Anda di halaman 1dari 10

Apa itu Pemanasan Global ( Global Warming )?

Mungkin anda pernah membayangkan berada di dalam mobil yang tertutup rapat pada siang hari.
Sinar matahari dengan leluasa dapat memasuki ruangan mobil melalui kaca mobil, sehingga
menyebabkan udara di dalam mobil menjadi lebih panas. Udara di dalam mobil menghangat,
karena panas sinar matahari yang masuk tidak dapat leluasa keluar. Sehingga panas tersebut
terperangkap di dalam mobil.
Demikian halnya dengan pemanasan global. Matahari memancarkan radiasinya ke bumi
menembus lapisan atmosIer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa,
namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs
dan SF4 yang berada di atmosIer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut terperangkap di dalam
atmosIer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan suhu rata-rata di
permukaan bumi meningkat. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan pemanasan global.
Apakah Penyebab Pemanasan Global?
Pemanasan global merupakan Ienomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di
seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh
karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan
terjadinya pemanasan global terdiri dari:
Konsumsi energi bahan bakar Iosil. Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon
terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi
dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar Iosil memakan sebanyak 70
dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10 dari
total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84
dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan
Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang
menggunakan bahan bakar Iosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan
penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang
di negara maju. Menurut ProI. Emil Salim, USA mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun
dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan 3 ton CO2/orang per tahun
dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton CO2/orang dengan
jumlah 1 milyar penduduk.
Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosIer dari sektor ini berkaitan
dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang
mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar
Iosil, berbeda dengan negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena
akumulasi banyaknya penduduk.
Sampah. Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat
menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di
Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di
perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus
meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga,
diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu
ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500
ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial,
mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
Kerusakan hutan. Salah satu Iungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang
merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di
Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di
Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan
hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain
perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya
perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti
tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan
mempercepat terjadinya pemanasan global.
Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor
kehutanan, termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 dari total emisi CO2 Indonesia
yang mencapai 748,61 kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74.
Pertanian dan peternakan. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas
rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanIaatan
pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa
pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan
yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di Indonesia, sektor pertanian dan
peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 dari total gas rumah kaca yang
diemisikan ke atmosIer.
ampak Pemanasan Global
Sebagai sebuah Ienomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat
manusia di dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan
Indonesia dalam kondisi yang rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat
terjadinya pemanasan global, Indonesia akan menghadapi peristiwa :
Pertama, Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan,
sehingga mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut.
Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu
karang (coral bleaching), dan punahnya berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air
laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang.
Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat
dari masuknya atau merembesnya air laut, serta inIrastruktur perkotaan yang mengalami
kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut.
Kedua, Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan
iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim
kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga
meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi
penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran
Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan
semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.
Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu :
ehutanan. Terjadinya pergantian beberapa spesies Ilora dan Iauna. Kenaikan suhu akan
menjadi Iaktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan,
bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu
beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan
akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting
yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai
keanekaragaman hayati.
Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan
selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang
meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitiI terhadap perubahan suhu secara
besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan
migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka.
Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitiI terhadap perubahan iklim.
Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut
berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan
penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi
penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi
ketahanan pangan nasional.
esehatan. Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan Irekuensi penyakit
tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah),
mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu
udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat
untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya
persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis
pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih
sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit InIeksi Saluran
PernaIasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Selain dampak diatas, tercatat beberapa kejadian luar biasa yang mengindikasikan terjadinya
pemanasan global, yaitu :
1. Tahun 2005 merupakan tahun terpanas. NASA melaporkan bahwa temperatur rata-rata
global telah meningkat 0,060 C.
2. Pencairan Artik terbesar terjadi di tahun 2005. Hasil Ioto salah satu satelit menunjukkan
area yang tertutup es permanen merupakan area tersempit pada akhir musim panas tahun
2005.
3. Tahun 2005 merupakan tahun dengan air di Karibia terpanas, lebih lama dari yang pernah
terjadi dan menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) besar-besaran di
sepanjang wilayah mulai dari Karibia hingga Florida Keys, Amerika Serikat.
4. Tahun 2005 tercatat sebagai tahun dengan nama badai terbanyak. Terdapat 26 nama
badai yang melampaui daItar nama resmi. Pada tahun ini juga terdapat sekitar 14 badai,
yang disebut sebagai badai hebat (hurricane), karena memiliki kecepatan angin melebihi
119 km/jam. Rekor tahun sebelumnya hanya 12 badai dalam setahun. Tahun 2005 juga
merupakan tahun dengan kategori 5 badai terbanyak dengan kecepatan angin 249
km/jam. Tahun 2005 merupakan tahun yang mengalami kerugian termahal akibat badai.
5. Tahun 2005 merupakan tahun terkering yang pernah terjadi sejak beberapa dekade lalu di
Amazon, Amerika Selatan. Dan Amerika bagian barat menderita akibat kekeringan yang
panjang.
$umber informasi :
Bumi Makin Panas (booklet). 2004. Diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
JICA dan Yayasan Pelangi.
Indonesia dan Perubahan Iklim (booklet). Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia.
www.wwI.or.id/climate
Climate Change Scenarios Ior Indonesia (leaIlet). 1999. Diterbitkan oleh Climatic Research Unit
(CRU), UEA, UK dan WWF.
Perilaku Ramah Lingkungan. 2007. Website WWF Indonesia : www.wwI.or.id

