Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERGUMULAN SANTRI DAN ABANGAN

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah IBL

Dosen : Aris Fauzan, M. Ag

Oleh : Asif Maftuhin Devi Octaviana Zulkhariasti Candra Pribadi Lulu Taradebita Anggara Nur Rahmat Rizka Khoerun Nisa Suhariyati NIM 11600002 NIM 11600004 NIM 11600006 NIM 11600008 NIM 11600010 NIM 11600012 NIM 11600014 NIM 11600016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya, melihat corak keberagamaan masyarakat Islam Indonesia yang lebih mempertahankan praktek budaya aslinya, pemakalah cenderung menilai bahwa pengaruh ini akibat dari nilai-nilai universal yang terkandung dalam ajaran Islam. Maksudnya, Islam pada tahap ini lebih sebagai pihak yang menampung dan mengakomodasi budaya lain, bukan pihak yang mengubah atau mengkonversikan budaya itu. Mengenai proses kompromi yang terjadi antara Islam dengan tradisitradisi itu, ajaran-ajaran yang ditekankan dalam Islam cukup hanya berperan dalam kerangka untuk memberikan pondasi dasar terhadap tradisi-tradisi tersebut. Bahkan terhadap tradisi yang adiluhur dan sesuai dengan faktor lingkungan masyarakatnya, Islam tidak merasa perlu untuk melakukan islamisasi. Islam justru akan memberikan wewenang lebih besar bagi tradisi yang sesuai dengan nilainilai Islam itu untuk berperan dalam menentukan sebuah hukum. Pada gilirannya, kemampuan Islam untuk menyerap segala bentuk tradisi yang datang dari berbagai wilayah yang dimasukinya, telah menjadikan kebudayaannya semakin kaya dan beragam. Dan bahkan dalam kadar tertentu, penyerapan ini menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri. Dan dengan demikian, akan semakin meneguhkan Islam sebagai agama yang universal, kontekstual dan sesuai dengan kondisi zaman dan tempat. Proses keberhasilan Islam di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki pengaruh tradisi Hindu-Budha sangat kuat, adalah merupakan hasil dari kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Islam terhadap tradisi setempat yang sebagian asli dan sebagian lagi Hindu-Budha. Karena itu, dalam keberagamaan umat Islam Indonesia, ajaran-ajaran Islam sedikit banyak telah kehilangan nilai kearabannya. Dan dengan demikian, menjadikan wajah Islam Indonesia berbeda dengan wajah Islam manapun. Oleh sebab itu, meskipun Islam adalah agama mayoritas penduduk bangsa ini, akan tetapi tampak praktek-praktek yang dilakukan oleh mereka

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

sangatlah bervariasi. Antara komunitas satu dengan komunitas lainnya atau antara wilayah satu dengan wilayah lainnya, terdapat keragaman ciri khas yang berbeda. Sebagian besar orang Jawa memeluk agama Islam, namun terdapat beberapa ragam dalam pengalaman ajaran Islam. Mereka mengaku orang Islam, tetapi sekaligus dalam kategori umum. Namun demikian, secara general keragaman variasi tersebut dapat diidentifikasikan menjadi dua komunitas besar. Daerah-daerah di mana kebudayaan Hindu-Budha sangat berpengaruh, telah berperan penting dalam pembentukan komunitas yang pertama, yakni komunitas yang disebut sebagai abangan. Pada masyarakat ini, Islam cenderung melakukan kompromi dengan budaya lokal dan budaya-budaya lain yang datang sebelum Islam. Komunitas ini, misalnya, banyak ditemukan di daerah-daerah Jawa Tengah bagian selatan. Tradisi tersebut menekankan kepada integrasi unsur- unsur Islam, Budha-Hindu dan kepercayaan asli sebagai satu sinkretisme Jawa yang mendasar dan sering dinamakan Agama Jawa. Komunitas yang kedua, adalah komunitas yang biasa disebut sebagai santri, yakni mereka yang memiliki komitmen kuat terhadap Islam, dan dengan sepenuh hati mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sosial mereka, tentu saja pengamalan ini terbatas pada tradisinya masing-masing. Komunitas ini banyak terdapat di daerah-daerah yang kurang mendapat pengaruh budaya HinduBudha, seperti daerah-daerah di sepanjang jalur pantai utara Pulau Jawa. Pembahasan masalah ini menjadi lebih penting karena karena kedua golongan ini sampai sekarang masih menunjukkan pengaruhnya kepada bangsa Indonesia, khususnya di Jawa. Pengaruh mereka itu merasuk ke masyarakat Islam Jawa begitu dalam yang tercermin dalam banyak segi kehidupan komunitas Jawa. Karena itu golongan santri dan abangan rupanya telah menjadi unsur- unsur yang penting dalam proses perubahan sosial, politik, dan kehidupan agama di Indonesia. Dalam keadaan seperti itu, santri dan abangan mempunyai dampak yang berarti terhadap kehidupan sosial, politik, dan beragama di Indonesia.

