Anda di halaman 1dari 6

Adab Maritim di Indonesia

Sabtu, 30 Oktober 2010 16:04 WIB


Apa yang nampaknya membuat pemimpin negeri ini bangga dan percaya diri saaat ini, karena
mereka merasa memiliki pencapaian pembangunan yang mengesankan, 6,1 persen secara
ekonomi tahun ini. Tapi ada beberapa alasan yang sebenarnya membuat rasa bangga itu
menjadi terasa banal juga artiIisial.

Sebagai negara keempat terbesar, dari jumlah penduduk, Indonesia sebenarnya berposisi
paling lemah atau pariah, dari sudut yang paling diandalkannya secara ekonomi, dibanding
tiga negara lainnya: China, India, Amerika Serikat. Bahkan, jika dibanding dengan negara-
negara besar di bawahnya, seperti Rusia, Brasil, AIrika Selatan, atau Argentina. Bahkan,
lebih jauh lagi, dari beberapa negara Asia Tenggara yang ternyata mencatat pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi, seperti Singapura (10 persen), Vietnam (9 persen), Malaysia, Thailand
bahkan Filipina yang bisa mencapai (8 persen).

Begitupun dalam derajat politiknya. Kita tahu negara-negara besar seperti China, India dan
AS, saat ini memiliki posisi politik yang sangat dan kuat strategis, dalam kapasitasnya
mendesakkan pengaruh atau kepentingan nasionalnya di hadapan dunia. Berbagai kebijakan
mereka, dalam soal kurs hingga pengembangan nuklir seperti membuat negeri lain tak
berdaya, karena kekuatan politik dan diplomasinya. Begitupun negara-negara lain yang di
bawah Indonesia, seperti Rusia, Brasil dan AIrika Selatan, yang kian hari kian menjadi
penentu solusi-solusi setidaknya pada tingkatan regional. Sementara Indonesia, Nampak
begitu gamang dengan posisinya sebagai "traditional leader" di kawasan, misalnya dengan
ketidaktegasan menghadapi sengketa dengan Malaysia atau Singapura, dan melempemnya
diplomasi yang hanya bisa bermain akomodatiI.

Akhirnya, dalam soal "dignity", martabat dan harkat sebagai sebuah bangsa, kekuatan
karakter dari pemimpin serta rakyatnya, kini mengalami degradasi habis-habisan dengan
kultur elit dan pemimpin yang kian peduli hanya pada kepentingan diri sendiri, mengalienasi
publik, dan pada akhirnya dialienasi oleh publik dengan menyatakan ketidakpercayaannya
pada negara. Publik sendiri, hampir tanpa pemimpin (negara), saat mereka melakukan
berbagai tindak menyimpang, bahkan kriminal, atas orang atau kelompok lain. Kekerasan
serta perilaku tanpa adab (sopan santun) di jalan raya, misalnya, sudah menjadi makanan
batin kita sehari-hari.

Dua Argumen

Banyak penyebab yang dapat diidentiIikasi untuk menjelaskan latar belakang dari beberapa
konstatasi di atas. Setidaknya ada dua argumen yang secara umum dapat menjelaskan hal itu.
Menjelaskan terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya menciptakan
keprihatinan dalam hati kita, yang mungkin kian bimbang: 'Apa sesungguhnya memang
demikian diriku (kita) ini? Satu persoalan yang harus segera mendapatkan jawaban, sebelum
semuanya menjadi keterlanjuran, dan kita mengalami kegagalan bukan hanya sebagai sebuah
negara, tapi juga sebagai sebuah bangsa, sebagai sebuah peradaban yang sejak ribuan tahun
lalu diakui dunia.

