Anda di halaman 1dari 33

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN PEGAWAI

SEBAGAI ALAT PENUNJANG KESUKSESAN


PELAYANAN BIROKRASI
Gud Reacht Hayat Padje, S.Pd

I.PendahuIuan
Pelatihan dan pengembangan merupakan usaha
untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan
antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki
oleh organisasi/instansi. Usaha meningkatkan
kemampuan kerja pegawai dapat dilakukan dengan
menambah pengetahuan, keterampilan dan mengubah
sikap, sehingga dapat menjadi kekayaan organisasi yang
paling berharga, karena dengan segala potensi yang
dimilikinya, pegawai dapat terus dilatih dan
dikembangkan, sehingga dapat lebih berdaya guna, dan
berprestasi optimal guna mencapai tujuan organisasi.
Adanya kesenjangan antara kemampuan
pegawai dengan yang dikehendaki organisasi,
menyebabkan perlunya organisasi menjembatani
kesenjangan tersebut, salah satu caranya adalah dengan
pelatihan dan pengembangan. Dengan demikian
diharapkan seluruh potensi yang dimiliki pegawai, yaitu
pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat ditingkatkan,
yang pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan.
Di lingkungan PNS, pendidikan dan pelatihan
adalah suatu proses penyelenggaraan belajar-mengajar
dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS dalam
melaksanakan jabatannya. Tujuannya adalah:
a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan PNS kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah R;
b.Menanamkan kesamaan pola piker yang dinamis dan
bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif
untuk melaknakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan;
c. Memantapkan semangat pengabdian yang
berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pengembangan partisipasi masyarakat;
d. Meningkatkan pengetahuan, keahlian atau
keterampilan, serta pembentukan sedini mungkin
kepribadian PNS "(PP No. 14 Tahun 1994 pasal 2)
Berdasarkan pasal 2 PP No. 14 Tahun 1994 di
atas, maka sesungguhnya kemampuan PNS tidak perlu
diragukan lagi karena setiap pegawai pernah mendapat
pendidikan dan pelatihan, minimal pendidikan dan
pelatihan prajabatan. Namun yang menjadi kendala,
seringkali kali masyarakat atau pengguna jasa
pemerintah dikecewakan dengan pelayanan yang tidak
berkualitas, berlarut-larut, dan memerlukan biaya yang
tinggi.
Hal-hal inilah yang menjadi suatu pertanyaan
besar bagi penulis, yang membuat hati tergerak untuk
melihat lebih dalam mengenai "5eIatihan dan
5engembangan 5egawai sebagai aIat 5enunjang
kesuksesan 5eIayanan birokrasi.

II. Ruang Lingku5 Kegiatan Poendidikan dan PeIatihan
PNS
Menurut Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1994
jenis pendidikan dan pelatihan antara lain terdiri dari:
a.Pendidikan dan PeIatihan Prajabatan.
Pendidikan dan pelatihan pra jabatan adalah
pendidikan dan pelatihan yang disyaratkan dalam
pengangkatan PNS. Pendidikan dan pelatihan
prajabatan yang dimaksud untuk melakukan
pembentukan sikap mental, kemantapan fisik dan
disiplin serta untuk memenuhi kebutuhan,
kemampuan dan keahlian atau keterampilan bagi
calon PNS yang diperlukan untuk menduduki suatu
jabatan pegawai negeri.
b.Pendidikan dan 5eIatihan daIam jabatan
Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan adalah
pendidikan dan pelatihan bagi PNS, yang terdiri atas:
1)Pendidikan dan pelatihan struktural.
Dalam pasal 7 PP No. l4 tahun 1994 ditentukan
bahwa pendidikan dan pelatihan struktural adalah
pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan
bagi PNS yang akan diangkat dalam jabatan
struktural. Pendidikan dan peatihan struktural
terdiri dari:
a) Pendidikan dan pelatihan staff dan Pimpinan
Administrasi tingkat pertama yang seanjutnya
disebut Diklat SPAMA yaitu Pendidikan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi PNS yang
terpilih dan memiliki kemampuan untuk
diangkat dalam jabatan struktural eselon .
b) Pendidikan dan pelatihan Staff dan Pimpinan
Administrasi tingkat Menengah yang
selanjutnya disebut Dikiat SPAMEN yaitu
pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan
bagi PNS yang terpilih dan memiliki
kemampuan untukdiangkat dalamjabatan
struktural eselon H.
c) Pendidikan dan pelatihan Staff dan Pimpinan
Administrasi tingkat tinggi yang selanjutnya
disebut Diklat SPAT yaitu pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan bagi PNS yang
telah menduduki jabtan struktural eselon dan
terpilih serta memiliki kemampuan untuk
diangkat dalam jabatan struktural eselon .
2)Pendidikan dan pelatihan fungsional.
Menurut pasal 8 PP no.14 tahun 1994 yang
dimaksud dengan pendidikan dan pelatihan
fungsional adaah pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan bagi PNS yang akan dan telah
menduduki jabatan fungsional. Pendidikan dan
pelatihan fungsional dapat dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan
fungsional.
3)Pendidikan dan pelatihan teknis.
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
untuk membeni keterampilan dan penguasaan
pengetahuan d bidang teknis tertentu kepada
PNS, sehingga mampu melakukan tugas dan
tanggung jawabnya yang diberikan sebaik-
baiknya. Pendidikan dan pelatihan teknis ini dapat
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat
dan jenis pekerjaan PNS yang bersangkutan.

III.KesaIahan Pendidikan dan PeIatihan daIam Birokrasi
Dapat disimpulkan kesalahan dalam pelatihan dan
pengembangan pegawai yang dapat merusak dan
mematikan pelatihan adalah terletak pada kesesuaian
kepribadian atau pertentangan kepribadian antara pihak
pimpinan dan pegawai bawahan. (Thomas, 1995:39)
a.Peran yang kurang jelas.
Kurangnya pemahaman dapat menimbulkan
pertanyaan siapa yang sesungguhnya bertanggung
jawab dalam pelatihan. Atasan mungkin saja tidak
memiliki pengertian mendalam tentang apa yang
harus dilakukannya dalam pelatihan, kapan dan
bagaimana melakukanya. Selain itu terdapat pula
ketidaksiapan dalam penyuluhan, pengarahan yang
dibutuhkan, apakah bawahan siap dan bersedia
menerima bantuan.
b.Gaya manajemen yang kurang sesuai.
Gaya manajemen merupakan pola perilaku konsisten
yang digunakan oleh pimpinan saat bekerjasama
melalui orang lain. Besarnya pengawasan atau
kebebasan yang diberikan oleh atasan kepada
pegawai seringkali tergantung pada anggapan
pimpinan terhadap pegawai; apakah mereka
pemalas, tidak dapat diandalkan, bertanggung jawab
atau sebaliknya apakah mereka kreatif, memiliki
motivasi dan mampu berinisiatif. Di lain pihak, sikap
yang ditunjukkan oleh pegawai sangat tergantung
pada harapan dan keinginan mereka apakah mereka
menginginkan pemimpin dengan jiwa pimpinan yang
kuat, apakah mereka akan menunjukkan
kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kreatifvitas.
c.Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung.
Pelatihan melibatkan pengarahan dengan kontak
pribadi angsung. ni sering menimbulkan kesulitan
bagi pimpinan atau atasan yang tidak terbiasa
melakukan hubungan tatap muka satu lawan satu
dengan bawahan untuk jangka waktu tertentu.
Timbulnya rasa takut ini dapat membongkar
kekurangan atasan sebagai pelatih, baik yang
berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun
keahlian khusus. Barangkali juga karena yang
bersangkutan merasa cemas akan kehilangan
persepsi kekuasaannya di mata pegawai, suatu
kelebihan yang membuat dirinya memperoleh
kerelaan dan kepercayaan dan pegawai atau bahkan
pimpinan khawatir akan kehilangan rasa hormat dan
loyalitas mereka (seperti kasus di ndonesia)

