Anda di halaman 1dari 15

Bab4 Sikap Manusia

Pada bab ini akan dibahas mengenai: A. Pengertian Sikap B. Komponen atau Struktur Sikap lnteraksi Antar Komponen Sikap Hubungan Antara Sikap dan Perilaku C. Pembentukan Sikap D. Teori-teori Mengenai Perubahan Sikap E. Pengukuran Sikap F. Hubungan Antara Sikap, Persepsi, dan Kognisi Lingkungan LATIHAN SOAL

A. PENGERTIANSIKAP Ada banyak definisi mengenai sikap dalam berbagai versi (Azwar, 1995). Selanjutnya dikatakan oleh Azwar bahwa sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga o.r.ientasLp.emikiran. yaitu: yang berorientasi kepada respon, yang berorientasi kepada kesiapan respon, dan yang berorientasi kepada skema triadit. Pertama: yang berorientasi kepada respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Dalam pandangan mereka, sikap adalah suatu bentuJ<_atau reaksil?eLasaan. ecara lebih operasional siIsaJ?!erhadap_suatU S objek adalah perasaan mend,!kungatau memihak (favourable) maupun perasaan tidak_m~dukung atau tioakmen1TI1ak(unfavq~T4ble) terhadap objet<terse,btJt Berkowitz dalam Azwar, 1995). ( Kedua : yang berorientasi kepada kesiapan respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Allport. Konsepsi yang mereka ajukan temyata lebih kompleks. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan kesiap-an_!!.!!!J!k bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-ca~atertentu. KesI;pan ini berariTkecenderungan pOteiisialuntUk bereaksrdengan cara tertentu apabila individu dihadapkan kepada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. SikaF oleh La Pierre (dalam Azwar, 1995) dikatakan ~ebagaisuatu pol~ pesua1<u,epden.siatau kes!apan antisipatiLp.redisposisi untuk t menyesuai~al1dili dalam situasi sosia1atau secara sederhana sikap adalah respons terhad.ap sfimun sosial yang telah terkondisikan.

--

69

Ketiga yang berorientasi kepada skema triadik. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan Backman (dalam Azwar, 1995) mendfinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitamya. Menurut Azwar (1995), di kalangan para ahli Psikologi Sosial dewasa ini terdapat dua pendekatan dalam mengklasifikasikan sikap. Yang pertama adalah yang memandang sikap sebagai kombinasi reaksi antara afektif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek. Pendekatan pertama ini sarna dengan pendekatan skema triadik, kemudian disebut juga dengan pendekatan tricomponent. Yang kedua adalah yang meragukan adanya konsistensi an tara ketiga komponen sikap di dalam membentuk sikap. Oleh karena itu pendekatan ini hanya memandang perlu membatasi konsep dengan komponen afektif saja.

B. KOMPONEN ATAU STRUKTUR SIKAP Berdasarkan definisiyang berorientasikepada skema triadikdi atas, maka sikap merniliki tiga komponen. Ketiga komponen tersebut oleh Mar'at (1984) dikembangkan lagi menjadi: 1. Komponen Kognisi yang berhubungan dengan beliefs (kepercayaan atau keyakinan), ide, dan konsep; 2. Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang; 3. Komponen Konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.
Mann (dalam Azwar, 1995) menjelaskan bahwa komponen kognitifberisikan persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Sementara itu komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Interaksi Antar Komponen Sikap. Menurut para ahli psi~ologi sosial, interaksi antar komponen sikap adalah selaras dan konsisten. Hal ini disebabkan karena ketika dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sarna, maka ketiga komponen tersebut seharusnya akan membentuk pola arah sikap yang seragam. Apabila salah satu dari komponen sikap tidak konsisten satu sarna lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan terjadinya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi akan tercapai kembali (Azwar, 1995). Hubungan Antara Sikap dan Perilaku. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada di dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi 70

terhadap suatu stimulus (Azwar, 1995), meski sikap pada hakikatnya hanyalah merupakan predisposisi atau tendensi untuk bertingkah laku, sehinggabelum dapat dikatakan merupakan tindakan atau aktivitas (Mar' at, 1984). Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar, 1995) berusaha mengembangkan suatu pemahaman terhadap sikap dan prediksinya terhadap perilaku. Mereka mengemukakan teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action). Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilankeputusanyangteliti danberalasan, serta dampaknya terbatas hanya pada tiga hal, yaitu: a. b. c. perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif; sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Gambar IV.1. di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya. Sikap terhadap perilaku Intensi untuk berperilaku
Normacnorma stlbjektif PERILAKU

