Anda di halaman 1dari 23

8A8 I

LNDAnULUAN
A LA1Ak 8LLAkANG
Salah saLu komodlLas unggulan lkan hlas alr lauL adalah lkan baduL (Ampblptloo
ocellotls) yang hldup dl peralran Lerumbu karang dan hablLaL asllnya lkan lnl
berslmblosls dengan anemon lkan baduL merupakan salah saLu [enls produk lkan hlas
alr lauL yang pallng banyak dlmlnaLl LeruLama dl pasar luar negerl karena benLuknya
yang eksoLls dan unlk enlngkaLan pen[ualan lkan lnl Lerbesar Ler[adl pada Lahun 2004
sebesar 183 hal lnl dlkarenakan beredarnya fllm karLun llndlng nemo yang blnLang
uLamanya lkan baduL (lLaloka 2007)
ara eksporLlr lkan hlas blasanya membell lkan baduL darl para nelayan
sehlngga penyedlaannya maslh berganLung pada penangkapan keglaLan penangkapan
lkan hlas dl daerah karang blasanya menggunakan bahan klmla poLasslum 8ahan
LersebuL dapaL berdampak buruk bagl bloLa lalnnya dan apablla Lerakumulasl maka akan
merusak ekoslsLem Lerumbu karang dl peralran LersebuL
keglaLan budldaya merupakan solusl dalam mengurangl keglaLan penangkapan
dl alam 1eknologl rekayasa lkan dlharapkan dapaL Lerus berkembang sehlngga dapaL
men[adlkan lkan baduL sebagal salah saLu komodlLas budldaya unggulan bagl negara
lndonesla dl masa yang akan daLang
keglaLan pembenlhan lkan baduL men[adl salah saLu plllhan unLuk
memperdalam wawasan dan keLerampllan dl bldang pembenlhan dan Lelah dlmemlllkl
faslllLas yang cukup mendukung dalam menun[ang keglaLan LersebuL
Ikan badut adalah lkan darl anak suku Amph|pr|on|nae dalam suku
omacenLrldae Ada dua puluh delapan spesles yang blasa dlkenall salah saLunya
adalah genus 9temoos semenLara slsanya Lermasuk dalam genus Ampblptloo Mereka
Lersebar dl lauLan aslflk LauL Merah lauLan lndla dan karang besar AusLralla
ul alam bebas mereka berslmblosls dengan anemon lauL Anemon akan mellndungl lkan
baduL darl pemangsa dan lkan baduL akan memberslhkan Anemon dengan memakan
slsa slsa makanan Anemon lkan baduL berwarna kunlng [lngga kemerahan aLau
kehlLaman Spesles Lerbesar mencapal pan[ang 18 cm semenLara yang Lerkecll 6 cm
8A8 II
LM8AnASAN
A k|as|f|kas| |kan badut ya|tu
klaslflkasl llmlah
kera[aan An|ma||a
I||um Chordata
ke|as Act|nopteryg||
Crdo erc|formes
Iam||| omacentr|dae
Upafam||| Amph|pr|on|nae
Genera Amph|pr|on
remnas

Seluruh jenis ini merupakan Iamili dari Pomacentridae. Dengan
demikian, apabila ditelusuri mereka masih saudara dengan golongan damselIish
seperti Chromis, Chrysiptera, dan Dascyllus.
Tabel 1. Kerabat Ikan Badut
Amphiprion akallopisos Amphiprion mccullochi
Amphiprion akindynos Amphiprion melanopus
Amphiprion allardi Amphiprion nigrisep
Amphiprion bicinctus Amphiprion ocellaris
Amphiprion chagosensi Amphiprion omanensis
Amphiprion chrysogaster Amphiprion percula
Amphiprion chrysoptarus Amphiprion perideraion
Amphiprion clarkii Amphiprion polymnus
Amphiprion ephippium Amphiprion rubrocintus
Amphiprion frenatus Amphiprion sandraracinos
Amphiprion fuscocaudatus Amphiprion sebae
Amphiprion late:onatus Amphiprion thiellei
Amphiprion latifasciatus Amphiprion tricinctus
Amphiprion leukokranos Premnas biaculeatus

Pemeliharaan Calon Induk
Calon induk ikan badut (Amphiprion ocellaris) yang dipelihara di BBPBL
Lampung merupakan hasil rekayasa pada kegiatan pendahuluan pada tahun 2007.
Calon induk dipelihara di akuarium kaca ukuran 80 cm x 45cm x 50 cm dengan
padat penebaran 3-4 ekor/ liter. Akuarium calon induk berjumlah dua buah yang
masing-masing berisi 100 ekor calon induk dengan kode masing-masing G-2 dan
G-21. Calon induk pada G-2 merupakan hasil dari persilangan induk F1 x F1
dengan F1 merupakan hasil dari perkawinan induk dari alam (F0) yang dipijahkan
di BBPBL Lampung. Calon induk G-21 berasal dari persilangan induk F0 x F1
dengan F0 merupakan induk yang diperoleh dari alam (Wahyuni, 2008). Selain
itu, di dalam akuarium ditambahkan paralon ataupun anemon untuk tempat
persembunyian ikan badut.
Pemeliharaan calon induk dilakukan bertujuan untuk menyiapkan induk
dengan kualitas yang baik kemudian siap untuk dilakukan proses penjodohan.
Sistem pemeliharaan menerapkan flow through system dengan pergantian air
sebesar 200 setiap harinya. Kegiatan pemeliharaan induk yang dapat diikuti di
BBPBL Lampung yaitu pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit, serta
pengelolaan kualitas air. Secara umum, kegiatan ini hampir sama dengan
pemeliharaan induk ikan badut hanya berbeda pada pemberian pakan saja.
Kegiatan persiapan wadah tidak dilakukan karena calon induk sudah tersedia
sejak lama.


Gambar 16. Pemeliharaan calon induk
Pakan yang diberikan untuk calon induk berupa pakan beku dan pakan
buatan. Pakan beku yang diberikan berupa udang jambret yang biasanya selama
ini dianggap sebagai hama di tambak. Pakan buatan yang digunakan untuk calon
induk ikan badut berupa pelet untuk larva kerapu dengan merk 'Love Larva
nomor 7 ukuran 1500-1700 mm yang telah disesuaikan dengan bukaan mulutnya.
Selain pelet tersebut, di BBPBL Lampung juga mencoba pelet komersial khusus
ikan hias dengan merk 'Sera Marin sebagai asupan tambahan.

