Tekomas Rousta
Tekomas Rousta
Teori Normatif
Seiring dengan perkembangan media diikuti pula dengan polemik yang kemudian
menimbukkan banyak pertanyaan. Media berkembang sesuai dengan perkembangan yang
terjadi pada masyarakat. Bisa dikatakan bahwa media related dengan masyarakat
(society). Dewasa ini media bisa dikatakan berkembang ke arah kaptalis, dimana profit
menjadi tujuan utama operasionalnya. Sebenarnya bagaimana media bekerja atau
‘seharusnya’ bekerja? Panduan kerja media tertuang pada teori normatif yang
berkembang dari teori-teori yang dominan pada tiap masa. Teori normatif adalah sebuah
teori yang menjelaskan tentang bagaimana standar struktur dan mekanisme operasional
yang ideal bagi sistem media.
Market place of Idea adalah mekanisme self regulating media, yang tidak membutuhkan
peran pemerintah untuk melakukan sensor terhadap pesan yang disampaikan. Audience
tidak akan membeli pesan yang buruk. Tetapi pertanyaannya bagaimana, jika pesan yang
ditawarkan gratis? Hal ini berlaku pada televise dan radio dimana audience tidak
membayar setiap tayangan dan program yang ditawarkan masing-masing stasiun. Kondisi
ini akan membuat audience cenderung menerima begitu saja setiap pesan yang
disampaikan oleh televise (cultivation theory).
Jurnalisme Profesional
Pers sebagai produk jurnalisme dituntut untuk menjunjung tinggi profesionalistasnya. Hal
ini sesuai dengan amanat yang tersirat dalam sistem demokrasi dimana pers menjadi pilar
keempat yang memegang peranan penting. Dalam hal ini media berfungsi sebagai watch
dog kinerja pemerintah. Media memenuhi kebutuhan publik untuk mendapatkan
informasi dan mengutarakan pendapat sebagaimana yang dijamin dalam sistem
demokrasi yang dituangkan dalam perundangan negara.
Prinsip dalam Kode Etik Jurnalistik (Laitila 1995) :
1. Kebenaran dari informasi yang disampaikan
2. Informasi yang disampaikan harus jelas
3. Berpihak kepada hak publik untuk tahu
4. bertanggung jawab atas terbentuknya opini publik dari efek pemberitaan
5. Memiliki standar dalam meliput dan mempublikasikan informasi
6. Memperhatikan integritas sumber informasi
Dalam prakteknya terdapat keterbatasan dari Proses Profesionalisasi Kinerja Media :
1. Profesionalisme dikerjakan karena enggan jika dikecam oleh rekan (seprofesi)
jika melanggar standar profesionalisme. Kecenderungan ini membuat
profesionalisme dilakukan saat-saat mendesak atau kritis saja, tidak selalu setiap
waktu dikerjakan.
2. Standar profesional bersifat abstrak dan ambigu. Batasan-batasan mana yang
profesional mana yang tidak menjadi tidak jelas, terutama jika orientasi tiap-tiap
media berbeda.
3. Berbeda dengan bidang kesehatan dan hukum, profesionalitas media tidak disertai
dengan standar yang baik untuk pelatihan dan lisensi. Pelatihan bagi jurnalis
kurang memadai dibandingkan dengan jumlah jurnalis sehingga melahirkan
wartawan yang tidak berkualitas. Pentingnya lisensi sebagai kontrol juga tidak
terdapat di perusahaan media, karena tiap-tiap perusahaan punya kebijakan sendiri
dan di atasnya tidak ada lembaga dengan regulasi yang mengatur.
4. Praktisi atau pekerja media tidak murni independen dalam melakukan tugasnya.
Dalam sebuah perusahaan media, ada susunan hirarkis dan birokratis untuk
menentukan isi program atau berita yang ditayangkan. Hasil tulisan dari wartawan
harus melalui proses editing oleh beberapa jajaran termasuk dewan direksi
pemegang saham. Terkadang di sini terjadi benturan antara idealisme jurnalistik
dengan kepentingan ekonomis.
5. Di industri media, pelanggaran terhadap profesionalisme jarang mendapat respon
dan konsekuensi secara langsung. Sehingga standar profesionalisme kerap kali
tidak dihiraukan dalam menjalankan tugasnya.
Seharusnya idealisme ini mampu menjadi pedoman kerja untuk perusahaan media. Tetapi
pada kenyataannya tanggungjawab sosial media masih belum ada. Kinerja media masih
besardipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan kompetisi untuk meraih profit. Selain
kekuasaan ekonomi, kekuasaan politis pimpinan perusahaan juga bisa menjadi faktor
penyebab. Karena se-idealis apapun pekerja media, berdasarkan hirarki kekuasaan
tertinggi tetap ada di pimpinan perusahaan.
Isu yang berkembang kemudian adalah dengan munculnya civic jurnalism. Ini adalah
bentuk jurnalisme yang interaktif dimana pemberitaan di media juga bisa mengambil
hasil reportase masyarakat yang bukan pekerja media bersangkutan untuk dipublikasikan.
Hal ini dianggap dapat meningkatkan kreatifitas dan partisipasi dari masyarakat untuk
mewujudkan gagasan great community.
Di samping konsep yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa konsep lain tentang teori
normatif, yakni Developmental Media Theory, Democratic – Participant Theory, Western
Concept, Development Concept, Revolutionary concept, Authiritarian concept, dan
Communism Concept. Untuk Indonesia, harus selektif dalam memilih teori dan konsep
yang dijadikan pedoman kerja media. Sistem untuk media berkaitan dengan kondisi yang
berlaku di Indonesia baik secara sosial, politis, dan budaya. Menurut saya konsep yang
seharusnya diberlakukan di Indonesia selain konsep Sosial Responsibility adalah
Development Concept. Kebutuhan akan teori normatif yang menjadi pedoman kerja
media menuntut agar pemerintah dan media bekerja bersama untuk memastikan bahwa
media bekerja sesuai aturan yang disepakati bersama dan dapat mendukung
perkembangan dan kemajuan negara. Negara Indonesia adalah negara berkembang dan
cenderung labil. Walaupun kita menganut sistem pemerintahan demokrasi, tetapi pada
kenyataannya masyarakat belum siap mengikuti sistem itu. Indikasinya kebebasan
berpendapat menjadi cenderung kebablasan, atau malah media semakin tidak terlindungi
oleh undang-undang. Dikatakan mandiri tidak, dikuasai pemerintah tidak juga.
Agar media memiliki peran dan fungsi strategis untuk kepentingan negara, perlu
perhatian dari pemerintah terhadap media itu sendiri. Karena media massa merupakan
sarana potensial untuk mempersatukan bangsa di Indonesia yang sangat plural untuk
bersama mendukung perkembangan nasional, JIKA ada aturan main yang jelas. Tertuang
secara tegas dalam undang-undang yang menjamin bahwa media merupakan lembaga
independen yang seharusnya ’dimudahkan’ oleh undang-undang agar tidak hanya
terfokus pada kepentingan ekonomi semata.
Bahan Bacaan :
Baran, Stanley J. Dan Dennis K. Davis. Mass Communication Theory. Canada :
Wadsworth. 2003.
Mc. Quail, Dennis. McQuail’s Mass Communication Theory. London : Sage Publications.
2005.