IV. Pendekatan DikIat dan Pers5ektif Pim5inan dan
Pegawai Tingkat Bawah
Banyak kasus dan permasalahan yang
ditimbulkan dan masalah hubungan antara pegawai baik
pimpinan dengan pegawai bawahan maupun pimpinan
dengan pimpinan yang dapat mengganggu proses
pelatihan dan pengembangan pegawai. Untuk itu kita
dapat meninjau sebelumnya bagaimana pelatihan itu
sendiri dengan dilihat dari perspektif pimpinan dan
perspektif pegawai bawahan, (Thomas, 1995:48).
a.Pelatihan dan Pendekatan Pimpinan
Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses
bekerja dengan dan melalui perorangan, kelompok,
serta sumber lain untuk mencapai sasaran organisasi
(Hersey dan Blanchard dalam Thomas,1995:48).
Keberhasilan departemen manapun dalam suatu
organisasi bergantung pada pengembangan dan
kinerja dari para pegawainya, dan bukan semata-
mata pada pribadi pimpinan. Bila setiap anggota staf
diberi kekuasaan untuk mengambil lebih banyak
tanggung jawab, peran manajer akan lebih banyak
memberikan tuntutan. Pimpinan harus mengubah
manajemen dengan pengawasan menjadi
manajemen dengan tanggung jawab baik dari dirinya
sendiri maupun pihak lain, dan selanjutnya
menerapkan manajemen dengan cara menjadikan
dirinya fasilitator di lingkungan kerja yang bersuasana
belajar. Pimpinan yang berniat mencapai tujuan
seperti ini akan melihat proses pelatihan sebagal
sarana vital untuk menghadapi tantangan dan pilihan
yang akan dihadapi dalam suasana baru, dan
memastikan bahwa pegawai telah siap dan bersedia
memikul tanggung jawab serta otoritas menyangkut
tugas barunya apabila yang bersangkutan diminta
melakukannya.
Sangat penting bagi pimpinan untuk mendapatkan
komitmen pegawai yaitu dengan cara memberikan
kesempatan kepadanya untuk meningkatkan
tanggung jawab dan keterlibatannya dalam sejumlah
keputusan kunci yang dapat mempengaruhi pribadi
dan pekerjaannya. Di samping itu perlu adanya
peluang berkreasi dan bekerja sama khususnya bagi
pihak bawahan. Upaya membangkitkan gairah kreatif
merupakan hal yang sangat penting bagi pimpinan.
Pelatihan erat kaitannya dengan bagaimana suatu
pekerjaan harus dilakukan dan dengan apa harus
dikerjakan. Artinya suatu kegiatan yang menuntut
kesabaran dan kesediaan pihak pimpinan.
Perubahan-perubahan terukur menyangkut
pembelajaran dan penerapan keterampilan baru
membutuhkan waktu untuk memulai dan
mengembangkannya. Pegawai di sini perlu memiliki
keluwesan dan kemampuan penyesuaian yang tinggi
untuk menghadapi pribadi yang berbeda satu sama
lain, serta prioritas yang mereka hadapi. Keterampilan
dalam memimpin dan menjadi fasilitator sangat
diperlukan. Bagi pimpinan, pelatihan dapat disebut
berhasil bila dilihat adanya kemajuan dalam tampilan
dan kinerja pegawai, bila pegawai mempunyai
kemampuan menyelesaikan tugas dengan lebih baik
serta mampu mengambil tanggung jawab dan otoritas
yang diberikan kepadanya.
b.Pelatihan dan Pendekatan Pegawai
Pelatihan bagi pegawai merupakan suatu cara yang
bermanfaat dan merupakan sarana belajar yang
sesuai dengan upaya memikirkan tanggung jawab
dan otoritas tugas baru. Selain memberikan peluang
untuk mempertanyakan dan menguji dugaan,
pelatihan sekaligus membantu meningkatkan
apresiasi mengenai masalah dan tekanan yang
peenah dialami oleh atasan. Pelatihan juga
merupakan seperangkat keterampilan yang jelas dan
terpisah, jauh berbeda dengan manajemen biasa
lainnya yang seharusnya dikuasai oleh para manajer.
Bagi pegawai, pelatihan dianggap berhasil bila
perkembangan yang terjadi dapat dirasakan secara
pribadi dan profesional lewat dorongan, dukungan
dan bimbingan atasan. Untuk itu perlu dilihat
bagaimana kesesuaian antara pimpinan sebagai
pelatih (trainer) di satu sisi dengan pegawai sebagai
yang dilatih (trainee)? Pelatihan disebut berhasil jika
menghasilkan prestasi, kelangsungan hubungan
kerja, serta kemajuan hubungan kerja positif antara
pimpinan dan pegawai yang diharapkan dapat saling
menyesuaikan dirinya dengan berbagai hal untuk
mencapai hubungan kerja yang yang dilandasi sikap
saling mempercayai.

