Anda di halaman 1dari 23

Konsep promosi kesehatan

Promosi kesehatan sbg bagian dari tingkatan pencegahan penyakit


Promosi kesehatan sbg upaya memasarkan, menyebarluaskan, mengenalkan atau
menjual kesehatan
Promosi kesehatan adl memasarkan atau menjual atau memperkenalkan pesan2
atau upaya2 kesehatan, shg masyarakat menerima atau membeli perilaku kesehatan
atau mengenal pesan kesehatan tsb shg mau berperilaku hidup sehat
iagram 5 Level of Prevention Againts iseases

Health
Promo-tion
Specific
Protection
Early
iagnosis
&Prompt
Treatment
isability
Limitation
Rehabili-tation
Pre-pathogenesis phase Pathogenesis phase
Primary prevention
Secondary
prevention
Tertiary prevention

Five level of Prevention
Health Promotion
Specific Protection
Early iagnosis & Prompt Treatment
isability Limitation
Rehabilitation
Health Promotion
Health education
Peningkatan gizi
Pengawasan pertumbuhan anak
Perumahan sehat
Hiburan/rekreasi
Nasehat perkawinan
Pendidikan sex
Specific Protection
munisasi
Higiene perorangan & sanitasi lingkungan
Perlindungan thd kecelakaan
Perlindungan kerja
Perlindungan thd karsinogen
Perlindungan thd allergen
Early iagnosis & Prompt Treatment
Pencarian kasus
Survei individu/massal
Survei screening
Menyembuhkan & mencegah berlanjutnya proses penyakit
Mencegah penyebaran penyakit menular
Mencegah komplikasi
isability Limitation
Perawatan yang baik & tepat
Mencegah komplikasi lebih lanjut
Perbaikan fasilitas utk mengatasi cacat & mencegah kematian
Rehabilitation
Health education
Fasilitas utk melatih kembali kemampuan yg masih tersisa
Memanfaatkan org cacat dlm pekerjaan
Perkampungan rehabilitasi
Perjalanan Penyakit
Fase pre-pathogenesis: pada awal serangan, agent menstimulasi timbulnya gejala pd pejamu
> masa inkubasi/masa permulaan serangan agent. Apabila pd fase ini berlangsung reaksi
antigen-antibodi yg menghasilkan kekebalan, maka pejamu akan terhindar dari fase berikutnya
Fase pathogenesis: telah ditemukan gambaran klinis laboratoris dr kasus ybs. Terjadi
kerusakan organ tubuh yang ditandai dg gambaran klinis yg lengkap (tanda & gejala)
Tingkatan Pencegahan
Primer: semua tindakan yg ditujukan pd 3 faktor penyebab penyakit, bertujuan mencegah
reaksi interaksi penyebab penyakit, mencegah terjadinya stimulus yang menimbulkan horizon
klinis
Sekunder: tindakan yang bertujuan mencegah stimulus yg telah terlanjur terjadi agar tdk
menjadi menahun (chronic state), agar kasus penyakit dpt sembuh tanpa cacat atau menjadi
karier
Tersier: bertujuan mencegah berkembangnya penyakit ke tkt yg lebih berat/fatal, mencegah
kematian/kesembuhan dg cacat/kesembuhan sbg karier
Promosi kesehatan (L.Green)
Segala bentuk kombinasi pendidikan dan intervensi yg terkait dg ekonomi, politik, dan
organisasi, yg dirancang utk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yg kondusif bagi
kesehatan
Lebih menekankan kpd peningkatan kemampuan utk hidup sehat, bukan sekadar berperilaku
sehat
The Ottawa Charter, 1986
Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve,
their health
Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatan
Kondisi dan sumber daya yang paling mendasar untuk dapat hidup sehat > perdamaian,
perlindungan, pendidikan, ketersediaan pangan, pendapatan, keseimbangan ekosistem,
sumber daya alam yang berkelanjutan, keadilan sosial dan persamaan derajat
Jakarta eclaration For Health Promotion, 1997
Health promotion is carried out by and with people not on or to people
Promosi Kesehatan adalah usaha bersama dan oleh masyarakat untuk keluar dari masalah
kesehatan
Prioritas Promosi Kesehatan abad 21:
1. Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan
2. Meningkatkan investasi utk pembangunan kesehatan
3. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan
4. Meningkatkan kemampuan perorangan dan masyarakat
5. Mengembangkan infrastruktur untuk promosi kesehatan

Promosi Kesehatan dan Perilaku
Masalah kesehatan ditentukan oleh 2 faktor: faktor perilaku dan faktor non-perilaku (fisik)
ntervensi faktor perilaku:
pendidikan (education) > long lasting
paksaan atau tekanan (coercion) > tdk langgeng
ntervensi faktor non-perilaku: pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih
dan pembuangan tinja, penyediaan pelayanan kesehatan, dll
Hubungan Status Kesehatan, Perilaku & Promkes

