DIAGNOSIS
Joewono Soeroso Sub-Bagian Reumatologi-Bagian Penyakit Dalam FK
Unair-RSU Dr. Soetomo,
Surabaya
PENDAHULUAN
Sebagian besar pasien penyakit rematik mengalami nyeri kronik. Nyeri kronik berasal dari nyeri
akut yang rekurens yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Patobiologi nyeri sangat kompleks,
namun demikian, kompleksitas sistem syaraI tetap dapat memberi kemampuan adaptasi dan
plastisitas terhadap nyeri. Pada awalnya nyeri bersiIat reversibel, tergantung dari siIat penyakit
dasar, umur pasien dan mungkin Iaktor genetik, kemudian nyeri berlanjut menjadi kronik karena
penyakit dasar tidak bisa diatasi dengan baik (mixed pain)
Pada penyakit reumatik, nyeri timbul karena terdapat jejas jaringan. Jejas tersebut
berasal dari stimuli jahat (noxious stimuli) yang menimbulkan neri nyeri nosiseptiI, misalnya
nyeri muskuloskeletal karena inIlamasi dan trauma, serta nyeri visceral. Nyeri nosiseptiI yang
berkelanjutan menimbulkan sensitisasi terus menerus pada nosiseptor dan syaraI sehingga
menimbulkan kerusakan struktural serabut syaraI sistem nosiseptiI. Kerusakan pada syaraI
menimbulkan nyeri yang khas yaitu nyeri neuropatik. Pada penyakit rematik otoimun nyeri
neuropatik juga dapat terjadi karena kerusakan struktural syaraI akibat reaksi imunologi. Nyeri
neuropatik dirasakan seperti terbakar, tersetrum, dapat dicetus dengan sedikit sentuhan, sering
berat serta resisten terhadap terapi (intractable), termasuk dengan terapi opiat. Biasanya nyeri
neuropatik disertai dengan deIisit sensorik.dan motorik. Frekuensi nyeri campuran penyakit
reumatik cukup tinggi, misalnya pada AR sekitar 27-62, pada SS sekitar 52
9
dan pada
SLE antara 50 sampai 70 . Nyeri campuran juga sering dijumpai pada penyakit degeneratiI,
seperti osteoarthritis (OA), nyeri tengkuk (neck pain) dan nyeri pinggang (back pain),
Pemahaman patobiologi akan mengantar pengelolaan pasien dengan nyeri campuran. Diagnosis
nyeri campuran sangat penting, agar bisa memberi modalitas yang tepat untuk meredakan nyeri.
PATOBIOLOGI
Inflamasi sebagai penyebab nyeri nosiseptif
InIlamasi, pada penyakit reumatik degeneratiI maupun otoimun, sebetulnya merupakan
mekanisme homeostasis, tetapi prosesnya sering berkelanjutan hingga menimbulkan kerugian.
Proses melibatkan banyak komponen seperti:
1. Sitokin (/IL-1, TNF--),
2. rowth factors mis: GM-CSF (ranulocyte macrophae colony stimulatin factor),
3. Komplemen (C5a),
4. Molekul adesi (CAM) ,
Eucosanoid yaitu derivat asam arakidonat yang meliputi prostalandin, prostasiklin, tromboksan
dan leukotrien. OAINS terutama mempunyai eIek pada eucosanoid ini, yang mana OINS
menghambat enzim COX-1 (cyclooxigenase-1) dan COX-2, sehingga sensitator nyeri;
prostaglandin (PG) dihambat . Nyeri dan hiperalgesia pada nIlamasi ditimbulkan karena
hadirnya prostalandin (PG). PG mensensitasi primary affective nociceptive (PAN) melalui
aktivasi second messener yaitu c-AMP. Leukotrien juga menyebabkan hiperalgesia melalui
aktivasi c-AMP.
MEKANISME NYERI KRONIK
Jejas pada jaringan syaraI menimbulkan perubahan drastis pada Iungsi, biokmimiawi
maupun siIat morIologiknya. Perubahan hantaran biasanya berupa lepasan ektopik spontan.