Apa yang menyebabkan pemanasan global?


Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan
gas rumah
kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia,
kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon
dioksida, yang
umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan
hutan serta
pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri,
sedangkan emisi
metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs
merusak lapisan
ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang
dihapus dalam
Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-
gas polutif
yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara
lautan dan
vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi "atap sekarang
berlebihan akibat
emisi. ni berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang
berada di udara
bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler.
Sekitar 70%
energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari
bahan bakar
fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah
terkuras
habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk
pemanfaatan energi
yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro),
yang dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin
tetaplah rendah,
dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk
bahan bakar
fosil dan energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan
emisi karbon
bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis,
sehingga
mempengaruhi kesuburan tanah.
Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk
menstabilkan
tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi
emisi gas rumah
kaca sebesar 50%, demikian Panel nter Pemerintah. Jika tidak melakukan apa-apa
maka hal-hal
berikut akan membawa dampak yang merusak:
Daur Ulang/menggunakan kembali:
Memperhatikan kebiasaan konsumen, dan membeli atau menggunakan barang-
barang yang
tidak dipaket. Mencari merk yang memperhatikan lingkungan dan sabun-sabun dan
agenagen
pembersih.
Mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik, kupasan buah segar dan
sayur
mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng.
Mulailah dengan membuat kompos. Tambahkan cacing dan juga daun-daun, ranting-
ranting
dan kotoran dari kebun dan kompos itu akan menjadi pupuk alam untuk tanah.
Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang
bahanbahan
sisa dan alat-alat elektro seperti tv dan komputer.
Apa lagi ...?
Mengurangi
Hemat dalam menggunakan air
Mengurangi pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang
Mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol
dan
menggunakan energi efisien.
Mengurangi penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi.
Apa lagi...?
Mengingatkan
Pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi
pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap
relevan.
Mendorong pengusaha setempat agar mengurangi produk-produk paket.
Mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya
dalam
system yang efisien.






