Anda di halaman 1dari 5

Diagnosa Laboratorium Kelainan Lemak Darah

dr. Marzuki Suryaatmadja dan dr. Erwin Silman Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.

Pendahuluan Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat, Jerman Barat dan banyak negara Barat lain yang tergolong negara industri yang maju. Untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan PJK telah banyak dilakukan penelitian terhadap berbagai faktor risiko dari timbulnya atherosklerosis, perubahan pembuluh darah koroner, dengan maksud agar dapat diketahui secara dini dan dengan demikian dapat dicegah. Berdasarkan berbagai penelitian epidemiologik dinyatakan bahwa zat lemak darah adalah faktor risiko utama timbulnya atherosklerosis/ PJK. Di negara-negara berkembang khususnya di kota-kota besar juga dijumpai kecenderunganmeningkatnya PJK. Demikian pula kadar lemak darah yang mengarah ke pola yang dijumpai di negara maju sehingga perlu pula diketahui dan diterapkan diagnosa laboratorium terhadap adanya kelainan zat lemak darah. Biokimia danfaal zat lemak darah Telah lama dikenal ada 3 jenis lipida yaitu kolesterol,trigliserida dan fosfolipida. Untuk dapat diangkut dengan sirkulasi darah maka lipida, yang bersifat tidak larut di dalam air, berikatan dahulu dengan protein khusus, apoprotein, sedemikian rupa sehingga bentuk ikatan tersebut yang dikenal sebagai lipoprotein dapat larut di dalam air. Berdasarkan beberapa cara pemeriksaan dapat dibedakan beberapa jenis lipoprotein (LP) yaitu kilomikron, VLDL (very lowdensitylipoprotein), LDL (lowdensity-lipoprotein) dan HDL (highdensitylipoprotein) dengan ciri-ciri seperti dapat dilihat pada tabel l 1,2,3 Pengangkutan lipida/lipoprotein dapat dibedakan antara jalur eksogen dan endogen. Pada jalur eksogen mula-mula dibentuk kilomikron di sel epitel usus dari trigliserida dan kolesterol makanan. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sirkulasi amum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan otot
14 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

rangka dimana enzim lipase lipoprotein (LL) memecah trigliserida dan melepaskan monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid = FFA). Partikel sisa kembali ke sirkulasi umum. Setelah mengalami perubahan lalu diambil oleh hati. Hal ini berarti bahwa dengan cara tersebut trigliserida makanan diangkut ke jaringan adiposa sedangkan kolesterol makanan ke hati. Sebagian kolesterol ini akan diubah menjadi asam empedu, sebagian lagi diekskresi ke empedu tanpa diubah lagi dan sebagian lagi disebarkan ke jaringan lain. Pada jalur endogen trigliserida disintesa di hati bila diit mengandung asam lemak yang dengan gliserol membentuk trigliserida yang disekresi ke sirkulasi sebagai inti dari VLDL. Di kapiler jaringan terjadi penguraian trigliserida oleh LL dan penggantian trigliserida oleh ester kolesterol sehingga VLDL berubah menjadi LDL melalui IDL(intermediate- density-lipoprotein). LDL berfungsi untuk mengirimkan kolesterol ke jaringan ekstrahepatik seperti sel-sel korteks adrenal, ginjal, otot dan limfosit. Sel-sel tersebut mempunyai reseptor-LDL di permukaannya. Di dalam. sel LDL melepaskan kolesterol untuk pembentukan hormon steroid dan sintesa dinding sel. Selain itu ada pula sel-sel fagosit dari sistem retikuloendotel yang menangkap dan memecah LDL. Bila sel-sel mati maka kolesterol terlepas lagi dan diikat oleh HDL. Dengan bantuan enzim Lesitinkolesterol asiltranferase (LCAT) kolesterol berikatan dengan asam lemak dan dikembalikan ke VLDL dan LDL. Sebagian lagi diangkut ke hati untuk diekskresi ke empedu. Gambar 1 memperlihatkan bagan metabolisme LP sedangkan pada gambar 2 terlihat interaksi antara LDL dengan sel perifer.2,3 Ada 2 teori yang menerangkan peranan LDL dan HDL dalam mengatur kadar kolesterol di dalam sel perifer. Yang pertama mengemukakan mekanisme kebalikan dari pengangkutan kolesterol dimana HDL bekerja mengangkut kolesterol dari sel perifer ke hati berlawanan dengan kerja L.DL. Yang kedua menyebutkan adanya hambatan bersaing antara HDL dan LDL pada reseptor dari sel perifer. Tingginya kadar

