Anda di halaman 1dari 10

4

2.2 Tinjauan Umum Bahan Toksik 2.2.1 Pestisida Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran -cide (pembasmi). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai racun. Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur. Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen, nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic. Setiap pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering ditemukan adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi, berat molekul dan titik didih. 2.2.2 ABS Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) (Gambar 1) adalah surfaktan anionik yang digunakan secara luas untuk menggantikan golongan Alkil Benzena Sulfonat (ABS) sebagai bahan pembersih (detergen). Produksi dunia tahunan untuk surfaktan tidak termasuk sabun, dalam tahun 1990 diperkirakan mencapai 7 juta ton. Sedangkan pada tahun 1997 produksi surfaktan meningkat mencapai 18 juta ton. Sejak tahun 1990, LAS menjadi perhatian peneliti karena terbukti residu LAS ditemukan pada limbah lumpur yang digunakan untuk lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LAS terdistribusi predominan dalam air (97,5%), tanah (0,5%) dan sedimen (2%). LAS memasuki tanah pertanian melalui beberapa

jalur: (a) penggunaan limbah padat sebagai pupuk tanah pertanian, (b) penggunaan air limbah untuk irigasi, (c) infiltrasi tanah oleh air limbah atau air sungai yang tercemar tanah, dan (d) penggunaan formulasi pestisida mengandung LAS sebagai zat pengemulsi atau pendispersi. Adanya LAS dalam tanah memiliki dampak merugikan terhadap pertumbuhan bakteri aerobik tertentu, yang dapat mengganggu fungsi tanah pertanian. LAS sangat sedikit didegradasi di bawah kondisi anaerobik. Hal ini dikarenakan rantai alifatik tidak dapat direduksi lebih lanjut, dan bakteri anaerobik ditekan pada konsentrasi sulfonat 15 g/kg dalam kondisi tes. Dalam reaktor pada konsentrasi yang tinggi (>30 g/kg) sodium sulfonat sulit dilarutkan sehingga mengurangi bioaktivitas, dan ini berarti bahwa senyawa ini sangat keras [10]. Dalam ekotoksikologi, sejumlah besar tes mendapatkan bahwa LAS dapat menyebabkan toksisitas akut dan kronik pada organisme akuatik. LAS dengan konsentrasi 20-30% larutan dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tikus setelah kontak kulit lebih dari 15 hari. Pada konsentrasi 25 mg/L LAS, ikan bereaksi dengan pola meningkatnya aktivitas, inaktivasi dan immobilisasi, dan jika tidak dihilangkan dari sistem akan menyebabkan kematian. Efek minimal yang berhubungan dengan perubahan biokimia dan histopatologi dalam hati telah dilaporkan dalam uji toksisitas subkronik terhadap tikus yang diberi konsentrasi LAS 120 mg/kg berat badan perhari di dalam makanan atau air minum. 2.3.Tinjauan Umum Kerusakan Jaringan/ Organ akibat Bahan Toksik 2.3.1. Hiperplasia Hiperplasia adalah meningkatnya jumlah sel sehingga merubah ukuran normal dari suatu organ atau jaringan akibat peningkatan mitosis. Hiperplasia dijumpai pada sel-sel yang dirangsang oleh peningkatan beban kerja, sinyal hormon, atau sinyal yang dihasilkan secara local sebagai respons terhadap penurunan kepadatan jaringan. Hiperplasia hanya dapat terjadi pada sel-sel yang mengalami mitosis, misalnya sel,

hati, ginjal, dan jaringan ikat. Hiperplasia bisa terjadi fisiologis (robbins,kumar.2007)

secara patologis maupun

Hiperplasia patologis disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihanatau efek berlebihan dari hormone pertumbuhan pada sel sasaran dan dapat jugadisebabkan oleh virus. Hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor ganas.Pada mitosis,tetapi hiperplasia, Sel-sel otot tidak mampu membelah secara eksperimental mengisyaratkan bahwa serat yang bukti-bukti

