Anda di halaman 1dari 12

STATUS EPILEPTIKUS

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui meningkat akhir-
akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi
dimana pada 152.000 kasus yang terjadi tiap tahunnya di USA menghasilkan kematian.
1

Begitu pula dalam praktek sehari-hari Status Epileptikus merupakan masalah yang tidak
dapat secara cepat dan tepat tertangani untuk mencegah kematian ataupun akibat yang terjadi
kemudian.
Status Epileptikus secara Iisiologis dideIenisikan sebagai aktivitas epilepsi tanpa adanya
normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis Iisiologis dan memiliki spektrum luas
dari gejala klinis dengan berbagai patoIisiologi, anatomi dan dasar etiologi.
2
Berdasarkan
observasi pada pasien yang menjalani monitoring video-electroencephalography (EEG)
selama episode kejang, komponen tonik-klonik terakhir satu sampai dua menit dan jarang
berlangsung lebih dari lima menit.
2
Batas ambang untuk membuat diagnosis ini oleh
karenanya harus turun dari lima sampai sepuluh menit.
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, Status Epileptikus tidak hanya penting
untuk menghentikan kejang tetapi identiIikasi pengobatan penyakit dasar merupakan bagian
utama pada penatalaksanaan Status Epileptikus.
I.2 Tujuan
akalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
SyaraI RS. H. Adam alik edan. Selain daripada itu makalah ini juga dapat menambah
wawasan kita dalam mengerti apa yang dimaksud dengan Status Epileptikus, dan bagaimana
patoIisiologinya serta penatalaksanaanya.



BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Defenisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America EFA) 15 tahun yang lalu, status
epileptikus dideIenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung
lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami
kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
II.2 Klasifikasi
KlasiIikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan
yang eIektiI tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus
dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan area tertentu dari korteks !artial onset)
atau dari kedua hemisIer otak Generali:ed onset)- kategori utama lainnya bergantung pada
pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasiIikasikan status epileptikus. Satu
versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum tonik-klonik,
mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial sederhana atau kompleks).
Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum overt atau subtle) dan status
epileptikus non-konvulsi parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan
pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan batas pada periode neonatus, inIan dan
anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).
II.3 Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian
kira-kira 60.000 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya.
3
Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala
yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada
pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat
antikonvulsan. ortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen,
tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus
kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan
puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus kebanyakan
sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disIungsi jantung, dementia. Pada Negara
miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian
yang paling tinggi.
II.4 Etiologi dan Patofisiologi
Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal tabel 1). Secara klinis dan
berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima Iase. Fase pertama terjadi
mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output,
peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum,
peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan
syaraI reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke Iase kedua, kemampuan
tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal.
Kerusakan syaraI irreversibel pada tahap ini. Pada Iase ketiga aktivitas kejang berlanjut
mengarah pada terjadinya hipertermia suhu meningkat), perburukan pernaIasan dan
peningkatan kerusakan syaraI yang irreversibel.
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika
peningkatan pernaIasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti
oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan
syaraI dan kehilangan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraI tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal
pada lima area dari otak lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum,
hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitiI akibat
eIek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraI maksimal dalam zona Summer.
Komplikasi terjadinya status epileptikus dapat dilihat dari tabel 2.
ekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraI begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraI melalui reseptor GABA dan meningkatkan
pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium
dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.

Tabel 1. Etiologi status epileptikus
O Alkohol
O Anoksia
O Antikonvulsan-withdrawal
O Penyakit cerebrovaskular
O Epilepsi kronik
O InIeksi SSP
O %oksisitas obat-obatan
O etabolik
O %rauma
O tumor
II.5.DIAGNOSIS
Diagnosis dari status epileptikus
1,4)
1. Anamnesis
O Riwayat epilepsi berulang
O Riwayat penyakit sistemik / SSP seperti keganasan, inIeksi, kelainan metabolik,
keracunan, putus alkohol dan banyak kondisi lain yang memberikan petunjuk
penyebab tercetusnya kejang.
O Riwayat putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan
O Riwayat trauma kepala
2. Pemeriksaan klinis
Cara yang paling penting untuk membedakan status epileptikus dari suatu
bangkitan umum biasa adalah dengan memeriksa aktivitas susunan saraI simpatis.
enetapnya takikardi, hipertensi, berkeringat dan hipersalivasi merupakan gambaran
umum status epileptikus.