Gambar 17. Pelet ikan hias untuk calon induk
Pakan beku maupun pelet diberikan secara at satiation. Metode pemberian
pakan beku yaitu pakan beku yang dibungkus dalam plastik kecil diambil dari
free:er kemudian diletakkan di potongan gelas plastik dan di dalam gelas tersebut
diisi air untuk mempercepat pencairan pakan tersebut. Setelah ditunggu selama 15
menit, pakan beku siap diberikan pada calon induk dengan menggunakan sumpit
untuk memudahkan pengambilan pakan beku dan pemberiannya kepada calon
induk (Gambar 18). Lebih baik pakan beku ditambahkan cairan Iermentasi
sebanyak 5 ml sebagai bahan pengkaya karena mengandung bakteri probiotik
yang baik bagi tubuh ikan badut. Respon ikan badut sangat agresiI dalam
mengambil makanan dan cenderung bergerombol ke permukaan. Pakan diberikan
sedikit demi sedikit sampai dimakan ikan kemudian diberikan lagi dan begitu
seterusnya sampai ikan tersebut berenang ke dasar dan tidak merespon lagi. Pada
saat pemberian pakan harus dihindari gerakan tiba-tiba yang dapat mengagetkan
ikan tersebut karena dengan gerakan tersebut akan mengurangi naIsu makannya.
Pakan beku diberikan satu kali sehari yaitu pukul 11.00.

Gambar 18. Pemberian pakan beku dengan sumpit
Pemberian pelet dilakukan dengan menaburkan pelet sedikit demi sedikit
hingga ikan tersebut tidak merespon lagi yang menandakan ikan tersebut
kenyang. Apabila ada sisa pakan yang mengendap di dasar harus segera di sipon
agar tidak mempengaruhi kualitas air. Pelet diberikan sebanyak dua kali sehari
yaitu pukul 08.00 dan pukul 15.00. Pelet diberikan secara bergantian antara LL7
dan pelet ikan hias di waktu yang sama.
C Pemeliharaan Induk
Induk ikan badut (Amphiprion ocellaris) di BBPBL Lampung berjumlah 7
pasang yang dipelihara pada akuarium berukuran 40 cm x 60 cm x 50 cm. Setiap
akuarium diisi oleh induk jantan dan betina yang sudah berpasangan dan siap
memijah. Akuarium pemeliharaan induk tersusun sejajar di pojok ruangan. Selain
itu, masing-masing akuarium induk diisi dengan anemon laut (Radianthus sp.)
yang ditempelkan pada substrat genteng lalu diletakkan di atas paralon.
.
Gambar 19. Kondisi akuarium pemeliharaan induk

Setiap akuarium memiliki kode masing-masing yang menunjukkan asal
induk yang susunannya dapat dilihat pada tabel 6. Induk yang telah berhasil
memijah bersumber dari para pengumpul ikan hias air laut, hasil tangkapan alam,
dan keturunan (F1) dari hasil kegiatan perekayasaan pendahuluan (tahun 2007) di
BBPBL Lampung. Pihak BBPBL Lampung melakukan beberapa kegiatan
persilangan yaitu menyilangkan antara induk dari alam dengan induk hasil
budidaya, induk alam dengan induk alam, dan induk budidaya dengan induk
budidaya.
Sistem pemeliharaan induk menggunakan flow through system dengan
pergantian air 200 setiap harinya. Sistem tersebut diterapkan dengan tujuan
menciptakan kondisi seperti di alam sebagai habitat asli anemon dan
memudahkan sirkulasi udara. Setiap akuarium terdiri 1 inlet dilengkapi dengan
stopkran dan 1 outlet berupa pipa 1 inci dengan posisi di sisi samping bagian
bawah akuarium. Setiap akuarium diberi penutup di bagian atas untuk
mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke dalam akuarium dan menghindari
kotoran masuk secara langsung ke dalam akuarium. Kegiatan pemeliharaan induk
yang dapat diikuti di BBPBL Lampung yaitu pemberian pakan, pemijahan,
penetasan telur, pencegahan hama dan penyakit, serta pengelolaan kualitas air.
1 Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan untuk induk berupa pakan hidup (ife food), pakan
beku (fro:en food), maupun pelet. Pakan hidup yang dapat diberikan yaitu
Artemia dewasa, udang jambret, dan blood worm. Pakan hidup diberikan kepada
induk dan calon induk sebagai penunjang protein yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kualitas dan kuantitas dalam proses pemijahan. Selain itu pakan
hidup juga diberikan secara ad libitum agar ketersediaan pakan di dalam akuarium
induk tetap ada. Artemia dewasa diperoleh dari bak kultur yang dilakukan mandiri
oleh Laboratorium Ikan Hias, sedangkan bloodworm diperoleh dari hasil
sampingan kultur Artemia saat penyiponan berlangsung. Pakan hidup hanya
diberikan dua kali sehari yaitu pada siang hari pukul 12.00 dan pukul 16.00.
Pemberian pakan hidup diutamakan untuk induk sedangkan untuk calon induk
hanya diberikan pakan beku dan pelet saja karena populasinya banyak.
Pakan hidup berupa Artemia dewasa diambil dari bak kultur dengan
menggunakan saringan. Sebelumnya telah disiapkan baskom yang berisi air laut.
Artemia yang berhasil disaring kemudian segera dikumpulkan di dalam baskom
dan ditambahkan cairan Iermentasi sebanyak 20 ml sebagai bahan pengkaya.
Setiap pasang induk diberikan 10-15 ekor Artemia pada pukul 12.00 dan pukul
16.00. Artemia diberikan menggunakan gelas plastik dan dituangkan ke masing-
masing akuarium induk.
Pakan hidup berupa blood worm diperoleh dari hasil penyiponan bak
kultur Artemia. Biasanya sebelum digunakan, blood worm dipisahkan dulu dari
kotoran yang ada dengan cara mengendapkan kotoran di dalam baskom yang
besar. Setelah 15 menit, blood worm yang bergerak bebas dan berenang di
permukaan langsung disipon menggunakan selang sipon berdiameter 1 cm dan
dialirkan ke wadah lainnya. Sipon dilakukan perlahan-lahan agar tidak terjadi
pengadukan. Apabila jumlah blood worm telah terpisah dari kotorannya sudah
cukup banyak maka dapat dibilas dengan air laut kemudian siap diberikan untuk
induk dengan waktu yang sama saat pemberian artemia dewasa. Lebih baik blood
worm yang tersisa di dalam endapan harus tetap dipisahkan dengan cara
menambahkan air ke dalam baskom agar kotoran yang mengendap terurai
kembali. Kemudian ditunggu hingga mengendap dan disipon kembali. Hal
tersebut dapat dilakukan hingga blood worm dalam endapan tersebut habis.
Induk ikan badut diberikan pelet untuk larva kerapu dengan merk dagang
'Love Larva bernomor 6 yang berukuran 1.100-1.300 mm. Pelet diberikan 2
kali/hari yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 14.00 secara at satiation.
2 Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan induk meliputi penyiponan
dan pengurangan air. Penyiponan dilakukan setiap sebelum dan sesudah
pemberian pakan. Penyiponan yang dilakukan sebelum pemberian pakan
bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang mengendap setelah proses
metabolisme malam hari sedangkan penyiponan sesudah pemberian pakan
bertujuan untuk membuang sisa-sisa pakan yang mengendap di dasar dan tidak
termakan. Proses tersebut dilakukan untuk menjaga air tetap jernih. Setiap pagi
dan sore hari pengurangan air dilakukan hingga 70 volume akuarium. Selang
sipon yang digunakan berbahan plastik dan diameternya cukup besar sekitar 1
inchi. Pada ujung selang biasanya ada yang ditambahkan pipa berbentuk T untuk
memudahkan pembersihan dinding akuarium saat penyiponan. Apabila hanya
menyipon sisa pakan dan Ieses saja biasanya tidak perlu menggunakan sipon T.