Faktor Predisposisi
Faktor yg dpt mempermudah terjadinya perilaku pd diri seseorang atau masyarakat
Pengetahuan dan sikap thd apa yg akan dilakukan > tahu manfaat, tahu siapa dan dimana,
sikap positif
Kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di masyarakat > positif dan negatif
ntervensi: pemberian informasi, atau pesan kesehatan dan penyuluhan kesehatan
Faktor pemungkin
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adl fasilitas, sarana dan prasarana yg
mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat
Tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, sarana sanitasi dan air bersih
Terakses dan terjangkau
ntervensi: memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan
masyarakat > berikan pancing bukan ikan
Faktor penguat
Sikap dan perilaku petugas, tokoh masyarakat
Peraturan perundangan, keputusan pemerintah
ntervensi: pelatihan formal atau informal, advokasi pejabat formal,
Tujuan: model perilaku sehat, transformasi pengetahuan






uLllnlSl SLPA1
SehaL merupakan sebuah keadaan yang Lldak hanya Lerbebas darl penyaklL akan LeLapl [uga mellpuLl
seluruh aspek kehldupan manusla yang mellpuLl aspek flslk emosl soslal dan splrlLual
MenuruL WPC (1947) SehaL lLu sendlrl dapaL dlarLlkan bahwa suaLu keadaan yang sempurna balk secara
flslk menLal dan soslal serLa Lldak hanya bebas darl penyaklL aLau kelemahan (WPC 1947)
ueflnlsl WPC LenLang sehaL mempunyul karakLerlsLlk berlkuL yang dapaL menlngkaLkan konsep sehaL
yang poslLlf (Ldelman dan Mandle 1994)
1 MemperhaLlkan lndlvldu sebagal sebuah slsLem yang menyeluruh
2 Memandang sehaL dengan mengldenLlflkasl llngkungan lnLernal dan eksLernal
3 enghargaan Lerhadap penLlngnya peran lndlvldu dalam hldup
uu no231992 LenLang kesehaLan menyaLakan bahwa kesehaLan adalah keadaan se[ahLera darl badan
[lwa dan soslal yang memungklnkan hldup produkLlf secara soslal dan ekonoml ualam pengerLlan lnl
maka kesehaLan harus dlllhaL sebagal saLu kesaLuan yang uLuh Lerdlrl darl unsurunsur flslk menLal dan
soslal dan dl dalamnya kesehaLan [lwa merupakan baglan lnLegral kesehaLan

BEBERAPA DEFINISI SEHAT SAKIT
1.DEFINISI SEHAT SAKIT MENURUT DASAR KEPERAWATAN
- DEFINISI SEHAT (WHO) 1947
sehat : Suatu keadaan yang sempurna baik Iisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan.
Mengandung 3 karakteristik :
1.MereIleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
2.Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan ektersnal.
3.Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatiI dan produktiI.
Sehat bukan merupakan suatu kondisitetapai merupakan penyesesuaian, bukan merupakan suatu
keadaan tapi merupakan ptoses.
Proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap Iisik mereka tetapai terhadap
lingkungan sosialnya.
2.DEFINISI SEHAT SAKIT DALAM KEPERAWATAN
- DEFINISI SEHAT PENDER (1982)
Sehat : Perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang
lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan
penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankanstabilitas dan integritas struktural.
- DEFINISI SEHAT PAUNE (1983)
Sehat : Fungsi eIektiI dari sumber-sumber perawatan diri (selI care Resouces) yang menjamin
tindakanuntuk perawatan diri ( selI care Aktions) secara adekual.
SelI care Resoureces : encangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap.
SelI care Aktions : Perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh,
mempertahan kan dan menigkatkanIungsi psicososial da piritual.
3. DEFINISI SEHAT MENURUT PERSEORANGAN
Pengertian sehat menurut perseorangan dan gambaran seseorang tentang sehat sangat bervariasi.
Faktor yang mempengaruhi diri seseorang tentang sakit :
1.Status Pekembangan.
Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan merespon terhadap
perubahandalam kesehatan dikatakan dengan usia.
Contoh : Bayi dapat merasakan sakit, tetapi tidak dapat mengungkapkan dan mengatasi.
Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu memudahkan untuk melaksanakan
pengkajian terhadap individu dan membantu mengatisipasi perilaku-perilku selanjutnya.
2.Pengaruh sosial dan kultural
Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat dan diturunhan dari orang tua keanak-
anak.
Contoh : Cina : sehat adalah keseimbangan antara Yin dan yang.
- Sosok (ekonomi rendah) Ilu suatu yang biasa, merasa sehat.
3. Pengalaman masa lalu.
Seseoran dapat mempertimbangkan adanya rasa nyeri / sakit disIungsi (tidak berIungsi)
membantu menentukan deIinisi seorang tentang sehat.
4. Harapan sesorang tentang dirinya.
Seseorang mengharapkan dapat berIungsi pada tingkat yang tinggi baik Iisik maupun
psikososialnya jika mereka sehat.
Faktor lain yang berhubungan dengan diri sendiri.
1.Bagaimana individu menerima dirinya dengan baik / secara utuh.
2.SelI Esleem (harga diri), Body Image (gambaran diri), kebutuhan, peran dan kemampuan.
3. DEFINISI SAKIT
yaitu deIiasi / penyimpangan dari status sehat.
PEMONS (1972)
Sakit : gangguan dalam Iungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan organisme
sebagai siste biologis dan penyesuaian sosialnya.
BAUMAN (1965)
Seseoang menggunakan3 kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1.Adanya gejala : Naiknya temperatur, nyeri.
2.Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
3.Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja , sekolah.
Penyakit adalah istilah medis yang digambarkansebagai gangguan dalam Iungsi tubuh yang
menghasilkan berkuranya kapasitas.
Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan sakit.
1.Hasil interaksi seseorang dengan lingkungan.
2.sebagai maniIetasi keberhasilan / kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan.
3.Gangguan Kesehatan.
Faktor-Iktor yang mempengaruhi tingkah laku sehat.
Sehat sakit berada pada sesuatu dimana setiap orang bergerak sepanjang kehidupannya.
1.Suatu skala ukur secara relatiI dalam mengukur ke dalam sehat / kesehatan seseorang.
2.kedudukannya : dinamis, dan bersiIat individual.
3.Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kemauan pada titik
yang lain.
Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
Iaktor-Iaktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama Iaktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam
konteks pengertian yang lain. Banyak ahli IilsaIat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran,
dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep
sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (1).


UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sefahtera dari badan, fiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur Iisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

DeIinisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun
seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu
untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit (2).

MASALAH SEHAT DAN SAKIT
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersiIat alamiah maupun masalah buatan manusia, social
budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being,
merupakan resultante dari 4 Iactor (3) yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological
balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersiIat preventiI, promotiI, kuratiI, dan
rehabilitatiI.
Dari empat Iaktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan Iaktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah
laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh Iaktor-Iaktor seperti kelas
sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang
ditentukan secara klinis), bergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi
yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh
gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi
klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang
dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam
keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors,
ayurveda dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru
berdasarkan paradigma sehat (4). Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir
pembangunan kesehatan yang bersiIat holistik, proaktiI antisipatiI, dengan melihat masalah
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak Iaktor secara dinamis dan lintas
sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per-
lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang
sakit. Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang
bersiIat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat.
Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan
kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang
mempunyai konotasi biomedik dan sosio cultural (5).
Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness sedangkan dalam bahasa
Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio kultural terdapat
perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease dimaksudkan gangguan Iungsi
atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikoIisiologik pada seorang individu, dengan
illness dimaksud reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan
kurang nyaman (1).
Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan pasien mengalami illness
yang dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai kelainan organik maupun
Iungsional tubuh.
Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas pengetahuan sehat-sakit pada
aspek sosial budaya dan perilaku manusia; serta khusus pada interaksi antara beberapa aspek ini
yang mempunyai pengaruh pada kesehatan dan penyakit. Dalam konteks kultural, apa yang
disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut sehat pula dalam kebudayaan lain. Di
sini tidak dapat diabaikan adanya Iaktor penilaian atau Iaktor yang erat hubungannya dengan
sistem nilai.

KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian proIesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan
dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai
aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6).
DeIinisi WHO (1981): Health is a state of complete physical, mental and social well-
being, and not merely the absence of disease or infirmity. WHO men-deIinisikan pengertian
sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial
seseorang.
Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena
penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran
normalnya secara wajar.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan Ienomena yang dapat dikaitkan dengan
munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat
menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu:
Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersiIat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit
akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan
dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut
masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau
kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu
keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan
dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti halnya orang yang sehat (7).
Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan
oleh intervensi suatu agen aktiI yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur
atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya,
misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik
Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong
(kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah
berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut (8).
Hasil penelitian kualitatiI dan kuantitatiI atas nilai - nilai budaya di Kabupaten Soppeng,
dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan
bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh
budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di
dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri
sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang
bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses
komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa.
Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal derita akibat
leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa
tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa
melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang Ianatik Islam dirasakan sebagai
beban trauma psikosomatik yang sangat berat (8).
Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan
Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil
diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika
menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi
orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan,
tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare.
Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit
dilihat dari keadaan Iisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya
panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan
perut bengkak. Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran
modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti
sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti
panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan
lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin tidak ada tanda-tanda di
badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat,
gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan
terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan(9).
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptiI persepsi masyarakat beberapa daerah di
Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan
individu mengalami serangkaian gangguan Iisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak
yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak naIsu makan. Orang
dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan naIsu makan, atau "kantong
kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3
bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasiIikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat
digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga
kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-
lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka
terhadap penyebab sakit.

Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut :
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau
beli obat inIluensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi,
supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya
badan panas.

b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas, makan
udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah
ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan
Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain-lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya
proporsi campurannya tidak tepat.

c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh
hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di
Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke
bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.

d. Sakit tampek (campak) Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak
dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan
membalur anak dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun
suwuk, yang menurut kepercayaan dapat mengisap penyakit.

KE1ADIAN PENYAKIT
Penyakit merupakan suatu Ienomena kompleks yang berpengaruh negatiI terhadap
kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-
macam penyakit baik di zaman primitiI maupun di masyarakat yang sudah sangat maju
peradaban dan kebudayaannya.
Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia,
sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari
keadaan sosial yang normatiI. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ
tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan
psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya
merupakan akibat
dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan(11).
Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan ber-gantung jenis penyakit. Secara
umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai Iaktor antara lain parasit, vektor, manusia dan
lingkungannya.
Para ahli antropologi kesehatan yang dari deIinisinya dapat disebutkan berorientasi ke
ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya,
tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi
kebudayaannya melalui proses umpan balik (Foster, Anderson, 1978) (12).
Penyakit dapat dipandang sebagai suatu unsur dalam lingkungan manusia, seperti tampak
pada ciri sel-sabit (sickle-cell) di kalangan penduduk AIrika Barat, suatu perubahan evolusi yang
adaptiI, yang memberikan imunitas relatiI terhadap malaria. Ciri sel sabit sama sekali bukan
ancaman, bahkan merupakan karakteristik yang diinginkan karena memberikan proteksi yang
tinggi terhadap gigitan nyamuk Anopheles. Bagi masyarakat Dani di Papua, penyakit dapat
merupakan simbol sosial positiI, yang diberi nilai-nilai tertentu. Etiologi penyakit dapat
dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai akibat dosa. Simbol sosial juga dapat merupakan
sumber penyakit. Dalam peradaban modern, keterkaitan antara symbol-simbol sosial dan risiko
kesehatan sering tampak jelas, misalnya remaja merokok.
Suatu kajian hubungan antara psikiatri dan antropologi dalam konteks perubahan sosial
ditulis oleh Rudi Salan (1994) (13) berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu
kasusnya sebagai berikut: Seorang perempuan yang sudah cukup umur reumatiknya diobati
hanya dengan vitamin dan minyak ikan saja dan percaya penyakitnya akan sembuh. Menurut
pasien penyakitnya disebabkan karena "darah kotor" oleh karena itu satu-satunya jalan
penyembuhan adalah dengan makan makanan yang bersih , yaitu `mutih' (ditambah vitamin
seperlunya agar tidak kekurangan vitamin) sampai darahnya menjadi bersih kembali. Bagi
seorang dokter pendapat itu tidak masuk akal, tetapi begitulah kenyataan yang ada dalam
masyarakat.

PERILAKU SEHAT DAN PERILAKU SAKIT
Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku
sehat ( health behavior ), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan antara illness dan disease,
model penjelasan penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit (sick role),
interaksi dokter- perawat, dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien,
membuka mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap
kebenaran absolut dalam proses penyembuhan (13).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan
penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan
bergizi (14).
Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara
medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit
maka perilaku sakit dan perilaku sehat pun subyektiI siIatnya. Persepsi masyarakat tentang sehat-
sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu di samping unsur sosial budaya.
Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kreteria medis yang
obyektiI berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosis kondisi Iisik individu.

PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai
saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada
di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu
yang tumbuh di daerah rawa-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat
hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang
dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran dapat berupa
menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa
penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu,
dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari
penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk
gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian
penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di
malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat
yang disegani digunakan sebagai obat malaria.

PENUTUP
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan seluruh peradaban
manusia dan ling-kungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara Iisiologis dan biologis
tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering
membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/perubahan penyakit yang
sudah ada. Kajian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan
sosial masyarakat.







Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang
komprehensiI, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatiI, mempertimbangkan keluarga,
komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan
Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter
Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang
kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diberikan
kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.

Tugas Dokter Keluarga:
1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna
penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan,
2) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktiI kepada pasien pada saat sehat dan sakit,
4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraI kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6) Menangani penyakit akut dan kronik,
7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS,
9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus.

Wewenang Dokter Keluarga:
1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar,
2) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit,
4) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer,
5) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal,
6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer,
7) Melakukan perawatan sementara,
8) Menerbitkan surat keterangan medis,
9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap,
10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.