sangatmembesar dapat terputus menjadi dua di tengahnya, sehingga terjadi peningkatanjumlah serat (splitting).contoh Hiperplasia nodul pada hati. penyebab Hiperplasiakarena radiasi, zat-zat kimia berbahaya. Hiperplasia fisiologis terjadi karena sebab yang fisiologi atau normal dalam tubuh, seperti hormonal dan kompensatorik (pengangkatan jaringan atau penyakit). Contohnya saat hati disekresi sebagian, aktivitas mitosis pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya. 2.3.2. Hipoplasia Hipoplasia merupakan kelainan yang mengindikasikan sebuah perkembangan/ pertumbuhan yang terhambat, sehingga organ yang terkena kelainan tsb berukuran lebih kecil/mengecil dari ukuran normalnya. Hipoplasia adalah terhambatnya perkembangan atau pertumbuhan sebagian atau seluruh jaringan tumbuhan akibat serangan patogen. Hipoplasia merupakan perkembangan yang tidak sempurna dari suatu organ. Suatu organ yang mengalami hipoplasia terbentuk normal. Namun, ukuran organ terlalu kecil jika dibandingkan dengan ukuran normal. Pada atrofi, alat tubuh pernah mencapai ukuran normal dan selanjutnya menjadi lebih kecil,sedangkan pada hipoplasia, dari awal organ tersebut memang berukuran kecil dan tidak akan mencapai ukuran yang normal. 2.3.3. Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cendera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius. 1. Perubahan Mikroskopis Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat,batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur danmeninggalkan pecahanpecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Prosesini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).

2. Perubahan Makrokopis Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika pada aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan cirri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangrene

Terdapat 2 tipe Nekrosis yaitu: Nekrosis koagulatif, Disebabkan oleh denaturasi

protein sekular yang menimbulkan massa padar, menetap larut dan dikeluarkan dari lisis berhari-hari/ berminggu-minggu enzimatik.Tipe ini ditemukan setelah kehilangan pasokan darah, contoh pada infark. Nekrosis kolikuatif, Terjadi pelaritan yang cepat dari sel yang mati. Terutama terjadi pada susunan saraf pusat. pemecahan mielin perlunakan otak likuefaksi, contoh: setelah sumbatan vascular. Penyebab Nekrosis: Iskhemi Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringanjaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak. Agens biologi Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis. Agens kimia Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang

rendah sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi. Agens fisik Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti. Kerentanan (hypersensitivity) Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obatobatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluhpembuluh darah. Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus. Dampak Nekrosis Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam kalsium yang diendapkan dari darh disekitar sirkulasi jaringan nekrotik. Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada selama hidup. 2.3.4 Perlemakan hati (steatosis) Steatosis adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Mekanisme

10

terjadinya penimbunan lemak pada hati secara umum yaitu rusaknya pelepasan trigliserid hati ke plasma. 2.3.5.Kardiomiopati Biasanya efek toksik cobalt berupa polisitemia, gondok, dan tanda-tanda iritasi gastrointestinal misalnya muntah-mutah dan diare.Tetapi, adanya cobalt dalam bir sebagai suatu stabilisator busa pernah menyebabkan beberapa kasus kardiomiopati yang berbahaya dan fatal.Toksisitas cobalt pada jantung sangat meningkat bila terdapat malnutrisi, Terutama kekurangan asam amino tertentu juga perlu dicatat bahwa ion Cobalt menekan pengambilan oksigen dan mengganggu metabolisme energi jantung dalam siklus asam trikarboksilat seperti yang terjadi pada defisiensi tiamin (Frank, 1995). Beberapa agonis reseptor adrenegrik , terutama isoproterenol, dan antiheprtensi penyebab facodilatasi , misalnya hidralazin dan diakzoksit, mampu menginduksi nekrosis miokardium. Zat kimia yang pertama mempunyai efek adregenik langsung, sedangkan antihipertensi menunjukkan efek adregenik lewat hipotensi yang di induksinya.Efek ini menyebabkan meningkatnya pemasukan kalsium transmembran yang akhirnya menyebabkan peningkatan dalam laju dan kekuatan kontraksi.Efek ini, serta hipotensi yang diakibatkannya, menyebabkan hipoksia jantung.Hipoksia dan endapan kalsium dalam mitokondria menyebabkan disintegrasi organel dan sarkolema (Frank, 1995). 2.4. Pembuatan Preparat Histologi
a. Fiksasi

