Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) adalah gangguan telinga umum yang
mempengaruhi jutaan orang. Sensory nerve hearing loss adalah segala gangguan atau penyakit
yang terdapat pada :(1) Telinga dalam, (2) Nervus viii ( n.cochlearis ), (3) Sentral pendengaran
( cortex cerebri ), dengan telinga tengah dan luar yang normal.
1
World health organi:ation
(WHO) memperkirakan 278 juta jiwa penduduk dunia mengalami kurang pendengaran pada
tahun 2005.
2
Angka kejadian kurang pendengaran sensorineural kongenital di negara-negara
berkembang dapat mencapai enam dari 1000 kelahiran hidup, tiga kali dibandingkan di negara
maju.
3
Survei departemen kesehatan RI pada tahun 1994 s.d. 1996 di tujuh provinsi
menunjukkan angka kejadian kurang pendengaran sebesar 0,1 .
4


Etiologi nya bisa karena: (1)kelainan kongenital oleh karena kerusakan embrio intra
uterin, misalnya peda waktu hamil ibu menderita rubella, (2) acquisita misalnya inIeksi
(parotitis,labirintitis), intoksikasi obat-obatan (mis : kinin,streptimisin,kanamisin), trauma (mis :
trauma akustik), tumor (mis neuroma akustic), dan menier`s disease.
1


Kehilangan pendengaran secara genetik dapat hadir pada saat lahir (kongenital) atau dapat
berkembang dalam masa kanak-kanak atau dewasa. Sekitar 50 gangguan pendengaran bawaan genetik
dan sekitar 50 diperoleh. Sekitar 70 gangguan pendengaran genetik tidak sindromik dan sekitar 30
adalah sindromik. Gangguan pendengaran mempengaruhi hingga 30 dari masyarakat internasional, dan
perkiraan menunjukkan bahwa70 juta orang mengalami tuli.
1

Kehilangan pendengaran akan berpengaruh pada situasi psikososial. Ancaman yang terjadi bila
pendengaran terganggu adalah isolasi lingkungan sosial, depresi dan kehilangan kepercayaan diri.
Gangguan pendrngaran akan berimplikasi pada demensia, meskipun banyak Iaktor yang lain yang
mempengaruhinya.
5

Gejala gangguan pendengaran pada usia lanjut pertama kali adalah kesulitan mengerti percakapan.
Lama-lama kemampuan untuk menentukan jenis danarah suara akan berkurang. Kehilangan sensitivitas
dimulai dari Irekuensi tinggi, sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengerti percakapan pada sura
bising. Penurunan progresiI terlihat pada Irekuensi 2-4 khz. Frekuensi ini sangat penting untuk dapat
2

mengerti vokal konsonan. Keuhan lainnya adalah telinga mendenging (tinnitis nada tinggi), nyeri telinga
apabila intensitas suara ditinggikan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan sensitivitas saraI pendengaran.
5

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemerikasaan otoskopi, tes penala, audiometri.
Pemeriksaan audiometri ditemukan penurunan ambang dengar nada murni yang menggambarkan tuli
sensorineural. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam setelah Irekuensi 1000 hz. Gambaran ini
khas pda gangguan pendengaran jenis sensorineural.
6

Kehilangan pendengaran kemungkinan tidak dapat diperbaiki. Tujuan daripada perawatan ini
adalah untuk mengobati luka dan melindungi telinga dari kerusakan yang lebih lanjut. Alat bantu
pendengaran mungkin dapat membantu penderita untuk berkomunikasi. Keahlian dalam membaca gerak
bibir orang mungkin dapat dipelajari.
1


BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Nervus Vestibulocochlearis
Nervus Vestibulocochlearis merupakan nervus cranialis ke delapan. Nervus ini terdiri
dari 2 komponen Iungsional yang berbeda yaitu nervus Vestibularis, yang membawa impuls
keseimbangan dan orientasi ruang tiga dimensi dari apparatus vertibular dan nervus Cochlearis,
yang membawa impuls pendengaran yang berasal dari organon corti di dalam cochlea.
7

Nervus Vestibulocochlearis memasuki batang otak tepat dibelakang nervus Iacialis (VII)
pada suatu daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh pons, Ilocculus dan medulla oblongata,
keduanya kemudian terpisah dan mempunyai hubungan ke pusat yang berbeda. Nervus
Vestibularis dan Cochlearis biasanya bersatu yang kemudian memasuki meatus acustikus
internus, disebelah bawah akar motorik nervus VII.
7