Kompetensi Dokter Keluarga:
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang lulusan
Iakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu dilatihkan melalui
program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh
setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan
dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang
terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi kedokteran.
a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan
kedokteran keluarga,
c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi,
menyelenggarakan hubungan proIesional dokter- pasien untuk :
(a) Secara eIektiI berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian
khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,
(b) Secara eIektiI memanIaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan
masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga,
(c) Dapat bekerjasama secara proIesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan
pelayanan kedokteran/kesehatan.
A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
a) Dapat memanIaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang
dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya,
b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan termasuk
sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).
Klinik dokter Keluarga ( KDK )
a) Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK),
b) Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis),
c) Mempunyai bangunan yang memadai,
d) Dilengkapi dengan saraba komunikasi,
e) Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK,
I) Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan khusus
pembantu KDK,
g) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.
h) Mempunyai izin yang berorientasi wilayah,
i) Menyelenggarakan pelayanan yang siIatnya paripurna, holistik, terpadu, dan
berkesinambungan,
j) Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur,
k) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs.
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )
Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga yang
terdiri atas komponen :
a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga (KDK),
b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis
(KDSp),
c) Rumah sakit rujukan,
d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan,
e) Seperangkat peraturan penunjang.
Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang selanjutnya
akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu
sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien segera dirujuk
balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggarapelayanan seperti ini akan
diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam skema JPKM/asuransi.
1PKM
Untuk eIisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan JPKM.
JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin mutunya dengan
pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb :
a) Latar belakang (masalah pelayanan dan pembiayaan kesehatan) JPKM dirumuskan sebagai
upaya dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap akses pelayanan
kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam penurunan mutunya. Setelah
bertahun-tahun terhadap pelbagai bentuk pemeliharaan kesehatan mancanegara, disadari bahwa
pembayaran tunai langsung dari kocek konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap
tagihan pemberi pelayanan kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan . karena itu,
dalam sitem JPKM dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan
iuran dimuka, keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab
mengelola iuran secara eIisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk melaksanakan
layanan bermutu namun ekonomis (cost- eIIrctive) dengan pembayaran Pra-upaya, dan
keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan hubungan saling
menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian, JPKM yang dalam UU No
.23/1992 dinyatakan sebagai suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang
paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan
dengan mutu yang terjamin, serta dengan pembiayaan yang dilaksanakan secara pra- upaya,
pada hakekatnya adalah sistem pemeliharaan kesehatan yang memadu kan penataan subsistem
pelayanan dengan subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraI
kesehatan masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan
sehingga tidak menghambat akses masyarakat.
b) Beberapa bentuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan (tunai-langsung atau Iee Ior service,
asuransi ganti-rugi, asuransi dengan taguhan provider, pelayanan kesehatan terkendali (managed
care). Dalam JPKM pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pelbagai sarana dan/atau
penyelenggara Pemeluharaan Kesehatan atau pemberi Pelayanaan Kesehatan (PPK) yang
dikontrak oleh Bapel serta dibayar secara pra-upaya. Dengan pembayaran secara pra-upaya, ppk
didorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan proIil peserta dan eIesiensi
(cost- eIIectiveness), Hal ini akan mendorong penerapan standar pelayanan dan upaya jaga mutu
yang akan memelihara dan meningkatkan taraI kesehatan peserta.
c) JPKM sebagai bentuk pelayanan kesehatan terkendali di Indonesia (pengertian, para pelaku,
tujuh jurus, program pengembangan : visi-misi-strategi-swot-tujuan-kegiatan-hasil-arah
pengembangan selanjutnya).
d) Peran dokter keluarga dalam JPKM (pelayanan tingkat pertama yang bermutu segai ujung
tombak JPKM, health-resource-alocator terpecaya bagi keluarga).