V. Pengamatan Ke5ribadian Pim5inan dan Pegawai
daIam Proses PeIatihan dan Pengembangan
Setiap harinya saat berhadapan dengan pegawai
maka seorang manajer atau pimpinan menghadapi
potensi sukses atau konflik, begitu pula ia
mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas
departemennya. Begitu juga sebagai seorang individu
yang mempunyai kecenderungan dan kebiasaan untuk
berperilaku dengan cara tertentu. Carl Jung, tahun 1923
dalam salah satu teorinya memberikan penjelasan
tentang kepribadian manusia. Jung melihatnya sebagal
suatu pola, dan ia menyebutnya sebagai tipe psikologis,
pola manusia yang ebih senang melihat dan membuat
penilaian. Dalam teorinya Jung mengatakan bahwa
semua aktivitas mental yang disadari dapat
diklasifikasikan dalam empat proses mental, dua proses
persepsi (akal sehat dan intuisi) dan dua proses
penilaian 'pikiran dan perasaan' (Thomas, 1995:52)
Pola yang dibawa sangat sederhana dengan dibagi
menjadi empat pola yaitu:
a.Tipe dominan pemimpin.
Sifat dominan pemimpin ditimbulkan oleh kebutuhan
yang paling dalam untuk memimpin, mengendalikan,
mengambil tanggung jawab, terhadap orang dan
situasi di sekitar. Tipe ini berorientasi pada masalah
dan menyukai tantangan. Mereka senang berbicara
secara terbuka, suka mengawasi, atau
mengendalikan, berkemauan keras, mandiri, tidak
tenang, memusatkan perhatian pada sasaran,
cenderung menentang orang sekitar dan praktek-
praktek konvensional serta tidak menyukai rutinitas.
b.Tipe interaksi sosialisasi.
Tipe ini sering berbicara, popular, pandai meyakinkan
orang lain, impulsive, bersemangat, energik, dan
secara mencolok membutuhkan pengakuan sosial
serta senang diperlakukan dengan kehangatan. a
selalu mencoba mempengaruhi orang lain dengan
sikap optimis, ramah, sambil memusatkan perhatian
pada hasil positif, baik dalam lingkungan sosialnya
maupun tempat kerjanya, lebih dari yang lain,
kekaguman dan penerimaan orang sehingga sangat
berarti baginya. Karena penghargaan dan
persetujuan dapat membuatnya termotivasi, dan tipe
ini sering menjadi pusat perhatian dan berada di
pusat kegiatan.
c.Tipe hubungan mantap.
ndividu dan tipe ml biasanya tenang, serba terukur,
mudah bergaul, muda diduga, sederhana. Mereka
lebih menyukai gerak langkah yang mudah da
perlahan. Mereka menyukai kemantapan dan memiliki
kecenderungan pada tindakan-tindakan
keberlanjutan. Mereka memusatkan perhatian pada
sikap yang membangun kepercayaan, dan mengincar
hubungan pribadi jangka panjang. Sasaran mereka
adalah mempertahankan lingkungan yang stabil,
aman, dan seimbang.
d.Tipe pemikir hati-hati.
Tipe ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya
akurat, dapat diandalkan. mandiri, penuh perhatian,
dan panjang akal. Tipe ini menyukai privasi, agak
tertutup baik dalam pikiran dan perasaannya. a
perenung, tertutup, penuh pertimbangan, serta dalam
berbagai situasi selalu siap dengan pertanyaan
mengapa dan bagaimana kepada dirinya sendiri. a
penemu, senang melihat sesuatu dengan cara baru,
dan sering memiliki pandangan yang unik, tidak
senang mengambil resiko, suka menyendiri, tertutup
dan tidak berperasaan. Pada umumnya mereka tidak
takut mengungkapkan emosi yang tidak terkendali
dan tindakan irasional, ciri yang sangat mengganggu
keinginan untuk mencapai sasaran.
Dengan melihat keempat perilaku walaupun
terdapat tipe perilaku yang lain yang merupakan
campuran dari 4 tipe perilaku yang telah diuraikan di
atas, maka seorang atasan, pimpinan atau manajer
dapat mengambil gaya pelatihan masing-masing yang
disesuaikan dengan tipe perilaku masing-masing. Untuk
itu Thomas (1995) mencoba untuk membuat pelatihan
yang cocok untuk masing-masing perilaku:
a.Pelatihan yang melibatkan tipe dominan pemimpin.
1) Tunjukkan bagaimana mereka dapat
memenangkan pertandingan, berikan kesempatan
dan peluang baru.
2)Ubah dan variasikan rutinitas, carilah kesempatan
yang menjanjikan variasi.
3) Tunjukkan alasan dan jalan pikiran yang logis,
kembangkan keterampilan mendengarkan,
misalnya dengan menguraikan dengan jelas
semua kesepakatan.
4)Berikan data, fakta, dan uraian yang tepat.
5) Sepakati saran dan batasnya. Kemukakan
penghargaan atas prestasi dan komitmennya
pada akhir diskusi bila perlu berikan dokumen
tertulis, biarkan a melakukan tugasnya sendiri
meski tetap dalam pengawasan.
6) Berikan kesempatan untuk menggali inisiatit
dalam batas-batas yang ditentukan.
b.Pelatihan yang melibatkan tipe interaksi sosiahsasi.
1) Berikan dukungan penuh semangat terhadap
kebutuhan mereka pada penghargaan dan
penampilan, bila memungkinkan, tunjukkan
kepercayaan terhadap gagasan dan perasaan
mereka.
2) Hindarkan rincian yang rumit, berikan fokus yang
jelas dan utuh.
3) Berikan alasan dan logika, bantu mereka
mengembangkan keterampilan mendengar
dengan cara menguraikan secara jelas semua
bentuk kesepakatan.
4) Membantu mereka mengembangkan rencana
menyangkut hasil-hasil yang telah dicapai dengan
basis konsisten.
5) Membuat variasi tugas-tugas rutin, hindarkan
penugasan jangka panjang dan berulang-ulang.
6) Memberi satu pujian yang tulus, tunjukkan
perhatian pada pencapaian dan kemajuan yang
mereka lakukan.
7) Atasan tidak melakukan tindakan agresif,
sehingga dapat menghindari semua bentuk
argumentasi pribadi karena mereka membenci
konflik.
8) Manajer atau pimpinan dapat memberi
rangsangan agar mereka dapat bekerja cepat.
c.Pelatihan yang melibatkan tipe hubungan mantap.
1) Jelaskan bahwa gagasan anda tidak
mencadangkan banyak resiko.
2) Memberi suatu peringatan yang memadai
terhadap kemungkinan terjadinya perubahan,
penugasan yang kurang terencana, ataupun
tehnik yang belum teruji.
3) Yakinkan dengan alasan dan pertimbangan logis.
Berikan data dan bukti yang diperlukan.
4) Seorang pelatih dapat menunjukkan minatnya
kepada pegawai atau peserta latihan.
5) Pelatih memberikan garis besar dan instruksi
yang jelas.
6) Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
memberikan pelayanan dan bantuan kepada
orang lain.
7) Menciptakan lingkungan kerja yang santal dan
bersahabat.
d.Pelatihan yang melibatkan tipe pemikir hati-hati.
1) Lakukan pendekatan secara tidak langsung,
berhati-hati, dan tanpa kesan mengancam.
2) Menunjukkan alasan atas keputusan yang akan
diambil dan memberikan penjelasan yang masuk
akal.
3) Memberikan kesempatan berpikir, bertanya, dan
menyelidiki kemajuan dan kinerja pihak ketiga
sebelum memintanya untuk membuat keputusan
4) Memberikan pujian atas kesungguhan dan
kejujuran bila dipandang perlu.
5) Pelatih meminta penjelasan dan bantuan untuk
menghindari konflik atau sikap membela diri.
6) Memberikan waktu kepadanya untuk merenung,
mempertimbangkan, dan mencari jawaban terbaik
dalam batas-batas yang sesuai.
Pengertian yang lebih baik tentang perbedaan
alami diantara tipe-tipe di atas akan sangat
membantu pelatih (trainer) dalam hal ini pimpinan
atau tenaga ahi dalam mendapatkan wawasan
tentang perilaku pegawai atau karyawan di tempat
kerja. Penyesuaian yang dilakukan oleh pihak pelatih
merupakan kunci keberhasilan. Karena sikap ini
menuntut kesediaan dan kemampuan atasan untuk
melibatkan diri dengan sejumlah perilaku yang tidak
selalu sama denga gaya yang dimiliki, sehingga akan
dapat menghadapi situasi dan hubunga kerja secara
efektif.
Untuk situasi birokrasi di ndonesia pengaruh
budaya yang begitu melekat dan jaman dulu sampai
sekarang, membuat lembaga birokrasi sulit untuk
berubah. Di sini pelatihan serta karakter kepribadian
baik pimpinan dan pegawai tingkat bawah yang telah
dibahas di atas untuk birokrasi ndonesia sebenarnya
sudah diterapkan. Melalui analisis kepribadian yang
dalam serta pemahaman yang baik terhadap perilaku
pegawai maka tipe pelatihan yang telah dikemukakan
di atas akan dapat berhasil. Gambaran bagaimana
tipe pelatihan melalui pengamatan kepribadian ini
dapat dilihat dari uraian di bawah ini:
a. Pelatihan yang melibatkan tipe dominan
pemimpin dapat dilihat dari penerapan:
1)Program pendidikan dan pelatihan manajemen
pemerintahan, yaitu pendidikan dan pelatihan
bidang kepala wilayah atau daerah, pendidikan
dan pelatihan bidang staf umum wilayah atau
daerah, pendidikan dan pelatihan bidang
kader. Dilanjutkan kebijakan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan manajemen
pemerintahan yang telah dilaksanakan selama
ini antara lain mencakup Sekolah Tinggi
Pemerintahan Dalam Negeri, nstitusi lmu
Pemerintahan, serta kursus terhadap legislatif.
2) Pendidikan dan pelatihan penjenjangan
karier,meliputi:
(a) Sekolah Pimpmnan Administrasi Tingkat
dasar (SEPADA)
(b) Sekolah Pimpinan Tingkat Lanjutan
(SEPALA)
(c) Sekolah pimpinan Tingkat Madya
(SEPADYA)
(d) Sekolah staf.
(e) Pimpinan Administrasi tingkat Atas
(SESPA)
nti dari pelatihan ini melibatkan pegawai yang
mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik. Melalui
pengamatan kepribadian terhadap perilaku
pegawai maka organisasi atau lembaga birokrasi
dapat menerapkan pelatihan yang sesuai dengan
kepribadian pegawai.