Gambar 20. Selang sipon
Setiap akuarium diberikan pelindung diatasnya berupa jaring ataupun
styrofoam yang berguna untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang
masuk ke dalam akuarium, sehingga dapat menghambat pertumbuhan lumut yang
terdapat di dalam akuarium.
3 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Pencegahan dan pengobatan penyakit pada pemeliharaan induk dan calon
induk ikan badut (Amphiprion ocellaris) menggunakan Methylene blue (MB) dan
AkriIlavin dengan dosis 5 ppm. Biasanya MB digunakan untuk pencegahan
sedangkan AkriIlavin digunakan untuk pengobatan. Methylene blue (MB)
diberikan secara tidak langsung ke dalam akuarium induk dan calon induk.
Pemberian bahan tersebut dengan cara diberikan bersamaan saat dilakukan
pembersihan dinding akuarium dari alga dan benthik yang menempel pada saat
pemeliharaan induk ikan badut. Apabila ditambahkan MB ke dalam air maka air
akan berubah warna menjadi biru sedangkan akriIlavin merubah warna air
menjadi kuning terang.
Metode pemberian MB dilakukan dengan cara air tawar disiapkan
menggunakan baskom kecil berukuran 3 L. Kemudian bahan tersebut
ditambahkan sebanyak 5 ppm ke dalamnya. Pembersihan dinding akuarium dapat
menggunakan lap ataupun wipper yang dicelupkan ke dalam larutan air tawar dan
MB. Seluruh dinding akuarium dibersihkan dan pipa outlet juga dibersihkan dari
lumut yang menempel. Metode pencucian dinding akuarium dapat dilihat pada
Gambar 21. Pengobatan yang dilakukan terhadap ikan badut yang sakit yaitu
individu yang sakit dipisahkan dari populasinya kemudian diletakkan di wadah
lain yang sudah diisi air laut dan ditambahkan AkriIlavin sebanyak 5 ppm. Ikan
tersebut direndam dalam larutan tersebut hingga kondisinya sehat kembali.


Gambar 21. Pembersihan dinding akuarium.
Penerapan biosekuritas juga mulai dilakukan dengan mencuci setiap alat
setelah selesai digunakan dan mencuci tangan dan kaki setiap baru datang ke
laboratorium ikan hias. Selain itu peralatan ikan yang sakit dan ikan yang sehat
dibedakan dan diletakkan di tempat terpisah untuk mencegah penyebaran
penyakit pada individu yang sehat. Ikan yang terdeteksi tidak naIsu makan dan
warnanya mulai memudar akan langsung diangkat dari akuarium dan direndam
dengan akriIlavin dosis 5 ppm di wadah kecil yang terpisah sampai ikan tersebut
normal kembali dan bisa merespon pakan dengan baik.
D Penjodohan
Ikan badut Amphiprion ocellaris bersiIat hermaprodit protandri yaitu saat
dilahirkan semua individu berkelamin jantan kemudian pada usia dewasa dapat
terdiIerensiasi menjadi betina. Perubahan kelamin tersebut menjadikan proses
pemijahan ikan badut cukup unik. Pada saat pemijahan, ikan tersebut harus
dilakukan proses penjodohan terlebih dahulu hingga mendapatkan satu pasang
induk yang cocok dan ikan badut bersiIat monogami yang hanya setia pada
pasangannya.
Menurut Wahyuni (2008) proses penjodohan diawali dengan menyeleksi
calon induk yang sudah mulai terdiIerensiasi. Penjodohan dilakukan dengan
menebar 6 ekor calon induk dengan rasio 1:1 pada akuarium bervolume 100 L
yang dilengkapi dengan anemon. Umumnya jantan dan betina sulit dibedakan
namun secara visual dapat dilihat bahwa jantan berukuran lebih kecil dan ramping
daripada betina yang lebih besar dengan perut yang agak membuncit. Proses
penjodohan berlangsung selama 3-4 minggu. Pada minggu pertama, salah satu
induk menguasai anemon. Ikan yang cepat beradaptasi menguasai anemon
kemudian menyeleksi calon pasangannya. Jika sudah mendapatkan pasangan,
ikan lainnya akan diserang untuk itu ikan lainnya harus segera dikeluarkan.
Setelah itu diperlukan waktu 3-6 bulan sampai pasangan tersebut memijah
tergantung dari umur, kematangan gonad, dan penanganan. Apabila induk betina
yang telah berpasangan itu mati maka pernah dimasukkan induk baru tanpa proses
penjodohan kembali kemudian pasangan dari ikan yang mati tersebut akan
berubah menjadi betina namun tidak dapat memijah dengan induk baru yang
dimasukkan secara paksa ke dalam akuarium tersebut. Masa rematurasi induk
ikan badut berkisar antara 8-9 hari.
E Pemijahan Induk
Pemijahan ikan badut Amphiprion ocellaris dilakukan setelah induk sudah
berpasangan. Induk tersebut diletakkan dalam satu wadah yang telah dilengkapi
substrat anemon dan genteng. Pemijahan terjadi pada waktu siang hari dan
pemijahan secara alami. Sehari sebelum memijah, induk terlihat membersihkan
sarangnya. Pemijahan dilakukan dengan induk jantan terlihat merangsang induk
betina untuk mengeluarkan telur dengan cara meliukkan badannya seperti
melakukan tarian pemijahan dan saling berkejaran. Apabila induk betina sudah
mengeluarkan telurnya maka telur tersebut langsung ditempelkan ke substrat dan
posisinya diatur kemudian dibuahi oleh jantan. Pemijahan terjadi antara pukul
11.00-15.00 dan siIat telur menempel pada substrat di sekitar anemon. Telur ikan
badut berbentuk agak lonjong dengan tinggi 1 mm dan diameter 0,3 mm.
F Penetasan Telur
Masa perawatan telur ikan badut Amphiprion ocellaris selama 7-8 hari
yang dilakukan oleh kedua induk. Induk menyembulkan mulutnya dan
mengibaskan siripnya ke arah telur selama perawatan. Induk ikan badut bersiIat
parental care dengan induk jantan lebih agresiI merawat telur sedangkan induk
betina menjaga telur dari serangan luar.
Gambar 22. Telur ikan badut

