Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM Pemanfaatan Jahe (Zingiber officinale) Sebagai Pengawet Alami untuk Meningkatkan Umur

Simpan pada Mie Basah BIDANG KEGIATAN PKM Gagasan Tertulis (PKM-GT) Disusun Oleh : Rizkina Fitriyani Afifah Amaly Syahidah H0908136 (2008) H0908080 (2008)

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

HALAMAN PENGESAHAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Judul Kegiatan : Pemanfaatan Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai Pengawet Alami Untuk Meningkatkan Umur Simpan Bidang Kegiatan Bidang Ilmu Ketua Pelaksana Kegiatan Nama Lengkap NIM Jurusan Universitas/Institut / Politeknik Alamat Rumah /Telp/Fax Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah dan No. HP Pada Mie Basah : PKM GT : Teknologi dan Rekayasa Hasil Pertanian : : : : : : : : : Surakarta, 21 Oktober 2010 Menyetujui, . Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Ketua Pelaksana

(Ir. Kawiji, MS) NIP. 196112141986011001 Pembantu Rektor III Universitas Sebelas Maret Surakarta

(Rizkina Fitriyani) NIM. H0908136 Dosen Pembimbing

(Drs. Dwi Tiyanto, S.U) NIP. 195404141980031007

(Dian Rachmawati A, S.TP., MP.) NIP. 197908032006042001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Pemanfaatan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale) Sebagai Pengawet Alami untuk Meningkatkan Umur Simpan pada Mie Basah. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada xxx sebagai dosen pembimbing atas bimbingan dan bantuannya selama penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah mendukung dan memberikan semangat, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Surakarta , Maret 2011

Penulis

RINGKASAN Mie menjadi makanan yang digemari oleh masyarakat kita baik mie basah maupun mie kering. mie basah sering digunakan masyarakat kita dalam konsumsi bakso, soto atau bakmie. Tingkat kebutuhan konsumen terhadap mie ini cukup tinggi maka produsen berlomba-lomba menciptakan makanan yang disukai oleh konsumen dan memiliki umur simpan yang panjang. Untuk memperpanjang umur simpan mie para produsen banyak yang menggunakan bahan pengawet. Pengawet yang sering digunakan dalam mie antara lain Sodium benzoate, Sodium nitrit, Kalium (pottasium) sorbate, Natrium sorbate, Sulfur (belerang) dioksida, karena harga yang mahal dari pengawet-pengawet inilaih yang seringkali membuat para produsen mengganti bahan pengawet yang lebih murah yaitu dengan boraks dan formalin yang berbahaya. Oleh karena tingkat konsumsi mie di Indonesia sangat tinggi perlu dibutuhkan pengawet berbahan dasar alami sehingga aman untuk konsumsi selain itu juga dibutuhkan untuk meningkatkan kesukaan konsumen karena aroma yang disukai oleh konsumen . Salah satu pengawet yang bisa digunakan yaitu jahe karena kandungan antioksidannya maupun kemampuan dari jahe yang dapat mengawetkan pangan serta aromanya yang khas yang disukai oleh konsumen. Jahe sangat berpotensi dikembangkan sebagai bahan pengawet pada pengolahan mie basah ini selain kandungan antioksidan yang baik untuk kesehatan dan mengawetkan mie basah tetapi juga produksi jahe yang tinggi. Diharapakan dapat meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat yang mengembangkan pengawet jahe dan masyarakat yang mengkonsumsi mie basah dengan pengawet alami jahe pun akan merasa aman tanpa takut keracunan pangan karena pengawet yang mengandung efek samping sebab pengawet jahe tidak menimbulkan efek samping.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Di Indonesia, mie digemari berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga lanjut usia. Alasannya. sifat mie yang enak, praktis, dan mengenyangkan. Kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mie digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Mie kini telah memasyarakat baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Konsumsi di Indonesia dibedakan dua jenis yaitu mie kering dan mie basah. Mie kering seringkali berbentuk mie instan sedangkan mie basah sering disajikan dalam makanan bakso, soto serta makanan yang lain. Para pengusaha baik pengusaha besar maupun pedagang kaki lima tersandung permasalahan yang sama yaitu masalah umur simpan atau keawetan pada mie basah yang sangat pendek sekitar 2-3 hari saja. Apabila mie tersebut belum semua habis terjual/terpakai maka akan basi dan terbuang oleh karena itu perlu adanya pengawet agar daya simpan mie lebih lama. Pengawet yang sering digunakan dalam mie antara lain Sodium benzoate, Sodium nitrit, Kalium (pottasium) sorbate, Natrium sorbate, Sulfur (belerang) dioksida, karena harga yang mahal dari pengawet-pengawet inilaih yang seringkali membuat para produsen mengganti bahan pengawet yang lebih murah yaitu dengan boraks dan formalin yang berbahaya. Dalam tulisan Astawan (1994) di harian Kompas bahwa pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secarakumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi (Winarno, 1994). Untuk itu perlu adanya zat pengawet alami yang dapat membuat mie lebih tahan lama dan aman dikonsumsi oleh manusia. Tanpa takut adanya efek samping yang ditimbulkan oleh bahan pengawt karena berasal dari pengawet alami. Salah satu pengawet alami yaitu jahe. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa jahe memunyai sifat antioksidan. Bahkan beberapa komponen utama dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingerol memiliki aktivitas antioksidan yang melebihi kemampuan vitamin E. Karena banyaknya manfaat dari jahe ini kami ingin mengganti bahan pengawet kimia yang sering digunakan dalam mie basah dengan pengawet alami yaitu jahe. Selain