2.1.1 Nervus Vestibularis
Nervus Vertibularis intinya terdiri dari 4 bagian yaitu medial, superior, inIerior dan
lateral. Nukleus ini terletak di bagian dorsal antara pons dan medulla sehingga menjadi bagian
depan/dinding dari ventrikel IV. Pengetahuan mengenai nukleus vestibularis inIerior masih
sangat sedikit. Nukleus vestibularis lateral dan medial berperan dalam reIleks labirin statis,
3

sedangkan nukleus vestibularis medial dan superior berperan dalam reIleks dinamis dan
vestibuloocular.
8

Pada daerah Iundus dari meatus akustikus internus, bagian vestibuler dari
N.vestibulocochlearis, meluas untuk membentuk ganglion vestibuler yang kemudian terbagi
menjadi divisi dan superior clan inIerior. Kedua divisi ini kemudian berhubungan dengan canalis
semisirkularis.
8

Didalam canalis semisirkularis terdapat sel-sel bipolar yang mengumpulkan impuls dari
sel-sel rambut untuk diteruskan ke batang otak terutama ke nucleus vestibularis superior, inIerior,
medial dan lateral serta sebagian langsung ke lobus Ilokullonodularis dari cerebellum melalui
pedunkulus cerebellaris inIerior homolateral.
8



2.1.2 Nervus Cochlearis
Nervus Cochlearis intinya dari dua bagian, yaitu ventral dan dorsal, letaknya disebelah
lateral pedunkulus serebelli inIerior. Tonjolan inti cochlearis pada dinding ventrikel IV disebut
acoustic tubercle. Serabut dari N.Cochlearis akan berjalan ke cochlea dan membentuk ganglion
spirale cochlea, serabutnya berakhir Pada sel-sel rambut organon corti di ductus cochlearis.
8

Serabut dari nucleus vestibularis dan cochlearis berjalan ke ventrolateral dan keluar dari
batang otak pada daerah pontomedularry junction bersama N. VII yang terletak disebelah
medialnya, kemudian berjalan masuk ke os petrosus melalui meatus acustikus internus, jarak dari
pontomedullari ke meatus acustikus internus 10 mm (6-15 mm).
8

Di dalam meatus akustikus inIernos nervus vestibularis berjalan di sebelah dorsal,
sedangkan nervus cochlearis berjalan di sebelah ventralnya. Di atasnya berjalan nervus
intermedius (N VII) dan serabut motorik nervus VII. Perjalanan selanjutnya agak berputar sedikit,
sehingga nervus cochlearis berada di sebelah bawah, diatasnya nervus vestibularis, sedangkan
nervus Iacialis di sisi depannya dan nervus intermedius diantaranya.
8

4


Gambar 1. Cochlea (Japardi 2003)

2.1.3 Fisiologi Pendengaran
Suara sebagtu gelombang getaran akan diterima oleh membrana tympani dan
getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga
telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga cochlea
serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga cochlea terbagi oleh dua sera menjadi
tiga ruangan, yaitu scala vestibuli, scala tympani dan scala perilimIe dan endolimIe. Antara scala
tympani dan scala medial terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut aIIeren dan
eIIeren nervus cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana
Dada tinggi diterima di bagian basal dan Dada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan
membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan dari energi
mekanik ke chemoelectrical potensial dan akan dibawa oleh serabut aIIeren nervus cochlearis ke
inti dorsal dan ventral.
9

3

Kemudian menginhibisi input, bagian kontralateral bersiIat mengeksitasi input. Tetapi


ada juga yang langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks olivari superior serabutnya
berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian langsung ke colliculus inIerior. Serabut-
seravut ini membentuk lemniskus lateralis. Dari colliculus inIerior serabutnya berlanjut lagi ke
corpus genikulatum mediale sebagai brachium colliculus inIerior. Dari CGM ini serabutnya
berjalan ke korteks serebri di area acustikus (area Broadmann, 41,42) dan disadari sebagai
rangsang pendengaran.
9