Telur menetas pada pagi hari yaitu pukul 05.00-09.00 dengan suhu media
berkisar 26-28
o
C kemudian larva dipindahkan ke bak Iiber dengan selang waktu
1-2 jam setelah telur menetas. Induk akan memijah kembali 1-2 hari setelah telur
menetas. Proses penetasan dilakukan dengan cukup unik yaitu induk mengibaskan
sirip ventral ke arah telur hingga lepas dari substrat, kemudian telur yang lepas
dimasukkan kedalam mulut induk tersebut dan disembulkan keluar sudah dalam
bentuk larva yang dapat berenang bebas. Hal tersebut dilakukan berulang kali
hingga telur menetas semua menjadi larva. Proses penetasan tersebut terjadi
secara bertahap. Selama masa pengeraman, telur mengalami perubahan warna
setiap harinya.
Tabel 7. Pengamatan Telur Amphiprion ocellaris
Hari
Ke-
Warna Telur Keterangan
1 Putih agak transparan
2 Putih Kekuningan Terlihat bintik mata berwarna putih
3 Keabu-abuan
4 Hitam
5 Hitam Terlihat bintik mata menjadi hitam
6 Metalik
7 Metalik
8 Menetas menjadi larva
Biasanya jika terdapat sisa telur yang belum menetas saat pemanenan
larva sudah dilakukan maka sisa telur tersebut akan dimakan oleh induk jantan.
Hal tersebut dapat dikarenakan induk yang stress pada saat pemanenan larva
berlangsung. Apabila pada pagi hari terlihat telur sudah menetas maka aliran air
pada inlet dimatikan dan aerasi dikeluarkan. Larva yang telah menetas dipanen
dengan menggunakan metode sipon. Cara yang dilakukan dengan menggunakan
ember 10 L yang diisi air laut 1 L dan diletakkan di tempat yang lebih tinggi
untuk mengurangi tekanan saat penyiponan larva sehingga larva tidak terlempar
dan mengurangi stress saat pemanenan. Selang sipon yang digunakan berdiameter
/ inchi dengan panjang 2 m yang diikat pada kayu panjang untuk memudahkan
penyiponan. Larva disipon sambil dihitung ke dalam ember. Pengisian air ke
dalam ember tidak boleh penuh agar air tidak tumpah saat dibawa ke bak
pemeliharaan larva.


Gambar 23. Metode pemanenan larva dan selang sipon larva
G Pemeliharaan Larva
Kegiatan pemeliharaan larva dilakukan sesaat setelah pemanenan larva
dari akuarium induk hingga ikan mencapai bentuk yang deIinitiI. Pada saat garis
tubuh sudah lengkap dan semua sirip telah tumbuh sempurna maka larva tersebut
telah berubah menjadi benih yang siap dipelihara ke tahap selanjutnya.
1Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan larva ikan badut (Amphiprion ocellaris) di BBPBL
Lampung adalah bak Iiber volume 500 L. Namun pada saat produksi larva
meningkat maka dapat digunakan wadah tambahan yang berupa akuarium kaca
volume 100 Liter. Wahyuni (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
dengan menggunakan kedua wadah tersebut, pertumbuhan ikan badut tidak
menunjukkan perbedaan berarti.
Kegiatan persiapan wadah meliputi pencucian bak, pembilasan, pemberian
kaporit, pengeringan, dan pengisian air. Proses pembersihan bak dilakukan
dengan cara mengelap dinding dan dasar bak dengan tujuan membersihkan lumut
dan kotoran yang menempel bak Iiber tersebut. Setelah proses pencucian
dilanjutkan pembilasan dengan air laut. Kemudian dilanjutkan dengan proses
sterilisasi wadah dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan dalam air dengan
dosis 5-10 ppm kemudian disiramkan pada bagian dinding dan dasar bak. Setelah
diberikan kaporit maka didiamkan selama 1 hari kemudian dibilas kembali
dengan air tawar hingga bersih. Bak Iiber didiamkan selama 2-3 hari. Sebelum
digunakan, bak Iiber harus dibilas kembali untuk menghilangkan sisa-sisa kaporit
yang dapat membahayakan larva dengan kondisi yang masih rentan.


Gambar 24. Pencucian bak Iiber
Selain itu dilakukan pembersihan pada komponen lainnya seperti selang
aerasi, batu aerasi, dan pipa outlet. Selang aerasi dan batu aerasi direndam dalam
air tawar yang dicampurkan AkriIlavin dengan dosis 5 ppm sebagai tindakan
desinIeksi peralatan. Setelah proses pembersihan wadah dilakukan maka
dilanjutkan dengan proses pengisian air laut melalui penyaringan pada pipa inlet
sampai volume bak mencapai 300-400 L lalu diberi aerasi dan dimasukkan
Iitoplankton sebelum larva dipindahkan. Filter pada inlet cukup sederhana berupa
Iilter Iisik dan kimia. Filter Iisik terdiri dari kapas dan kain kassa yang berguna
untuk menyaring substrat seperti pasir dan lumpur. Filter kimia yang digunakan
yaitu arang aktiI yang dibungkus dengan kain kassa berIungsi menetralisir bahan-
bahan kimia berbahaya pada air laut sebelum masuk ke dalam bak pemeliharaan.
2 Penebaran Larva
Larva yang telah dipanen segera ditebar di bak pemeliharaan larva.
Sebelum penebaran larva, dipastikan bak sudah terisi air laut 300-400 Liter dan
telah dimasukkan Iitoplankton. Sistem aerasi telah terpasang pada bak
pemeliharaan. Pada saat penebaran, sistem aerasi dimatikan terlebih dahulu untuk
memudahkan pada saat aklimatisasi larva. Padat tebar larva berkisar 2-3 ekor/L
atau disesuaikan dengan jumlah larva yang ada.
Penebaran larva menggunakan ember yang sudah berisi larva diapungkan
ke bak pemeliharaan larva. Sebelum dimasukkan ke dalam bak, ujung bawah
ember dicelupkan ke air tawar terlebih dahulu sebagai tindakan biosecurity. Larva
ditebar bertahap dengan cara ember dimiringkan kemudian air dari bak
dimasukkan ke dalam ember perlahan-lahan untuk menyesuaikan kondisi
lingkungan pada larva. Setelah itu larva dibiarkan berenang ke dalam bak Iiber
dengan sendirinya. Aerasi dihidupkan kembali dengan kekuatan kecil selama 24
jam.
3 Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan pada larva cukup bervariasi tergantung umur dan
disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan
hidup dan pakan buatan. Pakan hidup berupa rotiIera, kopepoda, naupli Artemia,
dan Diaphanosoma. Pakan hidup tersebut ditunjang dengan pemberian
Iitoplankton yang terdiri dari Nannochloropsis, Chaetoceros, dan Tetraselmis.
Pemberian Iitoplankton bertujuan untuk mengurangi intensitas cahaya yang
masuk ke dalam bak larva (sebagai shadow) dan sebagai pakan bagi rotiIera
namun bila pemberiannya berlebihan akan menyebabkan blooming alga dalam
bak dan dapat menyebabkan kematian pada larva karena terjadi kompetisi oksigen
dalam bak pemeliharaan larva tersebut. Fitoplankton dapat diberikan secara
tunggal maupun mix. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di BBPBL Lampung
tentang aplikasi berbagai Iitoplankton pada pemeliharaan larva ikan badut maka
dapat disimpulkan pemberian Nannochloropsis dan Chaetocheros merupakan
kombinasi terbaik yang dapat diberikan ke dalam bak larva terkait kelengkapan
nutrisi yang terkandung dalam kedua jenis Iitoplankton tersebut.
Pemberian pakan hidup ke dalam bak larva dengan metode ad libitum
yaitu pakan diusahakan selalu tersedia dalam media pemeliharaan dengan
kepadatan populasi senantiasa disesuaikan dengan ketentuan yang ada. Jenis
pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut larva yang dapat
dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Jadwal pemberian pakan pada larva
Umur akan keterangan
D1 oLlfera