untuk mendapat manfaat memperpanjang umur simpan juga menambah kemanfaatan pada mie karena kandungan jahe. Identifikasi Masalah Masyarakat saat ini mulai memperhatikanm pola makan yang selama ini digunakan karena maraknya kasus keracunan makanan. Keracunan makanan yang sering terjadi diakibatkan oleh kandungan zat-zat kimia yang digunakan dalam pembuatan bahan pangan. Untuk itu diperlukan sebuah formula dari zat alami tanpa zat kimia tanpa menghilangkan kemanfaatannya yang berhubungan dengan kualitas, aroma dan umur simpan. Penggunaan zat kimia pada pangan yang dikonsumsi oleh manusia jika terus menerus akan mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, kolesterol, jantung bahkan stroke. Jahe diketahui sebagai tanamana yang kaya akan manfaat bagi kesehatan. Tanaman ini mudah ditanam sehingga tingkat produksi jahe mentah sangat tinggi. Selama ini jahe dimanfaatkan hanya sebagai campuran bumbu pada masakan masyrakat Indonesia dan wedang jahe maupun wedang-wedang yang lain. Padahak jahe dapat dimanfaatkan untuk produk lain yaitu bahan pengewet alami, selain itu potensi jahe yang tinggi karena kandungan antioksidannya membuat jahe kini marak dikembangkan lebih lanjut. Mie basah merupakan jenis mie yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk mie ayam, mie bakso, spaghetti maupun bentuk makanan yang lain. Karena penggunaan mie basah ini banyak dibutuhkan produsen sering menggunakan pengawet dari bahan kimia agar umur simpan lebih lama tetapi hal ini berbahaya jika pengawet berbahan kimia ini terus menerus dikonsumsi oleh manusia pada waktu yang lama. Jika tidak diberikan bahna pengawet mie mudah busuk sehingga merugikan produsen untuk itu perlu adanya formula pengawet dari bahan alami yang dapat mengawetkan mie dan tanpa membahayakan konsumen. Hasil dari formulasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan mie basah yang berpengawet alami Tujuan Penulisan Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui Pemanfaatan Jahe (Zingiber officinale) Sebagai Pengawet Alami untuk Meningkatkan Umur Simpan pada Mie Basah sehingga mayarakat lebih aman ketika mengkonsumsi mie basah tanpa takut efek samping yang ditimbulkan oleh bahan pengawet.