2.1.4 1aras Auditory Sentrifugal
Merupakan jaras eIeren ke sensori sel-sel rambut di cochlea dan otot-otot pendengaran di
rongga telinga tengah. Jaras ini berasal dari group neuron yang berada di bagian medial
kompleks olivary superior (retro olivary group). Serabut eIeren ini mengakibatkan
hiperpolarisasi sel-sel rambut cochlea dan kontraksi otot-otot di rongga telinga sehingga
transmisi dari vibrasi suara pada membrana tympani turun/berkurang. Serabut yang
mempersaraIi otot-otot di rongga telinga tengah berasal dari nukleus motoris trigminal dan
nukleus Iacialis (muskulus tensor tympani dan muskulus stapedius). Dengan kontraksi otot-otot
tersebut menurunkan transmisi dari vibrasi suara dari gendang telinga ke oval window. Dengan
demikian mekanisme ini membantu melindungi organ pendengaran apabila ada stimulasi yang
terlalu tinggi dan dapat mengakibatkan kerusakan reseptor cochlea. Hubungan centriIugal
didalam susunan saraI pusat berperan terhadap supresi suara yang terlalu keras. Konsentrasi
terhadap salah satu suara tertentu mungkin merupakan salah satu eIek dari centriIugal auditory
pathway ini.
9

6


Gambar 2. Jalur impuls pendengaran (Japardi 2003)

2.1.5 Reseptor Vestibularis
Labrynth membranosa yang terletak dalam pars petrosa os temporalis berisi endolymIe
yang kaya akan kalium. Labyrinth membranosa terdiri dari lima buah struktur vestibuler yaitu
utrikulus, sacculus ynang mengandung macula dan bertanggung jawab terhadap respop
accelerasi linier seperti gaya tarik bumi dan 3 buah canalis semisirkularis yang mengandung
ampula yang berespon terhadap deteksi accelerasi angular dari cristae.
7

7

Di dalam macula dan ampula terdapat sel-sel rambut yang mempunyai stereocilia dan
kinocilia. Pergerakan stereocilia terhadap kinocilia menyebabkan depolarisasi dan
hyperpolarisasi dari sel rambut. Impuls keseimbangan ini kemudian diterima oleh serabut aIIeren
yang badan selnya tedapat dalam ganglion vestibuler.
9


Gambar 3. Reseptor vestibular (Japardi 2003)



2.1.6 Traktus Vestibulospinalis
8

Serabut aIeren yang berasal dari canalis semicircularis berjalan sebagai nervus
vestibularis, masuk ke inti nervus vestibularis, selanjutnya ada yang berjalan ke serebelum
(Iloculus, nodulus dan nucleus Iastigial). Di dalam ini nervus vestibularis akan berganti sinaps,
serabutnya akan berjalan ke medulla spinalis ada dua macam yaitu tractus vestibulospinalis
lateralis (siIatnya inhibisi atau eksitasi) terhadap otot-otot pergerakan dan penting dalam
menjaga keseimbangan postural.
8


Gambar 4. Traktus vestibulospinal (Japardi 2003)
2.2 Definisi Sensory Neural Hearing Loss (SNHL)
9

Sensory Neural Hearing Loss (SNHL) adalah kurang pendengaran atau ketulian yang
diakibatkan oleh terganggunya Iungsi sistem sensoris telinga dalam maupun saraI pendengaran.
Sensorineural hearing loss, menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam, baik di
cochlea, syaraI pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut tuli saraI).
1


2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi SNHL
Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun kebanyakan
disebabkan oleh kerusakan pada sel rambut didalam cochlea akibat penuaan, atau rusak akibat
suara yang terlalu keras.
1

Usia adalah hal yang paling umum yang menyebabkan kehilangan pendengaran
sensorineural. Sebagaimana kita semakin tua, maka sel pendengaran dari labirin bertahap mati.
Selain Iaktor usia, kehilangan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh:
1

Cedera
Linkungan dengan kebisingan yang berlebihan
InIeksi Virus (Seperti Campak atau Gondok)
Ototoxic Narkoba (Obat obatan yang merusak pendengaran)
Meningitis
Diabetes
Stroke / Lumpuh
Demam tinggi
Penyakit Meniere's
Acoustic Neuroma (tumors)
Keturunan