DS oLlfera + naupll kopepoda

D10 oLlfera + np Attemlo +
kopepoda
ada u8 mulal dlberl np Attemlo sedlklL
D1S kopepoda + np Attemlo Cverlap roLlfera 12 harl
D20 kopepoda + np Attemlo + elleL
LL2
8ela[ar dlberlkan peleL mulal darl u 16
Setiap pemberian pakan hidup selalu dilakukan pengecekan kepadatan
setiap 2 jam sekali dengan cara mengambil air dalam bak larva menggunakan
gelas plastik bervolume 250 ml dan dihitung kepadatannya. Pipet dapat
digunakan untuk memudahkan penghitungan plankton. Apabila perhitungan
kepadatan berkurang maka ditambahkan sampai kepadatannya sesuai dengan
ketentuan. Kepadatan pakan hidup dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Jumlah pemberian pakan hidup
en|s kepadatan ember|an
kot|fera 3 ekor/ ml
5-10 ekor/ml
10-20 ekor/ml
u1 u
D4 D6
~ D7
kopepoda 200 ekor/llLer u7 u0
Naup|| 4rtemio 00 ekor/llLer u6 u0
iophonosomo 200 ekor/llLer u0 u60
e|et At sotlotloo u20
I|top|ankton 2410
3
sel/ml u1 u18
Pakan buatan mulai diberikan pada D20 namun tahap pembelajarannya
sejak D18. Strategi pembelajaran pelet pada larva dengan dipancing
menggunakan naupli Artemia terlebih dahulu, baru diberi pelet sedikit demi
sedikit. Pembelajaran pelet dapat lebih mudah dengan menggunakan metode
continous feeding yaitu pemberian naupli Artemia secara berkelanjutan sedikit
demi sedikit dengan menggunakan alat bantu berupa wadah berbentuk botol
plastik yang dihubungkan dengan selang aerasi.
Penyiapan alat continous feeding yaitu botol minuman ringan volume 1,5
L dipotong pada bagian dasarnya membentuk seperti gantungan. Tutup botol
dilubangi dan dipasang selang aerasi dengan stop kran diujungnya. Botol tersebut
digantungkan di atas bak pemeliharaan larva kemudian ujung selang aerasi
ditempelkan di dinding bak. Naupli Artemia dan air laut dimasukkan sebanyak 1
L ke dalam botol tersebut. Naupli Artemia akan mengalir melalui selang aerasi
menuju bak larva. Debit aliran tersebut diatur sedemikian rupa sehingga berupa
tetesan. Larva akan berkumpul pada tetesan nauplii Artemia tersebut. Saat larva
sudah terlatih berkumpul di satu titik maka dapat mulai diberikan pelet
menggunakan pipet tetes. Jenis pakan buatan yang diberikan yaitu pakan untuk
larva kerapu dengan merk dagang 'Love Larva nomor 2 dengan diameter pelet
198 308 mm setara dengan ukuran naupli Artemia. Sebelum pelet diberikan,
dicampur sedikit demi sedikit dengan air untuk memudahkan pemberiannya pada
larva. Pelet diberikan dengan metode at satiation (sekenyangnya) sebanyak dua
kali sehari yaitu pada pukul 09.00 dan pukul 15.00. Pelet diberikan dengan
mengamati respon makan dari larva. Apabila larva sudah berenang menjauh maka
pemberian pelet dihentikan dan dilakukan penyiponan untuk membersihkan sisa-
sisa pakan yang terbuang.
4 Pengelolaan Kualitas Air
Ikan badut Amphiprion oceellaris pada Iase larva merupakan Iase yang
paling rentan terhadap perubahan kualitas air yang mendadak sehingga diperlukan
pengelolaan air yang baik dalam pemeliharaannya. Pada saat mengalirkan air laut
ke dalam bak pemeliharaan larva untuk pengisian air harus dipasang Iilter Iisik
dan kimia pada bagian inlet. Filter Iisik berupa Iilter wool yang bagian ujung pipa
dilapisi dengan kain kassa yang bertujuan untuk menyaring kotoran yang terdapat
pada air laut, yang akan dialirkan ke dalam bak larva, sedangkan Iilter kimia
digunakan arang aktiI yang terbungkus kain kassa dengan tujuan menyerap zat-
zat kimia berbahaya yang terkandung dalam air laut yang digunakan sebagai
media pemeliharaan larva.
Pipa yang berisi bahan Iilter harus dicuci terlebih dahulu sebelum
digunakan. Setelah itu dipasang instalasi inlet yang terdiri dari pipa berbahan
PVC dengan ukuran inci, / inci, 1 inci dan pipa Iilter yang disambungkan
dengan pipa berbentuk T maupun L dan disusun sedemikian rupa kemudian
diujungnya dipasangkan stop kran untuk mengatur aliran air. Pipa inlet juga dapat
disusun secara paralel untuk pengisian air pada dua bak Iiber sekaligus. Pengisian
air laut di awal pemeliharaan dan setelah penyiponan dipasang pipa inlet yang
bersiIat sementara. Pipa inlet digunakan terus menerus apabila pemeliharaan
sudah menggunakan flow through system mulai D10 dengan debit yang sangat
kecil.
Penyiponan bak larva dilakukan setelah 3 hari pertama pemeliharaan
dengan cara aerasi diangkat kemudian dilakukan penyiponan menggunakan
selang sipon berdiameter 1 inchi yang bagian ujungnya diberikan pipa T agar
volume air dalam bak tidak cepat habis. Selang sipon dialirkan ke dalam ember
20 L yang telah diletakkan saringan mikron dengan tujuan menyaring pakan
hidup dan larva yang terbawa pada saat proses penyiponan berlangsung. Aerasi
harus dimasukkan kembali setelah penyiponan selesai. Apabila ada larva yang
mati ditampung dalam baskom kecil kemudian dihitung jumlahnya. Proses
penampungan menggunakan selang sipon berdiameter / inci. Penyiponan
dilakukan minimal 2 hari sekali untuk membersihkan endapan Iitoplankton dan
zooplankton yang mati di dasar bak.
Pergantian air dilakukan setelah 5 hari pertama pemeliharaan dengan cara
menyurutkan volume air sebanyak 70 dari volume bak low through system
baru dapat digunakan setelah larva berumur lebih dari 10 hari saat larva sudah
mulai kuat melawan arus. Debit air dialirkan 25 ml/detik dengan pergantian air
50-70 setiap harinya. Debit air mulai ditambahkan menjadi 50 ml/detik setelah
larva mulai mendapat pelet yaitu dengan pergantian air 70-100 setiap harinya.
Kegiatan pengelolaan kualitas air didukung dengan pengukuran parameter
kualitas air untuk mengetahui kondisi air pada bak larva. Parameter yang diukur
antara lain DO, salinitas, suhu, dan pH. Sistem pengecekan kualitas air di BBPBL
Lampung dilakukan setiap minggunya secara bergantian pada wadah yang
berbeda. Hasil pengukuran kualitas air pada bak pemeliharaan larva dapat dilihat
pada tabel 10.
Tabel 10. Pengukuran kualitas air pada bak pemeliharaan larva
kode
8ak
1anggal uC (mg) 1 (
o
C) SallnlLas (ppL) pP
I2 27 !ull 2009 471 27 2
0 !ull 2009 489 28 2 7874
I6 27 !ull 2009 46 273 2
Data kualitas air pada tabel 10 terlihat bahwa salinitas air laut stabil pada
nilai 32 ppt dengan kisaran DO 4,34,8 mg/L dan kisaran suhu 2729
o
C. Kondisi
air laut pada bak larva memiliki pH 78 . Kisaran nilai dari berbagai parameter
kualitas air tersebut menggambarkan kondisi air yang cukup stabil dan masih
layak sebagai media pemeliharaan larva ikan badut.
5 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Biasanya pada Iase larva ikan badut masih rentan terhadap penggunaan
dosis antibiotik yang tinggi. Pemberian methylene blue (MB) ataupun akriIlavin
hanya digunakan apabila terjadi kematian massal di dalam bak larva dan adanya
indikasi larva yang terkena jamur. Kematian massal dapat diakibatkan oleh
beberapa Iaktor diantaranya pada saat Iase pergantian jenis pakan diakibatkan
ukuran pakan masih terlalu besar bagi bukaan mulut larva, setelah penyiponan
aerasi tidak dimasukkan kembali yang dapat menyebabkan larva stress akibat DO
berkurang, serta kemungkinan terjadinya blooming alga (Iitoplankton) di bak
larva karena pemberian Iitoplankton yang berlebihan. Selain itu air laut terkadang
mengandung lumpur yang tidak tersaring pada Iilter sehingga berdampak buruk
bagi larva. Kematian massal diatasi dengan pemberian akriIlavin dosis 10 ppm
dan MB diberikan apabila larva terkena jamur dengan ciri terdapat bintik-bintik
putih di permukaan tubuh larva. saat diberikan treatment tersebut maka langsung
digunakan flow through system untuk memperlancar sirkulasi air dan mengurangi
stress larva akibat pemberian antibiotik.
6 Sampling Pertumbuhan
Kegiatan sampling pertumbuhan larva dilakukan setiap lima hari sekali
dengan jumlah sampel sebanyak 10-20 ekor namun pada sampling D1 dan D5
biasanya hanya berjumlah 5 ekor karena larva masih sangat rentan. Parameter
yang diamati adalah pertumbuhan panjang dan perkembangan morIologis dari
larva tersebut. Data pertumbuhan panjang bersiIat kuantitatiI sedangkan
perkembangan morIologis bersiIat kualitatiI misalnya perubahan warna tubuh,
jumlah garis tubuh, dan perkembangan sirip dari larva ikan badut. Pengamatan
perkemabangan morIologis biasanya diperlukan saat menyeleksi bakal calon
induk unggul sejak dini dan mengantisipasi kemungkinan abnormalitas.
Alat yang digunakan untuk sampling pertumbuhan panjang antara lain
penggaris dan milimeter blok. Kertas milimeter blok yang telah dilapisi plastik
digunakan untuk mengukur larva yang masih berukuran kecil dan masih dalam
kondisi rentan.