Dokter Keluarga
Sejak dahulu ilmu kedokteran telah berkembang dengan pesat dan telah banyak dihasilkan dokter
terutama di Indonesia. Tetapi, kenyataannya hal tersebut tidak memicu masyarakat Indonesia
untuk berobat kepada dokter di Indonesia. Hal ini sangat mengecewakan karena melihat
banyaknya bangsa Indonesia berobat ke luar negeri dan jumlahnya pun semakin meningkat tiap
tahun. Banyaknya penduduk Indonesia berobat keluar negeri dikarenakan pelayanan kesehatan
yang belum komunikatiI antara dokter dan pasien. Berdasarkan hal itu, maka sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia perlu dibenahi. Hal ini dimulai dengan memasukkan mata kuliah lmu
Kedokteran Keluarga kedalam kurikulum pendidikan kedokteran.
lmu Kedokteran Keluarga adalah ilmu yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga dalam
lingkungannya, pengaruh penyakit dan keturunan terhadap Iungsi keluarga, pengaruh Iungsi
keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit serta permasalahan kesehatan keluarga,
dan berbagai cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan Iungsi keluarga dalam keadaan
normal. Dengan memasukkan lmu Kedokteran Keluarga kedalam kurikulum pendidikan
kedokteran, diharapkan akan dihasilkan dokter-dokter yang mengabdikan dirinya kedalam
bidang proIesi kedokteran yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk menjalankan
praktik dokter keluarga sehingga masalah kesehata keluarga akan terselesaikan dan terciptanya
keluarga yang partisipatiI, sehat sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
anggota keluarga hidup rpoduktiI secara sosial dan ekonomi.
Adapun dalam makalah ini, kami membahas tentang keterlibatan dokter keluarga dalam
hubungannya dengan keluarga pasien untuk mengatasi masalah/penyakit pasien dengan
melibatkan keluarga pasien tersebut.
1. Peran Dokter Keluarga
Dokter keluarga memiliki peran yang unik dalam pelayanan pasien. Dalam hal ini seorang dokter
keluarga dalam pelayanannya terampil dalam menggabungkan keahlian biomedisnya dengan
keahlian dalam menangani bagian psikososial pasien yang berhubungan dengan masalah
biomedisnya. Karena pelayanan dokter keluarga tidak dibatasi oleh umur, jenis kelamin, dan
jenis penyakit yang dihadapinya maka seorang dokter keluarga dapat memberi pelayanan
kesehatan bagi seluruh anggota keluarga.
Pelayanan dokter keluarga mempunyai posisi yang strategis dalam keberhasilan penatalaksanaan
pembangunan kesehatan karena perannya dalam penatalaksanaan sub sistem pelayanan
kesehatan dari orientasi kuratiI ke orientasi komprehensiI dengan mengedepankan aspek
promotiI-preventiI seimbang dengan kuratiI-rehabilitatiI, pelayanan yang IragmentatiI ke
pelayanan yang integratiI berjenjang, dengan tingkat primer sebagai ujung tombak, serta
perannya dalam penatalaksanaan sub sistem pembiayaan kesehatan yakni kesediaannya untuk
menerima pembayaran secara prospektiI yang juga bermakna pengendalian biaya pelayanan
kesehatan. Konsep ini meletakkan peran dokter keluarga yang sangat penting sebagai PPK
JPKM yang sadar mutu dan sadar biaya pelayanan kesehatan.
Dalam hubungan itulah pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang memberi peran
penting terhadap pengembangan dokter keluarga yakni Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
56/Menkes/SK/I/1996 mengatur Dokter Keluarga dalam pengelolaan JPKM serta Keputusan
Menteri Kesehatan RI No: 916/Menkes RI/Per/VII/1997 yang mengatur agar praktek dokter
umum dan dokter gigi diarahkan ke dokter keluarga.
Konsep keluarga sebagai suatu sistem membatu kita dalam pelayanan pasien. Konsep tersebut
membantu ita untuk menjelaskan cara para anggota keluarga dalam sebuah keluarga saling
berinteraksi. Ada beberapa teori dalam keluarga sebagai suatu sistem :
O Saling Ketergantungan ( Interdependence)
Interaksi keluarga cenderung diulangi (repetisi) yang akan membentuk pola dari keluarga
tersebut. Keluarga mempunyai aturan-aturan yang akan mendukung terbentuknya pola ini.
Umumnya ini adalah peraturan tak tertulis, yang tidak boleh dipertanyakan, oleh sebab itu yang
akan membentuk pola tersebut.
Bagi dokter keluarga, keberhasilan kita dalam mencoba merubah keluarga tersebut sangat
tergantung kepada kemampuan kita dalam melihat interdependence ini. Jauh lebih eIektiI apabila
kita langsung pada interaksi ini dan peraturan yang mengikat mereka.
O Ikatan (Boundaries)
4:3/,708 dideIenisikan sebagai hal-hal atau kebiasaan dari para anggota keluarga, yang dapat
diterima dan tidak dapat diterima dalam keluarga tersebut. 4:3/,708seperti pagar yang akan
melindungi para anggota keluarga dari pihak lain.
O Triangulasi
Sebagai dokter keluarga penting sekali mengetahui adanya triangulasi dalam keluarga.
Kebanyakan interaksi dalam keluarga melibatkan 2 individu. Pada saat stress atau masalah
muncul pada kedua orang tersebut biasanya ada kecenderungan keterlibatan pihak ketiga. Peran
dari orang ketiga ini adalah untuk menyelamatkan pasangan tersebut. Karena triangulasi muncul
untuk menenangkan masalah maka biasanya triangulasi ini terjadi berulang-ulang dengan
harapan ini akan membuat keluarga tersebut tetap bersatu. Padahal triangulasi ini bukanlah hal
eIektiI dalam menghilangkan masalah sesungguhnya yang tidak terselesaikan.
ontoh yang paling sering adalah school phobia pada anak-anak yang orang tuanya mempunyai
masalah dalam perkawinan mereka. Dalam kasus ini, anak tersebut dating menyelamatkan
hubungan pasangan tersebut dengan menolak pergi sekolah. Ini akan mengalihkan perhatian
orang tua dari masalah mereka kemasalah anaknya yang takut meninggalkan rumah.
2. Keterlibatan Dokter Keluarga dengan Pasiennya
Untuk memberikan pelayanan yang komphrensiI, sebagai dokter keluarga kita akan memandang
masalah pasien dalam konteks sosialnya juga, dan keterlibatan dokter keluarga sangat bervariasi.
Setiap dokter keluarga harus memutuskan sejauh mana keterlibatannya dengan keluarga pasien.
Ada 5 tipe atau tingkatan dari keterlibatan dokter dalam keluarga pasiennya, yaitu:
1. Keterlibatan Minimal dalam Keluarga (Minimal Emphasis on Family)
Dasar pemikiran dokter adalah komunikasi dengan keluarga pasien hanya untuk praktek atau
keperluan legal medis aja.
Perilaku dokter adalah, bertemu dengan keluarga pasien hanya untuk mendiskusikan masalah-
masalah medis saja.
2. InIormasi Medis dan Nasehat (Medical InIormation and Advice)
Dasar pemikiran dokter adalah bahwa keluarga itu penting dalam diagnosa dan membuat