henIngkatnya pemanasan : Sebelas darI dua belas tahun terakhIr merupakan tahun
tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. TIngkat pemanasan
ratarata selama lIma puluh tahun terakhIr hampIr dua kalI lIpat darI ratarata seratus
tahun terakhIr. Temperatur ratarata global naIk sebesar 0.74
o
C selama abad ke20,
dImana pemanasan lebIh dIrasakan pada daerah daratan darIpada lautan.
- JumIah karbondIoksIda yang IebIh banyak dI atmosfer : KarbondIoksIda adalah
penyebab palIng domInan terhadap adanya perubahan IklIm saat InI dan
konsentrasInya dI atmosfer telah naIk darI masa praIndustrI yaItu 278 ppm (pcrts
permllon menjadI J79 ppm pada tahun 2005.
- ebIh banyak aIr, tetapI penyebarannya tIdak merata : danya penIngkatan
presIpItasI pada beberapa dekade terakhIr telah dIamatI dI bagIan TImur darI merIka
Utara dan merIka Selatan, Eropa Utara, sIa Utara serta sIa Tengah. TetapI pada
daerah Sahel, |edIteranIan, frIka Selatan dan sebagIan sIa Selatan mengalamI
pengurangan presIpItasI. Sejak tahun 1970 telah terjadI kekerIngan yang lebIh kuat
dan lebIh lama.
- KenaIkan permukaan aut : Saat InI dIlaporkan tengah terjadI kenaIkan muka laut darI
abad ke19 hIngga abad ke20, dan kenaIkannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17
meter. Pengamatan geologI mengIndIkasIkan bahwa kenaIkan muka laut pada 2000
tahun sebelumnya jauh lebIh sedIkIt darIpada kenaIkan muka laut pada abad 20.
Temperatur ratarata laut global telah menIngkat pada kedalaman palIng sedIkIt J000
meter.
- Pengurangan tutupan saIju : Tutupan salju semakIn sedIkIt dI beberapa daerah,
terutama pada saat musIm semI. Sejak 1900, luasan maksImum daerah yang tertutup
salju pada musIm dIngIn/semI telah berkurang sekItar 7 pada 8elahan 8umI Utara
dan sungaIsungaI akan lebIh lambat membeku (5.8 harI lebIh lambat darIpada satu
abad yang lalu dan mencaIr lebIh cepat 6.5 harI.

CIetser yang mencaIr : Pegunungan gletser dan tutupan salju ratarata berkurang pada
kedua belahan bumI dan memIlIkI kontrIbusI terhadap kenaIkan muka laut sebesar
0.77 mIlImeter per tahun sejak 199J - 200J. 8erkurangnya lapIsan es dI Creenland dan
ntartIka berkontrIbusI sebesar 0.4 mm pertahun untuk kenaIkan muka laut (antara
199J - 200J.
- enua ArktIk menghangat : Temperatur ratarata 8enua rktIk mengalamI penIngkatan
hIngga mencapaI dua kalI lIpat darI temperatur ratarata seratus tahun terakhIr. 0ata
satelIt yang dIambIl sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es ratarata dI rktIk
telah berkurang sebesar 2.7 per dekade.
Proyeksi-Proyeksi Saat Ini Mengindikasikan Percepatan Pemanasan
EmIsI gas rumah kaca (CFK yang kontInu pada atau dI atas tIngkat kecepatannya saat InI
akan menyebabkan pemanasan lebIh lanjut dan memIcu perubahanperubahan laIn
pada sIstem IklIm global selama abad ke21 yang dampaknya lebIh besar darIpada yang
dIamatI pada abad ke20.
- TIngkat pemanasan bergantung kepada tIngkat emIsI : JIka konsentrasI karbondIoksIda
stabIl pada 550 ppm - dua kalI lIpat darI masa praIndustrI - pemanasan ratarata
dIperkIrakan mencapaI 24.5
o
C, dengan perkIraan terbaIk adalah J
o
C atau 5.4
o
F. Untuk
dua dekade ke depan dIperkIrakan tIngkat pemanasan sebesar 0.2
o
C per dekade
dengan skenarIo yang tIdak memasukkan pengurangan emIsI CFK.
- CFK laIn turut berperan dalam pemanasan dan jIka dampak darI kombInasI CFK tersebut
setara dengan dampak karbondIoksIda 650 ppm, IklIm global akan memanas sebesar
J.6
o
C, sedangkan angka 750 ppm akan mengakIbatkan terjadInya pemanasan sebesar
4.J
o
C. ProyeksI bergantung kepada beberapa faktor sepertI pertumbuhan ekonomI,
populasI, perkembangan teknologI dan faktor laInnya.