Manfaat Manfaat bagi Perguruan Tinggi Pengembangan pengawet alami dari jahe ini diharapakan memicu jiwa kreatif inovatif mahasiswa dalam menciptakan sebuah produk pangan olahan baru yang bermanfaat. Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim kompetitif di kalangan mahasiswa untuk bersaing melalui pengembangan intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi. Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi. Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam penerapan teknologi yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Manfaat bagi Mahasiswa 1. Menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian 2. Mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu yang dimiliki 3. Mampu mengembangkan potensi tanaman lokal menjadi produk yang bernilai tambah 4. Melatih diri untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta mampu bekerja sama dalam satu tim 5. Mengembangkan kemanfaatan dari jahe sebagai pengawet alami Manfaat bagi Masyarakat Pengembangan gagasan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi jahe yang banyak ditanam di wilayah Indonesia yang selama ini hanya digunakan sebagai tambahan masakan atau wedang jahe tetapi sekarang jahe dapat digunakan sebgai bahan pengawet alami pada mie basah. Jahe yang dipilih karena kandungan zat gizi pada jahe yang bagus bagi kesehatan antara lain antioksidan serta aroma yang ditimbulkan oleh jahe yang disukai oleh kebanyakan masyarakat indonesia diharapakan dapat meningkatkan daya beli masyarakat terhadap mie basah. Sebagai pengawet alternatif untuk mie basah yang aman dikonsumsi yaitu menggunakan jahe. Tinjauan Pustaka Mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri kecil. Mie basah ini pada umumnya dibuat oleh pabrik-pabrik kecil yang jumlahnya cukup banyak dengan produksi bervariasi antara 500-1500 kg mie per hari. Mie basah tidak tahan simpan. Bila dibuat serta ditangani dengan baik maka pada musim panas atau musim kering mie

basah dapat tahan simpan selama sekitar 36 jam. Pada musim penghujan mie demikian hanya tahan selama kira-kira 20-22 jam (Anonim, 2010). Mie basah dapat digolongkan sebagai produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (60%), karena itu daya simpannya tidak lama, biasanya hanya sekitar 2-3 hari. Agar lebih awet, biasanya ditambahkan bahan pengawet (kalsium propinat) untuk mencegah mie berlendir dan jamuran. Prinsip pembuatan mie basah, pada dasarnya sama saja dengan pembuatan mie pada umumnya. Hanya pada pembuatan mie basah perlu ditambah kansui (air alkali) atau kie (air abu) dan beberapa zat aditif/bahan tambahan makanan lain. Maksud pemberian zat-zat tambahan tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko-kimia mie serta meningkatkan daya awet mie (Anonim, 2010). Pada proses pembuatannya, mie memerlukan berbagai tambahan yang masingmasing bertujuan tertentu, antara lain menambah bobot, menambah volume, memperbaiki mutu ataupun cita rasa serta warna. Banyak pabrik yang menggunakan tepung tapioka atau aci untuk memperoleh adonan dengan mutu tertentu. Biasanya semakin banyak tepung tapioka digunakan semakin menurun mutunya. Penambahan natrium karbonat dimaksudkan untuk dapat mengembangkan adonan karena oleh cair, soda tersebut akan terurai dan melepaskan CO2 sebagai gas yang mengembangkan adonan mie (Anonim, 2010). Nilai gizi dari mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain karbohidrat terdapat pula sedikit protein yang disebut pula gluten. Sesuai dengan berbagai mutu atau resep yang digunakan demikian banyak oleh pabrik maka nilai giznya pun dapat sangat bervariasi. Komposisi kimia dari mie kering adalah air 11,0%, protein 11,0%, lemak 1,3%, dan karbohidrat 72%, sedangkan komponen kimia mie basah bervariasi, sebagai berikut: air 35,0 - 50,0%, protein 4,5 - 6,0%, lemak 1,0 - 2,5%, dan karbohidrat 38 - 56%. Variasi komponen pada mie basah disebabkan oleh variasi resep yang digunakan dalam proses produksinya (Anonim, 2010). Mie kini telah memasyarakat baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Namun pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006 lalu banyak mie, terutama mie basah yang ditemukan mengandung formalin dan boraks yang bukan merupakan Bahan Tambahan Makanan (BTM). Menurut beberapa produsen, penggunaan boraks pada pembuatan mie akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal. Sementara itu, penggunaan formalin akan menghasilkan mie yang lebih awet, yaitu dapat disimpan hingga 4 hari. Laporan Badan POM

tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mie basah yang dijual di pasar dan supermarket Jawa Barat, ditemukan 2 sampel (6,9 persen) mengandung boraks, 1 sampel (3,45 persen) mengandung formalin, sedangkan 22 sampel (75,8 persen) (Astawan, 2008) Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Berdasarkan ukuran produk, mie dibedakan menjadi empat, yaitu so-men (sangat tipis, lebar 0.7-1.2 mm), hiya-mughi (tipis, lebar 1.3-1.7 mm), udon (standar, lebar 1.9-3.8 mm), dan hira-men (datar, lebar 5.0-6.0 mm). Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok: yaitu mie basah dan mie instan. Berdasarkan proses lanjutannya, mie basah dapat dibagi lagi menjadi mie basah mentah, mie matang dan mie kering. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan, tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket (Hou dan Kruk, 1998) Mie instan atau mie siap hidang dibuat dari untaian mie (mie mentah) yang selanjutnya dikukus dan dikeringkan. Proses pengukusan dan pengeringan, akan memodifikasi pati sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah direhidrasi. Proses pengukusan dilakukan pada suhu 100 C selama 1-5 menit. Tahapan proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara penggorengan atau dengan cara pengeringan menggunakan hembusan udara panas. Proses penggorengan dilakukan pada suhu penggorengan 140-160C selama 1 2 menit. Produk akhir yang dihasilkan memiliki kadar minyak 15 20% dan kadar air 2 5%. Jika proses pengeringan dilakukan dengan udara panas, maka digunakan suhu 70 90C selama 30-40 menit. Produk yang dihasilkan memiliki kadar minyak 3% dengan kadar air 8 12% (Anonim, 2008). Mie basah (fresh noodle atau wet noodle) merupakan salah satu jenis mie yang sudah dikenal luas dan menjadi makanan yang disukai masyarakat di Indonesia. Industri mie basah tersebar luas di banyak wilayah di Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga, dan industri kecil/ menengah. Terdapat dua jenis mie basah yang dikenal masyarakat, yaitu mie mentah (raw noodle) dan mie rebus (cooked noodle). Kualitas, baik mutu organoleptik, fisikokimia, mikrobiologi maupun daya awet dari mie basah dapat bervariasi mengandung formalin dan boraks. Hanya empat sampel yang dinyatakan aman dari formalin dan borak

disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan dan penggunaan bahan tambahan. Mie basah dijual dalam bentuk segar baik dalam keadaan terkemas maupun curah, baik di pasar tradisional maupun supermarket (Anonim, 2008). Dalam kondisi tidak ada penambahan bahan pengawet, mie basah umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, yaitu berkisar antara 1-2 hari bila disimpan pada suhu ruang. Pendeknya umur simpan ini disebabkan mie basah memiliki kadar air dan aktivitas air (aw) yang tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Dengan demikian, kerusakan mie basah terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Istilah umum yang sering digunakanprodusen atau konsumen tentang kerusakan mie basah adalah mie menjadi basi (Anonim, 2008). Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe yang nama ilmiahnya Zingiber officinale sudah tak asing bagi kita, baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan (Koswara, 2010). Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas (Koswara, 2010). Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat jahe, antara lain menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, membantu pencernaan mencegah penggumpalan darah. mencegah mual, membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh (Koswara, 2010). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah tanaman rempah dan obat yang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Selain digunakan sebagai bumbu penyedap masakan dan ramuan tradisional, tanaman ini juga menjadi komoditas perdagangan sebagai bahan industri obat-obatan, kosmetik, minuman, makanan ringan dan kebutuhan dapur (Suharyon dan Rozak, 1997).

Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk intermediate moisture food (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55 % dengan kisaran Aw antara 0,65-0,85. Rempah-rempah yang mempunyai efek sebagai antimikroba salah satunya adalah jahe. Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antimikroba. Beberapa komponen utama dalam jahe yaitu gingerol, shogaol dan zingeron (Hapsari, 2010). Komponen yang terkandung dalam rimpang jahe selain sebagai pengawet juga mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah sebagai rempah-rempah, industri farmasi dan obat tradisional, industri parfum, industri kosmetika dan lain sebagainya (Hapsari, 2010). Ekstrak jahe mempunyai efek sebagai antimikroba terutama pada mikroba Micrococcus varians, Leuconostoc sp, Bacillus subtilis dan Pseudomonas sp. Berkaitan dengan adanya senyawa antimikroba pada jahe, maka jahe dapat dimanfaatkan sebagai pengawetan pangan, khususnya pada ikan nila (Hapsari, 2010). Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah terutama sebagai bumbu dan untuk mengawetkan makanan karena komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Penggunaan rempah-rempah sebagai bahan antimikroba yang digunakan untuk mengawetkan pangan ini memiliki keunggulan karena relatif aman bagi kesehatan (Riandi, 2007). Jahe memiliki kandungan aktif yaitu oleoresin yang banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin adalah minyak dan damar yang merupakan campuran minyak atsiri sebagai pembawa aroma dan sejenis damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin jahe berisi campuran-campuran fenolik aktif seperti gingerol, paradol dan shogaol sebagai antioksidan, anti-kanker, anti-inflamasi, anti-angiogenesis dan anti- artherosklerotik (Winarno, 1986).

Tabel 1.1 Standar mutu simplisia Jahe NO KARAKTERISTIK 1. Kadar air, maksimum 2. Kadar minyak atsiri, maksimum 3. Kadar abu, maksimum 4. Berjamur/berserangga 5. Benda asing, maksimum (Anonim, 1993). Karakteristik Bau dan rasa Kadar air, % (bobot/bobot), maks NILAI 12 % 1,5% 8,0% Tidak ada 2,05

Tabel 1.2 Syarat Mutu Jahe Kering (Sesuai SNI 01-3393-1994) Syarat Mutu Khas 12,0 Cara Pengujian Organoleptik SP-SMP-7-1975 (ISO R 939-1969 (E)) SP-SMP-37-1975 SP-SMP-35-1975 (ISO R 929-1969 (E)) Organoleptik SP-SMP-32-1975 (ISO R 937-1969 (E))

Kadar Minyak ar,(ml/100g),min 1,5 Kadar abu, % (bobot/bobot), 8,0 maks Berjamur dan berserangga Tak ada Benda asing,% (bobot/bobot), 2,0 maks (Anonim, 2002).

Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam keadaan segar. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama distribusi. Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui (Munarso, 2010). GAGASAN Mie basah dapat digolongkan sebagai produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (60%), karena itu daya simpannya tidak lama, biasanya hanya sekitar 2-3 hari. Agar lebih awet, biasanya ditambahkan bahan pengawet (kalsium propinat) untuk mencegah mie berlendir dan jamuran. Prinsip pembuatan mie basah, pada dasarnya sama saja dengan pembuatan mie pada umumnya. Hanya pada pembuatan mie basah perlu ditambah kansui (air alkali) atau kie (air abu) dan beberapa zat aditif/bahan tambahan makanan lain. Maksud pemberian zat-zat tambahan tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko-kimia mie serta meningkatkan daya awet mie (Anonim, 2010).

Kadar air pada mie basah yang cukup tinggi mengakibatkan mikrobia lebih berpeluang untuk hidup di mie basah terutama bakteri pembusuk yang menyebabkan mie lebih mudah basi. Untuk itu sangat dibutuhkan pengawet agar umur simpan lebih lama. Agar tidak menimbulkan efek samping perlu adanya penggunaan pengawet drai bahan alami yang tidak berbahaya bagi tubuh. Salah satunya yaitu menggunakan jahe. Salah satu jenis rimpang-rimpangan yang terdapat banyak di indonesia ini mempunyai banyak potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan pengawet alami. Ekstrak jahe mempunyai efek sebagai antimikroba terutama pada mikroba Micrococcus varians, Leuconostoc sp, Bacillus subtilis dan Pseudomonas sp. Berkaitan dengan adanya senyawa antimikroba pada jahe, maka jahe dapat dimanfaatkan sebagai pengawetan pangan, khususnya pada ikan nila (Hapsari, 2010). Penggunaan jahe digunakan sebagai bahan pengawet alami yang dapat memperpanjang umur simpan mie basah menjadi lebih panjang (dibandingkan tanpa penambahan pengawet) dan menambah kesukaan konsumen terhadap mie basah karena aroma tambahan yang diberikan jahe pada mie basah diharapakn tingkat konsumsi lebih tinggi. Pengawet pada jahe mempunyai senyawa antikmikrobia pada pangan sehingga lebih dapat mengawetkan pada pangan. Pada umumnya mudah busuknya atau basinya bahan pangan karena ada aktivitas mikrobia yang terjadi pada pangan. Dalam kondisi tidak ada penambahan bahan pengawet, mie basah umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, yaitu berkisar antara 1-2 hari bila disimpan pada suhu ruang. Pendeknya umur simpan ini disebabkan mie basah memiliki kadar air dan aktivitas air Rimpang Jahe (aw) yang tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Dengan demikian, kerusakan mie basah terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Istilah umum yang Air + kotoran Air Bersih Pencucian sering digunakanprodusen atau konsumen tentang kerusakan mie basah adalah mie menjadi basi (Anonim, 2008). Pengirisan Fif kurang penjelasan dan perbandingan dengan penelitian sejenis