b. Pelatihan yang melibatkan tipe interaksi
sosialisasi.
Pelatihan ini dapat diberikan kepada pegawai
yang mempunyai interaksi sosial yang tinggi,
melalui kepribadiannya yang senang berbicara,
pandal meyakinkan orang lain maka pelatihan
yang balk dilakukan adalah melalul:
1)Program seminar.
Pelatihan melalui pertemuan ilmiah untuk
membahas hash suatu penelitian atau makalah
ilmiah guna memperoleh tanggapan dan
masukan dan para peserta seminar demi
penyempurnaan hash tulisan dimaksud.
Melalui seminar yang diikuti maka pegawai
aparatur akan memperoleh wawasan dan
pengetahuan, perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi yang nantinya
memungkinkan bagi para pegawai untuk
menentukan bagaimana dan langkah apa yang
perlu ditempuh untuk pengembangan din dan
karier dalam rangka melaksanakan tugas.
2)Program lokakarya atau simposium.
Merupakan pertemuan ilmiah praktis untuk
melakukan proses diskusi dalam rangka
membahas masalah yang berkaitan dengan
tugas-tugas, kondisi kerja, teknik metode kerja
baru. Dengan mengikuti lokakarya, para
aparatur pemermntah akan memperoleh
wawasan dan pengetahuan baru tentang
perkembangan teknik metode kerja yang
nantinya berguna untuk pengembangan diri
dan karier dalam rangka melaksanakan tugas
sehari-hari.
3) Pelatihan yang melibatkan tipe hubungan
mantap.
ndividu pegawai yang mempunyai kepribadian
tenang, serba terukur, sederhana dan mudah
bergaul serta mempunyai kepercayaan yang
penuh dan mantap dalam pendirian maka
pelatihan yang diterapkan dapat melalul:
(a)Program studi banding.
Pegawai dalam hal ini diberikan suatu
perbandingan tentang lingkungan yang
berbeda dengan tempat kerjanya sehingga
dia dapat memperoleh wawasan dan
pengetahuan praktis guna membantu
menyelesaikan masalah. Proses studi
banding ml dapat terprogram oleh lembaga
tertentu melalui mengajar ketertinggalan
tertentu. ngmn mengetahui sesuatu hal
kesuksesan di tempat lain dan ingin
mencontohkannya. Program ini dilakukan
dengan mengirim pegawai untuk
melakukan studi banding sebagai pelatihan
di tempat kunjungan dengan tujuan
tertentu, maka pegawai akan memperoleh
suatu pendidikan berupa wawasan dan
pengetahuan tentang program-program
baru yang nantinya bermanfaat bagi
pengembangan diri dan pengembangan
organisasi.
(b) Cara lain pelatihan ini dapat melalui
program magang.
Metode ini praktis bagi para pegawai
birokrasi untuk memperoleh pengetahuan
keterampilan khusus bidang tertentu dan
pengalaman langsung di bawah suatu
bimbingan program yang bersifat terjadwal.
Bimbingan program dimaksud adalah
bidang tertentu dengan menggunakan
jadwal dan didampingi oleh instruktur atau
pelatih secara khusus dengan tujuan
memantapkan kemampuan pegawai sesua
bidang kerjanya.
4) Pelatihan yang melibatkan tipe pemikir hati-
hati.
Pelatihan ini dikhususkan pada pegawai yang
sudah memiliki keahilan dan keterampilan
khusus, serta pegawai yang khusus bertugas
sebaga; pengambil keputusan dan perencana
dalam organisasi atau birokrasi. Dalam hal ini
kepribadian tipe pemikir hati-hati biasanya
terdapat pada seorang pemimpin yang
memimpin suatu organisasi atau lembaga
birokrasi. Pelatihan yang diterapkan berkaitan
dengan tipe perilaku dominan pemimpin yaitu
diklat pimpinan yang disebut dengan program
diklat struktural atau penjenjangan. Tujuan
diselenggarakannya diklat perjenjangan atau
struktural adalah untuk meningkatkan
kemampuan struktural yang berupa
kepemimpinan para pejabat struktural. Diklat
ini didesain dengan menggunakan pola
tersusun secara terpadu dan seimbang antara
kemampuan kognisi, afeksi, etika pemerintah
dan keterampilan memimpin.
Pemahaman terhadap perilaku pegawai yang
dilatih merupakan suatu pelatihan yang baik di
samping sistem pelatihan yang telah dijelaskan
di atas, seperti pelatihan yang bersifat
magang, pelatihan untuk eksekutif serta
pelatihan lainnya.
Sistem perekrutan pegawai dan perbaikan
sistem pendidikan di lingkungan kerja juga
harus dimantapkan terlebih dahulu, sehingga
proses pelatihan dan pengembangan pegawai
dapat saling mendukung satu sama lain.
Pemberian tugas secara bervariasi tidak
sekedar bersifat rutinitas, mengemukakan
pendapat secara terbuka antara pimpinan dan
pegawai, pemakaian sarana teknologi beserta
sosialisasinya, penyesuaian kepribadian dan
komunikasi yang baik antara pimpinan dan
pegawai dapat membuat sistem pelatihan yang
berhasil. Pelatihan yang berhasml tentunya
membawa manfaat kepada pimpinan, pegawai
dan organisasi. Keberhasilan pelatihan ini juga
diterapkan karena adanya hubungan satu
lawan satu dan dialog interaktif yang menuntut
keterampilan komunikasi tingkat tinggi. Disiplin
tinggi dalam proses pelatihan berfokus pada
kesempatan dan masalah aktual. Sehingga
dapat dikatakan pelatihan dapat ditingkatkan
dan diubah dalam prestasi seseorang ataupun
tata laksana kantor. Unsur ini juga berisi
penjelasan dan tujuan, sehingga membuka
kemungkinan untuk mengarahkan pada saran
dan tujuan demi peningkatan produktivitas dan
efisiensi kerja. Pelatihan dan pengembangan
yang dilaksanakan dalam birokrasi publik
hendaknya merupakan suatu proses yang
terorganisasi dan memegang teguh disiplin,
hasil yang dapat dijangkau dan diukur,
pendalaman masalah, penemuan dan
pembelajaran secara kontinu. Jadi tidak lagi
pelatihan dan pengembangan pegawai itu
sebagai suatu program yang harus dan wajib
dilaksanakan oleh suatu organisasi.
Selama berlangsungnya proses pelatihan
maka di samping menghadapi tantangan yang
baru, pegawai tingkat bawah mengambil
tanggung jawab pembelajaran dan sasaran
ditentukan dalam situasi baru. Sehingga
pelatihan dan pengembangan pegawai
mempunyai kecenderungan tertentu dalam
proses perubahan:
a. Situasi kerja yang semula pegawai yang
mempunyai sifat ketergantungan dapat
menjadi lebih mandiri atau otonom. ni akan
menumbuhkan keberanian pada seseorang
yang pada saat-saat tertentu memaksa
seseorang mengambil keputusan dan
mencari penyelesaian masalah, walaupun
atasan tidak menyetujui keputusan yang dia
ambil. Sikap atasan yang bijaksana adalah
dengan memberi dukungan terhadap
gagasan bawahan, sekaHpun dianggap
kurang lazim sekaligus mengarahkannya.
b. Dengan pelatihan dan pengembangan
pegawai, seorang pegawai dapat
mengalami perubahan, yaitu dan
ketidaktahuannya menjadi seseorang yang
berwawasan. Di sini pegawai atau peserta
yang dilatih dipompa keberaniannya untuk
mempertimbangkan alasan, menarik
simpulan umum, membuat generalisasi dan
mengambil dugaan sementara sampai
menarik garis merah dengan apa yang
terjadi di masa lampau. Dari usaha ini
pegawai dapat menganalisis serta
menjabarkan dengan akurat setiap masalah
yang timbul dalam tugas baru mereka.
c. Dengan pelatihan dan pengembangan
pegawai maka pegawai dilatih untuk lebih
mementingkan diri orang lain daripada
mementingkan diri sendiri. Artinya Pegawai
yang dapat menyelesaikan pekerjaannya
dengan sangat memuaskan perlu
mendapat pujian, namun hendaknya pujian
itu untuk mempengaruhi orang lain seperti
rencananya dan gagasannya dapat
membantu pihak lain, melalui keterlibatan
dan konsultasi dengan pihak lain. Proses ini
akan terhambat apabila seseorang menjadi
sombong dan menganggap ini hanya usaha
perorangan dan keberhasilannya semata,
sementara sumbangan kepada kelompok
secara keseluruhan atau keberhasilan
organisasi diabaikan.
d. Pelatihan dan pengembangan pegawai
melatih seorang atasan ataupun bawahan
serta seluruh pegawai untuk
mempertimbangkan kebutuhan akan
kepastian dan batas-batas toleransi pada
ketidakpastian. Maksudnya seseorang
pimpinan perlu mempertimbangkan
perubahan tindakan, dan memberikan
dukungan kepada pegawai dalam hal
mengambil resiko dan mencoba gagasan,
sekalipun belum meyakini hasilnya.
e. Dengan pelatihan dan pengembangan
pegawai maka pegawai dapat
meninggalkan tugas yang serba rutinitas
menjadi suatu situasi yang ebih kompleks.
Di sinilah diperlukan sikap atasan atau
manajer atau pimpinan untuk memberikan
kesempatan kepada pegawainya untuk
menangani masalah yang menuntut
keterampilan dan pengalaman baru, serta
meningkatkan pengetahuan yang semula
bersifat relatif dangkal menjadi kemampuan
yang relatif ebih mendalam. Secara tidak
sadar akan menimbukan ketegangan
diantara dua belah pihak yaltu di satu pihak
terjadi kekhawatiran karena yang
bersangkutan harus menghaclapi situasi
baru, di lain pihak karena timbulnya rasa
takut untuk menghadapi situasi baru.
Dalam situasi seperti ini diperlukan
perlakuan bijak dan seorang manajer atau
pimpinan dalam memberi dorongan aktif
dan keterbukaan dalam meraih sukses
jangka panjang.
f. Dengan pelatihan dan pengembangan
pegawai maka melatih pegawai serta
pimpinan untuk berubah dalam sikap yang
bercitra negatif ke citra positif. Pimpinan
dapat mendukung perubahan ini dengan
memberikan pujian atas kekuatan dan
kemampuan yang ditunjukkan dan
menawarkan tanggapan yang tidak
evaluatif, namun berdasar fakta yang
berkaitan dengan peningkatan atau
kemajuan kerja.