Perubahan Iklim di Indonesia



Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun
keberadaannya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. i Indonesia
terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim
(muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. (Ref: http://iklim.dirgantara-
lapan.or.id/)

etiga jenis iklim tersebut adalah:

1. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode
tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim
terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur
laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang
basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar
bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah
Indonesia mengalami musim kering/kemarau.

2. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis
yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa
dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga
wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.

3. Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut
mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang
tinggi.

1ika kita cermati unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah
curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama,
diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal.

c. Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Bencana Alam di Indonesia

Menurut beberapa sumber (Diantaranya dari http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/), iklim di
Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. $uhu rata-rata tahunan telah
meningkat sekitar 0,3 C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990an merupakan dekade
terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1 C di atas
rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam semua musim di
tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah
Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama perioda esember-
Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun.

Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian El Nino dan
kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun
1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998.

Banjir dan kekeringan pada dasarnya terkait dengan kemampuan alam dan manusia
mengelola ketersediaan air di Bumi. Banjir terjadi karena jumlah air hujan yang turun di
daratan dalam intensitas berlebihan pada saat alam tidak mampu menampung. emudian
dalam skala lokal intensitas curah hujan yang amat ekstrem dalam waktu lama akan
menjadi penyebab banjir besar dan longsor di banyak tempat. $ementara itu, kekeringan
terjadi karena jumlah hujan yang turun tidak mencukupi kebutuhan kehidupan.
emudian ketersediaan air yang kian terbatas akan meningkatkan kompetisi untuk
mendapatkan dan tidak jarang menimbulkan konflik dalam pemanfaatan. (Ref:
http://www.duniaesai.com/).

1ika kita melihat dalam skala lebih luas, peningkatan suhu secara global menyebabkan
terjadinya percepatan pelelehan lapisan es di utub Utara dan utub $elatan sekaligus
terjadinya pencairan dan penipisan lapisan gunung-gunung es di dunia. ilain pihak
kemarau panjang yang disebabkan fenomena El Nino yang memengaruhi siklus hidrologi
lokal dan regional akan menyebabkan kian kritisnya ketersediaan air untuk menopang
kebutuhan 6,5 miliar penduduk Bumi saat ini.

d. Potensi Banjir di Wilayah Indonesia

Berbicara mengenai potensi banjir di wilayah Indonesia, maka hal itu tidak dapat lepas
dari gangguan terhadap siklus hidrologi di Indonesia itu sendiri. $iklus air/hidrologi yang
mengalami gangguan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak
terhadap musim atau iklim lokal di Indonesia, lebih jauh hal itu terlihat pada terjadinya
perubahan musim hujan atau kemarau yang akan berdampak serius terhadap manajemen
ketersediaan air.

ampak lain yang juga serius adalah meningkatnya tinggi muka air laut yang terjadi
hampir bersamaan dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence) yang
diakibatkan penurunan muka air tanah karena eksploitasi air tanah yang berlebihan
dikota-kota besar. eadaan ini akan menyebabkan sebagian wilayah kota yang selama ini
relatif aman dari ancaman banjir akan menjadi daerah potensi banjir baru.

1ika eksploitasi air tanah terus berlangsung, maka penurunan muka tanah dan intrusi air
laut kian sulit dicegah dan dikendalikan (Hal ini biasa terjadi di kota-kota besar yang
berada di daerah pantai, seperti 1akarta, $emarang, $urabaya). ondisi ini akan
menyebabkan kerusakan lingkungan yang makin parah dan membutuhkan biaya besar
untuk dapat memulihkannya.

Anda mungkin juga menyukai