Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH ANALISIS SEDIAAN OBAT TRADISIONAL ANALISIS MINYAK ATSIRI

Disusun Oleh: Kenny Ryan Limanto Bernadetta Arum Wijayanti Rachelia Octavia Jenny Marina Ina Juni Natasia Kristina Nety 098114006 098114007 098114008 098114016 098114023 098114034

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

ANALISIS MINYAK ATSIRI


A. Determinasi Minyak Atsiri Minyak atsiri memiliki ciri khas dari bau, penampakannya yang berupa minyak dan kemampuannya untuk menguap pada suhu ruangan. Secara kimia, minyak atsiri terdiri dari campuran, misalnya monoterpen, sesquiterpen dan derivat oksigenatifnya. Senyawa aromatik mendominasi minyak atsiri tertentu. Karena minyak atsiri merupakan esensi dari kebanyakan tanaman dan senyawa bioaktif, minyak atsiri dikenal sebagai essential oils, sedangkan makna dari volatile oils disebabkan karena sifat fisiknya yang mudah menguap. Untuk mengetahui volum suatu minyak, tanaman didestilasi dengan air dan destilat dikumpulkan dalam suatu tabung (Anonim, 1998). Bagian yang berair akan terpisah secara otomatis dan akan kembali ke dalam labu destilasi. Jika minyak atsiri memiliki kerapatan yang lebih tinggi atau dekat dengan kerapatan air atau sulit dipisahkan dari fase berair, maka untuk pembentukan emulsi, pelarut dengan kerapatan rendah dan titik didih yang sesuai dapat ditambahkan ke dalam tabung. Minyak atsiri dilarutkan, kemudian akan mengapung di atas fase air (Anonim, 1998).

B. Prosedur Prosedur yang direkomendasikan adalah destilasi uap. Destilat dikumpulkan dalam tabung, menggunakan silena R atau pelarut yang telah ditetapkan untuk bahan tanaman tertentu, dan memungkinkan fase berair tersirkulasi kembali ke dalam labu distilasi (Anonim, 1998).

1. Rangkaian Alat

Gambar 1. Peralatan yang digunakan untuk determinasi minyak atsiri 2. Preparasi sampel Persiapan sampel tergantung pada tekstur sampel dan keberadaan minyak atsiri pada sampel. Bahan tanaman yang keras dan kompak (misalnya kulit kayu, akar atau rimpang) atau bahan yang mengandung minyak atsiri dalam rongga sel atau jaringan kecil, harus dibuat menjadi serbuk kasar terlebih dahulu ; daun yang tebal harus dicincang halus. Bahan yang terdiri dari bagian-bagian bunga tipis atau lembaran tipis atau minyak atsiri yang terdapat dalam kelenjar epidermis harus disuling bersama-sama terlebih dahulu (Anonim, 1998).

3. Metode Analisis Minyak Atsiri Untuk menganalisis suatu minyak atsiri dalam suatu sampel maka dapat dilakukan beberapa tahapan. Pertama, tempatkan alat destilasi pengukur volume cairan yang pada prosedur pengujian bagi bahan-bahan tanaman yang dimaksud di dalam satuannya. Tambahkan beberapa porselin yang berpori dan satukan kondensornya pada alat-alat yang sudah tersedia. Tambahkan air dengan tabung N sampai mencapai tingkat B. Copotlah stopper K dan tambahkan zat xylene R dalam jumlah yang cukup atau alat penghancur yang telah dikhususkan bagi bahan-bahan tumbuhan yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara memakai pipet berskala dan tempatkanlah ujungnya pada dasar tabung K. Ambil stopper lalu panaskan cairan di dalam tabung itu sampai mendidih dan sesuaikan tingkat destilasi hingga mencapai 2-3mL/ menit, atau ikuti petunjuk dalam prosedur pengujian (Anonim, 1998). Untuk menentukan tingkat destilasi maka turunkan tingkat ketinggian air sementara terjadi proses destilasi itu dengan alat kran tiga tahap sampai ukuran meniscus berada pada titik yang lebih rendah.

