PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian yang telah dilaksanakan
peneliti di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran pada tanggal 29 Juni 7 Juli
2011. Peneliti memberikan kuesioner kepada sebagian mahasiswa STIKES
yang sesuai dengan kriteria inklusi dari peneliti sebanyak 92 mahasiswa.
A. Lingkungan Pergaulan
asil penelitian yang telah dilakukan peneliti terhadap 92 responden
didapatkan bahwa sebagian besar lingkungan pergaulan mahasiswa di sekitar
kampus Ngudi Waluyo dalam kategorik lingkungan buruk, yaitu sejumlah
sejumlah 85 responden (92,4) dan untuk lingkungan baik, yaitu sejumlah 7
responden (7,2).
Distribusi responden menurut lingkungan pergaulan menunjukkan
bahwa sebagaian besar responden memiliki lingkungan pergaulan yang buruk
yaitu sebanyak 85 responden (92,4). Tingginya lingkungan pergaulan pada
mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang buruk dipengaruhi oleh
beberapa Iaktor yang mendukung, misalnya kost dan pergaulan yang terlalu
bebas.
Kost dan pergaulan yang terlalu bebas sangat berpengaruh karena
kondisi lingkungan tempat tinggal sehari hari akan membentuk suatu
kebiasaan dalam berperilaku, jika tempat tinggal membebaskan pergaulan
yang dilakukan maka akan membentuk suatu moral yang negatiI pada
seseorang. Pergaulan dengan teman sebaya yang terlalu bebaspun akan sangat
berpengaruh karena remaja akan lebih mempunyai hubungan erat dengan
teman sebayanya daripada orang tua, ini mengakibatkan jika teman sebaya
tersebut mempunyai perilaku yang buruk maka remaja akan berpengaruh dan
mengikuti perilaku yang sama.
al ini sesuai dengan pendapat Baharudin (2007) yaitu lingkungan
memilik daya pengaruh terhadap pembawaan bagi individu. Lingkungan
banyak bergantung pada bagaimana individu mengintepretasikan dan
mengartikannya. Menurut Soetjiningsih (2007) usia remaja merupakan masa
pencarian identitas diri dan perasaan ketidak tergantungan dengan orang tua
sudah mulai terlihat dan mereka lebih suka mengadakan pergaulan dengan
kelompok sebayanya dan ikatan dalam kelompok sebaya biasanya lebih kuat,
selain itu cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan.
B. Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa
asil dari penelitian terhadap 92 responden mahasiswa didapatkan
bahwasanya perilaku seksual pranikah pada mahasiswa yang dikategorikan
perilaku seksual pranikah baik yaitu sebanyak 8 responden (8,7), sedangkan
untuk kategori perilaku seksual pranikah buruk yaitu sebanyak 84 responden
(91,3).
Perilaku seksual pranikah pada mahasiswa sebagaian besar adalah
buruk, yaitu sebanyak 84 responden (91,3), maka dapat dilihat bahwasanya
lingkungan pergaulan yang baik juga perpengaruh pada perilaku seseorang
ini terjadi karena adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara
laki laki dan perempuan dalam masyarakat, pergaulan tanpa batasan atau
aturan main akan mendorong para remaja melakukan pelanggaran etik dan
moral. Lingkungan pergaulan tanpa ikatan atau batasan membuat remaja
merasa nyaman dan menikmati perilaku seksual yang sedang berlangsung.
al ini sesuai dengan teori Baharudin (2007), Lingkungan pergaulan
adalah tempat mahasiswa melakukan interaksi dengan mahasiswa ataupun
dengan masyarakat dan secara timbal balik akan mempengaruhi perilaku
mahasiswa. Individu dan lingkungannya memiliki hubungan yang tidak hanya
berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja dan individu yang berada
di dalamnya akan saling mempengaruhi.
Sebagian mahasiswa yang tinggal pada lingkungan yang buruk
mempunyai perilaku seksual pranikah yang baik yaitu sebanyak 2,4, hal ini
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, yaitu apabila semakin tingginya
pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan reproduksi dan bahaya dari
perilaku seksual, maka perilaku seksual pranikah mahasiswa semakin baik.
Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur dan budaya.
Pengetahuan yang baik didukung oleh tingkat pengetahuan orang tua yang
baik dalam memberikan inIormasi tentang seks pranikah (urlock, 2004).
al ini sesuai dengan pendapat Amrillah (2006), semakin tinggi
pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin rendah
perilaku seksual pranikahnya, sebaliknya semakin rendah pengetahuan
kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin tinggi perilaku
seksual pranikahnya. Pengetahuan kesehatan reproduksi yang diterima oleh
remaja dari sumber yang benar dapat menjadikan Iaktor untuk memberikan dasar
yang kuat bagi remaja dalam menyikapi segala perilaku seksual yang semakin
menuju kematangan (Miqdad, 2001).
Menurut Prayitno (2008), Pembentukan pengetahuan sendiri
dipengaruhi oleh Iaktor internal yaitu cara individu dalam menanggapi
pengetahuan tersebut dan eksternal yang merupakan stimulus untuk mengubah
pengetahuan tersebut menjadi lebih baik lagi.
Adapula mahasiswa yang tinggal pada lingkungan yang baik tetapi
mempunyai perilaku seksual pranikah yang buruk yaitu sebanyak 14,3, hal
ini dipengaruhi oleh pemahaman tingkat agama. Semakin tinggi tingkat
pemahaman agama pada seseorang, maka perilaku seksual pranikah remaja
akan semakin rendah dan sebaliknya.
al tersebut berdasarkan hasil penelitian Idayanti (2002),
menyimpulkan bahwa ada hubungan negatiI yang sangat signiIikan antara
religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang pacaran, di mana
semakin rendah religiusitas maka perilaku seksual semakin tinggi, dan
sebaliknya. Pemahaman tingkat agama mempunyai pengaruh terhadap
perilaku seks pranikah remaja, orang yang agamanya buruk maka tidak
memiliki rasa takut untuk melakukan perilaku seksual pranikah, dan begitu
juga sebaliknya apabila tingkat religiusitasnya tinggi maka akan takut untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dan dilarang dalam agamanya (Putri,
2007 ).
Sedangkan mahasiswa yang tinggal pada lingkungan yang baik
mempunyai perilaku seksual yang baik pula yaitu sebanyak 85,7, hal ini