VI. NiIai-niIai Good Governance daIam Pengembangan
Pegawai
Pada level yang lebih praksis pengembangan
sumber daya manusia di ndonesia lebih merujuk pada
persoalan organisasi, dengan rencana kerja dan
manajemen kerja kurang dapat dipahami secara baik
oleh pemerintah sebagai perancang sistem dan 8take
holder8 lainnya sebagai pelaku atau :8er. Resiko yang
dihadapi adalah proses yang berbeda menghasilkan
o:5:t yang sangat berbeda. Sebagal contoh jika mau
jujur; pelatihan-pelatihan dan penjenjangan karier di
pemerintahan melalui SPAMA, SPAMEN dan
sebagainya, ternyata hanya dimaknai oleh peserta
pendidikan sebagai salah satu tahap untuk kenaikan
pangkat atau pergaulan birokrasi. Hal ini di luar tujuan
dan pendidikan itu sendiri. Pertanyaannya kemudian,
bagaimana birokrat ndonesia akan bisa maju dan
melayani masyarakat secara optimal jika pemahaman
tentang pengembangan diri hanya sebatas kesadaran
individual untuk kenaikan pangkat semata? Dan
kenaikan pangkat tersebut berarti inheren pula dengan
kenaikan gaji. Seharusnya kesadaran pegawai dalam
menempuh jenjang kependidikan didasarkan pada
kesadaran kelembagaan secara kolektif dalam rangka
meningkatkan kualitas diri untuk pelayanan masyarakat.
Bertolak dari nilai kesadaran tersebut perlu
dipikirkan untuk merancang sebuah disain
pengembangan sumber daya manusia yang adaptif
dengan kondisi di ndonesia diperlukan sebuah konsep
yang jelas tidak hanya mendeskripsikan kebutuhan
jangka pendek tetapi ebih bagus jika disain yang
dirancang memuat sistem keberlanjutan pasca
pengembangan karier dilakukan. Sebagai ilustrasi
terdapat model ideal yang dipandang bisa menjadi
pedoman untuk memetakan sistem pengembangan
karier dalam suatu organisasi. Model ini merujuk pada
sinergi yang seimbang antara aspek pengembangan
karier, perencanaan karier dan manajemen karier.
Perencanaan karier dan manajemen karier dalam
organisasi publik hendaknya akomodatif terhadap nilai-
nilai ood overnance yang dewasa ini tengah
dikembangkan dalam sistem pemerintahan di ndonesia.
Selama ini perencanaan karier dan manajemen karier
menjadi milik sepihak birokrasi publik, tanpa merespon
keinginan dan inisiatif para pegawai. Keterlibatan para
pegawai dalam merancang karier sangat diperlukan, ada
peluang seseorang menentukan jalur kariernya, hal ini
sebagai manivestasi atas perlindungan hak-hak individul
pegawai dalam merencanakan arah pengembangan diri.
Apa yang tampak pada gambar di bawah ini merupakan
konsep hubungan antara perencanaan dan manajemen
karier.


