Gambar 2. Determinasi kecepatan destilasi

Tutuplah kran dan secara bersamaan mulai jalankan stopwatch. Segera setelah tingkat reaksi dalam tabung mencapai batas lebih tinggi maka hentikan stopwatch dan catatlah berapa waktu yang dipakai. Bukalah kran dan lanjutkan proses destilasi. Hentikan pemanasan setelah mencapai 30 menit, matikan alat pemanas dan tunggu sedikitnya sepuluh menit kemudian catatlah volume pencair (xylene) yang tampak pada tabung berskala tadi (Anonim, 1998).

Tambahkan jumlah bahan tanaman dalam pengujian tadi ke dalam tabung dan lanjutkan proses destlasi seperti telah dijelaskan di atas dengan waktu dan tingkat yang telah ditentukan dalam prosedur pengujian. Setelah tambahan 10 menit , catatlah volume minyak yang terkumpul dalam tabung yang berukuran tadi dan kurangi volume xylene yang sebelumnya telah dicatat. Hasilnya mencerminkan ukuran minyak yang berubah-ubah di dalam bahan-bahan tanaman yang diambil. Jumlahkan isi minyak itu dalam ukuran millimeter pada setiap seratus gram bahan tanaman yang dipakai (Anonim, 1998).

C. Parameter Penentu Kualitas Minyak Atsiri Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak atsiri adalah sebagai berikut: 1. Berat Jenis Berat jenis merupakan penentu mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak maka semakin besar pula nilai densitasnya (Anonim, 1998). 2. Indeks Bias Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak tersebut. Semakin banyak kandungan airnya maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Anonim, 1998). 3. Putaran Optik Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam

cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (levorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Anonim, 1998). 4. Bilangan Asam Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Senyawasenyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar (Anonim, 1998). 5. Kelarutan dalam Alkohol Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Anonim, 1998).

Pembahasan jurnal:

Ekstraksi dan Analisis Minyak Esensial dari Spesies Mawar


Intisari Spesies mawar dievaluasi untuk menghasilkan minyak, warna dan sifat fisik dan kimia. Recover minyak dari kelopak Rosa demascena adalah lebih tinggi (0,24%) dibandingkan dengan Rosa centifolia (0,22%) pada b segar. Warna minyak Rosa centifolia adalah coklat kekuningan sedangkan minyak Rosa demascena berwarna kekuningan. Indeks bias minyak Rosa centifolia pada 25 C lebih tinggi (1,45) dibandingkan Rosa demascena (1,42). Pada Rosa centifolia ditemukan unsur kimia yang lebih tinggi dibandingkan dengan Rosa demascena kecuali untuk fenil etil alkohol. Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kualitatif dan kuantitatif dalam komposisi kimia, komponen aroma minyak esensial dari Rosa centifolia dan Rosa demascena yang diproduksi secara lokal atau di tempat lain di dunia.

