PENEMUAN PADA PEMBELA1ARAN MATEMATIKA SUB MATERI POKOK TRIGONOMETRI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Problematika Pembelajaran Matematika yang Dibina oleh Bapak Abdul Qohar
Oleh: Silvia Hasanah (108311417012) OFF B
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FEBRUARI 2011 PENERAPAN MODEL PEMBELA1ARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DENGAN METODE PENEMUAN PADA PEMBELA1ARAN MATEMATIKA SUB MATERI POKOK TRIGONOMETRI oleh Silvia Hasanah sllvlahasanah[ymallcom
ABSTRAK Trigonometri merupakan salah satu materi pelajaran yang dikategorikan sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini dikarenakan banyaknya rumus-rumus yang perlu dihaIal dan pengetahuan siswa terhadap penggunaan konsep trigonometri ini dalam kehidupan sehari-hari masih minim. Kendala ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran di kelas agar siswa lebih tertarik belajar trigonometri. Guru juga perlu mengkreasikan cara mengajarnya agar dalam materi ini siswa tidak hanya dihujani haIalan-haIalan rumus yang banyak. Siswa diharapkan dapat membentuk konsep trigonometrinya sendiri agar konsep tersebut mudah melekat di benak siswa. Model pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education) atau sering dikenal dengan sebutan PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan metode yang berdasarkan paham konstruktivisme. RME mengkondisikan siswa membangun sendiri konsep matematikanya. Guru menjadi Iasilitator siswa untuk menemukan sendiri konsep matematikanya. RME dapat diterapkan ketika guru mengajar materi trigonometri, yaitu dengan menghadapkan siswa pada masalah yang tidak jauh dari keseharian siswa yang berhubungan erat dengan materi pokok trigonometri. Setelah diberi permasalahan, guru memberikan kesempatan kepada siswa menyelesaikan masalahnya sendiri. RME dapat dibantu dengan metode pembelajaran penemuan, yaitu metode yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep trigonometri. Tentunya peranan guru masih dibutuhkan karena ini merupakan pengalaman yang baru bagi siswa. Guru membimbing dan mengarahkan siswa menuju konsep trigonometri yang diharapkan. Akan tetapi guru juga tidak boleh terlalu banyak memberikan bantuan kepada siswa agar inisiatiI siswa tidak mati. Kata Kunci: Realistic Mathematics Education, Metode Penemuan, Trigonometri.
PENDAHULUAN Trigonometri adalah salah satu materi yang diajarkan kepada siswa kelas X di semester genap. Trigonometri adalah salah satu materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya data yang menunjukkan rendahnya nilai ujian siswa pada bab trigonometri. Banyaknya rumus yang digunakan oleh siswa pada materi trigonomeri serta kurangnya pemahaman siswa tentang penerapan materi ini di kehidupan sehari- hari adalah salah satu penyebab trigonometri kurang menarik dipelajari oleh siswa. Hal ini diperparah dengan metode mengajar guru matematika di kelas yang hanya mengandalkan teknik haIalan, misalnya mengenalkan istilah $indemi, Cosami, dan Tandesa. Faktor- Iaktor tersebut dapat mengakibatkan rendahnya penanaman konsep trigonometri terhadap siswa dan berimbas pada hasil ujian yang kurang baik pada materi trigonometri. Oleh karena itu diperlukan metode mengajar dan pendekatan pembelajaran yang tepat agar guru dapat memberikan pemahaman konsep trigonometri yang baik untuk siswa. Makalah ini akan mengulas model Realistic Mathematics Education (RME) dengan metode penemuan sebagai salah satu alternatiI model pengajaran pada materi ini. Makalah ini disusun untuk membahas metode pembelajaran RME yang dapat dijadikan salah satu alternatiI guru matematika mengajar trigonometri. A. MATEMATIKA DAN CARA MENGAJARKANNYA Saat ini, matematika menjadi sangat penting dalam berbagai hal. Hampir setiap bidang ilmu dan teknologi memakai matematika. Sehingga, generasi pada masa kini mutlak menguasai matematika agar dapat bertahan di era perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini. Matematika merupakan ilmu yang berawal dari kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini diajarkan dari sesuatu yang nyata lalu diilustrasikan sehingga mampu dijangkau siswa dan disederhanakan ke dalam bentuk matematis. Mengajar matematika tidak hanya menyampaikan aturan-aturan, deIinisi, atau rumus jadi. Akan tetapi harus diajarkan pula konsep matematika yang bermula dari kehidupan nyata. Tahapan pengajaran yang dapat dilakukan adalah: a. Perkenalkan siswa dengan beberapa deIinisi penting dan beri siswa kesempatan untuk mengamati dan peka terhadap Ienomena yang terjadi di lapangan. b. Ajak siswa mengamati sekitar dan berikan banyak ruang untuk siswa berkreasi dengan ide kreatiI mereka sendiri agar siswa lebih menikmati pembelajaran yang dilakukan. c. Biarkan siswa menduga atau membuat hipotesis sendiri atas apa yang mereka lakukan. d. Guru dan siswa membahas bersama kegiatan yang dilakukan. Setelah mempersilakan siswa mempresentasikan hasilnya, lalu diadakan