Tabel 1. Klasifikasi lipoprotein ultracentrifuge : 1) densitas hidrasi (g/ml ) 2) kecepatan flotasi (Sf) 3) elektroforesa 4) diameter Chylomicron < 0.95 > 400 tidak bergerak 800 - 5000 85 4 2 7 1-2 VLDL 0.95 - 1.006 20 - 400 pre - beta 300 - 800 52 17 7 15 9 beta 180 - 280 10 37 8 23 22 LDL 1.019 1.063 0 20 alfa 50 - 120 4 18 2 25 51 HDL 1.063 1.21

(A)

5) susunan : % trigliserida % cholesterol ester % cholesterol % phospholipida % protein

6) apoprotein utama 7) asal

A, B, C, usus

B, C, E usus, hati

B hasil akhir metabolisme VLDL transport cholesterol dan phospholipids ke sel perifer

A, E usus, hati

8) fungsi

transport trigliserida eksogen

transport trigliserida endogen

transport cholesterol dari sel perifer ke hati ( ? )

liver

glycerol

free tatty acids

peripheral cell

arairi)oproteins frr5if erides phasphollpids

Gambar 1.

Metabolisme Lipoprotein.

\km.

IDL

,-''-1 LDL

HDL

Dikutip dari Brewer et

al1 monoglycende

cell
fatty acids

liver
apolipoproteins triglycerides phospholipids

r
acid lipase cholestero ester hydrolyase

lipoprotein lipase

VLDL IDL LDL

Bagan interaksi antara LDL dengan sel perifer. Dikutip dari Brewer et al1 Gambar 2. Cermin Dunia Kedokteran No. 30 15

LP yang satu akan menghalangi uptake dari LP yang lain. Kedua teori itu dapat dilihat pada gambar 3.4

~~C

97{4,

qr
1

tersebut dilakukan dengan melihat kadar kolesterol, trigliserida plasma/serum, "standing plasma/serum" atau nefelometri ( StoneThorp's SML profile). Keenam fenotipe dapat dilihat pada tabel 2 4,s,6 Kelemahan fenotipe di atas adalah tidak dapatnya memberi keterangan mengenai faktor genetika atau kekurangan (defek) biokimia yang mendasarinya. Karena itu pada 1973 Goldstein dan kawankawan mengemukakan klasifi7casi hiperlipoproteinemia berdasarkan genotipe, yaitu pola penurunannya dan kelainan lipid yang predominan pada pedigree tersendiri. Dapat dilihat adanya beberapa fenotipe pada satu pedigree. Lihat tabel
3 4,s,7,s

111at

"'\'

11'l

Reverse "~`

Cholesterol Transport

eobp,19*4' +

Competitive Binding

"

Kedua sistem ldasifikasi tersebut masih berlaku sampai sekarang dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Berbagai keadaan dan penyakit tertentu dapat menyebabkan terjadinya hiperlipoproteinemia yang disebut sekunder. Dapat ditemukan fenotipe I sampai dengan V. Li-hat tabel 4.s Diperkirakan hiperlipoproteinemia sekunder 40% dari kasus hiperlipoproteinemia. Pemeriksaan laboratorium

VLDL

000
LDL HDL

Gambar 3. Kedua teori mengenai peranan HDL dan LDL dalam pengaturan kadar cholesterol di dalam sel perifer. Dilautip dari Brewer, Bronzert4