Pendahuluan Mawar telah popular dibudidayakan baik sebagai tanaman hias maupun minyak esensial. Sebagai minyak esensial, mawar diproduksi sebagai pewangi pada produk parfum , sabun, dan kosmetik serta perisa makanan dan teh. Dengan menggunakan teknik yang berbeda, seperti destilasi dan ekstraksi kelopak mawar, dapat menghasilkan minyak esensial dengan jumlah yang sangat kecil tetapi sangat harum. Minyak mawar esensial memiliki berbagai macam aplikasi (Naryanand dan Kumar, 2003). Budidaya lokal Rosa centifolia dan Rosa damascena biasanya digunakan dalam memproduksi air mawar dan ekstraksi minyak esensial (Narian et al., 2003). Minyak. mawar esensial terdiri dari sejumlah jenis komponen yang kompleks. Komponen-komponen ini dapat dianalisis dengan menggunakan teknik seperti ekstraksi, menggunakan pelarut heksana (Reverchon, 1997) dan destilasi uap. Umumnya, ekstraksi menggunakan pelarut heksana lebih cepat dibandingkan dengan pelarut lainnya dalam menghasilkan minyak esensial Rose centifolia dan Rosa damascena. Analisis dengan kromatografi gas (Sood et al., 1994) merupakan teknik yang paling canggih, cepat, dan relatif sederhana untuk memisahkan komponen penyusun aroma dari parfum. Selain itu, dapat mengurangi kemungkinan interaksi di antara komponen. Studi ini menunjukkan seberapa banyak dan jenis senyawa aromatik yang mudah menguap apa saja yang yang terkandung dalam Rosa centifolia dan Rosa demascena.

Bahan dan Metode Bunga mawar dikumpulkan dari Postgraduate Agriculture Research Station (PARS). Bunga yang sehat dan bagus dari masing-masing spesies dikumpulkan pada pagi hari. Bahan yang tidak diinginkan seperti daun kelopak (sepala), serbuk sari dan putik dihilangkan, kemudian daun mahkota (petala) ditimbang, disebar diatas nampan dan disimpan pada suhu ruangan untuk menghilangkan kelembaban pada petala. Peralatan yang digunakan untuk mendapatkan minyak mawar adalah alat ekstraksi soxhlet. Kelopak yang telah disortasi kemudian dimasukan ke dalam silinder wadah tempat soxhlet. Ke dalam alatini kemudian diisi dengan 95% n-heksan yang digunakan sebagai solven/ pelarut untuk mengekstraksi minyak yang terkandung di dalam bunga tersebut (Moates dan Reynolds, 1991). Dalam percobaan ini, digunakan sebanyak 20 kg petala dari masing-masing spesies untuk diekstraksi agar didapatkan minyaknya. Labu soxhlet yang telah berisin-heksana dan petala kemudian dipanaskan sampai mendidih. Heksana kemudian akan menguap dan mengembun pada pendingin balik. Embun ini diharapkan dapat melarutkan senyawa volatile yang terdapat pada petala bunga mawar. Dengan cara seperti ini, maka komponen organik yang terdapat pada petala bunga (seperti minyak atsirinya) akan masuk ke dalam labu bersama dengan heksana. Setelah selesai dilakukan soxhletasi, kemudian dilakukan destilasi. Destilasi ini dilakukan untuk memisahkan komponen organik yang telah terekstraksi dari petala bunga mawar dan pelarut (n-heksana). Setelah dilakukan destilasi, semua komponen organik yang tersari oleh pelarut akan terpisah dari heksana (pelarut yang digunakan untuk soxhletasi). Residu organic yang mungkin masih terdapat dalam heksana diambil lagi dengan cara memasukkannya pada cawan porselen yang kemudian dikeringkan dengan menambahkan NaSO4 anhidrat. Sisa heksana yang mungkin masih terdapat dalam residu organik dihilangkan dengan gas nitrogen yang dialirkan pada minyak.Dengan metode ini diperoleh minyak yang kemudian disebut sebagai concrete oil. Untuk memperoleh minyak yang murni (absolute oil), minyak yang telah diperoleh dari hasil destilasi kemudian dilarutkan dengan sejumlah kecil alkohol murni. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lilin/ wax alami yang mungkin terdapat dalam minyak tersebut. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring. Alkohol kemudian dihilangkan dengan distilasi dan sisa alkohol dihilangkan dengan mengalirkan gas nitrogen pada minyak yang telah didistilasi.