2.4 Pathofisiologi SNHL
Sistem pendengaran sangat kompleks, suatu gangguan pada telinga tengah, koklea, dan
sistem saraI pusat dapat menghasilkan berbagai macam derajat gangguan pendengaran.
Pendengaran juga bergantung pada ketepatan mekanisme biokimia dalam tubuh, metabolisme,
pembuluh darah, dan Iungsi hormonal. Gangguan pada berbagai sistem ini dapat secara
mendasar mempengaruhi sistem pendengaran.PatoIisiologi pada setiap sindrom gangguan
pendengaran berbeda-beda. Namun mekanisme terjadinya gangguan pendengaran belum dapat

diuraikan secara jelas. Struktur secara molekular dan perjalanan proses pendengaran perlu lebih
banyak untuk diteliti.
5,10

Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus
vestibulocochlearis (VIII). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atroIi dan degenerasi
sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atroIi disertai dengan perubahan vaskuler juga
terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan
ukuran sel-sel ganglion dan saraI. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraI.
5,10


2.5 Gejala Klinik SNHL
Orang yang menderita kehilangan pendengaran sensorineural bisa mengeluh bahwa
orang-orang tampaknya berguman, atau mereka yang mendengar tapi tidak mengerti apa yang
sedang dibicarakan.
10

Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL) tidak dapat mendengar suara
berIrekuensi tinggi. Misalnya tidak dapat mendengar huruI S dari kata susu sehingga penderita
mendengarnya uu.
10

DisIungsi vestibuler bermaniIestasi sebagai vertigo, dan biasanya sering disertai gejala-
gejala otonom seperti berkeringat, mual, muntah, takhikardia dan hipotensi. Hal ini kemungkinan
karena adanya hubungan reIleks antara input vestibuler dan pusat motoris visceral otonom dalam
otak. Beberapa penyebab vertigo diantaranya: benign positional vertigo, vestibular neuronitis,
multiple sclerosis, meniere`s disease, cerebellar disease, vestibular swannoma, dan lain-lain.
10

2.6 Diagnosis SNHL
Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesa, pemeriksaan Iisik dan pemeriksaan penunjang.
2.6. 1 Anamnesa
Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti yang diterangkan dalam gejala klinis
yang tidak diketahui kapan dimulainya. Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat
lambat. Kesulitan mengucapkan beberapa konsonan tertentu sepeti 'I, ' s, atau ' th ' pada
orang Inggris misalnya. Kemudian adanya riwayat paparan berulang terhadap kebisingan
seperti latar belakang pekerjaan menjadi anggota militer, pekerja industri dan sebagainya.
Adanya riwayat penggunaan obat- obatan yang bersiIat ototoksik, dsb.
1,10

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan Iisik. Tetapi dengan pemeriksaan otoskopi
tampak membran timpani suram, dan jika dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan
suatu tuli sensorineural yang bilateral.
Pemeriksaan klinis N.VIII dengan tes garpu tala
O Tes Batas Atas & Batas Bawah
Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar kita dapat menentukan
Irekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas
ambang normal.
Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu : Semua garpu tala kita bunyikan
satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala berIrekuensi paling rendah sampai
garpu tala berIrekuensi paling tinggi atau sebaliknya. Cara kita membunyikan garpu tala
yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu
tala dengan ujung jari atau kuku kita. Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh
pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi
berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai normal ambang. Secepatnya garpu
tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara
tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara
meatus akustikus eksternus kanan dan kiri. Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas &
batas bawah yang kita lakukan, yaitu :
4 Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua Irekuensi.
4 Tuli konduktiI. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi
berIrekuensi rendah.
4 Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi
berIrekuensi tinggi.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras
sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada Irekuensi berapa pasien tidak mampu lagi
mendengar bunyi.
O Tes Rinne
2

Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu :
4 Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positiI jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatiI jika pasien tidak dapat
mendengarnya.
4 Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu
tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus
akustikus eksterna (planum mastoid). Tes Rinne positiI jika pasien mendengarnya
lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatiI jika pasien mendengarnya lebih lemah.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
4 Normal. Jika tes Rinne positiI.
4 Tuli konduktiI. Jika tes Rinne negatiI.
4 Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positiI.
Interpretasi tes Rinne dapat Ialse Rinne baik pseudo positiI dan pseudo negatiI. Hal ini
dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala
karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita
periksa.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus,
tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum
pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
3

