Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Sklera adalah pembungkus Iibrosa pelindung mata bagian luar. Jaringan ini padat dan
berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan dura mater nervus
optikus di belakang. Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior nervus
optikus sebagai lamina cribrosa. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis dari jaringan elastik halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang
memasok sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera adalah lamina Iusca,
yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.
1
Pada insersi musculi rekti, sklera mempunyai tebal sekitar 3 mm, di tempat lain tebalnya
1 mm. Di sekitar nervus optikus, sklera ditembus oleh arteria siliaris posterior longa dan brevis
dan nervus siliaris longus dan brevis. Arteri siliaris posterior longa dan nervus siliaris longus
berjalan dari nervus optikus menuju ke korpus siliare di sebuah lekukan dangkal pada permukaan
dalam sklera pada meridian jam 3 dan jam 9. Di sebelah sedikit posterior ekuator, empat vena
vortex mengalirkan darah dari koroid melalui sklera, biasanya satu di setiap kuadran. Sekitar 4
mm di belakang limbus, sedikit anterior insersi berturut-turut muskulus rektus, empat arteria
siliaris anterior, dan vena menembus sklera. PersaraIan sklera berasal dari saraI-saraI siliaris.
1

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-berkas
jaringan Iibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16 m dan lebar 100-
140m. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea. Alasan untuk
transparannya kornea dan opaknya sklera adalah karena kornea relatiI deturgesens.
1




BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesis

Skleritis merupakan peradangan pada sklera berupa gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya
vaskulitis. Kelainan ini murni diperantarai oleh proses imunologik, yakni reaksi tipe IV (
hipersensitivitas tipe lambat ) dan tipe III ( kompleks imun ) dan disertai atau disebabkan oleh
penyakit sistemik ( penyakit jaringan ikat, pasca herpes, siIilis, dan gout ). Kadang-kadang
disebabkan tuberculosis, bakteri ( pseudomonas ), sarkoidosis, hipertensi, benda asing dan pasca
bedah.
1,2
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Penyakit ini bersiIat unilateral atau
bilateral, dengan onset perlahan atau kambuh. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Dari
hasil anamnese, pasien skleritis hampir selalu mengeluhkan adanya nyeri. Nyeri biasanya
bersiIat konstan, meyebar ke dahi, alis dan dagu sehingga pasien sering mengeluhkan sulit tidur.
Mata merah berair dan IotoIobia. Selain nyeri, pasien juga mengeluhkan adanya penurunan
ketajaman penglihatan. Skleritis tidak mengeluarkan kotoran. Sklera yang terkena tampak
membengkak. Bola mata sering terasa nyeri dan tanda klinis yang penting adalah bola mata
berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vaskular dalam di sklera dan episklera.
1,3

Skleritis diklasiIiksikan berdasarkan gambaran klinis dan patologinya. Dikenal dua jenis
utama yaitu anterior dan posterior. Skleritis anterior dibagi menjadi tipe diIus, nodular dan
nekrotikans. Tipe nekrotikans dibagi lagi berdasarkan ada tidaknya peradangan. Skleritis anterior
nekrotikans dan skleritis posterior jauh lebih jarang dijumpai daripada skleritis anterior nodular
dan diIus. Semua bentuk skleritis memperlihatkan adanya penurunan perIusi vaskular pada
angiograIi segmen anterior.
1,3
Pada skleritis nekrotikans terjadi sumbatan pembuluh darah, terutama sub kelompok
tanpa peradangan yang gambaran utamanya adalah sumbatan arteriol. Skleritis nekrotikans juga
disertai berkurangnya jaringan sklera sehingga terbentuk staIiloma. Semua skleritis anterior

cenderung progresiI, biasanya berupa perluasan sirkumIerensial dari daerah yang sebelumnya
sudah terkena. Perbedaan utama antara skleritis anterior bentuk diIus dan nodular sederhana dan
bentuk nekrotikans adalah skala waktu progresiIitas penyakit. Pada skleritis nekrotikans disertai
peradangan, waktu tersebut mungkin hanya beberapa minggu sebelum mata hancur, sehingga
harus segera dilakukan pemeriksaan dan terapi. pada skleritis nekrotikans tanpa peradangan
(skleromalasia perIorans), pasien sering datang dengan penyakit yang meluas. Penyakit sistemik
dijumpai sekitar 40 dari semua pasien skleritis dan 60 dari mereka yang menderita bentuk
nekrotikans. IdentiIikasi penyakit sistemik tersebut perlu dilakukan karena penyakit tersebut
cenderung merupakan suatu penyakit jaringan ikat yang parah, dan penyakit itu sendiri dapat
mengancam nyawa pasien. adanya penyakit itu sendiri mengindikasikan bahwa skleritis
kemungkinan besar parah.
1,2,3
Skleritis posterior dapat bermaniIestasi sebagai edema periorbita, proptosis, pembatasan
gerakan mata, dan penurunan penglihatan.. Tanda tanda segmen posterior adalah viritis,
pembengkakan diskus, edema makula, dan pelepasan retina eksudatiI.
1

2.2 General Inspeksi

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa skleritis sering kali disebabkan ataupun
disertai dengan penyakit sistemik ( penyakit jaringan ikat, pasca herpes, siIilis, dan gout ).
Kadang-kadang disebabkan tuberculosis, bakteri ( pseudomonas ), sarkoidosis, hipertensi, dan
masih banyak penyakit lain, sehingga dari pemeriksaan umum pasien, akan muncul berbagai
kelainan tergantung penyakit sistemik yang menyertai penderita. Penderita sering kali
mengeluhkan adanya rasa nyeri pada dahi, dagu dan alis yang merupakan penjalaran nyeri dari
mata akibat skleritis. Penderita skleritis tanpa penyakit penyerta atau penyakit sistemik akan
tampak sehat tanpa ada kelainan Iisik selain pada mata.
1,2,3



2.3 General Inspeksi pada Mata
Pasien skleritis hampir selalu mengeluhkan adanya nyeri, yang biasanya bersiIat konstan
sehingga sulit tidur. Ketajaman penglihatan sedikit berkurang jika dilakukan pemeriksaan visus
dengan menggunakan Snellen chart, terutama bila timbul peradangan pada kamera anterior,
skleritis akibat invasi mokroba langsung, dan pada skleritis posterior. Bola mata terasa nyeri.
Tanda klinis kunci adalah bola mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vaskular di
sklera dan episklera.
2,3

Pada skleritis anterior nekrotikans tipe diIus atau Non-necroti:ing anterior diffuse
scleritis, merupakan jenis skleritis yang paling umum terjadi, ditandai dengan adanya
peradangan yang luas melibatkan satu atau lebih bagian pada sklera. Bagian anterior yang
terlibat akan terlihat berwarna seperti ikan salmon mengarah ke warna ungu.
4,5


Gambar 1. Gambaran sklera pada Aon-necrotizing anterior diffuse scleritis
Dikutip dari Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4
th
ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132


Pada skleritis anterior non nekrotikans tipe nodular atau non-necrotising anterior nodular
scleritis, dikarakteristikkan dengan terdapatnya satu atau dua bagian yang keras pada sklera,
dimana warna ungu terlihat lebih terang pada nodule sklera, dan sering kali nodul terletak di
daerah dekat limbus. Kadang kadang, nodul tersusun seperti cincin disekitar limbus ( annular
scleritis ).
4,5,6




Gambar 2 . Gambaran sklera pada Aon-necrotising anterior nodular scleritis
Dikutip dari Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4
th
ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132
Anterior skleritis nekrotikans dengan inIlamasi (anterior necroti:ing scleritis with
inflammation), merupakan skleritis akut yang berat dengan karakteristik lokasi terjadinya
inIlamasi berhubungan dengan tempat terjadinya inIark sesuai dengan vaskulitis. Akibat tempat
yang nekrosis adalah sklera menjadi tipis dan transparan. Hal ini sering terkait dengan uveitis
pada bagian anterior. Necrotizing scleritis anterior dengan peradangan kornea juga dikenal
sebagai sclerokeratitis.
4,5



Gambar 3. Gambaran sklera anterior necrotizing scleritis with inflammation.
Dikutip dari Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4
th
ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132
Skleritis anterior nekrotikans tanpa inIlamasi (nterior necroti:ing scleritis without
inflammation). Tipe ini paling sering terjadi pada pasien dengan rheumatoid arthritis lama, itu
adalah karena pembentukan nodul rheumatoid di sklera dan dan sering tidak ditemukan adanya
gejala. Scleritis anterior nekrotikans tanpa peradangan juga dikenal sebagai perIorans
scleromalacia Tipe skleritis ini sering kali terjadi pada wanita akibat dari penyakit rheumatoid
arthritis yang berkepanjangan. Tipe ini dikarakteristikkan dengan perubahan sklera berwarna
putih susu menjadi sklera yang tampak kekuningan dan tidak jarang mengenai episklera dan
konjungtiva lepas atau memisah dari dari sklera yang normal. PerIorasi yang berlangsung secara
spontan sering kali terjadi.
5,6


Gambar 4. Gambaran sklera pada nterior necrotizing scleritis without inflammation
Dikutip dari Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4
th
ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132
Tanda-tanda pada skleritis posterior adalah viritis, pembengkakan diskus, edema makula,
dan pelepasan retina eksudatiI . Kadang-kadang tidak ada kelainan yang bisa dideteksi pada mata
bagian anterior, nyeri mata merupakan gejala satu-satunya. InIlamasi dapat menyebabkan
proptosis ( eksopthalmus) dan perbaikan yang terjadi tergantung tergantung proses mitosis pada
otot-otot okular.
4


2.4 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis,
konjungtivitis, injeksi siliaris, dilakukan pemeriksaan dibawah sinar matahari disertai penetesan
epineprin 1 ; 1000 atau IenileIrin 10 yang akan menimbulkan konstriksi pleksus vaskular
episklera superIicial dan konjungtiva. Pemeriksaan dengan slitlamp membantu menilai
kedalaman proses dan mengidentiIikasi penyakit kornea terkait. Pemakaian Iilter hijau pada
slitlamp memperjelas kelainan vaskular.
1



Tergantung kepada kecurigaan klinis, studi laboratorium dapat dilakukan. Uji laboratorium
meliputi :
1,8

Hitung darah lengkap (CBC) dan elektrolit
Komplemen serum (C3)
Laju endap darah
Kompleks imun serum
aktor rheumatoid serum
Urinalisis
Sedimen eritrosit (ESR)
Asam urat
Antinuclear antibody (ANA)

B-scan ultrasonograIi juga dapat membantu dalam mendeteksi skleritis posterior. MRI atau
CT scan mungkin memainkan peran yang baik. oto thoraks dapat diindikasikan untuk mencari
keterlibatan paru yang mendasari timbulnya penyakit sistemik. oto sendi sakroiliaka dapat
dilakukan atau dipertimbangkan jika adanya spondilitis dicurigai.
1,8


2.5 Diagnosa Banding
1,7
1. Episkleritis
2. Konjungtivitis
3. Keratokonjungtivitis
4. Keratitis
5. Pterigium
6. Uveitis




. Penatalaksanaan
1, 4

Terapi awal skleritis adalah obat anti-inIlamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan ini
adalah indometasin 100 mg per hari, atau ibuproIen 300 mg per hari. Pada sebagian besar
kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan.
Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan
vaskular harus segera dimulai teraoi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya
diberikan per oral yaitu prednisone 80 mg per hari yang akan diturunkan dengan cepat dalam
2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg per hari.
Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metal-
prednisolon, I g setiap minggu. Obat-obat imunosupresiI lain juga dapat digunakan.
SiklosIamid sangat bermanIaat apabila terdapat banyak kompleks immune dalam darah.
Terapi steroid topical saja tidak bermanIaat tetapi dapat digunakan. Apabila dapat
diidentiIikasi adanya inIeksi, harus diberikan terapi spesiIik. Peran terapi steroid sistemik
kemudian akan ditentukan oleh siIat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya
merupakan suatu respons hipersensitiI atau eIek dari invasi langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perIorasi sklera atau
kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat
akibatinvasi langsung mikroba atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa
yang disertai penyulit perIorasi kornea. Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata
akibat peradangan jarang menimbulkan perIorasi kecuali apabila juga terdapat glaucoma atau
terjadi trauma langsung, terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi .




BAB 3
KESIMPULAN

Skleritis merupakan penyakit yang jarang terjadi. Tingkat insidensnya juga sangat sulit
ditemukan. Prevalensinya diperkirakan 6 kasus per 10.000 penduduk. Tidak ada perbedaan ras
yang berhubungan dengan penyakit tersebut, namun penelitian di Amerika menunjukkan bahwa
wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan rasio sekitar 1,6 : 1, kisaran umur 52
tahun, dan episkleritis cenderung untuk pasien yang lebih muda. Skleritis itu sendiri merupakan
peradangan pada sklera yang bisa terlokalisir, nodular ataupun diIus.
Skleritis hadir dengan maniIestasi nyeri yang biasanya bersiIat konstan, meyebar ke dahi, alis
dan dagu ,mata merah berair dan IotoIobia. Selain nyeri, pasien juga mengeluhkan adanya
penurunan ketajaman penglihatan. Skleritis tidak mengeluarkan kotoran. Sklera yang terkena
tampak membengkak. Bola mata sering terasa nyeri dan tanda klinis yang penting adalah bola
mata berwarna ungu gelap.
Skleritis sering kali disertai dengan penyakit sistemik dan penyakit vaskular memainkan
peranan yang sangat penting pada timbulnya skleritis.







DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D.G., OItalmologi Umum ed 14. Jakarta : Widia Medika ; 2000 : hal 170-
173
2. ProI. Sidarta Ilyas,SpM, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta 2009
3. James B., OItalmologi ed 9 : Jakarta: Erlangga ; 2003 : hal 74-75
4. Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4
th
ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132
5. Schlote, T., Pocket Atlas oI Ophtalmology. New York : Thieme; 2006 : pg111
6. Lang G.K., Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme; 2000 : pg 158-
163.
7. Kanski, J., Clinical Ophtalmology : New York : pg 155
8. Sainz M.D , Scleritis. Department oI Ophthalmology. Barcelona, Spain : org
ebruari 2010 http://emedicine.medscape.com/article/1228324

Anda mungkin juga menyukai