Perhitungan Recovery Minyak Mawar a) Persentase kadar minyak yang diperoleh setelah dilakukan distilasi (concrete oil), dan b) Persentase kadar minyak murni (absolute oil) Sifat Fisika Kimia yang Dilihat pada Minyak Murni (absolute oil) i)Warna, ii) Indeks bias, iii) nilai gravitasi spesifik, dan iv) bilangan asam

Analisis secara Kromatografi Gas Cair Dari hasil pengujian, kromatogram yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kromatogram dari standar yang digunakan. Dari hasil pengujian tersebut, akan diperoleh perkiraan kandungan kimia dari minyak yang diuji.

Hasil dan Diskusi Tabel 1. Recovery Minyak Mawar

Hasil

Rosa centrifolia

Rosa damascena

Total bunga yang digunakan Konsentrasi konkrit minyak Prosentase berat segar Konsentrasi absolut minyak Prosentase konsentrasi minyak Prosentase berat kelopak

20 kg 40,5 gm 0,22% 3,98 gm 9,83% 0,02%

20 kg 44,8 gm 0,24% 4,56 gm 10,78% 0,03%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berat total sama yang digunakan pada Rosa centrifolia dan Rosa damascena terdapat beberapa perbedaan. Baik konsentrasi konkrit minyak, prosentase berat segar, konsentrasi absolut minyak, prosentase konsentrasi minyak maupun prosentase berat kelopak dari Rosa damascena lebih banyak daripada Rosa centrifolia. Tabel 2. Sifat Fisika-kimia Minyak Absolut

Hasil Warna Indeks bias (25oC) Bobot jenis (20 oC) Bilangan asam

Rosa centifolia Coklat kekuningan 1,45 0,89 12,00

Rosa damascena Kekuningan 1,42 0,87 15,10

Data hasil penelitian sifat fisika-kimia dari kedua hasil minyak murni dapat dilihat warna minyak murni Rosa centifolia coklat kekuningan dan Rosa demascena kekuningan. Hal ini ada kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan Igbal (1987) yang menemukan minyak Rosa

10

centifolia berwarna kuning pucat dan warna minyak murni dari Rosa demascena adalah kekuningan. Selain itu, indeks bias minyak Rosa centifolia lebih tinggi (1,45) pada suhu 25C daripada Rosa demascena (1,42). Temuan-temuan ini sesuai dengan hasil temuan Iqbal (1987) dan Javed (1989). Penentuan indeks bias ini untuk melihat kemurnian suatu minyak, jika indeks bias yang didapat dari penelitian sama dengan indeks bias yang diperoleh dari pustaka tertentu maka dapat dikatakan minyak tersebut murni atau tidak ada pengotor. Demikian pula, bobot jenis minyak absolut Rosa centifolia lebih besar dari Rosa demascena (masing-masing 0,89 dan 0,87) pada suhu 20C. Javed (1989) juga mengamati kecenderungan yang sama pada kedua spesies ini. Bilangan asam minyak murni dari Rosa centifolia dan Rosa demascena masingmasing adalah 12,00 dan 15,10. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan temuan Poucher (1974) dan Javed (1989). Tabel 3. Analisis Kromatografi Gas-Cair (Liquid gas chromatographic) Rosa centifolia (% penyusun) 2,98 3,99 4,05 12,09 1,68 4,09 56,68 1,94 Rosa damascena (% penyusun) 1,53 1,68 2,69 3,72 1,02 2,46 70,86 0,42

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Komponen Geraniol Eugenol Rhodinol Citronellol Linalool Citranellil asetat Fenil etil alkohol Rhodinil asetat

Analisis LGC menunjukkan Rosa centifolia lebih tinggi untuk semua komponen kimia yang dipelajari kecuali fenil etil alkohol yang lebih tinggi pada Rosa demascena daripada Rosa centifolia. seperti yang dilaporkan oleh Chen et al. (1985). Dalam Rosa demascena, ditemukan prosentase yang lebih tinggi untuk komponen minyak seperti citronellol, citranellil asetat, fenil etil alkohol, rhodinil asetat, rhodinol dan linalool daripada yang dilaporkan Chen et al. (1985), Randha (1980), Hayat (1990) dan Javed (1989). Geraniol yang ditemukan lebih rendah dari temuan Hayat (1990).