Gambar IV.t. Teori Tindakan Beralasan Menurut Ajzen dan Fishbein


Sumber: Azwar (1995)

Pad a gambar IV .1. tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua determinan besar, yaitu sikap terhadap perilaku (dalam arti personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk tidak melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

c.

PEMBENTUKANSIKAP

Sik~~al sese~ang dapat terbent1Jkdeng(!na~~~!aksi sosial. Interaksi sosi&l di sini tidak hanya_bersifat kontak atau hubungan sosial belaJca,meramJcanJUga terdapat saling pengaruh-mempengaru-hiantar individu yang terjadi secara timbal balik, sehingga akan.-mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu (Azwar, 1995). 71

Dalam berintarksi sosial, reaksi individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Bebera..va faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,'Kebudayaan, orang 1al12.y_af:1golang~ap penting, media massa, institusi/lembaga, serta faktor emosional dalam diri individu (Azwar, 1995). Pengalaman Pribadi. P~1!L1!!!lan~ang telah lalu ma!!P~nJ~ng sedang kita alami ternyata memiliki pengaruh pada penghayatan kita terhadap suatuo6}eK pSiKoTogistertentu. MtddIebrook( dalam Azwar, 1995)mengatakanbahwa tidak adanya pengalaman sarna sekali terhadap suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Selanjutnyadikatakan oleh Azwar (1995)bahwapembentukan kesan atau tanggapan terha~cfbjekmerupakan proses yang kompleks dalam diri individu yang m~ ina[Y.idu..i~ff~efsangkutan,- siftiasl dlinana tanggapall.lersebu.tterbentuk, dan..ciri.-ciri .erl5jektif ang diriiiIiKistimulus.--Dlehkarena itu sebagai dasar pembeiilukan sikap, maka y pengalaman pfi'6adi harusfiillfueninggalkan kesan yang kuat. Karenanya sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, dimana penghayatan akan pengalaman akan mendalam dan lebih lama membekas. Kebudayaan. K~<!y<!an yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Sebagai contoh, misalnya sikap orang desa-aengan orang kota terhadap kebebasan dalam pergaulan antara muda-mudi barangkali memiliki perbedaan yang amat tajam. Orang kota cenderung memiliki sikap yang lebih permisif dibandingkan orang desa yang masih memegang teguh norma-norma. Di lain pihak apabila seseorang tinggal di dalam lingkungan yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka akan sangat mungkin apabila ia memiliki sikap yang negatif terhadap kehidupan yang individualistis yang mementingkan perorangan. Tanpa kita sadari bersama, kebudayaan ternyata telah menanamkan pengaruh yang kuat terhadap sikap terhadap berbagai macam hal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan tersebut yang berperan di dalam memberi corak pengalaman-pengalaman individu yang menjadi anggotanya. Orang Lain Yang Dianggap Penting (Si~nificant others). S~rang yang dianggap p~nJing adalah orang.xangkita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kija, orang yang yang tidak ingin kita kecewakan, dan orang yang berarti khusus (SignfJicant others). MereKalIll, yang a.ntarala.madalah orangtua, pacar; suami/istri, ternan dekat, gurti, pemimpin; akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap sesuatu hal. Pada umumnya individu.cenderung memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggapnya penting. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya motivasi untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik terhadap orang yang dianggapnya penting tersebut.