Klasifikasi kelainan lemak darah Berdasarkan kadar-lemak darah dibedakan antara hipolipidemia atau hipolipoproteinemia dan hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia. Kelainan dapat bersifat primer dimana kelainan lemak darah tersebut merupakan manifestasi utama; biasanya familial. Dapat pula bersifat sekunder yaitu disebabkan adanya penyakit dasar. Hipolipidemia umumnya bersifat primer dan berkaitan dengan kadar kolesterol yang rendah. Beberapa jenis yang telah diikenal adalah defisiensi alfalipoprotein ( penyakit Tangier), hipobetalipoproteinemia dan abetalipoproteinemia (sindroma BassenKornzweig). Pada 1967 Fredrickson, Levy dan Lees mengemukakan klasifikasi hiperlipoproteinemia primer berdasarkan kadar kolesterol dan trigliserida plasma, ultrasentrifugasi dan elektroforesa lipoprotein. Dibaginya menjadi 5 tipe, yaitu I, II, III, IV dan V. Komisi WHO pada 1970 mengambil alih Idasifikasi tersebut dan membedakan tipe II menjadi tipe IIa dan IIb. Dengan pembagian hiperlipoproteinemia primer menjadi 6 fenotipe tersebut pengertian dan pemahaman kelainan lipida menjadi lebth mudah dan juga bermakna praktis dalam mengikuti pengaruh diit dan pengobatan. Karena metode pemeriksaan yang digunakan tidak selalu tersedia di semua laboratorium maka selanjutnya klasif kasi

Ada beberapapersyaratanuntuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari waktu ke waktu (pada pengobatan). Pasien harus puasa 1216 jam sebelumnya. Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya chit biasa, tidak makan obat yang mempengaruhi kadar lipida, tidak ada perubahan berat badan dan sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark miokard atau operasi. Stasis vena dihindarkan sedapat mungkin dan penderita duduk sekurangnya jam. Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka antikoagulan yang baik adalah EDTA.9,10 Pemeriksaan yang sudah dapat dilakukan disini meliputi : standing plasma/serum, kolesterol total, kolesterolHDL, kolesterolLDL (cara tidak langsung), lipida total, trigliserida, betalipoprotein yang sudah agak umum dikerjakan. Fosfolipida, kolesterolLDL (cara langsung), elektroforesis lipoprotein, prof-11 SML dan apoprotein B dilakukan di beberapa laboratorium saja. Sedangkan ultrasentrifugasi belum dikerjakan di Indonesia. Nilai normal Nilai ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, keadaan sosioekonomi, jenis makanan, keaktifan fisik dan sebagainya. Kadar lemak dan lipoprotein umumnya lebih tinggi pada jenis kelamin laid-laid, usia lebih tua, keaktifan fisik kurang, penduduk daerah urban, kecuali kadar kolesterol HDL yang sebaliknya. Nilai yang normal untuk usia tua mungkin sudah tidak normal untuk usia muda. Karena itu dianjurkan untuk tidak menggunakan kata "normal" tetapi sebatknya "rujukan". Lagipula sukar sekali menarik batas antara saldt dan tidak, terlebih lagi untuk mengetahui sudah adanya atherosklerosis atau belum.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Tabel 2. Klasifikasi fenotipe hiperlipoproteinemia menurut Fredrickson et al dan Komisi WHO dengan ciri-cirinya.