11

Kesimpulan Rosa damascena menghasilkan lebih banyak minyak daripada Rosa centifolia. Warna minyak mawar dari Rosa centifolia adalah coklat kekuningan sementara warna minyak Rosa demascena adalah kuning. Indeks bias dan berat jenis minyak mawar dari kedua spesies tersebut hampir sama. Unsur-unsur bau dari minyak minyak mawar, yang meliputi Geraniol, Eugenol, Rhodinol, Citronellol, Linolool, Fenil Etil Alkohol, Rhodinil Asetat ada dalam minyak esensial dari Rosa centifolia dan Rosa damascena dengan persentase yang bervariasi.

12

Daftar Pustaka

Anonim, 1998, Quality Control Methods for Medical Plant Materials, 34-37, World Health Organization, Geneva.

INTERNATIONAL JOURNAL OF AGRICULTURE & BIOLOGY 15608530/2005/076973974 http://www.ijab.org

Extraction and Analysis of Essential Oil of Rosa species


M. ASLAM KHAN AND SHOAIB-UR-REHMAN
Institute of Horticultural Sciences, University of Agriculture, Faisalabad38040, Pakistan

ABSTRACT
Rosa species were evaluated for oil yield, colour and other physical and chemical properties. Recovery of concrete oil from petals of Rosa demascena was higher (0.24%) than Rosa centifolia (0.22%) on fresh weight basis. Oil color of Rosa centifolia was yellowish brown while the color of absolute oil of Rosa demascena was yellowish. Refractive index of Rosa centifolia oil was higher (1.45) at 25C than Rosa demascena (1.42). Rosa centifolia was found higher for all the chemical constituents studied except phenyl ethyl alcohol which was greater in case of Rosa demascena than Rosa centifolia. The study indicates that there is qualitative and quantitative difference in chemical composition, aroma constituents of essential oil of Rosa centifolia and Rosa demascena produced locally or elsewhere in the world. Key Words: Rosa centifolia; Rosa damascene; Essential oil

INTRODUCTION
Roses are cultivated for ornamental purposes and essential oil extraction. These are highly appreciated for fragrance and production of perfumes and cosmetic. By adopting different techniques like distillation and extraction of rose petals yield very low quantities of highly scented essential oil. Rose essential oil has a wide range of application (Naryanand & Kumar, 2003) in many industries for the scenting and flavouring purpose. It is used as perfumer in soap and cosmetics and as a flavour in tea and liquire. Locally grown Rosa centifolia and Rosa damascena are commonly used for rose water production (urq-eghulab) and extraction of essential oil (Naryan et al., 2003). The essential oil, locally known as Attar is highly appreciated among people as a perfume. This rose essential oil comprises of a number of different type of complex constituents. These constituents can be analysed by adopting extraction techniques like, using solvent hexane (Reverchon, 1997) and steam distillation. Commonly extraction by using solvent (hexane) is used to study the minute quantity of essential oil of Rosa centifolia and Rosa demascena. Gas chromatographic analysis (Sood et al., 1994) is most advanced, fast and relatively simple technique for separation of different aroma constituents by the perfumer. Moreover, the chances of interaction between the components are greatly reduced. This comparative study reveals that how much and what kind of volatile scented compounds are present in Rosa centifolia and Rosa demascena.