Gambar 28. Sampling pertumbuhan panjang larva ikan badut
Metode sampling dilakukan dengan cara larva diambil menggunakan seser
sebanyak 10-20 ekor dan seser dibiarkan mengambang di permukaan bak. Larva
dari dalam seser diambil menggunakan potongan gelas plastik lalu diletakkan
pada milimeter blok ataupun penggaris yang terdapat dalam potongan pipa dan
dihitung panjang totalnya kemudian dicatat. Kondisi larva saat penghitungan
panjang diusahakan tidak kering dan selalu terkena air walaupun sedikit. Larva
yang sudah dihitung dikembalikan ke dalam bak dan tidak dicampurkan ke dalam
seser kembali.
Larva ikan badut yang telah mencapai umur D25 dapat dipanen dan
dipindahkan ke wadah pemeliharaan berupa akuarium namun larva yang layak
dipanen yaitu yang sudah merespon baik pelet. Apabila diamati perkembangan
morIologinya mulai muncul garis putih ke-3 di pangkal ekor walaupun masih
samar. Sebelum pemindahan dilakukan grading terlebih dahulu. Hal ini dilakukan
dengan tujuan menyeragamkan ukuran larva pada saat ditempatkan di akuarium
sehingga kompetisi makan pada larva berukuran kecil dan besar dapat dihindari.
Ikan badut tidak bersiIat kanibal sehingga penyeragaman ukuran bukan untuk
tujuan menghindari kanibalisme.
Larva dipanen dengan cara air disurutkan sampai 30 dari volumenya.
Larva diambil dengan menggunakan saringan kemudian ditampung di baskom
kecil dan diletakkan sementara pada wadah untuk digrading yang menggunakan
styrofoam yang telah diisi air laut. Pemanenan larva dilakukan dengan
menyertakan air media pemeliharaan karena larva belum terlalu kuat apabila
kontak langsung dengan udara. Larva tersebut digrading berdasarkan panjang dan
morIologinya. Ukuran 1,5 cm dimasukkan ke dalam akuarium sedangkan
apabila 1,5 cm dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan larva kembali. Larva
digrading kemudian dihitung jumlahnya untuk mengetahui sintasan selama
pemeliharaan larva di bak Iiber. Tingkat kelangsungan hidup pada larva ikan
badut yang dipelihara di bak Iiber F5 sebesar 97,57 dengan penebaran awal
sebanyak 1064 ekor larva berasal dari 3 pasang induk (Ioc3 584 ekor, Ioc5
320 ekor, Ioc7 150 ekor), sedangkan kematian selama pemeliharaan 25 hari
sebanyak 26 ekor. Pemberian metode continous feeding bisa melatih pemberian
pelet ke larva dengan mudah dan meningkatkan SR larva ikan badut.
H Pemeliharaan enih
Pemeliharaan benih dapat dilakukan di wadah akuarium berukuran 80 cm
x 45 cm x 50 cm. Pada wadah ini, benih dipelihara hingga berukuran 2-3 cm.
Pakan yang diberikan berupa naupli Artemia, kopepoda, dan pelet. Jenis pelet
yang diberikan yaitu 'Love Larva nomor 3 dan nomor 4. Pada ukuran 2-3 cm,
benih sudah memiliki perkembangan morIologi yang lengkap dan sudah deIinitiI.
Waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran tersebut yaitu
sekitar 2-3 bulan dari saat menetas. Pada ukuran tersebut juga dapat dilakukan
grading untuk tahap pembesaran hingga mencapai ukuran 4-5 cm yang dipelihara
di kolam beton bervolume 100 m
3
. Grading dengan cara ikan yang berukuran
2,7 cm siap ditebar ke kolam sedangkan kurang dari ukuran tersebut maka masih
tetap dipelihara di akuarium. Pada ukuran 4-5 cm, ikan badut telah berumur 4-5
bulan. Setelah mencapai ukuran tersebut, ikan badut dapat dikatakan dewasa dan
siap untuk dijual atau digunakan sebagai calon induk.
Kegiatan pemeliharaan benih ukuran 2-3 cm dan 3-4 cm yang dilakukan
yaitu mengikuti pemberian pakan dan penyiponan. Secara umum metode
pemberian pakannya sama dengan saat larva. Frekuensi pemberian pakan yaitu
pelet 2 kali/hari dan pakan hidup 2 kali/hari. Balai Besar Pengembangan Balai
Laut Lampung sedang melakukan penelitian tentang pemeliharaan benih dengan
akuarium yang disusun secara berseri. Benih yang digunakan berukuran 2 cm.
Sistem pemeliharaan berseri dilakukan dengan cara benih dipelihara pada empat
akuarium yang berbeda namun hanya terdiri dari 1 inlet dan 1 outlet sedangkan
keempat akuarium tersebut dihubungkan dengan pipa untuk membentuk sistem
resirkulasi kemudian pada akuarium ke-4 air dibuang. Kelebihan sistem ini yaitu
air pemeliharaan dapat digunakan 3-4 kali sebelum dibuang. low through system
pada pemeliharaan ini dapat menghemat air laut yang digunakan.
I Pengepakan dan Transportasi enih
Benih ikan badut Amphiprion ocellaris siap jual pada ukuran 2-3 cm dan
3-4 cm dengan metode pengepakan yang sedikit berbeda. Pada saat praktek
lapang, ada permintaan ikan badut sebanyak 1500 ekor untuk ukuran 3-4 cm yang
akan dikirim ke Jakarta. Pemanenan ikan yang akan dikirim biasanya seminggu
sebelum pengepakan. Pemuasaan dilakukan selama 3-4 hari pada wadah yang
berbeda dengan wadah pemeliharaan. Ikan digrading sesuai dengan permintaan
konsumen dan dilakukan pada air mengalir.
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengepakan benih ikan badut dapat
dilihat pada Tabel 12. Sehari sebelum pengepakan dipersiapkan kantong pastik
yang dibentuk berlapis dua kemudian diikat ujung-ujungnya menggunakan karet.
Hal tersebut bertujuan agar mencegah kebocoran saat transportasi. Setelah itu
kantong plastik dibalik sehingga posisi ikatan tadi berada di dalam plastik.
Tabel 12. Bahan yang digunakan untuk pengepakan
no !enls 8ahan
1 kanLong plasLlk ukuran 100 cm aLau 2340 cm
2 kareL
3 Lakban/seloLlp besar
4 Ls baLu
S Ckslgen Murnl
6 tytofoom
oLongan gelas plasLlc
8 Cayung
9 Serokan
10 ombong
Pengepakan dilakukan pada pagi hari yaitu sekitar pukul 05.00 di
laboratorium ikan hias BBPBL Lampung. Tahap yang dilakukan yaitu plastik
berukuran 2540 cm yang telah berlapis 2 dimasukkan ke dalam ember berukuran
10 L dalam posisi terbuka. Plastik diisi air sebanyak 2 L. Ikan yang telah dipanen
dan dipuasakan kemudian dihitung menggunakan saringan teh. Ikan yang sudah
dihitung dimasukkan ke dalam baskom kecil yang sudah diisi air laut sebanyak 1
L. Ikan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik tersebut dengan
kepadatan 61 ekor/ kantong. Plastik yang sudah diisi ikan kemudian diberi
oksigen. Pemberian oksigen awalnya disemprotkan ke dalam air untuk
meningkatkan DO kemudian selang oksigen diangkat perlahan sambil diudarakan
ke dalam plastik sampai ruang pada plastik penuh setelah itu diikat dengan karet
berlapis dua. Kemasan tersebut dimasukkan ke dalam kotak styrofoam dan
disusun rapi. Satu kotak styrofoam dapat diisi 6 bungkus plastik besar. Kemudian
dimasukkan es batu di sela-sela bungkus plastik lalu styroIoam ditutup dengan
lakban dan disusun.


Gambar 31. Hasil pengepakan
1 Kultur Pakan Alami
Kegiatan pembenihan terutama dalam pemeliharaan larva sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan pakan khususnya pakan hidup. Pada stadia larva
dibutuhkan pakan hidup untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jenis pakan
hidup yang diberikan pada larva dan benih ikan badut berupa zooplankton.
Menurut Djarijah (2005), kriteria pakan hidup yang baik sebagai pakan larva
adalah ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, kandungan sumber
nutrisinya tinggi, gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktiI sehingga
mudah ditangkap, mudah dicerna oleh ikan, tidak mengeluarkan senyawa
beracun, dan mudah dibudidayakan.
Pakan hidup yang dibutuhkan dalam pembenihan A. ocellaris yaitu
rotiIera, kopepoda, naupli Artemia, dan Diaphanosoma. Sebagai pakan hidup
untuk larva adalah Artemia dewasa dan blood worm. Kultur zooplankton
dilakukan di laboratorium zooplankton sedangkan kultur Artemia dewasa
dilakukan mandiri oleh laboratorium ikan hias. Blood worm biasanya merupakan
hasil samping dari kultur Artemia tersebut. Kultur Artemia dewasa sangat
ditunjang oleh Iermentasi sebagai asupan nutrisi dan bahan pengkaya karena
mengandung probiotik. Selain itu juga dilakukan penetasan siste Artemia setiap
hari di laboratorium ikan hias untuk menunjang kebutuhan pakan larva dan benih
ikan badut.
1 Penetasan Siste 7902,
Penetasan siste Artemia menggunakan wadah dengan kapasitas 20 L yang
sudah dibersihkan sebelumnya. Media yang digunakan untuk penetasan siste
Artemia adalah air laut dan air tawar dengan perbandingan 3:1 kemudian aerasi
dihidupkan. Setelah itu siste Artemia ditambahkan sebanyak 30 gram dan
didiamkan selama 24 jam.
Panen naupli Artemia dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00
dengan mengangkat aerasi terlebih dahulu. Artemia dalam wadah kemudian
disaring dengan menggunakan plankton net lalu dibilas dan ditempatkan dalam
wadah berupa baskom. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa botol
plastik bekas yang sudah dirancang untuk pemisahan antara naupli Artemia
dengan cangkangnya. Setelah itu diamkan selama 15 menit hingga cangkang
artemia mengapung dan naupli Artemia mengumpul di dasar wadah. Naupli yang
terkumpul di dasar wadah dibuka kran airnya lalu langsung dialirkan ke dalam
wadah baskom terlebih dahulu. Setelah pemisahan diulang sebanyak dua kali baru
naupli dimasukkan ke wadah penampungan berupa ember yang berkapasitas 20 L.
Ember tersebut dalam keadaan bersih dan telah berisi air laut yang diberi aerasi.
Pada tahap pemanenan naupli harus diperhatikan benar agar cangkang tidak
terbawa ke dalam wadah penampungan dan agar ketika diberikan pada larva tidak
termakan karena dapat membahayakan organ pencernaan larva. Setelah itu
langsung disiapkan kembali untuk penetasan selanjutnya. Penetasan naupli
Artemia dilakukan setiap hari.
Naupli Artemia yang telah dipanen digunakan untuk pakan larva dan
benih. Naupli Artemia dapat dipelihara sampai ukuran tertentu untuk diberikan
pada induk ikan badut. Untuk memenuhi jumlah Artemia sampai kebutuhan untuk
induk ikan badut maka pada saat penetasan siste Artemia ditambahkan 15 gram
dari dosis semula.