keputusan pengobatan pasien, keterbukaan perlu untuk melibatkan keluarga.
3. Perasaan dan Dukungan (Feelings and Support)
Dasar pemikiran dokter adalah perasaan dan dukungan dan timbal balik antara pasien. Keluarga
dan dokter sangat penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien.
4. Penilaian dan Intervensi (Assessment and Intervention)
Dasar pemikiran dokter adalah sistem keluarga, dinamika keluarga, dan perkembangan keluarga
penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien.
Perilaku dokter adalah bertemu dengan keluarga dan membantu mereka untuk merubah peran
dan interaksi satu sama lain agar lebih eIektiI dengan menghadapai masalah penyakit dan
pengobatan pasien.
5. Terapi Keluarga (Family Therapy)
Dasar pemikiran dokter adalah dinamika keluarga dan kesehatan pasien saling mempengaruhi
satu sama lainnya dan pola ini perlu dirubah.
Perilaku dokter adalah bertemu secara teratur dengan keluarga pasien dan berusaha merubah
dinamika keluarga peraturan-peraturan yang tak tertulis dalam keluarga tersebut yang
berhubungan dengan perkembangan Iisik dan mental pasien.
Sebagai seorang dokter umummnya kita akan telibat hingga level 4, level ini biasanya
dibutuhkan kemampuan dalam konseling. Sedangkan untuk melakukan peran hingga level 5
dibutuhkan satu pelatihan khusus.
3. Keluarga sebagai Unit Pelayanan Kesehatan
3.1. Pengertian Keluarga
Menurut UU RI 1992, yang dimaksud dengan keluarga adalah pasangan suami istri dengan
anggota keluarga lainnya, yaitu setiap orang yang tinggal srumah baik yang mempunyai
hubungan darah atau tidak.
Peran keluarga sangat besar terhadap upaya dalam mengoptimalkan pelayanan kesehatan. Oleh
sebab itu perlunya suatu tindakan dokter keluarga dalam serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang terencana dan terarah untuk menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran
serta keluarga agar dapat memecahkan masalah kesehatan keluarga yang mereka hadapi.
3.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pendekatan ini yakni agar meningkatkan kemampuan keluarga pasien untuk
memahami diagnosis masalah kesehatan keluarga dan merumuskan upaya penanggulangannya,
serta mampu mengatasi masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan sumber daya
keluarga.
Bentuk kegiatan pelayanan kesehatan keluarga yang ditekankan meliputi upaya: perawatan
seluruh anggota keluarga dengan prinsip individu per individu, melibatkan keluarga sebagai
objek manajemen pelayanan kesehatan, dan melibatkan anggota keluarga dalam merubah Iaktor-
Iaktor yang akan mempengaruhi kesehatan individu.
. Kekuatan Keluarga
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam tingkat keluarga, maka kelangsungan dari proses
tersebut bergantung pada kekuatan sebuah keluarga tersebut. Faktor-Iaktor yang terdapat dalam
kekuatan sebuah keluarga antara lain:
1. Kemampuan pemenuhan kebutuhan keluarga, baik kebutuhan Iisik, emosi, spiritual
maupun kultural
2. Kemampuan membesarkan anak dan mengajarkan disiplin
3. Kemampuan dalam berkomunikasi dan mengekspresikan emosi dan perasan baik verbal
maupun non verbal
4. Kemampuan dalam memberikan dukungan dan perasaan aman bagi anggota keluarga
5. Kemampuan dalam menjalin hubungan dan persahabatan dengan para tetanga
6. Kemampuan dalam tanggung jawab terhadap masyarakat
7. Kemampuan dalam menolong diri, mencari dan menerima pertolongan
8. Kemampuan Ileksibilitas dalam melakukan Iungsi dan peran dalam keluarga
9. Kemampuan untuk saling bersatu dan saling mendukung dalam mengatasi masalah
10. Tingkat persatuan dan loyalitas anggota keluarga
. Fungsi Keluarga
Peran dokter keluarga dalam memahami Iungsi keluarga dapat dinilai dari APGAR keluarga,
yang menunjukkan lima Iungsi dasar keluarga, yaitu:
1. Peran keluarga dalam pemberian dukungan satu sama lain, dimana dukungan dapat
berupa bantuan moril, materil, sosial maupun emosional, yang akhirnya akan
mewujudkan kebersamaan dan rasa saling memiliki satu sama lain.
2. Peran keluarga dalam memberikan kebebasan bagi setiap anggota keluarga yang akan
membantu perkembangan pribadi dari setiap anggota keluarga.
3. Peran keluarga dalam membuat peraturan yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan
orang-orang yang ada dalam keluarga tersebut.
4. Peran keluarga dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkunganya.
5. Peran keluarga dalam berkomunikasi satu sama lain.
Contoh kasus
JB, pria 29 tahun dirawat di RS karena thrombophlebitis dengan komplikasi obesitas dan depresi
dan dia memiliki riwayat:
O Ibunya memiliki penyakit Blind Congenital Catarack dan Miokard InIark
O Ayahnya memiliki arthritis, hipertensi, memiliki ayah dan ibu yang bercerai dan bahkan
menikah lagi.
O Ayah dan ibu JB mempunyai konIlik dalam rumah tangga mereka.
Pada kasus ini JB adalah triangulasi dari masalah pernikahan kedua orang tuanya karena masalah
yang terjadi JB sulit menjalin hubungan dengan teman sebayanya dan JB juga memiliki masalah
dengan pola makannya sehingga dia menjadi obesitas.
Dari hasil anamnese dokter keluarga tersebut didapati bahwa masalah yang dihadapi JB adalah
masalah yang kompleks yang menyangkut dinamika keluarganya dalam jangka waktu yang lama
dan masalah-masalah lainnya .
Seperti : asal-usul keluarga, kebutaan, miocard inIark ayahnya, dan status JB sebagai anak
tunggal.
Pengobatan yang tepat dan eIektiI untuk obesitas dan depresi JB harus memperhitungkan
dinamika keluarga dan riwayat keluarganya.
KESIMPULAN
lmu Kedokteran Keluarga adalah ilmu yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga dalam
lingkungannya, pengaruh penyakit dan keturunan terhadap Iungsi keluarga, pengaruh Iungsi
keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit serta permasalahan kesehatan keluarga,
dan berbagai cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan Iungsi keluarga dalam keadaan
normal.
Setiap dokter keluarga harus memutuskan sejauh mana keterlibatannya dengan keluarga pasien.
Pada pembahasan di atas, sebagai seorang dokter umummnya kita akan telibat hingga level 4,
level ini biasanya dibutuhkan kemampuan dalam konseling. Sedangkan untuk melakukan peran
hingga level 5 dibutuhkan satu pelatihan khusus.
DEFINISI KELUARGA
1. Duvall dan Logan ( 1986 ) :
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan Iisik,
mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
2. Bailon dan Maglaya ( 1978 ) :
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
3. Departemen Kesehatan RI ( 1988 ) :