72

Media Massa. Media massa merupakan salah satu bentuk media a~~saraI12komunikasi yan! memiliki beragam bentuk seperti media cetak (suratI<:amir;-maIalah) dan media eleKtronik facJiO,televisi, internet). Media massa memiliki pengaruh besart~rhadap pembentuKan opml danKepercayaanotallg.Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pula pesanpesan sugesti yang dapat mempengaruhi opini penerima. Informasi baru mengenai sesuatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap informasi terse but. Pesan-pesan sugestif yang disampaikan apabila cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuk suatu sikap tertentu. Institusi/Lembaga Pendidikan dan Agama. I,&I!1bagil.pendiQika.nmaupun agama sebagai suatu sistem ternyatlt !!l~!!!iliki pengaruh. dal~m-Eembentukan sikap seseorang. Hal ini diseoabkan karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemaham,!n baik dan bl!lJJk,salah ataubenar,.garis pemisah.ant(,lra y'ang tidak boleh dan yang bOleh, semuanya merupakan hal-hal yang dipeIOleh daxi.t?t~Jldi<;Ul<aii..din lemoaga keag~. Konsep moral dan ajaran agama, pada hakikatnya amat menentukan sistem kepercayaan sehingga pada akhirnya konsep tersebut akan ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang terhadap suatu hal. Faktor Emosional. Pandangan yang menyatakan bahwa faktor emosional sebagai pembetuk sikap sangat dipengaruhi oleh teori Freud. Suatu sikap terrentu..terkadmerupak.au suatu
~

pernyataan yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semac<1.I1lpenyalumIJJl1lstrasi atau pengalihan bentuk mekanismepertahanan ego. Sikap yang dipengaruhi emosi ini dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Salah satu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. Oleh Harding dkk. (dalam Azwar, 1995) prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair, atau tidak favorable terhadap sekelompok orang. Prasangka ini menurut Azwar (1995) seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang sangat frustrasi.
D. TEORI-TEORI MENGENAI PERUBAHAN SIKAP

Para a1111sikologi sosial ban yak tertarik untuk mengembangkan teori-teori mengenai p sikap. D~QuJ(U ini pembahasan teori mengenai ~jkap hanya akan disajikan ke dalam empat teori, yaitu: Teori Keseimbangan, Teori Konsistensi Kognitif-Afektif, Teori K-etidak~e~a;ia1.1, Teori Atribusi. dan .--Teori Keseimban~n. Teori Keseimbangan semula gi'p~~~~(lI~~.l!ei9.er. Men~rut Sears dkk. (1992) terdapat tiga hal pokok yang berb.eda dalam gagasan konsi~!~~i kogniill, yaitu teori kesei.!!l9,!ngan, te9_ukonsistensikognitif-afektif, teori ketidaksesuaian (disonance tfleory). Ke~ yang terakhir akan dibahas belakangan. Teori keseimbangan meliputitekanan konsistensi q} illltaX4akib'!H!ki9.at <:Iill'!m.ill.!em kognitifYal!K.e<:leXQana(lieiderdaIamsearsdkk~ 1995). Sistem tersebut terdiri dari dari dua objek, hubungan antara kedua objek tersebut, dan penilaian individu tentang. objek-objek tersebut. 73 - -

'~

r
~

\~~
Menurut Sears dkk. (1995) terdapat tiga penilaian, yakni: p"~niJaian indiv.idu tentang

oljeKaan tentang hubungan o~j~k satu sarna la~n. Dengan kata l~inJ perasaan sesorang (P, untuk orang) ten~an8..~ra~~lain (0, untuk orang lain) dan perasaan-perasaan mereka teEtang objek (X, untuk sesuatu). Sebagai contoh, pertimbangankanlah sikap seorang murid te.rhadap s~oranggl!!J,l danll~~aarrrnereka bersima tentang abortus. Bila kita membatasi pada perasaan positif-negatif yangsecferhana, maka terdapat beberapa gabungan unsur-unsur ini. Hal ini dapat dilihat pada gambar IV .2., yaitu dengan simbol P, 0, dan X yang secara berturutturut murid (orang), guru (orang lain), dan abortus (objek sikap). Tanda panah menunjukkan arah dari perasaan, dan tanda minus berarti perasaan negatif. Diagram pertama memperlihatkan bahwa murid menyukai gurunya dan bahwa keduanya mendukung abortus.
Situasi scirnhang

Siluasi tidak scimhang Murid

Q~

{j
X

G~

Aborlus

.~
Sumber: Sears dkk. (1995)