Fiksasi adalah suatu usaha manusia untuk mempertahankan elemen -elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Dinamakan larutan fiksatif karena kemampuan membuat jaringan mudah menyerap warna. Mulanya dengan menyiapkan ikan, lalu mengambil potongan kecil sebanyak dua potong pada masing-

11

masing organ insang, dan ginjal dan hati. Organ tersebut dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan Bouins dan diamkan selama 24jam.
b. Washing

Washing adalah proses pencucian untuk menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan. Dalam proses washing diusahakan tidak terdapat molekul-molekul fiksatif yang tertinggal di dalam jaringan. Molekul ini akan menjadi penghalang untuk proses selanjutnya. Fiksatif menggunakan BOINS, maka setelah kurang lebih 24 jam difiksasi kemudian dilakukan pencucian menggunakan alkohol 70% yang diganti berkali-kali hingga warna kuning hilang.
c. Dehidrasi

Dehidrasi adalah proses penarikan molekul air dari dalam jaringan. Tujuan dari dehidrasi adalah agar seluruh ruang-ruang antar sel dalam jaringan dapat diisi dengan molekul parafin. Dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat dari persentase rendah ke persentasi tinggi (70%, 80%, 96%) masing-masing 2 x 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan tibatiba pada terhadap sel dan jaringan.
d. Clearing

Clearing adalah proses penjernihan atau mentransparankan jaringan. Clearing berfungsi untuk menarik alkohol atau dehidran yang lain dari dalam jaringan agar dapat digantikan oleh molekul parafin. Clearing menggunakan xylene dengan membenamkan jaringan pada larutan tersebut selama 2 x 15 menit.
e. Impregnasi

Impregnasi bisa juga disebut infiltrasi parafin yaitu proses pengeluaran xilen dari dalam jaringan yang akan digantikan oleh parafin cair. Setelah jaringan di Clearing maka sampel dimasukkan kedalam cessed and deckel kemudian di masukkan kadalam moldtray yang berfungsi sebagai tempat infiltrasi parafin, yang terdiri dari tiga wadah yaitu: pertama berisi parafin cair dan xylene,

12

wadah ke dua berisi parafin cair tanpa xilene, dan wadah ke tiga berisi parafin cair murni. Masing-masing 1 x 15 menit.
f. Embeding

Proses penanaman jaringan ke dalam media parafin. Tujuannya adalah untuk mempermudah dalam melakukan proses pemotongan atau pengirisan sampel. Dilakukan dengan mengeluarkan jaringan yang sudah di Impregnasi dari moldtray, kemudian menanamnya ke dalam lempengan blok yang berisi parafin cair. Setelah itu tutup dengan menggunakan casette and deckel lalu didinginkan pada cold plate.
g. Cutting

Proses pemotongan atau pengirisan jaringan dengan menggunakan mikrotom. Sampel yang dipotong tebalnya sekitar 5 7 mikron. Pemotongan akan berhasil jika pisau tidak tumpul, tidak berkarat, dan tidak terdapat sisa-sisa parafin dari hasil pemotongan sebelumnya dan posisi sampel lurus dan baik. Suhu pisau dan suhu sampel serta ruangan harus sama agar sampel tidak patah atau terpotong-potong saat pengirisan.
h. Staining

Staining adalah proses pewarnaan, dimana sampel diwarnai dengan menggunakan zat warna. Tujuannya yaitu untuk mewarnai jaringan sehingga mudah diamati di mikroskop. Tahapan staining terdiri dari proses deparafinasi atau penarikan parafin dari dalam jaringan. Proses rehidrasi atau pemasukan molekul air ke dalam jaringan yang dilakukan secara bertahap dengan menggunakan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Proses ini sebagai media penghantar zat warna ke jaringan. Selanjutnya proses infiltrasi zat warna. Menggunakan haematoxilin untuk mewarnai sitoplasma dan eosin untuk mewrnai inti sel. Lalu dehidrasi kembali yang bertujuan untuk mencegah kerusakan pada jaringan karena mengakibatkan terjadinya pembusukan. Setelah parafin dikeluarkan dengan

13

menggunakan xilen selama 20 menit preparat dikeringkan dan ditetesi dengan entelan dan ditutup dengan deg glass. Kemudian diamati di bawah mikroskop.

Anda mungkin juga menyukai