veriIikasi, meluruskan apa yang telah dilakukan sehingga muncul rumus, Iormula atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa. e. Berikan penghargaan atau apresiasi kepada siswa yang sudah mencoba dan berusaha belajar, meskipun hasil berbeda dengan yang diharapkan. B. METODE PENEMUAN Metode penemuan adalah suatu cara penyampaian topik matematika sedemikian hingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan struktur matematika melalui serentetan pengalaman belajar pada masa lalu. Apa yang dialami siswa benar-benar baru. Siswa-siswa tersebut memerlukan bimbingan dan pertolongan guru setapak demi setapak. Fungsi guru disini tidak hanya menjadi pembimbing pasiI tetapi juga harus mendorong siswa dan memberi masukan-masukan agar pemikiran siswa mengarah ke konsep yang diharapkan. Akan tetapi, guru juga tidak perlu memberikan terlalu banyak bantuan agar inisiatiI siswa tidak mati. C. PEMBELAJARAN MENYENANGKAN Pembelajaran, menurut Usman ( dalam Agus,2010 ) ' . 5roses 5embelafaran adalah suatu proses perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatiI untuk mencapai tujuan tertentu . Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Menurut Sudjana (dalam Agus,2010) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah ' tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian 'Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sisa- sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatiI lama. Menurut SyaiIul Bahri Djamarah (dalam Agus,2010), hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan sebagai dampak langsung sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang reltiI lama disebut dampak pengiring . Gagne berpendapat motivasi menyebabkan seseorang tergerak hatinya meraih suatu tujuan dengan senang hati. Oleh karenanya, guru harus menyiapkan kondisikondisi belajar siswa agar timbul dorongan untuk belajar (dalam Situmorang,2011 ). Salah satu motivasi belajar yang dapat dilakukan guru menurut Johnson adalah guru memiliki kebiasaan mengajar yang baik (dalam Abdi,2011 ) . Contoh guru masuk kelas tepat waktu, sering berkeliling memantau pekerjaan siswa, selalu mengontrol kedisiplinan siswa, siap menjawab pertanyaan dengan nada ramah, dan haIal nama-nama siswa. Pada materi trigonometri, guru dapat menggunakan jembatan keledai (mnemonics) untuk membantu siswa menghaIal rumus-rumus yang ada. Contohnya pengenalan istilah Sindemi (sinus-depan-miring), cosami (cos-samping-miring) dan tandesa (tangent-depan- samping). Atau menggunakan istilah Sinohi (sinus-opposite-hypotenuse), cosahi (cos- adjacent-hypotenuse) dan tanopa (tangent-opposite-adjacent). Pada relasi sudut, jembatan keledai yang bisa dipakai, misalnya Semua Surat Tanda Cinta. Di kuadran I, semua perbandingan trigonometri bernilai positiI, di kuadran II hanya sinus, di kuadran III hanya tangen dan di kuadarn IV hanya cosinus beserta kebalikannya. Kita dapat menggunakan jarijari sebagai media pembelajaran. Setiap jari memiliki nilai. Dimulai dari kelingking dengan nilai 0 dilanjutkan ke jari manis dan seterusnya dengan nilai masingmasing
dan terakhir ibu jari dengan nilai 1 Adapun sudut istimewa
yang direlasikan adalah IJ% Perbandingan trigonometri untuk cosinus direlasikan dari ibu jari, sementara untuk sinus direlasikan dari kelingking. Siswa seringkali lupa rumus luas segitiga sembarang. Apakah menggunakan sinus ataukah cosinus. Di sini dapat digunakan jembatan SISUSI(N), yaitu syarat dapat ditentukannya luas suatu segitiga adalah jika diketahui sisi, sudut apit dan sisi, dengan menggunakan perbandingan trigonometri sinus Contoh lain,guru dapat meminta siswa membangun jembatan keledai mereka sendiri. Mungkin berbentuk lagu dan ditampilkan di depan kelas. Diharapkan, dengan cara ini dapat membangkitkan minat siswa menghaIal rumus trigonometri.Pembelajaran juga dapat diselingi dengan kegiatan di luar kelas, siswa dapat menerapkan perbandingan trigonometri untuk mengukur tiang bendera, menaksir tinggi seseorang berdasarkan panjang bayangannya, menaksir lebar sungai dan sebagainya. D. REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) ATAU PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Di Indonesia, RME atau Realistic Mathematics Education lebih dikenal dengan istilah Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI). RME dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda. Pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Kegiatan yang digolongkan sebagai aktivitas adalah pemecahan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan. Gravemeijer (dalam Rozanie,2010) menjelaskan bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan TreIIers dalam pernyataan berikut ini :The key idea oI RME is that children should be given the opportunity to reinvent mathematics under the guidance oI an adult (teacher). In addition, the Iormal mathematical knowledge can be developed Irom children`s inIormal knowledge(dalam Rozanie,2010). TreIIers