~~ ~ afif
Gambar IV.2. Model Keseimbangan Terdapat delapan kemungkinan pola antara dua orang dengan satu objek. Berdasarkan model ini, struktur yang tidak seimbang cenderung menjadi seimbang melalui perubahan dalam satu unsur atau lebih. 74

Pengertian tentang gaya keseimbangan muneulnya dari teori Gestalt tentang organisasi persepsi. Sebagaimana yang telah ketahui bahwa orang berusaha untuk memperoleh "bentuk yang bagus" dalam persepsi mereka tentang benda mati. Hubungan yang seimbang di antara dua orang bersifat "coeok"; hubungan itu "sepadan", membuat gambaran yang pantas, masuk di akal, dan penuh arti. Motif utama yang mendorong seseorang ke arah keseimbangan adalah usaha untuk memperoleh pandangan tentang hubungan sosial yang selaras~ sederhana, logis, dan penuh arti. Jadi dapat dikatakan bahwa suatu sistem yang s~imbang to/jadi apabila seseorang sependapat dengan orang lain yang disukainya atau tidak sependapa( dengan orang yang tidak disukainya. Sementara itu, ketidakseimbangan terjadi apabila seseorang tidak sependapat dengan orang yang disukaiatau sependapat dengan orang yang tidak disukai. Suatu sistem akan seimbang apabila satu atau dua di antara hubungan di antara hubunganhubungan tersebut bersifat positif (Sears dkk. 1995). Suatu sistem yang tidak seimbang eenderung berubah menjadi seimbang. Perubahan dapat terjadi melalui berbagai eara. Seseorang dapat mengubah hubungan afeksi sesedikit mungkin dan tetap menghasilkan sistem yang seimbang. Beberapa hubungan dapat diubah . untuk menghasilkan keseimbangan.

Teori Konsistensi Kognitif-Afektif. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif berusaha menjelaskan bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksinya. Jadi berdasar t~ori ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan ataupun keyakimm seseoranjUemang;;-atu fakta tertentu sebagian ditentukan oleh pilihan afeks'i~ya,begitu pula sebaliknya (Sears dkk. 1995). Teori Konsistensi Kognitif-Afektif ini dikemukakan oleh Rosenberg(dalamAzwar, 1995)yangmemandangbahwakomponenkognitifsikaptidak saja sebagai apa yang diketahui mengenai objek sikap, akan tetapi meneakup pula apa yang dipereayai mengenai hubungan antara objek sikap itu dengan nilai-nilai penting lainnya dalam diri individu. Pendek~t(m te~)fiini menjadi mefl~r:ik, c~!el}amenurut Seas dkk,.1(292) penilaian J .,.. ~_.. . seseora.!:!,g.tcrhadap ie.suatu k~adian akan mempen.,g.aruhi keya~il1anl!~. ~ag(li~tohnya llirafahketika eseQrangakan mencoba untuk jajan di suatu restoran bakmi yang namanya ~~b .panyak dikenal dimana-mana, terpaksa mengembangkan sikap negatifnya terhadap -.yarungbakmi tersebut karena sebagian dari teman-temannya mengatakan bahwa warung bakmi tersebut tidak halal. Kendatipun orang tersebut belum pernah meneoba jajan ke warung tersebut, ia tetap bersikap negatif. Ia akan meneari kognisi yang diperlukan untuk mendukung penilaian negatifnya. Kognisi yang diperolehnya akan selalu konsisten dengan pilihan afektifnya.
Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory). Teori Ketidaksesuaian menjelas_kan bahwa sTkapakan berubah untuk mem.pertahankan konsfstenslnya d~.ng~nperilaku nyatanya. Teori i~Qq1e.ngal1.l1iLQ.kh tead .ketidaksesuaian kognitif darLL~Q.!lE~ti.u~~r. Pendekatan teari ini difokuskan kepada dua sumber'pokok inkonsistensi an tara sikap dan perilaku, yaitu akibat dari pengambilan keputusan dan akibat dari perilaku yang saling bertentangan dengan sikap (counterattitudinal behavior). Pada umumnya, suatu pengambilan keputusan