Adapun mekanisme dari nyeri kronik adalah periIer adalah sbb:
ekanisme Perifer
1. Sensitisasi periIer
Jejas syaraI melepas mediator inIlamasi seperti ion (K
, H
), bradykinin, histamin, 5-
HT (5-hydroxytryptamine), ATP(adenosine triphosphate) dan NO (nitric oxide). Aktivasi asam
arakidonat oleh enzim COX-2 (cyclooxyenase-2) yang menghasilkan PG (prostalandin)
(terutama PGE2 dan PGI1) dan oleh enzim LOX (lipooxyenase) yang menghasilkan leukotriene.
Sel sistem imun juga melepas sitokin, Iaktor pertumbuhan dan radikal bebas. Beberapa langsung
mengaktivasi nyeri pada nosiseptor periIer. Zat tersebut juga memodiIikasi respons neuron
aIeren primer terhadap stimuli berikutnya. Jika inIlamasi berlangsung kronik maka nyeri
nosieptiI dapat mempengaruhi SSP (lihat bahasan selanjutnya).Prostaglandin akan
mempengaruhi second messener (cAMP) untuk mengaktivasi PKA melalui stimulasi pada
reseptor Gs yang menyatu dengan molekul EP1 dan EP2, sedangkan bradikinin mengaktivasi
PKC melalui stimulasi pada reseptor Gq yang menyatu dengan molekul B1 dan B2. PKC dan
PKA akan memIosIorilisasi reseptor VR1 dan TTX-R untuk meningkatkan inIluks ion Ca
dan ion Na yang akan meningkatkan potensial aksi dari neuron (Gambar 1). Nyeri pada
inIlamasi kronik seperti pada AR dan SLE menimbulkan sensitisasi yang berkepanjangan.
Dimana akan mempengaruhi juga sensitisasi sentral. Penelitian terakhir juga menunjukkan peran
penting IL-1 dan TNF--pada peningkatan sensitisasi periIer
Gambar 2. Sensitisasi periIer pada nosiseptor oleh mediator inIlamasi. PKA Protein kinase A, PKC Protein
kinase C, VR 1 vaniloid receptor 1, TTX-R tetrodotoxin resistant Na channel
2
.
Tabel 1. Patobiologi nyeri kronik
ekanisme Perifer ekanisme Sentral
Sensitisasi periIer
Peningkatan ekspresi saluran ion
Peningkatan ekspresi neuropeptida
Sprouting simpatetik
Sprouting kolateral dari terminal aIeren primer periIer
Mekanisme spinal
- sprouting aIeren terminal serabut A.
- sensitisasi sentral
Mekanisme supraspinal -
penurunan inhibisi desendens dan
peningkatan eksitasi desendens
2. Peningkatan Ekspresi Saluran ion
a. Peningkatan Ekspresi Saluran ion Na,
Pada neuropati peningkatan ekspresi saluran ion Na, misalnya saluran NaTTX
resistant (Nav 1.8) dapat menimbulkan alodinia dan hiperalgesia pada jaringan syaraI.
Peningkatan ekspresi saluran Na TTX sensitiI (Nav 1.3) juga dilaporkan berhubungan dengan
jejas syaraI. Ekspresi saluran Na TTX dapat menimbulkan rentetan tembakan (repetitive firin)
pada neuron pada DRG (dorsal root anlia), karena jejas syaraI menurunkan ambang
depolarisasi. Keadaan ini menimbulkan lepasan ektopik dan lepasan spontan. Salurann Na TTX
merupakan target terapi di masa depan.
b. Peningkatan Ekspresi Janiloid Receptor 1 (VR1)
VR1 merupakan integrator stimuli nosiseptiI ujung syaraI yang peka terhadap capsaicin.
Secara selektiI VR1 dekspresi pada serabut syaraI C nosiseptiI polimodal tak bermielin
maupun serabut syaraI nosiseptiI A bermielin pada PAN (primary afferent neuron).
Peningkatan ekspresi VR1 pada jejas syaraI, menunjukkan bahwa VR1 berperan pada
patogenesis nyeri neuropatik
c. Peningkatan ekspresi saluran P2X3
Peningkatan ekspresi saluran P2X3 pada jejas syaraI juga merupakan petunjuk bahwa
saluran ini berperan pada neuropati periIer.
d. Peningkatan Saluran Lain
N type Ca channels dan saluran hyperpolari:ation-activated cyclic nucleotide modulated
dilaporkan juga mempunyai peran penting pada patogenesis nyeri neuropatik.
3. Peningkatan Ekspresi Peptida
Pada jejas syaraI, PAN meningkatkan mengekspresi berbagai neuroeptida yang berIungsi
sebagai neuritransmiter dan neuromodulator seperti VIP (vasoactive intestinal peptide), NPY
(neuropeptida Y), alanin, adenylate cyclase activatin polypeptide dan CCK (cholecystokinin).
Peningkatan ini mempunyai peran khusus pada nyeri neuropatik. NPY diekspresi pada serabut
syaraI besar dan sedang pada neuron DRG, cornu dorsalis dan nucleus gracilis yang dapat
meningkatkan hiperalgesia. Peningkatan ekspresi CCK akan menimbulkan resistensi terhadap
opioid.
4. Sprouting SyaraI Simpatik
Sprouting (tunas baru) yang timbul pada jejas syaraI disebabkan karena peningkatan lokal
ekpresi NGF (derived neurotrophic fator) dan BDNF (brain derived neurotrophic fator ).
Sprouting dari syaraI simpatik noradrenergik menyeruak ke syaraI sensorik pada DRG. Keadaan
ini biasanya timbul nyeri dengan tanda-tanda timbulnya rangsangan syaraI simpatik seperti pada
CRPS I (complex reional pain syndrome type I). Sinyal retrograde juga dapat terjadi pada jejas
DRG yang mana DRG menerima sinyal dari syaraI periIer secara terbalik. Pada keadaan ini
terjadi inIluks kalsium intraseluler yang meningkatkan COX-2 untuk meningkatkan produksi
PG dan NO. Kedua bahan ini bisa berdiIusi menuju sel presinaptik dan meningkatkan pelepasan
neurotransmiter. NO juga menstimulasi guanilat siklase untuk memproduksi cGMP, yang
mengaktivasi protein kinase G untuk melakukan IosIorilasi protein. Keadaan ini akan makin
meningkatkan Ca intraseluler. Sinyal retrograde malah semakin merangsang sprouting syaraI
simpatik ke dalam DRG, dan juga merangsang proliIerasi sel glia.
5. Sprouting kolateral PAN
Pada jejas syaraI, PAN juga mengalami regenerasi yang menimbulkan sprout pada ujung akson
pada daerah kulit yang mengalami denervasi. Peningkatan ekspresi NGF dari keratinosit dan sel
sistem imun berperan pada sprouting kolateral yang menimbulkan nyeri neuropatik.
Sensitisasi Sentral.
1. Mekanisme di Medulla Spinalis
a. Sprouting aIeren serabut A.terminal
Neuron pada medula spinalis me-relay transmisi nosiseptiI ke otak, di mana PAN berakhir pada
laminae yang berbeda pada medula spinalis kemudian berkoneksi dengan berbagai tipe dari
neuron spinalis ordo kedua (second-order spinal neurones) termasuk neuron yang spesiIik
untuk impuls nosiseptiI dan neuron wide dynamic profection. Kedua jenis neuron ini
mentransmisi inIormasi ke supraspinalis dan neuron eksitasi maupun neuron inhibisi untuk
memodulasi input sensorik.
Pada keadaan Iisiologis stimuli lemah menimbulkan pelepasan glutamat yang akan
mengaktivasi reseptor AMPA (amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxa:ole) untuk mensensasi stimuli
halus (innocuous), sedangkan stimuli kuat menyebabkan pelepasan substance P untuk
mentransmisi sensasi nyeri yang mengaktivasi reseptor NK1 (neurokinin1). Diketahui bahwa
pada cornu dorsalis, serabut sedang bermielin tipis A0berakhir pada lamina I dan serabut tak
bermielin C berakhir pada lamina II. Serabut besar bermielin A.berakhir pada lamina III dan
IV. Jejas syaraI periIer akan menyebabkan hilangnya akson sentral terminal serabut C pada
bagian luar dari lamina II, regenerasi syaraI menimbulkan tunas baru (sproutin serabut besar
bermielin A.ketempat kosong akibat lenyapnya terminal akson sentral serabut C. Sehingga
neuron spinalis ordo kedua yang biasanya menerima input dengan ambang tinggi dari serabut C,
harus menangani input dengan ambang rendah dari serabut besar bermielin A.Keadaan ini
menimbulkan rangsang taktil dirasakan sebagai nyeri , ini Ienomena yang disebut sebagai
alodinia.
b. Sensitisasi sentral
Sel glial (astrosit dan microglia) juga dapat teraktivasi dalam respons terhadap beberapa kondisi
pada nyeri yang berat misalnya pada inIlamasi subkutan, inIlamsi syaraI periIer, trauma medula
spinalis dan inIlamasi syaraI spinalis
Sel glia dapat diaktivasi oleh berbagai hal seperti
a. Patogen (virus; bakteria) sebagi perannya sebagai sel sistem imun
b. Bahan yang dilepas oleh aIeren primer yang meneruskan inIormasi seperti ATP,
excitatory amino acids (EAAs), substance P, atau
c. Bahan yang dilepas oleh neuron pada cornu dorsalis yang meneruskan inIormasi nyeri
seperti Iractalkine, nitric oxide (NO) dan prostalandins (PG)|.
Transmisi sensorik persisten (TSP) dari PAN, misalnya karena jejas syaraI, menimbulkan
sensitisasi sentral pada kornu dorsalis medula spinalis. TSP memperpanjang input sensorik pada
serabut aIeren A-0 dan C untuk melakukan depolarisasi neuron pada cornu dorsalis dimana ion
Mg
keluar melalui saluran ion terkait methyl-D-aspartate (NMDA). Kemudian diikuti dengan
dengan inIlux dari Ca
ekstrasel dan produksi nitric oxide (NO), yang merembes ke cornu
dorsalis yang diikuti dengan ekspresi berlebihan excitatory amino acids (EAA) dan substance P
dari terminal aIeren presinaptik dan menimbulkan hipereksitabilitas. Dalam situasi nyeri yang
berat, sel glia (astrosit dan mikroglia) dapat teraktivasi oleh pengaruh, sitokin pro inIlamasi,
substabnce P dan Iractalkine untuk melepas sejumlah besar molekul seperti reactive oxygen
species (ROS), NO, prostaglandin (PG), EAA, dan ATP. Sitokin proinIlamasi akan beberja
secara parakrin untuk mempengaruhi berbagai sel agak jauh di sekitarnya. Sel glia akan
membentuk umpan balik yang positiI yang menimbulkan respons berkelanjutan yang tidak
terkontrol yang menimbulkan nyeri kronik
Bahan yang dilepas glia akan meningkatkan dan melestarikan nyeri dengan cara:
1. Meningkatkan transmiter nyeri dari inIormasi yang masuk me aIeren primer.
2. Meningkatkan eksitabilitas neuron yang mentransmisi nyeri
Perlu dicatat bahwa secara luas sel glia juga berhubungan dengan banyak jaringan lain didalam
susunan syaraI sentral yang secara bersama bisa menimbulkan nyeri yang berat dan terus
menerus.
Ciri khas dari Sensitisasi sentral adalah adanya wind-up atau yang disebut lon-term
potentiation (LTP) di mana stimuli nosiseptiI yang persisten meningkatkan dan memperlama
potensial pasca-sinaptik yang menimbulkan hyperalgesia.
Gambar 3. Pada wind up terjadi rentetan impuls pada neuron aIeren primer yang menyebabkan neuron yang kedua
lebih responsiI terhadap sinyal nyeri. Disini reseptor NMDA yang normal diblok oleh Mg