3. Pemeriksaan EEG
Suatu rekaman Iisiologik dan tidak membedakan satu entitas dari entitas yang
lain, 10 pasien dengan kejang memperlihatkan EEG yang normal. Pada
kenyataannya, bahkan pada pasien yang didiagnosis epilepsi, aktiIitasnya sering non
klinis. Satu-satunya alat untuk mendiagnosis status epilepsi nonkonvulsiI adalah
ElektroenseIalogram.

II.5.1 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lain mencakup pencitraan saraI dengan C% Scan dan RI untuk melihat
ada tidaknya neuropati Iokal.RI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil misalnya
tumor kecil, malIormasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. Sklerosis
temporal mesial suatu kelainan yang sering menjadi penyebab epilepsi temporalis, dapat
terlihat dengan RI tetapi tidak dengan C% Scan.
1)



II.5.2 Gambaran klinik
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum Generali:ed Tonic-Clonic)
merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan
kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus %onik-Klonik Umum Generali:ed tonic-clonic Status Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial
dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau
kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik
umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan
kesadaran diantara serangan dan peningkatan Irekuensi.
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan Iase tonik yang melibatkan
otot-otot aksial dan pergerakan pernaIasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis
selama Iase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO
2
. Adanya takikardi dan peningkatan
tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan
laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik
dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak
tertangani.
B. Status Epileptikus Klonik-%onik-Klonik Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului Iase
tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
C. Status Epileptikus %onik Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran
tanpa diikuti Iase klonik. %ipe ini terjai pada enseIalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
D. Status Epileptikus ioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enseloIati. Sentakan mioklonus adalah
menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. %ipe dari
status epileptikus tidak biasanya pada enseloIati anoksia berat dengan prognosa yang buruk,
tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, inIeksi atau kondisi degeneratiI.
E. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa.
Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi
dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai 'slow motion movie` dan
mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. ungkin ada riwayat kejang umum
primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz
monotonus monotonous 3 H: spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus
Benzodiazepin intravena didapati.
F. Status Epileptikus Non KonvulsiI
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena
gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsiI ditandai dengan stupor
atau biasanya koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah,
halusinasi, tingkah laku impulsiI impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generali:ed spike wave
discharges, tidak seperti 3 H: spike wave discharges dari status absens.
G. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari
pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan
berkembang menjadi facksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin
menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi
tidak selalu menunjukkan periodic laterali:ed epileptiform discharges pada
hemisIer yang berlawanan PLED), dimana sering berhubungan dengan proses
destruktiI yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai
dengan adanya aIasia yang intermitten atau gangguan berbahasa status aIasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik
unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory facksonian march.
H. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari Irekuensi yang cukup
untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan
berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas
Iokal pada lobus temporalis atau Irontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering
menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin
sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsiI
pada beberapa kasus.

II.6 Penatalaksanaan
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa
yang akurat, pemeriksaan Iisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan
harus dirawat pada ruang intensiI ICU). Protokol penatalaksanaan status epileptikus pada
makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America EFA). Lini
pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin
yang paling sering digunakan adalah Diazepam Jalium), Lorazepam Ativan), dan
idazolam Jersed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-
aminobutyric acid GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-
Barbiturat.
Berdasarkan penelitian Randomi:ed Controlled Trials RC%) pada 570 pasien yang
mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok pada tabel di
bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil
menghentikan kejang sebanyak 65 persen.
Nama obat Dosis (mg/kg) Persentase
1. Lorazepam 0,1 65
2. Phenobarbitone 15 59
3. Diazepam Fenitoin 0.15 18 56
4. Fenitoin 18 44
Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan
karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan
terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi
Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. ula kerja dan kecepatan
depresi pernaIasan dan kardiovaskuler sekitar 10 ) dari Lorazepam adalah sama.
Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin.
Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg
dengan inIus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. EIek samping
termasuk hipotensi 28-50 ), aritmia jantung 2). Fenitoin parenteral berisi Propilen
glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik
yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan
'purple glove syndrome`. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan Ienitoin,
karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.
Status Epileptikus Refrakter
Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun
dengan obat lini pertama pada 9-40 kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup
banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia
persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik
dapat meniru kejang epileptik. ortalitas pada status epileptikus reIrakter sangat tinggi
dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.
Dalam mengatasi status epileptikus reIrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan
Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan
medikasi dengan kandungan anestetik seperti idazolam, PropoIol, atau %ioIenton.
Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat
ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.
Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus
(EFA, 1993)
Pada : awal menit
1. Bersihkan jalan naIas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan bila perlu intubasi)
a. Periksa tekanan darah
b. ulai pemberian Oksigen
c. onitoring EKG dan pernaIasan
d. Periksa secara teratur suhu tubuh
e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, lood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung
darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA
Analisa Gas Darah Arteri)
3. InIus NaCl 0,9 dengan tetesan lambat
4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan %iamin 100 mg IV
atau I untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernickes encephalophaty
5. Lakukan rekaman EEG bila ada)
6. Berikan Lorazepam Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg 4 sampai 8 mg) intravena dengan
kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg 5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap
terjadi berikan FosIenitoin Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mg
per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti,
berikan FosIenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam.
Dapat diberikan melalui oral atau NG% jika pasien sadar dan dapat menelan.
Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung
1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur
2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100 mg
per menit
Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung
ulai inIus Fenobarbital 5 mg per kg intravena dosis inisial), kemudian bolus intravena
hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan inIus Pentobarbital 1 mg per kg per jam;
kecepatan inIus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti.
Pertahankan tekanan darah stabil.
atau
Berikan idazolam Jersed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg
per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
atau
Berikan PropoIol iprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan
berdasarkan gambaran EEG.
II.7 Komplikasi status epileptikus
O Otak
Peningkatan %ekanan Intra Kranial
Oedema serebri
%rombosis arteri dan vena otak
DisIungsi kognitiI
O Gagal Ginjal
yoglobinuria, rhabdomiolisis
O Gagal NaIas
Apnoe
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Gagal naIas
O Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
Glikosuria, dilatasi pupil
Hipersekresi, hiperpireksia
O Jantung
Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
O etabolik dan Sistemik
Dehidrasi
Asidosis
Hiper/hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
O Idiopatik
Fraktur, tromboplebitis, DIC






BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan dan Saran
Status Epileptikus secara Iisiologis dideIenisikan sebagai aktivitas epilepsi tanpa adanya
normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis Iisiologis dan memiliki spektrum luas
dari gejala klinis dengan berbagai patoIisiologi, anatomi dan dasar etiologi.
Status Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus ditangani
segera dan secepat mungkin, karena melibatkan proses Iisiologis pada sistem homeostasis
tubuh, kerusakan syaraI dan otak yang dapat mengakibatkan kematian. Penanganannya tidak
hanya menghentikan kejang yang sedang berlangsung, tetapi juga harus mengidentiIikasi
penyakit dasar dari status tersebut. Umur, jenis kejang, etiologi, jenis kelamin perempuan,
durasi dari status epileptikus, dan lamanya dari onset sampai penanganan merupakan Iaktor
prognostik penting.
Dengan ditetapkannya atau lebih dipahaminya dasar dari patoIisologi penyakit ini dan
adanya konsensus mengenai penatalaksanaan Status Epileptikus, maka diharapkan prognosa
pasien yang mengalami kasus ini dapat menjadi lebih baik.








DaItar Pustaka:
1. 1.deGroot J. Signalling in the nervous system. In :Correlative Neuroanatomy. 21st
edition.Connecticut:Appleton and Lange;1996.p.18-24
2. %urner C. Epilepsy. In: Neurology Crash course. 2
nd
edition.Philadelphia:osby
Elsevier:2006.p.95-100
3. AminoII .J. Seizures and Syncope In:Clinical Neurology:3rd
edition.StamIord:Simon Shuster;1996.p.234-236
4. Khalil B.A. %he EEG in Epilepsy. In: Atlas oI EEG and seizure
semiology.Pensylvania:Elsevier Inc:2006.p.125-130
5. Kellaway P.%he over all management in adult epileptic. In: %he edical Clinics oI
North America.Philadelphia:W.B.Saunders:1958.p.324-326
6. anno .E. New anagement Strategies in the %reatment oI Status Epilepticus.
In.Symposium on Seizures: ayo Foundation Ior edical Education and
Research:2003.p.508-518
7. Reetta K. Status epilepticus treatment guidelines. In: Outcomes OI Status
Epilepticus:Finland.p.99-102
8. H. eierkord.EFNS guideline on the management oI status epilepticus In: European
Journal oI Neurology 2006, 13: 445450.


OUTCOMES OF STATUS EPILEPTICUS
,

Anda mungkin juga menyukai