75

menimbulkan beberapa inkonsistensi, karena tindakan memutuskan tersebut memiliki arti bahwa seseorang harus membuang sesuatu yang diinginkan (segala sesuatu yang diputuskan untuk dilakukan) dan menerima sesuatu yang tidak diinginkan (bahkan pilihan terbaik pun masih mengandung beberapa kelemahan). Apabila sesorang berperilaku yang bertentangan dengan sikapnya, maka inkonsistensi antara sikap dan perilaku akan muncul. Inkonsistensi semacam ini dilukiskan sebagai hasil ketidaksesuaian kognitif, yang dapat dikurangi dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang menarik adalah dengan cara dengan mengubah sikap agar sesuai dengan perilakunya. Teori Atribusi. (Attribution Theory).Teori atribusitemyata diterapkanpula dalam mengkaji inkonsistensi sikap-perilaku. Pada umumnya para ahli psikologi berasumsi bahwa orang menetapkan sikap mereka sendiri dengan mempertimbangkan bermacam-macam kognisi dan afeksi dalam kesadaran mereka. Akan tetapi menurut Ben (dalam Sears, 1992) individu mengetahui sikapnya sendiri bukan melalui peninjauan ke dalam dirinya sendiri, tetapi mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikainya adalah bahwa perubahan perilaku yang dilakukan seseorang memungkinkan timbulnya kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah. Bila tiba-tiba seseorang menyadari bahwa dirinya belajar psikologi faal setiap malam, maka ia akan mengambil kesimpulan bahwa ia pasti menyukai mata kuliah itu.
E. PENGUKURAN SIKAP

Menurut Mar'at (1984) sikap adalah masalah yang banyak dibahas di dalam cabang psikologi sosial karena memiliki kegunaan praktis. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk memahami sikap dan perilaku seseorang, yaitu melalui pengukuran (measurement) dan pengungkapan (assesment) sikap. Sebagai landasan utama dari pengukuran sikap adalah pendefinisian sikap yang dikemukakan terdahulu dimana sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) terhadap objek tersebut. Beragam teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli dalam upayanya untuk mengungkap sikap manusia. Berikut ini akan dibahas satu persatu metode-metode pengungkapan sikap, yaitu pengamatan perilaku, wawancara langsung, pengungkapan langsung, dan skala sikap.

Pengamatan Perilaku. Pengamatan langsung dilakukan terhadap tingkah laku individu mengenai objek psikologis tertentu. Cara ini penggunaannya amat terbatas, karena amat bergantung dengan jumlah individu yang diamati dan berapa banyak aspek yang diamati. Semakin banyak faktor-faktor yang harus diamati, maka makin sukar serta makin kurang objektif pengamatan terhadap tingkah laku individu. Selain itujuga apabila tingkah laku yang diinginkan terhadap objek psikologis tertentu seringkali tidak terjadi sesuai dengan yang diinginkan, maka hasil pengamatan belum dapat dikatakan menggambarkan keadaan yang objektif (Mar' at, 1984).

76

Wawancara Langsung. Untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek psikologi yangdipilihnya, makacarayangpaling mudahdilakukanadalahdengan menanyakan secara langsung melalui wawancara (direct questioning). Asumsi yang mendasari metode ini ada dua yaitu: individu merupakan orang yang paling tabu mengenai dirinya sendiri dan manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya (asumsi keterusterangan). Oleh karena itu dalam metode ini,jawaban yang diberikan dapat dijadikan indikator sikap seseorang (Azwar, 1995).Jawaban yang diperoleh dapat pula dikategorikan dimana individu memiliki sikap yang sesuai ataupun sikap yang tidak sesuai dengan objek psikologis ataupun tidak dapat menentukan sikap sarna sekali (ragu-ragu). Kelemahan dari cara ini adalah apabila individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab sarna sekali sehingga kita tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya (Mar' at, 1984). Pengungkapan Langsung. Suatu metode pengembangan dari wawancara langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) yang dilakukan secara tertulis dengan menggunakan baik item tunggal maupun ganda (Ajzen dalam Azwar, 1995). Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal sangat sederhana. Responden diminta menjawab langsung suatu pertanyaan sikap secara tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Kebebasan responden lebih dijamin dalam menjawab per- tanyaan, karena ia tidak harus menuliskan nama atau identitasnya. Sebagai contoh, untuk mengetahui sikap para mahasiswa tehadap kampanye penggunaan kondom untuk mencegah tertularnya AIDS dan HIV, diberikan pertanyaan sebagi berikut: UNTUK MENCEGAH BERJANGKITNYA VIRUS H I V DAN PENYAKIT A IDS, MAKA PERLU DIKAMPANYEKAN SECARA TERBUKA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM 1234567 Setuju

