Anda di halaman 1dari 5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Bahasa Dalam kegiatan belajar bahasa, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi.

Beberapa diantaranya adalah faktor motivasi, faktor usia, faktor penyajian formal, faktor bahasa pertama, serta faktor lingkungan. Berikut penjelasannya. 1. Faktor Motivasi Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), serta Ellis (1986) dalam Chaer (2009) mengungkapkan bahwa belajar bahasa akan lebih berhasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi tertentu. Motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Brown (dalam Chaer, 2009) menambahkan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sementara itu, Lambert (dalam Chaer, 2009) menyatakan bahwa motivasi adalah alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi dalam pembelajaran bahasa adalah dorongan yang datang dala diri pembelajar yang menyebabkan pembelajar memiliki keinginan kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua. Motivasi memiliki dua fungsi utama, yaitu (1) fungsi integratif dan (2) fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integratif apabila mampu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Sedangkan apabila motivasi tersebut mendororng seseorang untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua karena sesuatu hal yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat tersebut (Gardner dan Lambert dalam Chaer, 2009: 251). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai hubungan antara motivasi dan belajar bahasa. Gardner dan Lambert (1959) melakukan penelitian di Montreal dan menyatakan bahwa motivasi integratif lebih penting daripada motivasi intstrumental. Namun pernyataan ini tidak terbukti kebenarannya. Karena pada tahun 1972 penelitian Lukmani menunjukkan hasil yang berkebalikan bahwa motivasi instrumental lebih penting daripada motivasi integratif. Penelitian ini juga diperkuat oleh pendapat Gardner dan Lambert (1959) di Philipina. Pada kesempatan lain, Chihara dan Oller (1972) membuktikan bahwa hanya terdapat sedikit korelasi antara sikap dan kemampuan berbahasa. Dari berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan jika peranan motivasi dalam proses belajar bahasa kedua belum dapat dipastikan.

2. Faktor Usia Banyak orang beranggapan jika pembelajaran bahasa kedua lebih baik dan lebih berhasil diterapkan pada anak-anak daripada orang dewasa. Namun, hasil penelitian menganai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua menunjukkan hal berikut. (1) Dalam hal urutan pemerolehan, faktor usia tidak berperan sebab urutan pemerolehan kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja (Fathman, 1975; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982 dalam Chaer 2009) (2) Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan bahwa (a) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan, (b) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada anak-anak dalam bidang morfologi dan sintaksis di permulaan belajar, (c) kanak-kanak lebih berhasil daripada dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat. Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor umur adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran kedua. Perbedaan umur mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis (tetapi tidak berpengaruh dalam urutan pemerolehannya). 3. Faktor Penyajian Formal Dalam pembelajaran bahasa kedua, dikenal dua tipe pembelajaran yaitu tipe naturalistik dan tipe formal. Tipe naturalistik berlangsung secara alamiah dalam lingkungan keluarga sehari-hari dan tanpa kesengajaan. Sedangkan tipe formal berlagsung secara formal dalam pendidikan di sekolah dengan guru, dengan kesengajaan, dan berbagai perangkat pembelajaran. Lingkungan pembelajaran bahasa secara formal berbeda dengan pembelajaran di lingkungan alamiah. Pembelajaran atau penyajian pembelajaran secara formal memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan pemerolehan bahasa kedua karena berbagai faktor dan variabel telah dipersiapkan secara sengaja. Steiberg (dalam Chaer, 2009) memaparkan karakteristik lingkungan pembelajaran di kelas dalam penjelasan berikut. (1) Lingkungan pembelajaran di kelas diwarnai faktor psikologi sosial kelas yang meliputi penyesuaian-penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan. (2) Di lingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic yang dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan. (3) Di lingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah. Pemerolehan pembelajaran bahasa kedua secara formal berpengaruh terhadap penguasaan kaidah-kaidah atau bentuk-bentuk kebahasaan serta mendukung proses penyerapan input atau intake.