Gambar 32. Wadah penetasan siste Artemia
2 Kultur 7902, Dewasa
Siste Artemia yang sudah menetas menjadi naupli dapat dilanjutkan
dengan proses pemeliharaan artemia sampai menjadi artemia dewasa. Tahapan-
tahapannya yaitu dengan memasukkan naupli Artemia ke dalam wadah berupa
bak Iiber dengan kapasitas 2 m
3
yang telah diisi dengan air laut dan Iitoplankton
lalu diaerasi. Setiap harinya pada bak tersebut harus diberikan Iermentasi sebagai
asupan nutrisi untuk Artemia dan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.
Setelah 2-3 minggu pemeliharaan maka Artemia siap diberikan sebagai pakan
induk.


Gambar 33. Bak kultur dan bentuk Artemia dewasa
3 Pembuatan Fermentasi
Fermentasi merupakan pakan yang diberikan untuk kultur Artemia.
Komposisi dalam pembuatan Iermentasi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Komposisi Fermentasi
8ahan uosls
1epung 8eras 1 kg
akan Udang ] Dedak 30100 g
Mo|ase 230 ml
rob|ot|k 230 ml
A|r Laut 3 L
Pembuatan Iermentasi dilakukan dengan mencampur tepung beras dengan
air laut sebanyak 5 L dalam wadah ember berkapasitas 20 L yang sudah bersih.
Kemudian campuran tersebut disaring menggunakan saringan 150 m lalu
ditambahkan 50-100 gram pakan udang atau dedak. Setelah itu disaring lagi
dengan saringan 150 m dan ditambahkan molase sebanyak 125 ml lalu disaring
lagi dengan saringan 150 m dan ditambahkan probiotik sebanyak 150 ml. Semua
bahan dipastikan tercampur dengan baik lalu diendapkan selama 5-7 hari.
Hasil endapan dari campuran bahan tersebut disaring kembali dengan
saringan 30 m lalu ditambahkan lagi molase sebanyak 125 ml dan bakteri
sebanyak 100 ml. Penambahan molase sebanyak 2 kali agar lebih eIektiI. Setelah
semua tercampur, tahap terakhir yaitu dimasukkan ke dalam botol-botol bekas agar
memudahkan dalam penggunaannya dan siap diberikan untuk pakan Artemia dan
pakan hidup lainnya. Biasanya Iermentasi diberikan pada kultur Artemia sebanyak
375 L setiap 2 kali sehari.

8A8 III
LNU1U


DAI1Ak US1AkA

http://dheaproI.wordpress.com/2010/02/12/kegiatan-pembenihan-ikan-badut-di-
bbpbl-lampung/

Anda mungkin juga menyukai

  • LF Udang Vanname
    LF Udang Vanname
    Dokumen12 halaman
    LF Udang Vanname
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • LP Ikan Hias
    LP Ikan Hias
    Dokumen6 halaman
    LP Ikan Hias
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Lobster Ucu
    Lobster Ucu
    Dokumen5 halaman
    Lobster Ucu
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Lobster Ucu
    Lobster Ucu
    Dokumen5 halaman
    Lobster Ucu
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Ikan Mas Mulyati
    Bab I Ikan Mas Mulyati
    Dokumen3 halaman
    Bab I Ikan Mas Mulyati
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • MOLUSKA
    MOLUSKA
    Dokumen8 halaman
    MOLUSKA
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Invivo Invitro
    Invivo Invitro
    Dokumen7 halaman
    Invivo Invitro
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Daphnia HASNHY
    Daphnia HASNHY
    Dokumen1 halaman
    Daphnia HASNHY
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Komet Suryati
    Komet Suryati
    Dokumen11 halaman
    Komet Suryati
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Desinfeksi
    Laporan Desinfeksi
    Dokumen7 halaman
    Laporan Desinfeksi
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • Arwana Dahlia
    Arwana Dahlia
    Dokumen11 halaman
    Arwana Dahlia
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat
  • LP Pkan Larva Hasniar
    LP Pkan Larva Hasniar
    Dokumen8 halaman
    LP Pkan Larva Hasniar
    Citra Niantisari
    Belum ada peringkat