:-:-:-:-:-:-:-:-:

tidaksetuju

Dari garis kontinum setuju/tidak setuju di atas, maka kita dapat mengetahu posisi kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang. Bentuk lain dari item tunggal adalah menggunakan kata sifat yang berlawanan secara ekstrim pada suatu kontinum sepuluh, seperti terlihat di bawah ini: KAMPANYE PENGGUNAAN KONDOM

I suka: -: -:

2 -:

4 -:

5 -:

6 -:

7 -: -:

9 -:

10 -: benci

77

Salah satu pengungkapan langsung dengan menggunakan item ganda adalah skala perbedaan semantik yang mula-mula dikembangkan o1eh Osgood dkk. Teknik ini dirancang untuk mengungkap perasaan yang berkaitan dengan suatu objek sikap. Menurut Osgood dkk. (dalam Azwar, 1995) di antara banyak faktoryang berkaitan dengan sikap, yang paling utama adalah dimensi evaluasi, dimensi potensi, dan dimensi aktivitas. Dimensi-dimensi tersebut disajikan dengan menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama.lain. Oleh karena itu dengan memilih dimensi dan kata sifat yang relevan dengan objek sikap, kita dapat meletakkan pasangan kata sifat tersebut pada suatu kontinum sebagai berikut: LINGKUNGAN KAMPUS GUNADARMA

. . . rap I . ------. . . nyaman . ------. ------. . teratur .

1 2 6 3 4 5 7 . . . . . . . . . . . . . . . bersih . -------

. . . . . .

. . . . . .

. . . . . .

. . . . . .

. . . . . .

kotor . berantakan . . . tidak nyaman tidak teratur

Skala Sikap. Skala sikap adalah kumpulan pertanyaan mengenai objek sikap. Dari respon subjek pada pertanyaan tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan mengenai arah dan intensitas seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula diungkap mengenai keluasan dan konsistensi sikap (Azwar, 1995). Pertanyaan-pertanyaan atau item yang membentuk skala sikap kemudian dikenal dengan nama statement. Statement sendiri didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi (Mar' at, 1984). Menurut Azwar (1995) dalam penyusunan skala sikap sebagai instrumen pengungkapan sikap individumaupunsikapkelompokternyatabukanlahsesuatuhal yangmudah. Kendatipun sudah mela1uiprosedur dan langkah-langkah yang sesuai dengan kriteria, suatu skala sikap ternyata masih tetap memiliki kelemahan, sehingga tujuan pengungkapan sikap yang diinginkan tidak seluruhnya dapat tercapai. HUBUNGAN ANTARA SIKAP, PERSEPSI, DAN KOGNISI LINGKUNGAN Sikap merupakan suatu evaluasi positif atau negatif terhadap objek atau permasalahan tertentu yang berhubungan dengan lingkungan. Sikap ini dipengaruhi oleh persepsi dan kognisi lingkungan, akan tetapi sikap terhadap lingkungan ini mampu pula mempengaruhi persepsi dan kognisi lingkungan (Holahan, 1982). Dinamika dari ketiga konsep ini akan diperjelas dengan pembahasan berikut ini. Menurut Shaver (dalam Mar' at, 1984) predisposisi untuk bertindak positif atau negatif terhadap objek tertentu (atau sikap) mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksimenjawab pertanyaan tentang apayang dirasakan (positif/negatif) terhadap objek. Dan komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan
78

F.

