Anda di halaman 1dari 16

REFERAT ANASTHESIA

~TERAPI CAIRAN

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian OSCE
Program Pendidikan Klinik
Stase Anasthesia dan Reanimasi



Pembimbing:
dr. Bambang Triyono, M.Si.Med, Sp.An
Disusun oleh:
Resa Budi Deskianditya (05711050)

PROGRAM PENDIDIKAN KLINIK
STASE ANASTHESIA DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD DR. SOEROTO NGAWI
2010
BAB I. CAIRAN TUBUH

A. Anatomi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia 1 tahun,
cairan tubuh adalah sekitar 80-85 berat badan, dan pada bayi usia ~ 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75. Seiring dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun, yaitu pada laki-laki dewasa 50-60 berat badan, pada wanita dewasa
50 berat badan.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraseluler dan
kompartemen ekstraseluler. Kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan intravaskuler dan
interstisial.
- Cairan intraseluler
Merupakan cairan yang terkandung didalam sel. Pada orang dewasa, sekitar dua pertiga dari
cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler, sebaliknya pada bayi, hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraseluler.
- Cairan ekstraseluler
Merupakan cairan yang berada di luar sel. Jumlah relatiI cairan ekstraseluler berkurang
seiring dengan usia. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi:
O Cairan interstisial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstisial. Sekitar 11-12 liter pada
orang dewasa. Cairan limIe termasuk dalam volume interstisial.
O Cairan intravaskuler
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah
orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari
eritrosit, leukosit, dan platelet.
O Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikordial, pleura, sendi synovial, intraokular, dan sekresi saluran pencernaan. Pada
keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter. Tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positiI (kation) dan ion negatiI (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama.
4 Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K). Suatu sistem pompa terdapat di dinding
sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
4 Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion IosIat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka
nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium
dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBWTotal Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana 70 atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, Iaeces 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak
cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila
tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka
akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium
dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53
mEq/kgBB dimana 99 dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter,
kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, Iaeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90 dikeluarkan lewat
Iaeces dan sekitar 20 lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipoIisis. Sebagian besar (99) ditemukan didalam gigi
dan 1 dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan 10 mg/hari.
Dikeluarkan lewat urine dan Iaeces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada
metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya
dalam keseimbangan asam basa.
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

B. Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata
sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari Ieses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. DeIisit volume
DeIisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum.
Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase Iistula. Penyebab lainnya dapat berupa
kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, inIeksi, inIlamasi jaringan, peritonitis,
obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan
menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraI pusat dan jantung. Pada kehilangan
cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai deIisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (139 mEq/L) atau hipernatremik
(~150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10 dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatiI sama
dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium
serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insuIisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestiI.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernaIasan, sedangkan jika kadar 110 mg/L maka akan
timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disIungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, neIrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan
restriksi cairan (Na _ 125 mg/L) atau NaCl 3 ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan
untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresiI.
Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na Na1 Na0 x TBW
Na Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 Na serum yang actual
TBW total body water 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium ~ 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
(diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang,
asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5
dekstrose dalam air sebanyak (X-140) x BB x 0,6}: 140.12
- Hipokalemia
Jika kadar kalium 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal,
poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi Iaktor presipitasi
(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), inIuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam
(untuk mild hipokalemia ;~2 mEq/L) atau inIus potasium klorida sampai 40 mEq/jam
dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;2mEq/L disertai perubahan
EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung deIisit kalium:
K K1 K0 x 0,25 x BB
K kalium yang dibutuhkan
K1 serum kalium yang diinginkan
K0 serum kalium yang terukur
BB berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium ~ 5 mEq/L, sering terjadi karena insuIisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda
dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraI pusat (parestesia, kelemahan otot) dan
sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat
berupa intravena kalsium klorida 10 dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq
dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH 3,75 dan PaCO2~ 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat
termasuk obstruksi jalan naIas, atelektasis, pneumonia, eIusi pleura, nyeri dari insisi
abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari deIek pulmonal, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatiI adalah sangat penting.
- Alkalosis respiratorik (pH~ 7,45 dan PaCO2 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada Iase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi
sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi
masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat
dari ventilator mekanik, dan koreksi deIisit potasium yang terjadi.
- Asidosis metabolik (pH7,35 dan bikarbonat 21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, Iistula usus kecil, diabetik
ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan
ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis,
kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan
terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH~7,45 dan bikarbonat ~27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat deIisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan
adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis
harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit
yang sering.







BAB II. PERUBAHAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari Iaktor-Iaktor preoperatiI, perioperatiI dan postoperatiI.
Faktor-Iaktor preoperatiI:
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insuIisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostic
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena eIek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit.
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatiI dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar
300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
kehilangan abnormal cairan.
7. DeIisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan eIek dari anestesi.
Faktor PerioperatiI:
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatiI karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi).
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar
dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatiI:
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang eIektiI
4. Risiko atau adanya ileus postoperatiI
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatiI adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik
Ada beberapa Iaktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian
cairan perioperatiI, yaitu :
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na1-2 mmol/kgBB/haridan K 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersiIat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. DeIisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektiI
(sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya
(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan
trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
- botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisapdarah (suction pump)
- dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan
tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-
ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio
plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan
bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah
yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan
dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih
dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masiI dapat berakibat
terjadi deIisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inIlamasi atau
inIeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan
cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
Iungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak
dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara Iungsional
cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan Iungsional cairan
dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Iungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
O Laju Filtrasi Glomerular (GFR Glomerular Filtration Rate) menurun.
O Reabsorbsi Na di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron.
O Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan
reabsorpsi Na di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
O Ginjal tidak mampu mengekskresikan 'Iree water atau untuk menghasilkan urin
hipotonis.





























BAB III. 1ENIS CAIRAN

1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES CEF). Keuntungan dari
cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak
perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anaIilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
eIektiInya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi deIisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang
interstitiel sehingga timbul edema periIer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat inIus 1 liter NaCl 0,9.
Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan siIat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi deIisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan
kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya
yang sering digunakan adalah NaCl 0,9, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut 'plasma substitute atau
'plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan
reaksi anaIilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada 'cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu Iraksi protein plasma 5 dan albumin manusia ( 5 dan 2,5).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83)
juga mengandung alIa globulin dan beta globulin. !rekallikrein activators (Hagemans
factor fragments) seringkali terdapat dalam Iraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian inIuse dengan Iraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis yaitu:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides
B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander
yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai eIek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas Iaktor VIII, meningkatkan Iibrinolisis dan melancarkan
aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anaIilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1
(Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6 dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan
ini pada orang normal akan dikeluarkan 46 lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya
64 dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anaIilaktik
dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume
plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi
cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4 dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun
dapat menimbulkan reaksi anaIilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.



















DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003
Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003
Hartanto Widya W. Terapi cairan dan elektrolit perioperatiI. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. 2007
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatiI. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. Fakultas
Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000
LatieI AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed. Kedua.
Bagian anestesiologi dan terapi intensiI, FKUI. 2002
Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. SmI/bagian anestesi dan terapi intensiI FK Undip:
Semarang; 2004
Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius; 2000

Anda mungkin juga menyukai