The apparatus used for the recovery of rose oil was Soxhlet extraction apparatus, petals were filled in thimble which was placed within the cylinder. The apparatus is fitted into flask containing 95% pure N-hexane as a solvent, (Moates & Reynolds, 1991). 20 kg of rose petals of each species were used for extraction of oil. The flask containing N-hexane was heated to boil. Hexane vaporized and condensed into thimble. It dissolves the volatile compounds of the petals. In this way, the organic components came into the flask along with hexane. Distillation of recovered solvent. When the entire aroma was taken out by the solvent then the process of distillation was carried out. Dissolved organic residue in the hexane was collected in a flask and dried over by adding anhydrous NaSo4. The last traces of hexane were removed by bubbling nitrogen gas through the oil. In this method concrete oil is recovered. In absolute oil recovery, concrete oil was dissolved in minimum volume of absolute alcohol to remove the natural waxes present in the essential oil. It was filtered through a filter paper. Alcohol was removed by distillation and traces of alcohol were removed by passing nitrogen gas through the oil. Recovery of Rosa Oil a) Concrete oil percentage and b) Absolute oil percentage Physiochemical properties of absolute oil i) Colour, ii) Refractive index, iii) Specific gravity, and iv) Acid number Liquid gas chromatographic analysis The chromatograms obtained were compared with the chromatogram of the standard compounds.

MATERIALS AND METHODS


Rose flowers were collected from Postgraduate Agriculture Research Station (PARS) Jhang road Faisalabad. Healthy looking flowers of each species were collected in the morning. Unwanted material like sepals, pollens and anthers were removed, petals were weighed, spread in trays and kept under shade at room temperature to remove extra moisture in the petals.

RESULTS AND DISCUSSION


Recovery of rosa oil (Table I). Recovery of concrete oil from petals of Rosa demascena was higher (0.24%) than Rosa centifolia (0.22%) on fresh weight basis. Similarly absolute oil recovered from concrete oil of Rosa demascena was higher (10.17%) and 0.03% on the petal weight basis than Rosa centifolia (9.83% and 0.02%, respectively).

KHAN AND REHMAN / Int. J. Agri. Biol., Vol. 7, No. 6, 2005 Though the absolute oil recovered from Rosa demascena was greater than Rosa centifolia but oil yield was much lower compared to yield (0.015%) obtained from petals of Rosa rugosa (Greagiev et al., 1981). Physiochemical properties of absolute oil (Table II). Oil color of Rosa centifolia was yellowish brown against the findings of Iqbal (1987) who found it pale yellow while the color of absolute oil of Rosa demascena was yellowish. Refractive index of Rosa centifolia oil was higher (1.45) at 25C than Rosa demascena (1.42). These findings are in agreement with the results of Iqbal (1987) and Javed (1989). Similarly, the absolute oil specific gravity of Rosa centifolia was greater than Rosa demascena (0.89 and 0.87, respectively) at 20C. Javed (1989) also observed similar trend for the specific gravity in these two species. Acid number of absolute oil of Rosa centifolia and Rosa demascena was 12.04 and 15.10, respectively. The results obtained are variable to the findings of Poucher (1974) and Javed (1989). Liquid gas chromatographic (LGC) analysis (Table III). LGC analysis revealed Rosa centifolia higher for all the chemical constituents studied except phenyl ethyl alcohol which was higher in case of Rosa demascena than Rosa centifolia. as reported by Chen et al. (1985). In Rosa demascena, our findings were much higher for the percentage oil constituents like Citronellal, Citronellal acetate phenyl ethyl alcohol, rhodinyl acetate, rhodinol and linalool than the reports of Chen et al. (1985), Randha (1980), Hayat (1990) and Javed (1989), respectively. Our findings were lower for geraniol than the findings of Hayat (1990). Table I. Rose essential oil yield
Total flower used Concrete oil yield (%age on fresh wt. basis) Absolute oil yield (%age on concrete oil basis) (%age on petal wt. basis) Rosa centifolia 20 kg 40.5 gm 0.22% 3.98 gm 9.83% 0.02% Rosa damascena 20 kg 44.8 gm 0.24% 4.56 gm 10.78% 0.03%