untuk bertindak terhadap objek. Selanjutnya dikatakan oleh Mar' at, bahwa ketiga komponen itu tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem kognitif. Hal ini berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya. Masing-masing komponen tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan interaksi dari ketiga komponen tersebut secara kompleks. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan untuk berbuat. Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi, yang ban yak dipengaruhi oleh faktor personal individu (seperti minat, kepentingan, pengetahuan, kebiasaan mengamati, dan pengalaman), faktor sosial dan budaya, dan faktor lingkungan fisik (Fisher dkk., 1984; Mar' at, 1984; Gifford, 1987; dan Iskandar, 1990). Melalui komponen kognisi akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki pribadi sesorang, akan terjadi keyakinan terhadap objek tersebut (Mar' at, 1984). Faktor Personal Individu Faktor Sosial Faktor Budaya

\
r K E P R I B A D I A N Kognisi + PERSEPSI

/
Objek Psiko- I-logis Faktor Lingkungan Fisik

Afeksi : .. Konasi

valua____________
(positif/negatif) Kecenderungan Bertindak

STKAP

Gambar IV.3. Hubungan Antara Sikap, Kognisi, dan Persepsi


Sumber: Mar'at (1984), diolah.

Pad a tahap selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional (positif atau negatif) terhadap objek. Lalu, komponen konasi yang berperan dalam menentukan kesediaanl kesiapan jawaban berupa tindakan. Atas dasar inilah, maka situasi yang semula kurang atau

79

tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa antara objek yang dilihat sudah sesuai dengan penghayatannya, dimana unsur milai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai, maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatis, acuh tak acuh, atau menentang sampai ekstrim (memberontak). Keseimbangan ini dapat kembali jika persepsi dapatdiubah melaluikomponenkognisi.Terjadinyakeseimbangan iniakan melaluiperubahan sikap, dimana ketiga komponennya mengolah masalahnya secara baik (Mar' at, 1984).
LA TIHAN SOAL

1. Beragamnya definisi mengenai sikap ternyata dapat diorientasikan ke dalam tiga pemikiran, yaitu: a. yang berorientasi kepada teori, yang berorientasi kepada kesiapan aplikasi, dan yang berorientasi kepada skala sikap. b. yang berorientasi kepada perilaku, yang berorientasi kepada kesiapan aplikasi, dan yang berorientasi kepada skema triadik. c. yang berorientasi kepada respon, yang berorientasi kepada kesiapan respon, dan yang berorientasi kepada skema triadik. d. yang berorientasi kepada kognitif, yang berorientasi kepada kesiapan afektif, dan yang berorientasi kepada konatif. 2. Salah satu dari ketiga komponen sikap adalah Komponen Kognisi yang berhubungan dengan: a. beliefs, ide, stereotipe, persepsi dan konsep b. kehidupan emosional dan perasaan seseorang c. kecenderungan bertingkah laku d. semuanya (a,b,c) benar. Jikalau kita dihadapkan kepada suatu permasalahan yang kontroversial, misalnya dalam hal pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), maka kita diharapkan agar dapat memberikan sikap terhadap hal yang kontroversial tadi. Sikap semacam ini seringkali disebut sebagai: a. persepsi b. kepercayan c. stereotipe d. pandangan (opini). Sikap sosial seseorang dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial. lnteraksi sosial dapat bersifat kontak atau hubungan sosial dan saling pengaruh-mempengaruhi antar individu. Dalam berintarksi sosial beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain adalah : a. pengalaman pribadi b. orang lain yang dianggap penting c. faktor emosional dalam diri individu d. semuanya (a,b,c) benar.

3.

4.