4. Faktor Bahasa Pertama Para pakar meyakini bahwa bahasa pertama berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua. Tidak jarang bahasa pertama dianggap sebagai penganggu dalam proses belajar bahasa kedua, sehingga terjadi interferensi, alih kode, campur kode, serta kekhilafan (error). Berikut beberapa teori tentang pengaruh penggunaan bahasa pertama terhadap pembelajaran bahasa kedua. (1) Teori Stimulus-respon (kaum behaviorisme) menyatakan bahwa proses berbahasa adalah proses pembiasaan, lingkungan sebagai sumber datangnya stimulus menjadi dominan dan sangat penting dalam membantu proses pembelajaran bahasa kedua. Jadi, pengaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar sekali apabila si pembelajar tidak terus- menerus memberikan stimulus bahasa kedua. Pengaruh bahasa pertama yang merupakan intake dalam diri pembicara tidak dapat dihilangkan, namun dengan pembiasaan-pembiasaan dan pemberian stimulus bahasa kedua, pengaruh tersebut dapat dikurangi. (2) Teori kotrastif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua ditentukan oleh keadaan linguistic bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh si pembelajar (Klein dalam Chaer, 2009). Berbahasa adalah proses transferisasi (proses transfer dari bahasa yang sudah dikuasai bahasa pertama ke bahasa yang akan dipelajari bahasa kedua). Semakin besar perbedaan antara keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai dengan linguisik bahasa yang hendak dipelajari, maka semakin besar kesulitan yang dihadapi si pembelajar dalam menguasai bahasa kedua yang dipelajari. 5. Faktor Lingkungan Lingkungan berpengaruh terhadap pembelajaran bahasa kedua. Definisi lingkungan yaitu segala hal yang didengar dan silihat oleh pembelajar sehubungan dengan bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjahjono dalam Chaer, 2009). Lingkungan bahasa dibedakan atas lingkungan formal dan lingkungan informal sebagai berikut. (1) Pengaruh Lingkungan Formal Lingkungan formal adalah salah satu lingkungan dalam belajar yang memfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985; Ellis, 1986, dalam Chaer, 2009). Adapun karakteristik lingkungan formal bahasa yaitu (a) bersifat artifisial, (b) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran bahasa atau di sekolah atau di kelas, dan (c) di dalamnya pembelajar di arahkan untuk melakukan aktivitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang dipelajarinya dan diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar (Krashen dalam Chaer). Lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada (a) urutan pemerolehan bahasa kedua, dan (b) kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa 3

kedua. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh dAnglejan dan Tucker (1975), Dulay dan Burt (1973, 1974) diketahui bahwa urutan pemerolehan bahasa pertama dan kedua relatif mirip. Sementara itu, penelitian Fathman (1975) menunjukkan bahwa urutan perkembangan dan pemerolehannya mirip. Hal tersebut sependapat dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Perkins dan Larsen (1975) serta Turner (1978). Terbukti bahwa latar belakang lingkungan formal tidak memberikan pengaruh terhadap urutan pemerolehan morfem gramatikal dalam pembelajaran bahasa kedua. Adapun pengaruh lingkungan formal terhadap kecepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua ditinjau dari segi berikut. (a) Peranan Koreksi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrickson (1977), Cohan dan Robbins (1976), dan Plann (1977) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara koreksi yang diberikan secara sistematis dengan kebenaran kaidah belajar bahasa. (b) Peranan Perluasan Perluasan merupakan pemberian kaidah bahasa pada pembelajar dengan menggunakan model/contoh yang sistematis. Peranan perluasan diteliti oleh Dulay (1985), Cadzen (1965), Nelson (1973), serta Feldmen (1971). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diketahui kesimpulan sementara bahwa perluasan yang diberikan kepada pembelajar tidak banyak berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua. (c) Peranan Frekuensi dalam Pemerolehan Bahasa Kedua Beberapa pendapat ahli menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara frekuensi pengenalan struktur dengan pengenalan struktur bahasa kedua. (2) Pengaruh Lingkungan Informal Lingkungan informal bersifat alami, tidak dibuat-buat. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar kedua para pembelajar. Penelitian mengenai pengaruh lingkungan informal terhadap pembelajaran bahasa kedua dilakukan oleh Millon (1977) dan Plann (1977) menunjukkan bahwa teman sebaya lebih memiliki peran besar daripada guru dalam pembelajaran bahasa kedua. Penelitian serupa oleh Krashen, Gaish, Hezl, dan Dulay (dalam Chaer, 2009) menunjukkan bahwa bahasa guru mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua siswa namun efeknya tidak lebih besar dari pengaruh teman sebaya. Sementara peran penutur asing dapat berpengaruh terhadap pengembangan komunikasi, pembentuk ikatan batin dengan pembelajar, serta sebagai model belajar (Hatch; Ellis dalam Chaer, 2009). Berdasarkan pemaparan pembelajaran bahasa kedua pada lingkungan formal dan informal di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

(a) Dalam lingkungan formal, kemampuan berbahasa yang diharapkan adalah penguasaan ragam bahasa baku, untuk digunakan dalam situasi dan keperluan formal (b) Dalam lingkungan informal, kemampuan berbahasa yang diharapkan adalah penguasaan ragam bahasa informal, untuk digunakan dalam situasi dan keperluan informal (c) Kesempatan untuk berbahasa informal lebih luas daripada kesempatan untuk berbahasa informal, sehingga kemampuan pembelajar memiliki kecenderungan menguasai bahasa informal lebih baik daripada bahasa formal.

Anda mungkin juga menyukai