Table II. Physiochemical properties


Colour Refractive index (25C) Specific gravity (20 C) Acid number Rosa centifolia Yellowish brown 1.45 0.89 12.00 Rosa damascena Yellowish 1.42 0.87 15.10

Table III. Some chemical constituents of essential oil of Rosa centifolia and Rosa damascena
Sr. No. Components 1 2 3 4 5 6 7 8 Geraniol Eugenol Rhodinol Citronellol Linalool Citranellyl acetate Phenyl ethyl alcohol Rhodinyl acetate Rosa centifolia (%age Constituents) 2.98 3.99 4.05 12.09 1.68 4.09 56.68 1.94 Rosa damascene (%age Constituents) 1.53 1.68 2.69 3.72 1.02 2.46 70.86 0.42

CONCLUSION
Rosa demascena has more oil yield than Rosa centifolia. The colour of Rosa oil of Rosa centifolia is yellowish brown while the colour of Rosa demascena is yellow. Refractive index and specific gravity of rosa oil of both the species were nearly same. The aroma constituents of Rosa oil; Geraniol, Eugenol, Rhodinol, Citronellol, Linolool, Phenyl Ethyl Alcohol, Rhodinyl acetate are present in essential oil of Rosa centifolia and Rosa damascena with variable percentage. Acknowledgement. We are grateful to Mr. Muhammad Usman, Lecturer, Institute of Horticultural Sciences, University of Agriculture, Faisalabad for critical review of the manuscript.

REFERENCES
Chen, K., Yaozu, Xueyi Ma and Hui Han, 1985. Chemical constituents of the essential oil of Ku Shui rose. (Department of Chemistry, Lanzhou Univ. Lanzhou, Peop. China) Youji Huazue, 6: 15764 (Chem. Abst. 104: 15568m, 1986). Georgive, E., M. Baldzhieva and M. Popova, 1981. Studies on the essential oil content of Rosa rugosa flowers. Rasteniev dni Nauki Vissh Institute pro KhramitelnoVkuosa, Promishlenost, Plodiv, Bulgaria 17: 103. (Hort. Abst. 52: 1044, 1982).

Hayat, P., 1990. Gaschromatographic analysis of essential oil of Rosa centifolia. M.Sc. Thesis, University of Agriculture, Faisalabad Pakistan Iqbal, A.N., 1987. Gaschromatographic analysis of essential oil and rose water of rose cultivar grussanteplitz (Surkha). M.Sc. Thesis, Department of Horticulture, University of Agriculture, Faisalabad Pakistan Javed, M., 1989. Gas Chromatographic analysis of Essential Oil of Rosa bourbonica or Edmard rose. M.Sc. Thesis, Department of Horticulture, University of Agriculture, FaisalabadPakistan Moates, G.K. and J. Rehynolds, 1991. Comparison of rose extract produced by different extraction techniques. AF RC Inst. Food Res. Norwich Lab. Norwich NR47UA UK, J. Essential. Oil Res., 4: 289 Narayan, D.P. and U. Kumar, 2003. Agro's Dictionary of Medicinal Plants. p. 292. Publishers Agrobios. India Poucher, W.A., 1974. The Production of Natural Perfumes, pp. 1640. Perfumes, Cosmetics and Soaps, Vol. 2, 8th Ed. Chapman and Hall, London Ranade, G.S., 1980. The Rose Fragrance. Hindustan lever Res. Cent., Bombay, 400093 India. Indian Perfum., 24: 4956. (Chem. Absts., 94: 145167k, 1981) Reverchon, E., 1997. Super critical CO2 extraction of volatile oil from rose concrete. Flavor and Fragrance. J., 12: 3741 Sood, R.P., B. Sing and V. Sing, 1994. Constituents of Rose oil from Kangra Velley. CSIR Complex, Kalampur 176061, Himachal pardesh, Indian J. Essential Oil Res., 4: 4256

(Received 31 December 2004; Accepted 19 July 2005)

974

Anda mungkin juga menyukai