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Santri dan Abangan 1. Pengertian Santri Kata santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang mendalami agama Islam dan orang yang beribadat dengan sungguhsungguh (orang yang saleh). Seorang santri harus mempunyai tiga unsur yang berperan dalam kehidupannya yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Sehingga semua ilmu tentang Iman, Islam, dan Ihsan dipelajari di pesantren menjadi seorang santri yang dapat beriman kepada Allah secara sungguh- sungguh, berpegang teguh kepada aturan Islam, serta dapat berbuat ihsan kepada sesama. Jadi dapat disimpulkan bahwa, santri adalah mereka yang tetap teguh berpegangan kepada Islam yang benar, menjalankan ajaran sesuai yang diperintahkan dalam Al-Quran . 2. Pengertian Abangan Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks. Istilah ini, yang berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti merah, Saat ini Abangan dianggap lebih cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat daripada hukum Islam murni (syariah). Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa apa yang secara klasik dianggap bentuk varian Islam di Indonesia. seringkali merupakan bagian dari agama itu sendiri di negara lain. Pendapat lainnya ialah bahwa kata abangan diperkirakan berasal dari kata Bahasa Arab aba'an. Lidah orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Arti aba'an kurang lebih adalah "yang tidak konsekwen" atau "yang meninggalkan". Jadi para ulama dulu memberikan julukan

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

kepada para orang yang sudah masuk Islam tapi tidak menjalankan syari'at (Bahasa Jawa: sarengat) adalah kaum aba'an atau abangan. Jadi, kata "abang" di sini bukan dari kata Bahasa Jawa abang yang berarti warna merah.

B. Asal-usul dan Latar Belakang Santri dan Abangan Pada awal munculnya islam di nusantara yang dibawa oleh para pedagang rempah-rempah dari Gujarat dan arab. Kemudian agama islam didakwahkan oleh para saudagar muslim dan pada pelaksanaannya agama islam di Indonesia mudah diterima baik di pusat-pusat perdagangan sepanjang jalurjalur laut kepulauan Indonesia yang berkaitan erat dengan pola perdagangan internasional yang berpusat pada kota pelabuhan seperti Sumatra Utara, Demak, Jepara, Tuban, Makasar sampai Maluku. Dari pola tersebut jelas bahwa penyebaran islam berhubungan dengan perdangan rempah di kepulauan Indonesia. Pada perkembangan dan penyebaran islam di pulau Jawa, selama tujuh puluh lima tahun Negara Bandar Islam menguasai kawasan Jawa yang kemudian pada tahun 1540 kerajaan Demak mencapai kejayaannya. Kemudian kekusaan politik dipindahkan ke daerah Jawa Tengah, tempat dimana paham hindu telah menyatu dengan kebudayaan asli selama berabadabad sebelumnya. Pelaksanaan pola peng-islam-an di Jawa mulai berkembang dengan adanya saudagar-saudagar asing yang telah memiliki kehormatan, kekuasaan dan hak untuk membangun masjid. Sebagai hasilnya, banyak mualim yang masuk ke Jawa serta muslimin dari luar negeri. Seiring berjalannya waktu mereka telah berbaur dan telah mengambil alih tata cara serta kebiasaan bangsawan Jawa. kemudian berkembanglah lembaga kelompok santri yang berada di sekitar masjid dan di dalam pesantren. Dalam pesantren, para santri tinggal bersama dan hidup dalam suasana kekeluargaan dimana mereka hidup mandiri dari sawah dan kepunyaan pesantren dan kemudian berkembanglah paguyuban santri desa.