menjelaskan bahwa inti dari realistic matematik adalah siswa menemukan kembali matematika dengan bantuan guru (orang dewasa) dan membangun pengetahuan Iormalnya dari pengetahuan inIormal yang dimliki siswa. Jadi, matematika tidak dapat dianggap sebagai barang jadi yang dengan mudah dipindakan guru kepada siswa. Freudenthal menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal yaitu: 'Horizontal mathematization involves going Irom the world oI liIe into the world oI symbol, while vertical mathematization means moving within the world oI symbol(dalam Rozanie,2010). Matematisasi horisontal meliputi proses transIormasi masalah sehari-hari ke dalam bentuk simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentiIikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara oleh siswa sendiri. Sedangkan contoh matematisasi vertikal yaitu presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian. Mengacu kepada dua jenis kegiatan matematisasi di atas de Lange (dalam Rozanie, 2010) mengidentiIikasi empat pendekatan yang dipakai dalam mengajarkan matematika, yaitu pendekatan mekanistik, empiristik, strukturalistik dan realistik. Pengkategorian keempat pendekatan tersebut didasarkan pada penekanan atau keberadaan dua aspek matematisasi (horisontal atau vertikal) dalam masing-masing pendekatan tersebut. Esensi lain pembelajaran matematika realistik adalah tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran. Gravemeijer (dalam Rozanie, 2010) menyebutkan tiga prinsip tersebut, yaitu (1) guided reinvention and progressive mathematizing (2) didactical phenomenology dan (3) selI-developed models. a. Guided reinvention and progressive mathematizing. Menurut Gravemijer berdasar prinsip reinvention, siswa harus diberi kesempatan mengalami proses yang sama dengan saat matematika ditemukan. Selain itu, prinsip reinvention dapat dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian Iormal. Oleh karena itu, perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute belajar dari tingkat belajar matematika nyata ke tingkat belajar matematika Iormal (progressive mathematizing). b. Didactical phenomenology. Menurut Gravemeijer (dalam Rozanie, 2010),penyajian topik matematika berdasar prinsip ini yang termuat dalam pembelajaran matematika realistic disajikan atas dua pertimbangan yakni: memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. c. SelI-developed models Gravemeijer (dalam Rozanie,2010) menjelaskan, prinsip ini memberi kesempatan pada siswa pada tahap awal mengembangkan model yang diakrabinya, selanjutnya dilakukan tahap generalisasi dan pemIormalan. Menurut Soedjadi (dalam Rozanie,2010) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Menggunakan konteks, yaitu pengetahuan yang dimiliki siswa dapat dijadikan bahan meteri belajar yang kontekstual. b. Menggunakan model,yaitu permasalahan matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak. c. Menggunakan kontribusi siswa, yaitu siswa yang berkontribusi menyumbang gagasan yang mendasari pemecahan masalah atau penemuan konsep. d. InteraktiI,yaitu proses pembelajaran melibatkan interaksi siswa dengan siswa, guru dengan guru, lingkungan, dan sebagainya e. Intertwin, topik dapat digabung sehingga muncul pemahaman konsep secara serentak.. Dari uraian yang telah disebutkan di atas, tampak bahwa pendekatan ini dikembangkan berlandaskan pada IilsaIat konstruktivisme. Yaitu paham yang berpandangan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktiI. Seseorang yang sedang belajar diberi kesempatan mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini dapat terjadi dengan memberikan masalah yang telah diakrabi dalam kehidupannya pada siswa. Dalam RME, guru hanya sebagai Iasilitator, dominasi guru harus berkurang. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik: a. Memahami masalah kontekstual Karakteristik RME pada langkah ini adalah penggunaan konteks yang terlihat pada masalah kontekstual yang disajikan guru kepada siswa sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa. b. Menjelaskan masalah kontekstual. Guru memberikan bantuan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa memahami masalah. Karakteristik pada langkah ini adalah interaktiI, yaitu interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. c. Menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa didorong menyelesaikan masalah sendiri berdasarkan kemampuannya. Pada tahap ini guru diharapkan hanya memberikan bantuan seperlunya (scaIIolding ) kepada siswa yang benar-benar butuh bantuan. Karakteristik RME pada tahap ini adalah kebebasan siswa membangun berbagai model atas masalah tersebut. d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Pada tahap ini guru meminta siswa membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktiI dan menggunakan kontribusi siswa. Kontribusi siswa berguna dalam pemecahan masalah. e. Menyimpulkan Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.