80

5. Di dalarn kasus Perang Teluk antara Arnerika Serikat dan sekutunya dengan lrak, kedua pernirnpin dari kedua belah pihak tersebut yaitu Presiden George Bush (AS) dan Presiden Sadarn Hussein (Irak) sarna-sarnarnernilikisikap yang sangat dipengaruhi oleh emosi. Kedua pernirnpinini sarna-sarnapunya argurnentasiyang sangat berlawanan dan keduanya juga sarna-sarna ngotot rnernpertahankan pendapatnya sendiri bahwa pihak lawanlah yang bersalah. Sikap kedua orang ini disebut dengan: a. prasangka b. persepsi c. stereotipe d. kepercayaan. 6. Tanpa adanya pengalarnan sarna sekali terhadap suatu objek psikologis cenderung akan rnernbentuk terhadap objek tersebut. a. sikap negatif b. sikap positif c. sikap yang favourable d. sikap yang unfavourable 7. Orang yang berarti khusus yang dapat rnernpengaruhi sikap kita disebut sebagai : a. Significant others c. Orang kunci (key person) b. Preference group d. Orang yang dianggap penting 8. Pemaharnan baik dan buruk, salah atau benar, garis pernisah antara yang tidak boleh dan yang boleh temyata dapat rnenentukan sistern kepercayaan seseorang, sehingga pada akhimya akan ikut berperan dalarn rnenentukan sikap seseorang terhadap suatu hal. Pemyataan ini rnengandung unsur dalarn kornponen sikap. a. afektif b. konatif c. kognitif d. sernua benar 9. Salah satu faktor sebagai pernbetuk sikap adalah situasi ernosional seseorang. Pendapat ini sangat dipengaruhi oleh: b. Teori Kognitif a. Teori Belajar c. Teori Gestalt c. Teori Freud
10. Teori sikap yang banyak dipengaruhi teori Gestalt ten tang organisasi persepsi adalah: a. c. Teori Keseimbangan Teori Ketidaksesuaian b. d. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif Teori Atribusi.

11. Teori yang berusaha rnenjelaskan bagairnana seseorang berusaha rnernbuat kognisi rnereka konsisten dengan afeksinya adalah: a. c. Teori Keseirnbangan Teori Ketidaksesuaian b. d. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif Teori Atribusi.

12. Teori sikap yang rnenjelaskan bahwa sikap akan berubah untuk rnernpertahankan konsistensinya dengan perilaku nyata adalah: a. c. Teori Keseirnbangan Teori Ketidaksesuaian b. d. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif Teori Atribusi.

81 -----

13. Teori tersebut di bawah ini amat dipengaruhi oleh teori ketidaksesuaian kognitif dari Leon Festinger. a. Teori Keseimbangan b. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif c. Teori Ketidaksesuaian d. Teori Atribusi. 14. Landasan utama dari pengukuran sikap adalah definisi sikap yang mengarah kepada : a. perasaan mendukungataumemihak(favourable)maupunperasaan tidakmendukung atau tidak memihak (unfavourable) b. yang berorientasi kepada respon c. a dan b benar d. a dan b salah. 15. Metode pengungkapan sikap yang paling sempurna adalah dengan menggunakan : a. pengamatan perilaku c. pengungkapan langsung b. wawancara langsung d. skala sikap. 16. Kelemahan metode wawancara langsung adalah: a. jumlah subjek penelitian b. banyaknya aspek yang akan diungkap c. individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab sama sekali d. semuanya (a, b, c) benar. 17. Kelemahan metode pengamatan perilaku adalah: a. jumlah subjek penelitian b. banyaknya aspek yang akan diungkap c. a dan b benar d. a dan b salah. 18. Dalam skala sikap kita akan menemukan jawaban yang sudah harus disediakan sebagaimana di bawah ini: 1234567 Setuju :-:-:-:-:-:-:-:

tiaksetuju

Kita dapat mengetahui posisi kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang dari jawaban tersebut di atas dari garis yang disebut sebagai: a. Range b. kontinum c. semantik d. skala 7 19. Dalam skala sikap kita mengenal istilah skala perbedaan semantik yang diperkenalkan oleh: a. Louis Thurstone b. Rensis Likert c. Charles Osgood d. Ajzen dan Fishbein

82

20. Perhatikan skala sikap di bawah ini: Lingkungan rumah tinggal saya: bersih rap. nyaman teratur I 2 3 4 5 6 7 . . . . . . . . . ------. . . . . . . kotor . ------. . . . . . . berantakan . . . . . . . . . ------. . . . . . . . . . . . . . . tidak nyaman . -------. . . . . . . tidak teratur . . . . . . . .

Skala sikap sebagaimana yang disajikan di atas adalah salah satu contoh dari: a. Skala Thurstone b. Skala Likert c. Skala Osgood d. Skala LaPiere

83

Anda mungkin juga menyukai