Dikutip dari Assmann5, ICI

<260 mg/di

>1000
mg/di

T y p e III

350-500

mg/dl

350-500 tng/dl

=1IINIF/3 200-1000 mg/dl

pre-fi T

Type IV

<260 mg/dl

Dalam hubungannya dengan atherosklerosis berdasarkan penelitian epidemiologik maka yang risikonya tinggi adalah terutama tipe-tipe hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi, disbetalipoproteinemia dan fenotipe IIa, IIb, III. Hipertrigliseridemia familial dan fenotipe IV dan V risikonya tidak setinggi tipe-tipe yang tersebut lebih dahulu itu. Sebagai faktor "atherogenik" adalah kolesterol total, koles-

terol-LDL, trigliserida, dan apoproteinB. Sedangkan sebagai faktor "antiatherogenik" adalah kolesterol HDL. Berdasarkan petelitian oleh Lipid Research Clinic dan oleh Assmann et al di Westphalia telah dianjurkan sebagai pedoman untuk penggunaan praktis angka-angka kadar faktor-faktor tersebut dihubungkan dengan prognosa dan perlunya terapi. Lihat tabel 5.5,8
Cermin Dunia Kedokteran N o .
30 17

Tabel 3. Perbandingen Klasifikasi hiperlipoproteinemia familial menurut genetik dan fenotipik GENETI K Monogenik : Defisiensi Lipase lipoprotein (AR) Defisiensi Apoliprotein CII (AR) Hiperkolesterolemia Familial (AD) Hipertrigliseridenia Familial (AD) Hiperlipidemia Kombinasi (AD) FENOTIPI K

Tabel 5. Nilai perkiraan yang dianjurkan untuk lipida dan kolesterol lipoprotein

Risiko tidak ada Tipe I (V) Tipe I (V) Tipe Ila (adakalanya IIb) Tipe IV (adakalanya V) Tipe Ila, IIb, IV (adakalanya V) Trigliserida Kolesteroltotal KolesterolLDL < 150 < 220 <150

perlu meragukan (borderline) (perlu pengobatan tidaknya pengobatan tergantung gambaran Idinik keseluruhannya)

150 200 220 260 150 190

200 >260 > 190

Kompleks genetik : Disbetalipoproteinemia Familial (AR) Hiperkolesterolemia Poligenik

Tipe IIl Tipe Ila, lib (IV, V) KolesterolHDL : pria wanita

Prognosa baik

Risiko normal (standar)

Risiko meningkat

AR = autosomal recessive inheritance AD = autosomal dominant inheritance Heterogenitas fenotipi k terbukti di dalam kelas menurut genetik

> >

55 65

3555 45 65

< 35 < 45

(satuan dalam mg/dl) Tabel 4. Klasifikasi hiperlipoproteinemia sekunder berdasarkan fenotipe lipoprotein. TIPE Ila/lib Diabetes mellitus (insulindependent, asidosis diabetik) Obesitas Penya kit hati obstruktif Insufisiensi ginjal Al koholism Hi poti raid
"Disproteinemia"

an ini sekunder. Bila tanpa penyakit dasar, berarti primer, perlu dilakukan pemeriksaan famili. Lihat tabel 6.5,7,1 Pengobatan ditujukan kepada penyakit dasarnya dan melihat pola kelainan hiperlipoproteinemianya (tidak dibicarakan disini) .
+ + Tabel 6. Pendekatan rasional terhadap deteksi dan diagnosis hiperl ipidemia/hi perlipoproteinemia.

III

IV

+ +

+ + + + + + + +

+ + + + + + + + + + + +

Lupus ertitematosus Mieloma Porfiria Sindroma Werner

Pendekatan rasional terhadap deteksi dan diagnosis hiperlipidemia Untuk mengetahui adanya hiperlipidemia/hiperlipoproteinemia dengan pemeriksaan kadar kolesterol total, trigliserida dan standing plasma/serum sudah dapat diketahui sebagian besar kasus. Juga dapat dikenal fenotipenya, kecuali untuk fenotipe III yang memerlukan rujukan. Pemeriksaan profit SML membantu mengenali fenotipe hiperlipoproteinemia. Untuk membuat prognosa risiko atherosklerosis dan PJK perlu ditetapkan kadar kolesterolHDL dan kolesterolLDL baik secara langsung atau dengan rumus Friedewald. Selanjutnya mencari penyakit dasarnya yang bila ada berarti kelainDaftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis / redaksi.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Anda mungkin juga menyukai