E. PENERAPAN RME DALAM PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI a. Langkah-langkah Pembentukan Konsep a) Pembelajaran dimulai dari hal yang konkret, berkaitan dengan konsep yang diketahui siswa. Siswa akan menempuh tahap: a)) ReIleksi, yaitu menemukan dan mengenal aspek matematika yang relevan baik yang Iormal maupun inIormal. b)) Abstraksi, pembuatan bagan untuk menemukan aturan-aturan dan mengembangkan sebuah model. c)) Generalisasi, menyusun sebuah konsep yang berlaku umum d) Aplikasi, menerapkan konsep yang telah disusun pada tahap sebelumnya ke dalam konteks lain. b) Beri siswa kesempatan menemukan kembali konsep dengan strateginya sendiri c) Adakan interaksi antara siswa dengan guru, siswa dan perangkat pembelajaran d) Siswa dilatih mempertanggungjawabkan konsep yang dibangunnya b. Contoh Penerapan Realistik Mathematics Education dengan Metode Penemuan Masalah: Siswa diminta mengukur tinggi tiang bendera dengan bantuan klinometer dan menggunakan konsep trigonometri. Dari masalah yang dipaparkan diatas, siswa diharapkan dapat menyusun konsep trigonometri, melalui tahap berikut: a) ReIleksi, siswa harus mencari apa saja yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, yaitu: tinggi, jarak, dan sudut. b) Abstraksi, setelah tahap reIleksi siswa dapat mulai memikirkan bagaimana model yang dapat digunakan.
c) Generalisasi, pada tahap ini konsep perbandingan trigonometri dibentuk. Siswa dibimbing dalam diskusi kelas untuk menghubungkan sudut, tinggi dan jarak sehingga dapat menyusun sendiri konsep perbandingan trigonometri yang kemudian disepakati bahwa konsep itu diberi nama sinus, cosinus, dan seterusnya. d) Aplikasi, setelah menyusun konsep perbandingan tersebut siswa diberi masalah lain untuk diselesaikan.
KESIMPULAN Trigonometri adalah materi yang dianggap sulit oleh siswa. Ditambah lagi pola pemahaman konsep yang diajarkan guru yang cenderung menghaIal akan semakin mempersulit siswa menerima materi ini dengan baik. Realistic Mathematics Education adalah pendekatan berdasarkan paham konstruktivisme, yaitu paham yang berpandangan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktiI. Seseorang yang sedang belajar diberi kesempatan mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Dalam RME, guru hanya sebagai Iasilitator, sehingga dominasi guru harus berkurang. - Gb. 1.1. mengukur ketinggian Gb. 1.2. Klinometer Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME dengan dipadukan dengan metode belajar penemuan yang menyenangkan akan menciptakan atmosIir pembelajaran di kelas yang menyenangkan. Hal ini akan berimbas pula pada minat siswa untuk mempelajari materi trigonometri. Metode penemuan menjadikan siswa menemukan sendiri konsep matematikanya, siswa merasa puas dan dengan demikian kepuasan mental sebagai unsur intrinsic terpenuhi. Hal ini menyebabkan siswa ingin menemukan lebih lanjut. Pembelajaran yang menyenangkan akan membuat siswa lebih berminat belajar tentang trigonometri sehingga penanaman konsep tentang trigonometri akan lebih baik dan tentunya berimbas pula pada hasil ujian yang baik pada materi ini.
DAFTAR RU1UKAN Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelafaran Matematika. Malang: UM Press. Anrus. 2008. Pembentukan Konse5 Perbandingan Trigonometri Melalui Masalah Real.(Online),(http://anrusmath.wordpress.com/2008/07/26/pembentukan-konsep- perbandingan-trigonometri-melalui-masalah-real/) ,diakses 23 Januari 2011. Rozanie,Irwan. 2010. Realistic Mathematics Education atau Pembelafaran Matematika Realistik.(Online),(http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic- mathematic-education-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/) ,diakses 23 Januari 2011. Situmorang, Abdi Y. 2011. Ti5s Belafar Trigonometri dengan Mudah dan Menyenangkan. (Online),(http://j3sra3l.wordpress.com/2011/01/25/tips-belajar-trigonometri-dengan- mudah-dan-menyenangkan/) ,diakses 23 Januari 2011.