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala
di depan meatus akustikus eksterna.
O Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien.
Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya
kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus)
dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar
atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
4 Normal. Jika tidak ada lateralisasi.
4 Tuli konduktiI. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
4 Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada
telinga pasien, yaitu :
4 Telinga kanan mengalami tuli konduktiI sedangkan telinga kiri normal.
4 Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktiI tetapi telinga kanan lebih
parah.
4 Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
4 Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri
lebih parah.
4

4 Telinga kanan mengalami tuli konduktiI sedangkan telinga kiri mengalami tuli
sensorineural.
O Tes Schwabach
Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara pemeriksa dengan pasien.
Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak
terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya
berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar
bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal.
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes
Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak
mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach
normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach
memendek.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
4 Normal. Schwabch normal.
4 Tuli konduktiI. Schwabach memanjang.
4 Tuli sensorineural. Schwabach memendek.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai
garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat
memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.
O Test caloric (vestibulo oculer reIleks)
3

Pasien koma ditidurkan telientang dan kepala di naikkan 30 (head up). Dari lubang
telinga luar dimasukan air es 60-100 ml (tidak boleh dilakukan apabila ada porIorasi
membrana typani), kemudian ditunggu selama 20 detik. Pada pasien dengan Iungsi
brainsteam yang masih baik maka akan terjadi deviasi bola mata/nistagmus ipsilateral.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni,
menunjukkan tuli saraI nada tinggi, bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat
penurunan yang tajam ( sloping ) setelah Irekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada SNHL
sensorik dan neural. Kedua jenis SNHL ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan.
1,5,6,10

2.7 Diagnosis Banding SNHL
SNHL Obat Ototoksik Penyakit Meniere Otosklerosis
Umur Umumnya ~60
tahun
Semua umur Dekade ke-5 11 45 tahun
Progresivitas Pendengaran
berkurang secara
progresiI (timbul
perlahan-lahan)
Pendengaran
berkurang secara
perlahan-lahan
Ketulian timbul
pada saat
serangan datang
(hilang timbul dan
mendadak)
Pendengaran
berkurang
secara progresiI
(perlahan-lahan)
Gejala Utama Tuli, tinnitus, dan
vertigo
Tinnitus, tuli, dan
vertigo
Trias : vertigo,
tinnitus, dan tuli
Tuli, tinnitus
dan vertigo
Letak
Kelainan
Bilateral, simetris Unilateral,
bilateral
Unilateral,
bilateral
Bilateral
Kelainan Proses degenerasi
sistem
pendengaran
(telinga bagian
dalam)
Toksisitas pada
organ telinga
dalam
Hidrops
endolimIe pada
koklea dan
vestibulum
Kelainan pada
tulang
pendengaran
stapes (kaki
stapes)

6

2.8 Penatalaksanaan SNHL


90 gangguan pendengaran adalah tipe Sensorineural hearing loss & jarang yang bisa
diatasi secara medis, namun seringkali alat bantu dengar dapat membantu. Rehabilitasi sebagai
upaya untuk mengembalikan Iungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu
dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan mendengar
(auditory training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech
therapist).
2.8.1 Rehabilitasi
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan Iungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan
lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan
latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli
terapi wicara (speech therapist).
10

Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki eIektiIitas pasien dalam komunikasi
sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung
pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta
kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya.
Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka
keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti
bermanIaat.
11

Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari
rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanIaatkan secara maksimal isyarat-
isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama
latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan
kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan
dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio
sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
11

Program rehabilitasi dapat bersiIat perorangan ataupun dalam kelompok. Penyuluhan dan
tugas-tugas khusus paling eIektiI bila dilakukan secara perorangan, sedangkan program
kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat
7

dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.
9
Pasien
harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan
bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan inIormasi dengarnya. Perlu
diperagakan bagaimana
struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk
lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan
yang diucapkan. Bila inIormasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum
mencukupi, maka petunjuk- petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh
aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih eIektiI
dengan lingkungannya.
11

Pengobatan SNHL juga dapat dilakukan dengan penggunaan alat bantu dengar. Alat bantu
dengar ini alat bantu dengar biasa yang seperti yang sering kita lihat atau berupa seperti
televisi inIrared, atau senter/Ilashlight yang menyala sewaktu ada rangsang suara. Namun
ternyata, alat bantu dengar yang biasa pun, juga masih mahal untuk lansia yang tentu saja
kebanyakan sudah pension sehingga pengguanaan alat bantu dengar ini tidak sejajar dengan
beratnya gangguan pendengaran yang terjadi. Persentasi penggunaan alat bantu dengar sesuai
dengan tingkat sosial ekonomi dan tingkat "independensi" dari lansia itu sendiri. Maka cara
termudah terhindar dari SNHL adalah deteksi dini dan mencegahnya.
2.8.2 Medikamentosa
1. Vasodilator : Seperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vasodilatasi periIer,
dan pemberian dosis tinggi dalam waktu yang lama menurunkan bloodlipid pada orang
hiperkolesterolemia. EIek terapeutik pada presbiakusis disebabkan oleh dilatasi koklear
dan pembuluh darah di otak akibat aksi lipoproteinolitik dari obat tersebut. Contoh lain
misalnya Ronicol dan Hydergin.
2. Obat lipoproteinolitik : Heparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan
audiometrik didapat pada 25 penderita. Vertigo dan tinitus menghilang pada 45
penderita.
3. Vitamin : Vitamin B kompleks memberikan 43,5 kemajuan dalam pendengaran.
Vitamin A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.
9

2.9 Pencegahan SNHL

8


Mencegah terjadinya SNHL adalah melakukan pemeriksaan audiogram berkala setiap 3
tahun atau bahkan setiap tahun. Apabila sudah mengalami gangguan berkomunikasi seperti yang
disebutkan diatas, maka secepatnya waspada dan segera periksa ke dokter spesialis Telinga
Hidung Tenggorokan (THT). Tentunya juga dilakukan proteksi dari suara keras/bising (seperti
memakai ear plug, alat pelindung diri kalau memang bekerja/tinggal di tempat berisiko), regulasi
tekanan darah, dan perilaku sehat (tidak merokok/minuman keras, gizi seimbang, istirahat/tidur
cukup).
11



















9

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien
Nama : NKD
RM : 01.48.99.66
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SD
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Br Sawe Rangsasa, Desa Sawe, Negara
Tanggal Pemeriksaan : 23 Juni 2011
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Telinga mendenging
Penderita datang ke poli THT dengan keluhan telinga kirinya mendenging sejak kurang lebih 3
bulan yang lalu. Telinga mendenging dirasakan menetap dan dikatakan terjadi secara tiba-tiba.
Telinga mendenging dikatakan pada nada tinggi. Pasien juga mengeluhkan penurunan
pendengaran sejak 6 bulan yang lalu, yang dikatakan memburuk secara pelahan-lahan. Pasien
mengatakan sulit untuk mengerti percakapan dalam suasana bising. Pasien juga mengeluhkan
vertigo. Keluar cairan atau lendir dari telinga kiri (-). Keluar darah dari teling kiri (-). Batuk (-).
Pasien tidak mengeluhkan panas, dan pilek. Makan/minum (). Riwayat trauma kurang lebih 6
bulan lalu ()
2


Riwayat Pengobatan
Pasien belum memeriksakan diri ke dokter. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan dan
riwayat penggunaan aspirin disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit telinga (-)
Riwayat vertigo ()
DM(-), hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit inIeksi telinga pada keluarga disangkal
Riwayat Sosial
Pasien tidak bekerja. Lingkungan kerja pasien dikatakan kondusiI. Lingkungan rumah dan
sekitar pasien dikatakan tenang.
3.3. Pemeriksaan fisik
Status Present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Temperatur Axila : 36,8
O
C
Status General
Kepala : Normo cephalic
Mata : Anemi -/-, ikterus -/-
Muka : Simetris, parese nervus Iasialis -/-
2

THT : Sesuai status THT


Leher : Kaku kuduk (-)
Pembesaran kelenjar limIe -/-
Pembesaran kelenjar parotis -/-
Kelenjar tiroid dalam batas normal
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur
Po : Vesikuler /, Rhonki -/-, Wh -/-
Abdomen : Distensi (-), BU () N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat

Status Lokalis THT
Telinga Kanan Kiri
Daun telinga N N
Liang telinga Lapang Sempit
Discharge - minimal
Membrana Tipani Intak Intak
Tumor - -
Mastoid N N
Tes pendengaran
Berbisik Tidak dievaluasi
Weber Lateralisasi ke kanan
Rinne
Schwabah Memendek Memendek
BOA Tidak dievaluasi
++
++
22

Tympanometri A A
Nada Murni Tidak dievaluasi
BERA Tidak dievaluasi
OAE Tidak dievaluasi
Tes Alat Tidak dievaluasi
Keseimbangan Tidak dievaluasi
Hidung Kanan Kiri
Hidung Luar N N
Kavum Nasi Lapang Lapang
Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Discharge - -
Mukosa Merah muda Merah muda
Tumor - -
Konka Dekongesti Dekongesti
Sinus N N
Koana N
Tenggorok
Dispneu -
Sianosis -
Mucosa Merah muda
Dinding belakang -
Stridor -
Suara Normal
Tonsil T1/T1 tenang
23

Laring Tidak dievaluasi


Kelenjar limfe leher Pembesaran (-)

Audiometri:

Kesimpulan: AD: AC 32,5 dB
BC 26,25 dB
AD : SNHL derajat ringan
AS: AC 101,25 dB
BC 73,75 dB
AS : SNHL sangat berat


24

3.4. Diagnosis
AD: 32,5 dB SNHL derajat ringan
AS: 101,25 dB SNHL derajat sangat berat
3.5.Penatalaksanaan
- Methylcobalamin 3x1 tab
- Saran:ABD
3.6.Prognosis
Dubius ad Bonam



23

BAB IV
PEMBAHASAN

Penderita datang ke poli THT dengan keluhan telinga kirinya mendenging sejak kurang lebih 3
bulan yang lalu. Telinga mendenging dirasakan menetap dan dikatakan terjadi secara tiba-tiba.
Telinga mendenging dikatakan pada nada tinggi. Pasien juga mengeluhkan penurunan
pendengaran sejak 6 bulan yang lalu, yang dikatakan memburuk secara pelahan-lahan. Pasien
mengatakan sulit untuk mengerti percakapan dalam suasana bising. Pasien juga mengeluhkan
vertigo. Keluar cairan atau lendir dari telinga kiri (-). Keluar darah dari teling kiri (-). Batuk (-).
Pasien tidak mengeluhkan panas, dan pilek. Makan/minum (). Riwayat trauma kurang lebih 6
bulan lalu ()
Pada tinjauan pustaka gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan
berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraI sekitarnya. Keluhan utama
SNHL berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresiI, simetris pada kedua
telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.

Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging
(tinnitus). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama
bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh (cocktail party deaIness).
Pasien juga mengeluhkan penurunan pendengaran sejak 6 bulan yang lalu, yang dikatakan
memburuk secara pelahan-lahan,hal ini menandakan bahwa perjalanan penyakit yang diderita
pasien adalah kronik progresiI, serta pasien juga mengeluhkan vertigo dan sulit mengerti
percakapan nila berada dalam suasana bising, dimana ini sesuai dengan gejala dari SNHL. Pasien
juga memiliki riwayat trauma kurang lebiih sejak 6 bulan yang lalu, dimana ini merupakan Iaktor
risiko SNHL.
Pada pemeriksaan Iisik dijumpai kelainan pada pemeriksaan Iisik yaitu adanya lateralisasi
pada tes weber ke telinga kanan, yang dapat diartikan tuli sensori neural kiri telinga kanan
normal, atau tuli sensori neural kiri dan kanan namun kiri lebih berat, atau tuli konduksi kanan
dan sensori neural kiri, atau tuli konduksi kanan, telinga kiri normal, atau tuli konduksi kanan
dan kiri, tetapi kanan lebih berat. Selain tes weber, didapatkan juga tes schwabach yang
memendek pada telinga kiri dan kanan, hal ini menandakan adanya tuli sensori neural.
26

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometrik nada


murni, menunjukkan tuli saraI nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan audiometrik nada murni dan hasil pemeriksaan menunjukkan sensory neural
hearing loss (SNHL) pada kedua telinga.
Pasien didiagnosa dengan SNHL bilateral. SNHL ini dapat terjadi pada pasien dengan
umur lebih dari 60 tahun dimana pendengaran berkurang secara progresiI dan bilateral. Gejala
utama termasuk tuli, tinnitus, dan vertigo. SNHL dapat terjadi oleh karena proses degenerasi
sistem pendengaran, hal ini sesuai dengan penemuan pada pasien ini. Pada otosklerosis pula,
ditemukan gejala-gejala yang sama seperti pada SNHL namun kelainannya terjadi pada tulang
pendengaran stapes dan umumnya bersiIat tuli konduktiI.

27



BAB V
KESIMPULAN

Sensory Neural Hearing Loss (SNHL) adalah kurang pendengaran atau ketulian yang
diakibatkan oleh terganggunya Iungsi sistem sensoris telinga dalam maupun saraI pendengaran.
Sensorineural hearing loss, menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam, baik di
cochlea, syaraI pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut tuli saraI).
Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun kebanyakan
disebabkan oleh kerusakan pada sel rambut didalam cochlea akibat penuaan, atau rusak akibat
suara yang terlalu keras Usia adalah hal yang paling umum yang menyebabkan kehilangan
pendengaran sensorineural. Sebagaimana kita semakin tua, maka sel pendengaran dari labirin
bertahap mati.
Selain Iaktor usia, kehilangan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh:
Cedera, lingkungan dengan kebisingan yang berlebihan, inIeksi virus (Seperti Campak atau
Gondok), ototoksik (Obat obatan yang merusak pendengaran), meningitis, diabetes, stroke,
demam tinggi, penyakit Meniere's, acoustic neuroma (tumors), dan keturunan.
Orang yang menderita SNHL dapat mengeluh bahwa orang-orang tampaknya bergumam,
atau mereka yang mendengar tapi tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan. Dibutuhkan
pemeriksaan Iisik dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis SNHL ini seperti audiometri.
Penatalaksanaan SNHL ini dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi sebagai upaya
untuk mengembalikan Iungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar
(hearing aid), serta dapat pula digunakan medikamentosa seperti vasodilator dan neurotropik.
Pencegahan terhadap SNHL ini tidak kalah pentingnya dimana upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya SNHL ini adalah dengan dilakukannya proteksi dari suara
keras/bising (seperti memakai ear plug, alat pelindung diri kalau memang bekerja/tinggal di
tempat berisiko), regulasi tekanan darah, dan perilaku sehat.


28

DAFTAR PUSTAKA
Stephanie A. Syndromic Sensorineural Hearing Loss. 2011 (cited 2011 Juni). Available
Irom:http://emedicine.medscape.com/article/856116-overview#a0199

2 World Health Organization. Primary Ear and Hearing Care Training Resource Advanced
Level. Switzerland: WHO Press; 2006.

3 Olusanya B. Addressing the Global Neglect oI Childhood Hearing impairment in
Developing Countries. PLos Med. 2007; 4(4): 74-7.

4 Komnas PGPKT. Tuli Kongenital. 2010 (cited 2010 Juni|. Available Irom:
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?toaarticle&id14

3 Roland PS. Inner ear: Presbycusis. 2011 (cited 2011). Available
Irom:http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview

6 Bashiruddin. Gambaran Audiometri Nada Murni pada Penderita Gangguan Pendengaran
Sensorineural Usia Lanjut. Maj kedokteran Indonesia, vol 58 No 8 Agustus 2008. P284-
290

7 JAPARDI I. USU digital library: Nervus Vestibulocochlearis. 2003.

8 Carpenter, M.B, 1983, Human neuroanatomy, 8th edition, Williams and Wilkins,
Baltimore, p.362-384

9 Fitz Gerald,M.T.J, 1985, Neuroanatomy basic and applied, Balliere Tindall, East Sussex.
P.2IO-215 & 230-236

Rusmarjono, Kartosoediro S. OdinoIagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001.
h. 9-15,33-34.
29


Wiyadi MS, Pendengaran pada Usia Lanjut. Cermin Dunia Kedokteran No.35. 2002
(cited 2011 Juni). Available Irom:
http://www.kalbe.co.id/Iiles/cdk/Iiles/10PendengaranPadaUsiaLanjut.pdI/10Pendengarn
PadaUsiaLanjut.html

Anda mungkin juga menyukai