Proses penelitian yang Pengeringan dalam cabinet dryer dilakukan terlebih dahulu membuat ekstrak jahe sebagai bahan pengawet alami pada mie basah baru setelah itu dicampur dengan adonan pembuat mie basah. Adapun berdasarkan literatur yang didapat tentang proses pembuatan pengawet alami dari jahe pada mie basah agar meningkatkan umur dan pengayakan 80 mesh daya terima konsumen akan Penggilingan simpan dan meningkatkan mie basah ini adalah sebagai berikut: a. Pembuatan Ekstrak Jahe Air Panas Bubuk jahe kering Penyaringan Ekstrak Jahe

Terigu, garam dan air

Ekstrak Jahe

Pencampuran Bahan

Pengulenan bahan ( + 10-20 menit)

b.

Pembuatan Mie Basah Pembentukan lembaran dan mie

Perebusan ( + 1 menit )

Pendinginan ( + 5-10 menit ) Mie Basah

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Basah Hasil yang akan didapatkan dengan adanya gagasan ini adalah produk mie basah dengan pengawet alami yaitu ekstrak jahe. Output yang dihasilkan produk mie basah yang memiliki umur simpan yang lama tanpa menimbulkan efek samping pada tubuh serta aroma yang disukai oleh konsumen. Dengan adanya mie basah dengan bahan pengawet dari bahan alami ini pengkonsumsi mie basah tidak perlu takut untuk mengkonsumsinya karena mie basah yang jenis ini tidak menimbulkan penyakit jika mie basah ini dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang cukup panjang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan jahe yang mempunyai antimikrobia dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami yang dapat memperpanjang umur simpan produk pangan salah satunya mie basah yang memiliki karakteristik kadar air yang tinggi. Kandungan air yang tinggi pada mie basah menyebabkan mie basah berpotensi sebagai tempat bersarangnya bakteri maupun jamur pembusuk yang menyebabkan mie basah mudah basi serta tidak layak konsumsi. Padahal kebutuhan akan mie basah sangatlah tinggi dan kebutuhan masyarakat akan makanan sehat tanpa efek samping pun cukup tinggi sehingga mie basah dengan pengawet alami dari jahe ini menjadi solusi dari permasalahan pangan saat ini. Selain umur simpan yang menjadi lebih panjang tingkat konsumsi masyarakat akan mie basah juga meningkat karena aroma yang ditimbulkan oleh jahe

