIlektiI kritis yaitu berguna untuk membimbing kita
menganalisis masalah-masalah hokum secara rasional.
!ERAN FILSAFAT HUKUM DI INDONESIA
Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari segala sumber
hukum adahal ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun dalam kitab-kitab suci atau yang
serupa denga itu, kemudian untuk negara yang menganut paham negara kekuasaan (rechstaat) yang dianggap
sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kekuasaan, lain halnya dengan negara yang menganut
paham kedaulatan rakyat, yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalak kedaulatan rakyat,
dan Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, akan tetapi berbeda dengan konsep
kedaulatan rakyat oleh Hobbes (yang mengarah pada ke absolutisme) dan John Locke (yang mengarah pada
demokrasi parlementer).
Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk IilsaIat hukum negara Indonesia, Pancasila ini
muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam
masyarakat yang majemuk, untuk itu muncullah IilsaIat hukum untuk menyatukan masyarakat Indonesia
dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan, walau tindak lanjut hukum-hukum
yang tercipta sering terjadi hibrida (percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat
(civil law / khususnya negara Belanda), hukum Islam (baca ; Al-Qur`an) sering dijadikan dasar IilsaIat hukum
sebagai rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit dari hukum
Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk IilsaIat hukum adalah Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, apalagi didalamnya terdapat pasal tentang bolehnya poligami bagi laki-laki
yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau banyak pihak yang protes pada
pasal kebolehan poligami tersebut, namun di sisi lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal serta isi
dari Undang-undang Perkawinan tersebut. DPR adalah lembaga yang berjuang mengesahkan Undang-Undang
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan sampai
sekarang masih berlaku tanpa adanya perubahan, ini bukti nyata dari perkembangan IilsaIat hukum yang
muncul dari kebutuhan masyarakat perihal penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas

masyarakat Indonesia adalah agama Islam, yang menganggap ayat-ayat ahkam dalam kitab suci Al-Qur`an
adalah mutlak untuk diikuti dalam hukum. Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara
Indonesia, contoh adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-undang Otonomi daerah,
yang pada intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Maka dengan IilsaIat
hukum yang dikembangkan melalui ide dasar Pancasila akan dapat mengakomodir berbagai kepentingan,
berbagai suku, serta menyatukan perbedaan ideologi dalam masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan
demikian masyarakat Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa,
yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila.
Menurut Rescou !ond hukum mempunyai dua makna;
PreskreptiI : peraturan yang seharusnya dilakukan, contoh menegakkan keadilan, ketertiban, kebenaran
(Recth)
DeskreptiI : peraturan yang ada untuk mencapai keadilan, contoh perundangan-undangan, peraturan-peraturan
pemerintah (wetbook)
Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa Iungsi hukum adalah social
engineering atau rekayasa sosial. Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa putusan hukum yang dijatuhkan
oleh hakim diharapkan mampu merubah perilaku manusia. FilsaIat Hukum mencoba memberi kajian rasional
mengenai hukum pada suatu waktu dan tempat tertentu atau mencoba merumuskan berbagai kepentingan
yang diakibatkan adanya tahapan perkembangan hukum, atau mencoba menyatakan hasil-hasil dari kedua
hal tersebut secara universal sehingga dapat diterima sebagai hukum untuk setiap waktu dan tempat.
Ada dua pertimbangan perlunya pemikiran IilosoIis terhadap hukum:
O !ertama, kepentingan sosial yang lebih tinggi di bidang keamanan umum, seperti ketertiban
atau kedamaian, menyebabkan manusia mencari beberapa basis yang tetap dari suatu
tindakan manusia tertentu yang dibatasi oleh adanya kesadaran individual, yang menjamin
tertib sosial yang stabil.
O Kedua, tekanan terhadap kepentingan-kepentingan sosial yang kurang berkaitan dan
perlunya menghgindari hal tersebut melalui kompromi baru yang berkesinambungan dalam
rangka menciptakan keamanan umum, karena terjadinya perubahan dalam masyarakat
sehingga dapat berpengaruh terhadap tertib sosial, yang menyebabkan manusia mencari
prinsip-prinsip perkembangan hukum untuk menentukan dasar yang tetap dari tertib sosial
yang baru.

Anda mungkin juga menyukai