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

Pesantren menjadi saluran utama bagi masuknya Islam kedalam kehidupan desa. Pesantren besar yang dipimpin oleh kyai tumbuh di berbagai desa sedangakan pesantren yang kecil tumbuh di pulau Jawa. Kelak di setiap desa muncul orang- orang didikan pesantren yang dapat memberikan pelajaran dalam ibadah agama Islam dan membaca ayat Al-Quran. Pada

penyelengggaraan ortodoksi Islam kyai dan santri memiliki tanggung jawab karena tidak terdapat tata tingkat semacam gereja. Inilah tempat yang mendorong pengislaman di jawa. Islam di Jawa pada awal pertumbuhannya diwarnai beberapa kebudayaan Jawa. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur para bangsawan Jawa melestarikan tradisi Jawa hindu dan juga karena para wali, sebagian angkatan pertama mubaligh Islam didik dalam lingkungan Jawa. Pada masa ini islam didakwahkan dengan kebudayaan setempat. Disamping itu, kebiasaan Jawa dikeramatkan dengan ditambah salah satu bagian ibadah islam. Islam di Jawa pada tahap awal masih sangat kental dengan ajaran hindu-budha sehingga sulit dalam pengislaman di daerah Jawa. Islam di Jawa tidak memisahkan antara kaum hindu dan kaum muslim karena metode pengislaman mirip dengan metode penyebaran hinduisme saat itu seperti yang dicontohkan oleh para wali, terutama sunan kalijaga masuk kepedalaman Jawa mendirikan pemukiman religius serta bersaing dengan ajaran Jawa hindu di bidang kesaktian. Dimana-mana diadakan usaha khusus untuk mengislamkan ajaran tersebut dan mendakwahkan Islam dengan wayang. Kerjasama antara para wali dan para raja menghasilkan satu corak Islam. Hubungan kekerabatan sebagian anak wali dengan kaum bangsawan lebih memudahkan diadakannya kompromi namun pengaruh kedua golongan elit masing-masing berbeda. Dalam proses pengislaman di Jawa, terutama di daerah-daerah tempat tradisi hindu masih berpengaruh, Islam kehilangan sedikit banyak dari kekakuan ajarannya. Dapat dipahami bahwa salah satu factor dalam keberhasilan pengislaman ialah kelonggaran-kelonggaran yang diberikannya kepada adat lama. Akibatnya munculah kaum muslimin Jawa yang disebut

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

abangan. Pada waktu itu unsur- unsur agama yang berasal dari Islam dimasukkan kedalam sastra Jawa. Pada perkembangannya muncullah kitab serat wirid (ajaran suci) yang mengumumkan ajaran Islam yang banyak kemasukan unsur Jawa tradisional. Dapat disimpulkan, terdapat variasi-variasi Islam di Jawa dari tempat satu ke tempat lain. Seperti di pantai utara dimana agama islam tidak terpengaruh dengan ajaran hindu.

C. Ciri- ciri Santri dan Abangan dalam Kepercayaan dan Amal Agama Setelah zaman prasejarah serta kurun kepercayaan animis, Hinduisme tiba di pulau Jawa. Menurut kebanyakan dugaan, Jawa dan pulau pulau sekitarnya menganut agama Hindu dimulai pada abad pertama Masehi. Kerajaan Jawa-Hindu berlangsung dari abad kedelapan sampai awal abad keenambelas dan dibagi menjadi dua bagian, yaitu kerajaan Jawa Tengah dan kerajaan Jawa Timur. Sedangkan kerajaan Islam lebih kurang pada abad ketiga belas berdiri di Sumatra. Mulai dari pantai utara, Islam akhirnya mengambil alih kerajaan Hindu Majapahit pada akhir abad keenambelas. Setelah jatuhnya Majapahit, Islam mulai merembes ke pedalaman pulau Jawa. Agama Islam telah menjadi agama yang terkemuka di Jawa selama 350 tahun terakhir. Meskipun terjadi perubahan-perubahan tersebut, sebagian besar penduduk Jawa, apa yang dinamakan abangan, sedikit banyak masih terpengaruh oleh kepercayaan dan amal agama purba. Kepercayaan-kepercayaan religius para abangan merupakan campuran khas penyembahan unsur-unsur alamiyah secara animis yang berakar dalam agama-agama Hinduisme yang semuanya telah ditumpangi oleh ajaran Islam. Ibadah orang abangan meliputi upacara perjalanan, penyembahan roh halus, upacara cocok tanam dan tatacara pengobatan yang semuanya berdasarkan kepercayaan kepada roh baik dan roh jahat. Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional ialah slametan (selamatan, kenduri). Ini merupakan acara agama yang paling umum di antara para abangan, dan