Kedua argumen penyebab terkuat itu adalah: Pilihan atas cara kita bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Sebuah pilihan yang akhirnya memberi konsekuensi pada kita untuk
menggunakan sebuah mekanisme atau sistem, untuk mengatur cara kita hidup, menciptakan
masa depan dan menetapkan cara bagaimana mencapainya. Sebuah pilihan, yang ternyata dan
amat disayangkan, ternyata hanya menjadi bagian dari konspirasi elit (mereka yang
memegang tampuk kekuasan dan mendominasi proses-proses pengambilan kebijakan), yang
kemudian ditetapkan sebagai "Iait accompli" bagi konstituennya, alias rakyat pada umumnya.

Maka hiduplah kita sekarang, misalnya, dalam sistem politik, sistem hukum, atau sistem
ekonomi tertentu, yang sangat kita ketahui, dalam praktiknya ternyata hanya menjadi "cover"
atau pelindung, benteng kokoh pertahanan, dari kepentingan para elit saja. Rakyat secara
sistematis dan struktural akhirnyahanya menjadi konsumen, tepatnya korban, dari
penerapan sistem-sistem itu. Rakyat memang dinaIikan, dialienasikan, lebih jauh lagi
dihumiliasi, dihinakan.

Hal berikut, yang mungkin lebih utama dari atas, adalah pengingkaran kita bersama, sebagai
juga hasil konspirasi dari kepentingan elitnya, pada realitas (jati) diri kita sesungguhnya, baik
sebagai individu, komunitas atau sebagai sebuah bangsa. Sebuah realitas (jati) diri yang
sebenarnya terbangun sejak jauh hari di belakang, sebelum katakanlahsistem kapitalistik
mengendap di negeri ini sejak masa VOC didirikan atau setidaknya sejak Gubernur Jenderal
Daendels berkuasa. Kita pun hidup kemudian dalam realitas yang tidak "real", palsu,
artiIisial, atau hanya bayang-bayang (wayang) dari reIleksi diri yang diciptakan oleh para
orientalis, Indonesianis, atau kapitalis yang mencengkeram kuat tubuh dan pikiran bangsa ini,
sekurangnya dalam satu abad belakangan.

Untuk itu tidak lain, secara imperatiI kita diminta untuk menemukan kembali (reinventing)
apa dan siapa diri kita sebenarnya. Sebuah penemuan kembali yang akan memperjelas
keberadaan (existence) kita saat ini di atas bola dunia ini, dari mana sebenarnya kita berasal,
hendak ke mana kita pergi, dan bagaimana caranya kita bisa sampai di tempat tujuan. Tanpa
mengidentiIikasi hal-hal dasar yang "ontologism" itu, tentu saja kita tak berhasil menemukan
epistemologi yang adekuat untuk merumuskan tujuan dan cara, paradigma yang tangguh
untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan-kenyataan baru, hal-hal yang mungkin
menjadi rintangan kita untuk maju.

Tentu saja untuk usaha penemuan kembali itu diperlukan sebuah kerja yang keras, dan yang
mesti mampu mengonvergensi semua upaya yang ada, dari semua disiplin yang tersedia, baik
yang kita sebut dengan banyak praasumsisebagai modern dan tidak modern (tradisional).

Muasal Peradaban Negeri

Dan ternyata untuk menemukan kembali diri sendiri, penelusuran diri ke belakang adalah
satu hal yang tak terelakkan. Sayangnya, berbagai buku-buku panduan yang tersedia untuk
itu, termasuk yang disediakan oleh negara, bukan hanya tidak mencukupi, tapi hari dikaji
ulang jika tidak harus dimusnahkan. Berbagai penemuan mutakhir memperlihatkan
bagaimana buku-buku sejarah yang sudah sekian dekade menjadi pengisi memori bangsa ini,
ternyata memuat data yang tidak akurat, bahkan keliru, terutama dalam kesimpulan-
kesimpulan yang diambilnya.

Sejarah bangsa ini misalnya, selalu diyakini dimulai dari abad ke-5 Masehi, saat
ditemukannya beberapa prasasti (di Kutai dan Bogor) yang bertarikh di masa itu. Sebuah
identiIikasi yang mengabarkan seakansudah pada galib dan kodratnya kita adalah pewaris
sah dari kerajaan-kerajaan konsentris (pedalaman) berbasis agama Hindu dan Buddha.
Sehingga kita kemudian menerima secara "taken Ior granted" dan melegitimasi realitas
kekinian kita yang hanya merupakan kelanjutan dengan pembaruan seadanya di tingkat
superIisialdari adab dan budaya kerajaan pedalaman itu. Bahkan, orang Jawa, lewat
Mangkunegara IV, hingga kini meyakini hampir dengan taqlid bahwa nenek moyang mereka
adalah seorang pangeran bernama Ajisaka, yang datang ke Jawa pada 78 M, tarikh di mana
hitungan atau kalender Jawa bermuasal.

Tapi siapakah Ajisaka itu? Apa sesungguhnya makna dari produk kultural utama yang dia
hasilkan, sehingga semua orang Jawa menautkan eksistensi diri padanya, sebuah runtutan
alphabet ha-na-ca-ra-ka da-ta-sa-wa-la pa-da-ja-ya-nya ma-ga-ba-ta-nga? Siapakah dia,
Dewata Cengkar, raksasa pemakan manusia, durjana yang konon dikalahkan oleh pangeran?
Kerajaan macam apa, sistem seperti apa, kedurjanaan yang bagaimana yang sebenarnya
dikuasai dan dimiliki oleh Dewata Cengkar? Adakah sesuatu atau hal lain yang berada di
balik Dewata Cengkar, sebuah tradisi, adab, atau kebudayaan yang mungkin jauh hari sudah
ada sebelum raja Jawa kuno itu?

Mungkin belum ada penjelasan yang adekuat atau katakanlahilmiah untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, setidaknya kita dapat mengidentiIikasi beberapa
konsekuensi logis dari kisah di atas. Pertama, sebelum Ajisaka sebenarnya telah berdiri
sebuah kerajaan lain, yang lebih asli, yang bukan India, Hindu atau Buddha. Kedua, kerajaan
lain atau asal itu tentu memiliki sistem, adat, kepercayaan ketuhanannya sendiri. Ketiga, ia
berlangsung sudah cukup lama, sehingga ia cukup kuat sehingga harus ditaklukan oleh
pendatang. Keempat, logika ini sudah menjelaskan bahwa sebenaranya sang pendatang
(Ajisaka) melakukan sebuah oIensi, perebutan kekuasaan, pengalihan adab dan kebudayaan,
yang dalam terminologi modern disebut sebagai kolonialisme atau imperialisme. Dan kelima,
dari mana sebenarnya adab dan budaya kerajaan kuno Jawa itu berasal, apa yang ada dan
berkembang dalam adab dan budaya kuno itu?

Penjelasan awal yang paling sederhana dari beberapa pertanyaan logis di atas bisa diambil
dari pendekatan yang sangat dasar, yang berlaku untuk segala zaman, entah itu modern,
tradisional atau primitiI, yakni: geograIi.

Pendekatan ini dengan segera akan memberitahu kita tentang realitas atau kondisi alam yang
melekat di kawasan ini. Pertama, negeri ini sekurangnya sejak masa pencairan akhir
(Pleistocen akhir) adalah sebuah negeri yang terdiri dari ribuan pulau, sebuah kepulauan.
Kedua, posisinya yang tepat di lintasan khatulistiwa membuatnya mendapat iklim yang
tropis, dengan konsekuensi adaptasi-adaptasinya, konsekuensi yang melahirkan adab
hidupnya. Ketiga, letak masyarakatnya yang mau tak mau tersegregrasi oleh pulau-pulau
membuat mereka menghimpun kesatuan-kesatuan etnik atau sub-etnik yang sangat beragam.
Keempat, teknologi, cara pikir, pola perilaku, hingga sistem-sistem kepercayaan dan
bermasyarakat yang diterapkannya (hukum, ekonomi, politik dan diplomasi), mau tidak mau
disesuaikan dengan realitas geograIisnya itu: tropis dan kepulauan (maritim). Kelima,
berdasar temuan-temuan di bidang arkeologi, paleontologi, dan geograIi, kurun yang dilalui
oleh masyarakat kuno (pra Hindu/India, mungkin juga pra-Jawa) itu adalah kurun yang
sangat panjang (beberapa bahkan puluhan millenia), jika setidaknya dihitung dari
ditemukannya tulang-tulang sisa dari manusia purba di seantero negeri ini.
ualam perkembangannya dl masa klnl semua konsLaLasl dl aLas mulal mendapaLkan bukLlbukLl
flslk/maLl (arLefak) dan nonflslk/hldup (ecofak) yang membuaL maLa klLa leblh Lerang dalam
mellhaL dlrl sendlrl !auh leblh Lerang keLlmbang bacaandlrl yang dlreflekslkan oleh kacamaLa para
penellLl aLau pengamaL aslng 8ukLlbukLl lLu secara konsLlLuLlf ada dalam beberapa hal berlkuL

a Arkeologl marlLlm menemukan banyak bangkal kapal dl bawah lauL negerl lnl dengan Lahun
pembuaLan mulal darl abad 7 SM dengan Leknologl pembuaLan yang belum ada duanya dunla
b CaLaLancaLaLan darl para pen[ela[ah geographer aLau se[arawan berbagal bangsa dunla (Meslr
?unanl Chlna) mengabarkan LenLang pen[ela[ahan pelauLpelauL nusanLara dengan kapal hasll
buml dan hasll budaya Llnggl ke berbagal suduL dunla
c enemuan arLefakarLefak dl berbagal belahan dunla Lermasuk dl beberapa LempaL dl negerl lnl
(mlsalnya dl gua asemah SumaLera SelaLan gua Made dl !ombang !awa 1lmur lembah Mada dl
Sulawesl SelaLan 8aLu[aya dl 8ekasl aLau banyak lokasl laln seperLl 1lmor kuLal Maluku
Palmahera dll) menglndlkaslkan bukan hanya Ler[adl perllnLasan anLar bangsa yang luar blasa Lapl
[uga kebudayaan advance yang Lelah dlcapalnya
d enyebaran bahasa yang mencakup seLengah dunla dan menglkuLserLakan leblh darl 400 [uLa
penuLur membukLlkan keberadaan bangsabangsa dl nusanLara lnl dl wllayahwllayah laln dl aLas
buml lnl
e 1umbuhan dan blnaLang persen[aLaan alaL muslk hlngga llmu perblnLangan darl berbagal
kawasan se[ak darl Afrlka 1lmur 1engah lndla hlngga olynesla memperllhaLkan bagalmana
pengaruh kulLural sudah [auh leblh dulu Ler[adl sebelum kaLakanlahbangsa lndla/Arya daLang ke
negerl lnl

8eberapa fakLa dan bukLl lLu memberl klLa banyak dasar aLau alasan argumenLaLlf unLuk
mengaLakan beberapa Lesls/hlpoLesls dl bawah lnl

a 8eallLas geografls klLa yang dlsesakl pulaupulau dan dlallrl selaLselaL serLa beberapa lauL yang
dangkal maupun dalam menclpLakan sebuah Leknologl pelayaran yang LernyaLa [auh mendahulul
Leknologl pelayaran aLau perkapalan darl negerl laln (vlklng Meslr MedlLerranla Chlna!epang
dsb) Sebuah kenyaLaan yang sangaL logls karena sebagal negerl marlLlm negerl lnl merupakan
kepulauan Lerbesar dl dunla kemampuan lnl membawa penduduk dl kawasan dapaL melakukan
per[alanan [uga mlgrasl ke berbagal LempaL yang dalam caLaLan mencakup seLengah dunla mulal
darl Afrlka/1lmur uekaL dl 8araL hlngga kepulauan dl olynesla/Amerlka dl 1lmur darl
Szechuan/Chlna dl uLara hlngga Selandla 8aru dl SelaLan 8ahkan se[ak 300 8CL para pelauL negerl
lnl mera[al semua ekspedlsl lauL seluruh dunla dlmana banyak negara dan bangsa besar LerganLung
padanya
b 8erdasar reallLas lLu [uga se[ak masa 10000 8CL sudah berkembang kesaLuankesaLuan
masyarakaL (yang kemudlan mengalaml soflsLlkasl men[adl eLnlk dengan kebudayaan dan slsLem
pollLlk LerLenLu) dl berbagal wllayah peslslr dlmana masyarakaLnya cukup lnLens dalam melakukan
per[alanan lauL mengalaml perLemuan dengan berbagal budaya lalnnya
c 8andarbandar bermunculan selrlng dengan LaLanan hldupnya dengan kebudayaan dan produk
produk budayanya maslngmaslng Mulal darl slsLem kemasyarakaLan splrlLuallsme (agama)
kesenlan alaLalaL produksl slsLem ekonoml llmullmu darl perblnLangan navlgasl pembuaLan
kapal hubungan mancanegara (anLar 8andar) hlngga pollLlk (kekuasaan) Semua dldasarkan pada
kenyaLaan geografls dl aLas dan poslslonal sebagal lokasl yang llnLasan uLama darl pergaulan
lnLernaslonal (anLar bangsa)
d 1erbenLuknya sebuah alaL komunlkasl bahasa dalam hal lnl yang mampu menclpLakan hubungan
fungslonal dl anLara kesaLuankesaLuan eLnlk yang Lerplsah lLu Sebuah alaL yang pada akhlrnya LuruL
berfungsl ampuh dalam menclpLakan keeraLan hubungan kesallngLerganLungan kesaLuan dl anLara
para penghunl dl kepulauan lnl

LewaL penalaran dan penulusuran wakLu dl mana dan kapan semua hal dl aLas Ler[adl serLa
bermakna mungkln dapaL secara LenLaLlf klLa mengldenLlflkasl beberapa clrl khas aLau karakLerlsLlk
darl kebudayaan masyarakaL kepulauan/marlLlm yang se[ak belasan rlbu Lahun lalu berkembang dl
kepulauan nusanLara lnl

a MasyarakaL kepulauan lnl dlbangun melalul 8andarbandar yang berdlrl secara lndependen
(oLonom) balk dalam penclpLaan dan pembangunan masyarakaL kebudayaan slsLem bernegara
dan lalnnya
b MasyarakaL yang dlbangun dl Llap 8andar lLu memlllkl clrlclrl yang khas kepulauan seperLl
Lerbuka kosmopollL egallLerdemokraLls calr dalam kodlflkaslnya (Lldak membeku seperLl
masyarakaL/koLa pedalaman) yang arLlnya sangaL plural dan berkesadaran mulLlkulLural yang Llnggl
c kebudayaan maslngmaslng 8andar Lerbangun melalul hubungan dan perLukaran yang lnLenslf dl
anLara mereka maupun dengan kaum pendaLang [uga anaslranaslr baru yang dlbawa pulang oleh
para delegasl kelauLan mereka lnl Lermasuk dalam slsLem pemerlnLahan ekonoml dan hukumnya
d Muncul slkap budaya yang sallng menghargal memberl respek sebagal aklbaL logls yang
per[umpaan berlnLenslLas Llnggl konfllk dapaL Ler[adl namun dl dalam budaya Llap eLnlk maupun
dalam pola hubungan (pergaulan) dl anLara mereka LerdapaL slsLem unLuk meleral aLau meredam
konfllkkonfllk lLu dalam skema wlnwln soluLlon ArLlnya Lldak amblsl aLau gerak yang penuh
nafsu unLuk mendomlnasl aLau mengkolonlallsasl 8andarbandar aLau wllayan laln sehlngga LerclpLa
pergaulan yang konsLrukLlf dalam membangun ke[ayaan (kebudayaan)nya maslngmaslng
e 8erdasar pada keyaklnan splrlLualnya anlmlsLlk seLlap 8andar aLau kesaLuan eLnlk dl kepulauan
lnl membangun slsLem kepercayaannya sendlrl dengan rlLual bahkan dewa/Luhannya sendlrl
sendlrl olyLhelsme berkembang [uga sebagal aklbaL pergaulan Lerbuka anLar bangsa yang Ler[adl dl
anLara mereka
f keprlbadlan pun LerbenLuk [uga hlngga dl LlngkaL personal yang sesual dengan kenyaLaan kolekLlf
lLu Manuslamanusla berkembang men[adl pen[ela[ah peranLau/pengembara kaum mlgran yang
Lldak pernah mengalaml kesullLan dalam mengadapLasl dlrl dengan llngkungan barunya 8eberapa
suku 8a[o mlsalnya bahkan berslfaL nomaden dalam arLl marlLlm rumah Llnggalnya bukan lagl
bangunan yang Lerpancang permanen dl aLas Lanah Lapl perahu yang Lerus bergoyang dl aLas
gelombang lauL

8eallLas ekslsLenslal semacam lLulah dl anLaranyayang membuaL (sukusuku) bangsa dl kepulauan
lnl sangaL dlkenal se[ak sekurangnya10001300 8CL sebagal kaum pen[ela[ah yang menclpLakan
dlaspora perLama dl aLas muka buml lnl !auh sebelum mlsalnya bangsa ?ahudl Arya Armenla
8oma Arab lndla aLau Chlna melakukannya dl lepas abad Masehl uengan kaLa laln menuruL uaud
Arls 1anudlr[o arkeolog senlor darl unlverslLas lndonesla pada masa lLu sebenarnya Lelah Ler[adl
globallsasl perLama kall dl sepan[ang se[arah manusla yang dllakukan oleh penduduk nusanLara lnl
Sebuah gerak menyeluruh yang Lldak hanya membawa hasllhasll flslk alam dan budayanya (ga[ah
plsang palawl[a perkakas Leknologl dll) Lapl [uga slsLem berplklr bahasa kepercayaan hlngga llmu
llmu ma[u yang ada dl kala lLu namun sekall lagl globallsasl lnl dllakukan dengan rendah haLl Lanpa
paksaan dan secara sofL aLau kulLural 1ak ada amblsl aLau nafsu unLuk mendomlnasl menguasal
apalagl mengkolonlallsasl sebagalmana memang sudah men[adl adab dl lokalnya

namun LernyaLa semua kekuaLan alam dan kekayaan budaya yang Lerbangun selama sepuluh
mllenla lLu klnl seperLl Llada bekasnya karena kemudlan daLang manuslamanusla darl
(dunla/peradaban) daraLan/konLlnenLal yang dlbawa aLau numpang pelauLpelauL lnLernaslonal
klLa dengan nafsu dan amblsl unLuk mendomlnasl wllayah yang berllmpah kekayaannya Lden dl
1lmur Maka [adllah kemudlan seorang pangeran darl lndla SelaLan darl rumpun allawa
menabalkan dlrlnya sebagal pahlawan lewaL mlLologl hanacaraka mengangkaL dlrl sebagal
penguasa baru bahkan sumber ldenLlLas baru acuan baru genesls baru yang berLahan hlngga klnl
ulalah A[lsaka kolonlalls konLlnenLal perLama dl negerl lnl

Se[ak lLu se[ak dua rlbu Lahun lalu lLu perlahan klLa menuLupl bahkan membunuh perlahanlahan
semua sumber ldenLlLas klLa membunuh dlrl klLa sendlrl membunuh masa klnl dan masa depannya
sendlrl Apa kemudlan yang dapaL klLa lakukan Anda lakukan unLuk lLu semua? !awabannya LenLu
ada dl dalam dlrl Anda sendlrl
hLLp//meLroLvnewscom/read/anallsdeLall/2010/10/30/100/AdabMarlLlmdllndonesla

Anda mungkin juga menyukai