Anda di halaman 1dari 2

MERDEKA.

COM
Politik Nasional Politik Internasional Ekonomi Nasional Ekonomi Internasional Hukum-kriminal
Kasus Narkoba Pernik Tekno Gadget Olahraga Lain-lain Olahraga Bola-nasional Olahraga Bola-
internasional Olahraga Selebriti Olahraga Worldcup Olahraga Tenis Olahraga Basket Olahraga
Bulutangkis OtomotiI Olahraga Voli
Bekas Komandan Perang Kongo Telah Ditahan di
Pengadilan ICC Den Haag
Jumat, 08 Februari 2008 - 20:25 , Kategori: Hukum-kriminal
Merdeka.com - Seorang bekas komandan perang Kongo telah ditangkap dan dibawa ke
Pengadilan Kejahatan Perang di Den Haag untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang yang
mencakup pembunuhan, perbudakan seks dan penggunaan tentara anak, pengadilan itu
mengatakan.
Mathieu Ngujolo adalah pemimpin milisi Front Nasionalis dan Integrasionis dalam konIlik di
provinsi Ituri di Kongo timurlaut yang ditinggalkan perang 1998-2003 di Kongo.
"Dengan penangkapan ini lagi, kami akan menunjukkan bahwa tidak dapat ada kebebasan tanpa
hukuman bagi (pelaku) kejahatan besar-besaran," wakil penuntut Fatou Bensouda mengatakan
dalam pemeriksaan di Den Haag setelah Ngudjolo dibawa ke tahanan di Den Haag.
Ia ditangkap oleh pihak berwenang Kongo Rabu dan diserahkan ke tahanan ICC Kamis.
Komandan perang ketiga Ituri yang dikirim ke ICC, Ngudjolo dituduh dengan tiga tuduhan
kejahatan terhadap kemanusiaan dan enam tuduhan kejahatan perang. Penampilan pengadilan
pertamanya dijadwalkan Senin 11 Februari, pengadilan itu mengatakan dalam satu pernyataan.
"(Ngudjolo) menyerang pertama-tama kelompok etnik Hema dengan keikutsertaan anak-anak di
bawah usia 15 tahun," Paul Madidi, seorang juru bicara pengadilan itu di Kinshasa, mengatakan.
"Ia bertanggung jawab atas pembunuhan 200 warga sipil, perampokan serta menurunkan wanita
dan anak-anak perempuan ke perbudakan seks."
Pemimpin milisi Kongo lainnya, Thomas Lubanga, telah dibawa ke tahanan oleh pengadilan itu
pada 2006 dan pengadilannya akan dimulai pada 31 Maret. Ia dituduh merekrut anak-anak di
bawah usia 15 tahun untuk membunuh anggota kelompok etnik lainnya.
ICC juga sedang dalam proses untuk menuntut Germain Katanga, bekas pemimpin milisi lainnya
di Ituri yang dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan seks dan menggunakan tentara anak.
Penangkapan Ngudjolo tiba ketika pemerintah Presiden Joseph Kabila sedang berusaha untuk
mengakhiri satu dasawarsa kekerasan di Kongo yang para pakar perkiraan telah menewaskan 5,4
juta orang, kebanyakan melalui kelaparan dan penyakit.
Bulan lalu, pemerintah menandatangani perjanjian dengan 25 kelompok bersenjata, termasuk
pemberontak Tutsi pimpinan pembelot Jenderal Laurent Nkunda, dalam upaya untuk
menstabilkan bagian timur negara itu, tempat pertempuran berlanjut, meskipun akhirnya menjadi
perang yang lebih luas.
Tentara Anak
Ngudjolo adalah satu dari tiga komandan perang Ituri yang menandatangani perjanjian damai
yang sama dengan pemerintah pada 2006, yang berjanji untuk melepaskan senjata sebagai
pengganti bagi pemberian pangkat perwira (pada pemberontak) dalam militer Kongo.
Ia secara resmi mendapat pangkat kolonel sebagai bagian dari perjanjian itu dan terbang ke
Kinshasa akhir tahun lalu untuk memulai latihan jabatan.
Tidak seperti Lubanga dan Katanga, ia tidak disekap dalam tahanan oleh pihak berwenang
Kongo ketika ia diserahkan pada ICC.
"Penangkapan Ngudjolo menunjukkan bahwa keadilan akan mencapai mereka yang tampaknya
tak dapat disentuh karena jabatan resmi mereka," Param-Preet Singh, pengacara Human Rights
Watch yang bermarkas di New York, mengatakan dalam satu pernyataan Kamis.
KonIlik di Ituri, yang berkobar jauh setelah perjanjian damai yang lebih luas secara resmi
mengakhiri perang 1998-2003, mengadu milisi dukungan-asing dari kelompok etnik Hema dan
Lendu melawan kelompok lainnya. Pertempuran di Ituri menewaskan 70.000 orang lebih.
Ketika menyambut baik tindakan untuk mengirim Ngudjolo ke Den Haag, Singh mengatakan
pengadilan itu harus memperluas penyelidikannya terhadap kejahatan ke Ituri untuk mencakup
orang yang bertanggung jawab karena mendukung komandan perang secara militer dan
keuangan.
"Ketiga pemimpin pemberontak yang telah ditahan oleh ICC tidak dapat bertindak sendiri untuk
meneror warga sipil di Ituri," katanya.
"Penuntut ICC akan menyelidiki hubungan mereka dengan pejabat di Kongo, Rwanda dan
Uganda, yang mungkin juga bertanggung jawab atas kekejaman itu." (`/lpk)
hLLp//wwwmerdekacom/hukumkrlmlnal/bekaskomandanperangkongoLelahdlLahandl
pengadllanlccdenhaago3gl4a9hLml

Anda mungkin juga menyukai