disukai oleh konsumen sehingga mie basah ini memiliki cirri khas yang unik serta diminati oleh masyarakat. Saran Pemakaian pengawet dari bahan kimia berbahaya bagi kesehatan bila digunakan terusmenerus dalam waktu cukup lama. Untuk itu dibutuhkan pengawet alami dalam pembuatan produk pangan. Pemanfaatan jahe sebagai pengawet alami sangat potensial untuk dikembangkan disamping produksi jahe yang tinggi juga manfaat jahe yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sangat tinggi. Untuk itu, diperlukan adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk mengalihkan pengawet kimia menjadi pengawet alami yang murah harganya dan tidak menimbulkan efek samping jika dikonsumsi oleh manusia. Dalam proses pembuatan mie basah berpengawet alami ini butuh kehati-hatian karena kandungan jahe akan rusak bila menggunakan suhu yang terlampau tinggi serta perlu diujikan besar konsentrasi dari jahe yang paling menunjukkan umur simpan paling lama dan paling disukai oleh konsumen. Karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang digunakan dalam mie basah maka semakin awet tetapi daya terima konsumen semakin rendah padahal sasaran utama adalah daya simpan paling lama dan daya terima konsumen paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Mie. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1792974-mie/. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2010 pukul 1:34 WIB. Anonim. 2009. Ekstrak Jahe. http://rimberobi.multiply.com/journal/item/12. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 08.27 WIB. Anonim. 2010. Aneka Olahan Ubi Jalar, Mie Basah, Enyek-Enyek, Abon, Dendeng. Jurnal Tekno Pangan & Argoindustri, Volume 1 no.4

Badan Standardisasi Nasional. 1994. Standar Nasional Indonesia Mie Instan No. 3551-1994. BSN. Jakarta. Barus, Pina. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada Industri bahan Makanan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Farry B. Paimin; Murhananto. 1999. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Edisi Revisi. Penebar Swadaya Hapsari, Setyo. 2010. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale) terhadap Penghambatan Mikroba Perusak Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp. J. J. Afriastini; A.B.D. Modjo Indo. 1983. Bertanam Jahe. PT. Penebar Swadaya Koswara, Sutrisno. 2010. Jahe, Rimpang dengan Sejuta Khasiat. www.ebookpangan.com . Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 08.00 WIB. Munarso, S.Joni. 2010. Perkembangan Teknologi Pembuatan Mie. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Riandi, Arie Norman. 2007. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang. Institut Pertanian Bogor. Winarno, F. G. 1986. Pemanfaatan dan pengolahan beras non nasi. Makalah dalam Konsultasi Teknis Pengembangan Industri Pengolahan Beras Non-Nasi. Departemen Perindustrian dan Pusbangtepa-IPB. Jakarta. p. 39-69.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA PELAKSANA Nama lengkap NIM Jenis kelamin : Rizkina Fitriyani : H0908136 : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Surakarta, 29 Maret 1990 Alamat rumah Alamat kost Nomor HP / Telp e-mail TK SD SLTP SMU PT : Ds. Gandarum RT/RW 03/IX 565 Kec Kajen Kab Pekalongan : Pucangsawit Novita : 085742022899 : rizkinafitri@yahoo.co.id : TK Kajen : SD N 02 Pekiringan Alit : SMP N 1 Kajen : SMAN 1 Pekalongan : UNS :

Riwayat pendidikan :

Riwayat Organisasi

HIMAGHITA Staff Pembinaan dan Kaderisasi BEM Staff Departemen Dalam Negeri : Seiap saat dalam hidup adalah istimewa

Motto Hidup

Surakarta,

Rizkina Fitriyani

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PELAKSANA I Nama lengkap NIM Jenis kelamin : Afifah Amaly Syahidah : H0908080 : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Surakarta, 31 Januari 1991 Alamat rumah Alamat kost Nomor HP / Telp e-mail TK SD SLTP SMU PT : Jln. Benowo 3 Rt 06/22 Makamhaji-Sukoharjo :: 085647389088 : adfys_igno01@yahoo.com : TK Laweyan : SD Djamaatul Ichwan : SLTP 1 Al Islam : SMAN 3 Surakarta : UNS :

Riwayat pendidikan :

Riwayat Organisasi

HIMAGHITA Staff Keprofesian FUSI Staff Media Islam : Lakukanlah selagi BISA!!

Motto Hidup

Surakarta,

Afifah Amaly Syahidah

Fif ni d editkan ya..formatnya

Yang depan kurang daftar isi Kurang sumber penelitian sejenisgak ada,,,he carikan yapiss Maks 15 hal. Kata pedomannya gt termasuk dapus tp kalaw lampiran kayknya gaktapi kalau d sumber lain 10 hal..gk tw yg bener mna Met ketemu tgl 6 feb yang berbahagia (kec ketemu dikampus he) Q manut ntar mau siapaberdua juga gakp2terserah deh

Anda mungkin juga menyukai