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu
sama lain
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial :
suami, istri, anak, kakak dan adik
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan
Iisik, psikologis, dan sosial anggota.
STRUKTUR KELUARGA

1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi,
dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah
2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi
dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu
3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu
4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami
5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami
atau istri.

CIRI-CIRI STRUKTUR KELUARGA
1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga
2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam mejalankan Iungsi dan tugasnya masing-masing
3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan Iungsinya
masing-masing.
MACAM-MACAM STRUKTUR / TIPE / BENTUK KELUARGA
1. TRADISIONAL :
a. The nuclear Iamily (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The dyad Iamily
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah
c. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri
d. The childless Iamily
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
e. The extended Iamily (keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear
Iamily disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll)
I. The single-parent Iamily (keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya
melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
g. Commuter Iamily
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat
akhir pekan (week-end)
h. Multigenerational Iamily
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah
i. Kin-network Iamily
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi,
telpon, dll)
j. Blended Iamily
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari
perkawinan sebelumnya
k. The single adult living alone / single-adult Iamily
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
Tugas-Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam
pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara (Friedman, 1981). Membagi 5
tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu :
1) Mengenai gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
3) Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak membantu
dirinya karena cacat / usia yang terlalu muda.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan
kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dari lembaga-lembaga kesehatan
yang menunjukkan pemanIaatan dengan Iasilitas-Iasilitas kesehatan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai