Anda di halaman 1dari 4

Kronologis Skandal BLBI:

N o. 1. Waktu Juli 1997 Keterangan Krisis Moneter, kepercayaan terhadap Rupiah merosot tajam BI memperluas rentang intervens Kurs dari Rp. 192 (8%) menjadi Rp.304 (12%). BI melakukan pengetatan likuiditas dan menaikan suku bunga SBI dari 6% menjadi 14%. Pemerintah menghentikan pembelian SPBU dari bankbank. Pemerintah menerapkan sistem mengambang (manage floating), sehingga nilai rupiah mengambang bebas (free floating) Dana yayasan milik pemerintah dan BUMN dialihkan ke SBI BI menaikan suku bunga 30% (jangka waktu 1 bulan) dan 28% (janga waktu 3 bulan). SBI Repo, fasdis, KLBI, dan fasilitas BI lainnya dihentikan sementara. Tingkat bunga di pasar uang melonjak drastis. Investor luar negeri melakukan aksi jual saham yang mengakibatkan IHSG anjlok. Para fund manager menarik uang mereka. Tgl 3 September, Soeharto memimpin rapat kabinet yang menyetujui pengucuran dana BLBI untuk menolong pemodalan bank-bank yang sedang kritis. SBI diturunkan sebanyak 3 kali Terjadi rush besar-besaran Pemerintah meminta bantuan IMF. Tgl 30 Oktober 1997, LoI Pemerintah Rid an IMF ditandatangani. Inti kesepakatan dengan IMF: Restrukturisasi perbankan, restrukturisasi perekonomian, pengetahuan likuiditas, serta menaikan suku bunga, dan rencana penutupan 16 bank nasional. Tgl 1 November 1997, berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 86/1997, 16 bank dilikuidasi. Kembali terjadi rush besar-besaran, bank meminta fasilitas BI sebagai the lender of the last resort. Terjadi Capital Flight, BLBI terus meningkat karena rush terus terjadi. Akibatnya jumlah bank yang bersaldo negatif meningkat tajam.
Page 1 of 4

2.

Agustus 1997

3.

September 1997

4.

Oktober 1997

5.

November 1997

6.

Desember 1997

7.

8. 9.

Perombakan Direksi BI (4 orang diberhentikan), diangkat direktur baru: Miranda Gultom dan Aulia Pohan. Rush dan Capital Flight terus meningkat. 27 Desember 1997, Presiden menyetujui kebijakan pemberian SBPUK. Terjadi lonjakan penyaluran BLBI dalam jumlah yang signifikan, hingga mencapai 66 triliun. Harga dolar pertamakali menembus Rp.5.000,-/ 1US$, hingga di awal Januari 1998 mencapai Rp.15.000,-/ 1US$ Januari 1998 Pemerintah mengumumkan RAPBN 1998 yang mengasumsikan kurs Rupiah Rp.4.000,- / 1 US$, inflasi 9%, dan pertumbuhan ekonomi 4%. Namur, RAPBN ini tidak dipercayai pasar. Tgl 15 Januari 1998, LoI Pemerintah RI dan IMF ditandatangani. Tgl. 22 Januari 1998, nilai dollar mencapai Rp.17.000,-/ 1 US$. L/C perbankan nasional ditolak diluar negeri, sehingga sektor riil (komiditi ekspor) macet dan kondisi perbankan nasional memburuk. Tgl. 26 Januari 1998, pemerintah menerbitkan Keppres 26/1998 tentang Program Penjaminan Pemerintah untuk mengatasi kepercayaan terhadap perbankan. Melalui Keppres 27/1998 BPPN dibentuk untuk melakukan penagihan utang kepada obligator. (Penyelesaian kewajiban BLBI dialihkan dari BI ke BPPN). Pemerintah membentuk Tim Penanggulangan Masalah Utang Swasta (TPMSUI) yang diketuai Radius Prawiro. Tgl. 15 Januari 1998, Menko Ekuin, Ginandjar Kartasasmita memerintahkan BI membayar L/C bank swasta senilai US$ 900 juta berdasarkan Frankfurt Agreement. Februari Menteri Keuangan, Marie mamad memberikan 1998 persetujuan atas pembayaran penuh simpadnaa dana pihak ketiga yang ada di 16 bank yang dilikuidasi. Maret 1998 BI menaikan suku bunga SBI dan denda Giro Wajib Minimum 150%, 200%, dan 400% dari suku bunga JIBOR (Jakarta Inter Bank Offer Rate) Overnight. BI juga menaikan bunga saldo debet sebesar Rp.

Page 2 of 4

10 . April 1998

11 .

Mei 1998

12 .

Agustus 1998

13 . 14 . 15 . 16 . 17 .

Oktober 1998 September 1998 November 1998

Januari 1999

Februari 1999

500% dari suku bunga JIBOR Overnight. Pemerintah menerbitkan PP NO. 38 Tahun 1998 yang menetapkan ketentuan permodalanbagi bank umum. Pemerintah membekukan 7 bank, mengambil alih 7 bank lainnya, dan menyatakan 40 bank dalam status penyehatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah dana BLBI. Pemerintah memperketat liquiditas, menaikan suku bunga SBI menjadi 9,25%-16,6%. Hasilnya, meskipun inflasi tetap meningkat, rupiah menguat Rp.7.800,-/ 1US$. Penggantian Direksi BI menjadi: Syahril Sabirin (Gubernur BI), Aulia Pohan, Miranda Gultom, Iwan Prawinara, Soebarjo Djojosumarto, Achwan, Achjar Ilyas, dan Dono Iskandar. Kerusuhan terjadi di kota-kota besar Indonesia, terjadi penembakan yang menewaskan mahasiswa Trisakti pada demonstrasi 13-15 Mei 1998. Ketidakpastian politik menyebabkan terjadinya aksi Capital Flight, rupiah tertekan Rp.12.600,-/ 1US$. Soeharto jatuh pada tgl 20 Meil 1998. Pemerintah menandatangani skema PKPS 9Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham) dalam bentuk MSAA dan MRA dengan Anthony salim (BCA), Sjamsul Nursalim (BDNI), Sudwikatmoko 9SuryaSubentra), dan Usman Admadjaja (Danamon) Menteri Keuangan menerbitkan Surat Utang pemerintah sebesar Rp. 20 triliun untuk mengkonversi BLBI menjadi penyertaan modal sementara pemerintah pada Bank Exim. Tgl. 21 September 1998, diterbitkan klausul Release and Discharge (R & D) yang membebaskan obligator dari tuntutan hukum jika telah membayar utang melalui penyerahan asset. Tgl. 10 November 1998, pemerintah menerapkan pola PKPS dengan penjadwalan pengembaliak BLBI selama 4 tahun. Tgl. 29 Januari 1999, Hak tagih BLBI sebesar Rp. 144,5 triliun dialihkan dari BI ke BPPN, keputusan pengalihan hak tagih sesuai dengan Surat Menko Ekuin No. 1799/MK/4/1998. Tgl. 6 Februari 1999, pengalihan hak tagih BLBI dari BI lepada pemerintah seara resmi ditandatangani oleh Syahril Sabirin (Gub. BI) dan Bambang Subianto

Page 3 of 4

18 . 19 . Maret 1999

Januari 2000

20 . Juli 2000

21 .

Agustus 2000

(MenKeu). Tgl. 8 Februari 1999, pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp. 64,5 triliun untuk membayar tambahan dana BLBI lepada BI. Tgl. 29 Februari 1999, dilaporkan BI kembali mengucurkan dana BLBI pada sejumlah perbankan diluir BLBI senilai Rp. 144,5 triliun. Tgl. 13 Maret 1999, pemerintah membekukan 38 bank, mengambil alih 29 bank, dan merekapitulasi 7 bank. Tgl. 5 Januari 2000, pemerintah berbeda pendapat dengan BI soal jumlah BLBI. Menurut pemerintah, BLBI sejumlah Rp. 1645 triliun. Namun BI mengklaim Rp. 51 triliun lagi juga harus dibayar pemerintah, yang dikucurkan BI kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas selama periode November 1997Januari 1998. Tgl. 29 Januari 2000, BPK menyatakan 95,78% dari total BLBI (Rp.144,5 triliun) tidak bisa dipertanggunjawabkan. Tgl. 22 Juli 2000, audit BPKP juga menunjukan terjadinya penyelewengan sebesar Rp. 54,5 triliun dari Rp. 106 triliun BLBI yang diberikan lepada 10 bank beku operasi dan 32 bank beku kegiatan usa (posisi audit. Per 31 Januari 2000) Tgl. 5 Agustus, Audi Final BPK menyatakan terdapat potensi kerugian negara Rp. 138,4 triliun dari Rp. 144,5 triliun BLBI yang dikucurkan. BPK juga menyatakan terjadi penyelewengan penggunaan BLBI sebesar Rp. 84,4 triliun oleh 48 bank penerima. Rp. 34,7 triliun (25%) dana BLBI telah dipertanggungjawabkan.

Sumber: Marwan batubara Et. All, Skandal BLBI, 2008

Page 4 of 4

Anda mungkin juga menyukai