Sumber: T.G. Gutteridge, Organizational Career Development System dalam H.
John Bernardin & Joyce E. A. Russel

Skema di atas memperlihatkan bahwa untuk
memunculkan sebuah sinergi pengembangan sumber
daya manusia diperlukan sebuah proses lanjutan yang
terinspirasi dan diadaptasi dari aspek penencanaan
karier dan manajemen karier. Sebuah konsep ideal juga
harus ditunjang dengan adanya perangkat keras yang
baik. Dalam hal ini kualitas sumber daya manusia yang
"2:25:ni sehingga terjamin keberlanjutan sebuah
sistem PSDM yang baik di semua lini. Keterpeduan
antara perencanaan karier dengan manajemen karier
organisasi hanya akan terwujud, jika di dalam PSDM
mengembangkan nilai-nilai partisipasi, transparansi, dan
keadilan.
Partisipasi, Transparansi dan Keadilan merupakan
bagian indikator ood overnance yang inheren untuk
diakomodasi ke dalam Pengembangan Pegawai.
Pengembangan pegawai perlu difasilitasi dengan sebuah
perencanaan karier dan manajemen karier yang
jelas.Dalam rangka perencanaan karier hendaknya peran
individu (pegawai) perlu diutamakan untuk melakukan
perencanaan kariernya sendiri. Dengan demikian
manajemen karier hendaknya dapat memberikan ruang
partisipasi para pegawai untuk menyumbangkan
pemikiran. Di samping itu manajemen karier bersifat
tansparan dan adil. Diharapkan manajemen karier
dikelola secara transparan, artinya ada keterbukaan
informasi terhadap para pegawai. Kebijakan-kebijakan
yang menyangkut manajemen karier seperti kebijakan
rekruitmen, seleksi, alokasi, penilaian kinerja maupun
pengembangan dan pelatihan disampaikan secara
terbuka kepada pegawai. Jika informasi tersebut
disampaikan secara terbuka maka pada gilirannya
pegawai dapat merespon dengan lebih baik, untuk
kepentingan pengembangan diri mereka. Sedangkan
keadilan yang dimaksudkan, adalah bahwa dalam
manajemen karier hendaknya memberikan peluang yang
adil kepada pegawai untuk mengembangkan diri. Perlu
adanya integrasi antara karier yang direncanakan oleh
individu dengan perencanaan karier oleh organisasi.
Untuk mengintegrasikan antara rencana karier individu
dengan organisasi diperlukan ilustrasi jalur karier
organisasional, sehingga dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang alternatif karier yang dapat mereka
tempuh. Pegawai sebaiknya melakukan analisis terhadap
kekuatan dan kelemahan diri masing-masing supaya
diperoleh pertimbangan yang akurat untuk menentukan
jalun karier yang sesuai.
Proses integrasi antara rencana karier individu
dengan manajemen karier organisasional terwujud,
melalui kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam
melakukan identifikasi terhadap permasalahan karier
yang dihadapi, kemampuan atau kompetensi yang
dimiliki, di samping memikirkan kebutuhan tenaga kerja
organisasi di masa yang akan datang. ni merupakan
strategi pribadi (Koontz, 1986:492-500) dalam rangka
memanfaatkan peluang karier secara tepat. Adapun
proses pengembangan karier pribadi terdiri atas;
penyiapan profil pribadi, pengembangan sasaran
profesional, analisis tantangan, kesempatan dan
lingkungan, analisis kekuatan dan kelemahan pribadi,
mengembangkan alternatif karier strategis, menguji
konsistensi alternatif dan menyusun pilihan strategis,
mengembangkan tujuan karier jangka pendek dan
rencana selanjutannya, peleksanaan rencana karier dan
melakukan pemantauan. nisiatif dan partisipasi tersebut
diharapkan akan terjadi keterpaduan antara kebutuhan
karier individu dan organisasi. Sebaliknya organisasi
hendaknya selalu responsif terhadap rencana karier
pegawai, dan bersedia secara dialogis membuka ruang
bersama untuk saling memberikan informasi dan
berdiskusi untuk pengembangan karier tersebut.

VII.Sim5uIan
Pelatihan dan pengembangan pegawai sangat
tepat dflaksanakan jika sesuai kebutuhan suatu
organisasi. Kebutuhan pelatihan dapat berupa
kekurangan dalam bidang pengetahuan, sikap, perilaku,
kecakapan, dan keterampilan pada peserta yang hendak
dipenuhi melalui kegiatan pelatihan. Dengan demikian
kebutuhan pelatihan bukanlah kebutuhan di bidang
pelatihan itu sendiri, tetapi juga kebutuhan untuk
mendapatkan atau diberi pelatihan. Untuk itulah
pelatihan atau pengembangan pegawai itu dilakukan
karena diharapkan untuk dapat mengurangi, mampu
meniadakan kesenjangan antara kinerja faktual dan
kinerja potensial dapat membuat perubahan-perubahan
pada pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan
peserta.
Agar kebutuhan itu nyata artinya pelatihan itu
merupakan kebutuhan yang sungguh-sungguh dan
program mi dapat memenuhi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan itu sendiri maka perlu diadakan analisis
kebutuhan program pelatihan dan pengembangan
pegawai itu sendiri. Tujuannya agar dapat ditemukan
siapa yang membutuhkan pelatihan, pelatihan dan
pengembangan di bidang apa, dan mengapa mereka
membutuhkan pelatihan itu sendiri.
Sangat perlu melakukan studi banding tentang pelatihan
dan pengembangan pegawai yang dilakukan di negara-
negara lain, untuk mendapatkan masukan bagi perbaikan
system pelatihan dan pengembangan di ingkungan
birokrasi ndonesia. Di samping itu pelatihan dan
pengembangan yang dilakukan hendaknya sesuai
dengan visi dan misi organisasi. Namun ironisnya
kenyataan yang ada bahwa promosi dan penempatan
pegawai atau jabatan struktural yang menjadi sumber
motivasi bagi para pejabat birokrasi, tidak didasarkan
pada prestasi kerja dan kemampuan memberi ayanan
kepada masyarakat tetapi ebih sering didasarkan atas
senioritas, loyalitas pada atasan dan kepercayaan atasan
pada bawahan.
Dalam melakukan pelatihan dan pengembangan
pegawai baiknyaterlebih dahulu perlu diadakan
bagaimana pengamatan kepribadian antara pimpinan
dan bawahan balk itu antara pejabat atas dengan
pegawai bawahan. Langkah tersebut akan mengantar
pada tercapainya suatu kesesuaian kepribadian yang
dapat membantu kelancaran komunikasi keduanya
sehingga pelatih dapat menyesuaikan din dengan
mereka yang dilatih. Jika kondisi tersebut dapat tercipta
maka kunci keberhasilan dan diadakannya pelatihan dan
pengembangar pegawai sudah terpegang.
Secara fungsional birokrasi berfungsi sebagal
ingkungan pembelajaran antara atasan dan bawahan
juga antara pegawai secara keseluruhan termasuk
pejabat birokrasi dengan pegawai biasa yang nota bene
sebagai pelayar masyarakat. Hendaknya para pimpinan
dan pegawai dengan sepenuh hati bertanggung jawab
dalam membenikan pelayanan kepada masyarakat dar
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh si
pemberi mandat yaitu masyarakat.
Dengan pelatihan dan pengembangan pegawai
maka pejabat atau pimpinan birokrasi maupun pegawai
dapat melatih diri mereka secara aktif dan merespon
setiap tugas yang diberikan, bertanggung jawab,
menciptakan agenda pembelajaran pribadi. Diharapkan
pada setiap sesi latihan dapat dibangun suasana
pelatihan dan wawasan, pengalaman dan pembelajaran
masa lalu, di samping juga memberikan keterampilan
dan pemahaman yang memungkinkan bawahan untuk
tumbuh dan mengembangkan kecakapan khusus, serta
merentangkan keterampilan. Dengan melalui sejumlah
metode pembelajaran praktis dan aktif, akan dapat
semakin memperkaya pengetahuan, kemampuan teknis
dan perilaku di samping pengalaman kerja yang
angsung diperoleh seseorang, dari kegiatan-kegiatan
sehari-hari serta masalah-masalah pekerjaan yang
dijumpai dalam pelaksanaan tugas.

VIII.Rekomendasi
Setelah melihat secara konseptual tentang
pelatihan dan pengembangan serta permasalahan
yang ditimbulkan terutama dalam kasus birokrasi di
ndonesia yang begitu kompleks, maka diperlukan
perbaikan sistem, khususnya dalam manajemen SDM
seperti sistem rekrutmen, sistem pendidikan dan
budaya organisasi yang selayaknya dapat diubah tahap
demi tahap. Sesuatu yang ebih utama adalah
menciptakan seseorang yang bekerja di ingkungan
birokrasi sebagai lembaga rakyat yang senantiasa
bersikap konsisten terhadap tanggung jawabnya.
Pegawai dan ingkungan kerja hendaknya diformat
sesuai dengan visi dan misi serta tujuan organisasi.
SDM yang berkualitas menjadi bagian penting dalam
rangka menciptakan komitmen terhadap orientasi
organlsasi. Melalui pelatihan dan pengembangan yang
didasarkan pada kebutuhan kompetensi menjadi suatu
tuntutan yang semakin mendesak.
Pelatihan dan pengembangan pegawai
diperlukan dan hendaknya benar-benar menjadi suatu
proses berlangsungnya pembelajaran semua pihak
yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk itu alternatif di dalam pelatihan dan
pengembangan yang telah disesuaikan dengan sistem
pelatihan sebagaimana telah diterangkan di atas,
seperti program pelatihan dan pendidikan manajemen
pemerintahan, pendidikan dan pelatihan penjenjangan
karier pada tipe perilaku dominan pemimpin dan
pelatihan lain yang telah dijabarkan, disesuaikan
dengan kepribadian pegawai melalui pengamatan
organisasi atau lembaga birokrasi dapat diterapkan di
lingkungan birokrasi. Ditambah dengan pemahaman
yang baik terhadap pegawai dan tidak terbentur dengan
aturan dan prosedur bagaimana pegawai negeri
seharusnya bekerja di lingkungan birokrasi
berdasarkan minat, kemampuan serta potensi yang ada
dalam dirinya. Untuk itu juga pelatihan yang perlu
dilakukan dalam lingkungan birokrasi mengingat
masalah loyalitas dan tidak ada komunikasi antar
pegawai baik pimpinan dan bawahan maka perlu
dilakukan coachin, yang merupakan salah satu
metode dalam on the job trainin. oachin berarti
komunikasi yang terencana. Kesalahan pada coachin
yaitu mengancam seseorang dengan semacam
hukuman atas kesalahan yang terus menerus, kritik
yang terus menerus yang menyebabkan pegawai
tingkat bawah tidak diberi kesempatan dalam
mengungkapkan pendapat dan tidak dapat
bekerjasama. Adapun coachin yang berhasil yang
dapat disarankan untuk dikembangkan hendaknya
mengembangkan nilai-nilai sebagai berikut:
1. Pengawas tidak menebak adanya masalah, karena
bukti masalah didapat dan contoh-contoh kerja, data
dan dikumpulkan pada waktu observasi.
2. $e88ion coachin for2al yaitu pertemuan antara
pengawas dan bawahan di dalam suatu sesi formal
untuk mengetahui posisi bawahan dan menentukan
bagaimana seharusnya. Dengan menanyakan
kepada bawahan pendapatnya terhadap situasi
yang dihadapkan sekarang.
3. ollow :5 yaitu bila seorang atasan dan bawahan
tidak ada kata sepakat tentang apa yang dilakukan
dalam tugas selanjutnya maka ben waktu
secukupnya sebelum melakukan tindak lanjut
melihat bagaimana bawahan melakukannya.
Pelatihan dan pengembangan pegawai
pemerintah hendaknya tidak sekedar merupakan
pemenuhan tuntutan formalitas seperti diklat struktural,
fungsional dan teknis, melainkan diperlukan diklat yang
benar-benar berorientasi pada tuntutan profesionalisme
dan kompetensi pegawai yang selaras dengan detail
tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu
pengembangan pegawai hendaknya merupakan suatu
proses dan aktivitas yang melekat pada birokrasi,
sehingga menjadi sebuah proses pembelajaran terus
menerus. Hal ini dapat didukung dengan metode
coachin. Pengembangan pegawai perlu diarahkan
pada kemampuan di bidang perencanaan, selama ini
kemampuan perencanaan terkesan sangat emah.
Pelatihan yang perlu dilaksanakan juga adalah
Pelatihan dalam melakukan perencanaan
pembangunan di suatu wilayah. Alasan dilakukan
pelatihan ini adalah mengingat bahwa pemerintah
belum mempunyai kualisifikasi sebaga perencana
profesional. Bagaimana bentuknya? Jawabnya
pemerintah daerah bisa melakukan kerjasama dengan
perguruan tinggi yang ada. Pelatihan dilakukan dengan
kerjasama seperti ini karena melalui pelatihan ini akan
terjadi interaksi yang positif antara peguruan tinggi
yang rnemproduksi dan menyebarkailmu pengetahuan,
untuk kalangan birokrasi sendiri baik daerah maupun
pusat, dapat memakai pengetahuan tesebut untuk
memecahkan rnasalah public. Konkritnya pelatihan ini
ditujukan pada perencana daerah Kabuten/Kota, yang
disebut pelatihan perencanaan pembangunan,
perencanaan daerah dan perencanaan keuangan serta
perencanaan ain yang dianggap perlu.
Cara-cara di atas dapat dipraktikkan di
ingkungan birokrasi mengingat masalah tidak
efektifnya fungsi pengawasan, dominasi pemimpin,
berkembangnya kolusi, melembaganya korupsi,
koneksi dan relasi yang telah menghiasi praktek
birokrasi. Melalui pelatihan dan pengembangan
pegawai. maka dapat melatih pejabat sebagai pelatih
yang baik dan bawahan sebaga peserta latihan yang
dapat melakukan tugas pemerintahan dengan
kerjasama dan komunikasi yang terencana secara dua
arah antara pejabat birokrasi dan pegawai, sehingga
pada saat kembali ke tempat kerja dapat melakukan
perbaikan-perbaikan yang bersifat strategis.


DAFTAR PUSTAKA


Bernardin, Jhon.H, dan Joyce E.A. Russel, 1993, Human
Resource Management, an Experiental Approach,
McGraw-Hill Book Co, nc., Singapore.

Dessler, Gary, 1997, Manajemen Sumberdaya manusia,
(Human Resources Management) Aih bahasa
Benyamin Molan, PT. Prenhallindo, Jakarta.

Dwiyanto, Agus,2002, Reformasi Birokrasi Publik di
ndonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Effendi, Tadjuddin Noer, 1993, Sumberdaya Manusia
Peluang Kerja Dan Kemiskinan, Tiara Wacana,
Yogyakarta.

Eugene McKenna dan Nic Beech,2000, The Essence of
Manajemen Sumberdaya manusia, Andi,Yogyakarta.

Flippo, Edward,B., 1984, Principles Of Personal
Management, Mc Grow Hill, New York nc.

Gibson, vancevich, Donnely, 1995. Organisasi Perilaku,
Struktur dan Proses, Edisi Kelima, Aih Bahasa oleh
Djarkasih, Editor Agus Dharma, Cetakan Kedua yang
Diperbaiki 1989, dicetak dan diterjemahkan Abdul
Rasyid, Penerbit Pustaka Bunaman Presindo, Jakarta,

Gomes, Faustino Cardoso, 2001, Manajemen Sumberdaya
manusia, Andi Offset, Yogyakarta.

Hardjana, Agus.M, 2001, Training SDM yang Efektif,
Kanisius, Yogyakarta.

Hasibuan, Sayuti, 1992, Sumberdaya manusia dan Model
Pemecahan Masalah, Dalam Pedoman Pelatihan
perencanaan Pengembangan Sumberdaya manusia
Tin gkat Propinsi, Bappenas, Jakarta.

rianto, Jusuf. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Manajemn
Pelatihan. Surabaya: nsan Cendekia

Kiggundu, Mosses.N, 1989, Managing Organizations in
Developing Countries, An Operational and Strategic
Approach, Kumarian Press nc, USA.

Koontz, Harold, et.al., 1986, ntisasri Manajemen, Bina
Aksara, Jakarta.

Moekijat, 1985, Latihan dan Pen gembangan Pegawai,
Alumni , Bandung.

Mukaram Marwansah, Mukaran, 2000, Manajemen
Sumberdaya manusia, Pusat Penerbit Administrasi
Niaga, Politeknik Negri Bandung , ndonesia.

Musanef, 1986, Mantjemen Kepegawaian di ndonesia,
Gunung Agung, Jakarta.

Notoatmodjo, SoekiQo, 1992, Pengembangan Sumberdaya
manusia, Rineka Cipta, Jakarta.
Nugroho. D, Riant, 2001, Reinventing ndonesia, Menata
Ulang Manajemeri Pemerintahan untuk Membangun
ndonesia Baru dengan Keunggulan Global, PT. Elex
Komputindo, Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 Tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negri SipiL

Peraturan Pemerintah No.14 tahun 1994 Tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil.

Pertamina,1992, Kursus Prinsip-Prinsip Pengawasan
Lanjutan (KPPL), Pusat Pendidikan dan Latihan
(PUSDKLAT), Jakarta.

Sikula, Andrew F, 1981, Personal Admisnitration And Humas
Resources Management, Santa Barbara, John Wiley &
Sons.

Sofo, Fransesco. 2003. Pengembangan Sumberdaya
Manusia. Alih Bahasa Jusuf rianto. Airlangga
University Press: Surabaya

Sondang, P. Siagian, 2000, Manajemen Sumberdaya
manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

T.G. Gutteridge, Organizational Career Development
System dalam Bemardin, John H.dan Joyce
E.A.Russel, 1993, Human Resource Management,
MCGraw-Hill, nc., Singapore.

Anda mungkin juga menyukai