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang ikut serta dalam selametan itu. Selametan dan lambang-lambang yang mengiringinya memberikan gambaran yang jelas tentang tata cara pemaduan antara kepercayaan abangan yang animis dan Hindu-Budhis dengan unsur islam serta membentuk nilai pokok masyarakat pedesaan. Pandangan dunia abangan berdasarkan keyakinan tentang kesatuan hakiki seluruh kehidupan dan seluruh keberadaan. Pandangan ini melihat keberadaan manusia di dalam hubungan kosmologi, sedangkan manusia perseorangan memainkan peranan yang sangat kecil dalam dunia alamiyah sosial seluruhnya. Perbedaan ajaran secara umum antara santri dan abangan dapat dilihat dari berbagai segi. Diantara para santri perhatian terhadap ajaran Islam hampir seluruhnya mengatasi segi-segi upacaranya. Bagi para santri arti pentingnya bukan saja terletak pada pengetahuan tentang seluk-beluk upacara, terutama sholat sehari-hari, puasa, sedekah, dan sebagainya, tetapi juga dalam penerapan ajaran Islam. Rasa sadar diri tentang keunggulan religius para santri atas para abangan berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang kuat akan kebenaran mutlak Islam. Hal ini ditandai oleh intoleransi mereka terhadap kepercayaan dan perbuatan para abangan yang mereka anggap heterodoks (menyimpang dari kebenaran). Para santri juga berkeras bahwa mereka adalah muslim sejati, dan keterikatan mereka kepada agama islam menguasai sebagian besar kehidupannya. Sikap itu terwujud dan mudah diketahui dalam pengamalan syariat. Tepatnya, para santri lebih memperhatikan ajaran Islam dibandingkan upacaranya, sementara para abangan menekankan perincian upacara (ritual). Dalam dinamika sosial, sering ditemukan pola-pola konflik antara kelompok santri dengan kelompok abangan dalam beberapa hal yang dapat dijadikan karateristik santri dan abangan, seperti konflik idiologi. Ketegangan antara kaum abangan dengan kaum santri dalam hal idiologi begitu terlihat secara jelas. Serangan kaum abangan terhadap idiologi kaum santri terlihat

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

jelas dengan nyanyian ejekan kaum abangan yang mengisyaratkan bahwa kaum santri merasa memiliki moralitas yang lebih suci dari kaum abangan dengan cara berpakaian sopan, seperti kerudung namun dalam kenyataannya menurut kaum abangan masih melakukan perbuatan zina. Menurut kaum abangan, ritual keagamaan haji ke Makkah yang dilakukan oleh kaum santri merupakan sikap yang tidak penting dan hanya membuang-buang uang saja. Sebenarnya mereka menurut kaum abangan hanya ingin dihormati setelah melakukan ibadah haji. Namun serangan kaum santri terhadap golongan tersebut tidak kalah tajam. Mereka menuduh kaum abangan sebagai penyembah berhala dan mereka mempunyai tendensi yang jelas untuk menganggap setiap orang diluar kelompoknya adalah komunis.

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Agar orang dapat mengerti kaum muslimin di Jawa. Diperlukan tafsiran sejarah yang berjalan melalui dua dimensi, yaitu santri dan abangan. Sejarah islam di Jawa hampir merupakan sejarah peradaban kaum muslimin santri, sedangkan sejarah golongan abangan (yang tidak kalah banyak jumlahnya dari kaum santri) hingga kini hampir tidak disentuh. Dalam perjalanan sejarah, muslimin Jawa telah terbelah dua menjadi santri dan abangan sebagai pertumbuhan dari latar belakang sosial dan lingkungan yang berlainan. Proses ini menghasilkan dua golongan yang terpilah secara tipologi dengan cita-cita dan haluan berbeda-beda. Tidak heran, terkadang sulit untuk mengerti bagaimana Islam menjadi beraneka warna dalam amalannya dan rupanya terpengaruh oleh unsur-unsur Hindu-Budha dan kepercayaan asli. Perbedaan umum antara golongan santri dan golongan abangan dapat dilihat dalam segi mengenai ajarannya. Di antara kaum santri perhatian terhadap ajaran Islam hampir seluruhnya mengatasi semua segi upacaranya, lagi pula mereka menegaskan penerapan ajaran Islam ke dalam kehidupan, sementara para abangan rupanya acuh tak acuh terhadap ajarannya, sebaliknya lebih terpukau oleh perincian upacaranya. Ada beberapa kepercayaan dan adat istiadat asli yang berangsur-angsur tersingkir sepanjang perjalanan zaman, tetapi banyak diantaranya tetap seperti dahulu. Itulah sebabnya mengapa keberadaan santri dan abangan merupakan factor yang tak dapat ditinggalkan dalam masyarakat muslimin Jawa.

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Pergumulan Santri dan Abangan

10

DAFTAR PUSTAKA Muchtarom, Zaini. Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002. Muchtarom, Zaini. Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta : INIS, 1988

Anda mungkin juga menyukai