Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat Perkembangan Tanah

Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awalbahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah dimulai, tetapi sebagian besar bahan aslinya belum terkikis; 3. Tahap dewasamineral yang mudah terkikis sebagian besar telah terombak, kandungan tanah liat telah meningkat dan kelembutannya dapat telihat nyata; 4. Tahap tuaperombakan sampai pada tahap terakhir dan hanya kebanyakan mineral yang paling resisten dapat bertahan; 5. Tahap akhirperkembangan tanah telah selesai dan tanah terkikis habis di bawah keadaan yang berlaku (Foth, 1994). Proses-proses perkembangan tanah yang menimbulkan ciri asasi terdiri atas: (1) proses akumulasi bahan organik di permukaan bumi sambil membentuk horison O, antara lain termasuk proses yang menimbulkan ciri khas seperti pembentukan humus, gambut; (2) proses elluviasi sambil membentuk horison A, termasuk proses khas berupa antara lain pencucian basa, latosolisasi, podzolisasi; (3) proses illuviasi sambil membentuk haorison B, terdiri atas proses khas seperti antara lain akumulasi kapur, lempung (clay), besi, pembentukan ciri solonetz dan lain-lain; (4) proses diferensiasi horison yang teratur, sebagai akibat proses-proses (1), (2), dan (3) tersebut di atas (Darmawidjaya, 1990). Topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1) dengan mempengaruhi banyaknya presipitasi yang terserap dan yang

Universitas Sumatera Utara

dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan air; (2) dengan mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya (Foth, 1994). Oleh karena waktu merupakan faktor pasif, suatu jenis tanah yang sama tetapi berasal dari bahan induk dan iklim yang berbeda dapat mempunyai umur yang tidak sama atau sebaliknya, maka kematangan suatu jenis tanah tidak saja tergantung umurnya tetapi lebih tergantung pada kelengkapan horisonnya. (Hanafiah, 2005). Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah terbentuknya horison C, banyak cara untuk menentukan perkembangan tanah, yaitu: (1) berdasarkan morfologi tanah, dinilai kelengkapan horison penyusun morfologi tanah. Berikut ini urutan perkembangan tanah (yang awal lebih berkembang dari yang dibelakangnya): A-E-Bt-C; A-Bt-C; A-Bw-C; A-C; C-R; R. (2) berdasarkan nisbah SiO2-R2O3 (Al2O3+Fe2O3). Tanah dengan nisbah lebih dari satu lebih berkembang daripada kurang dari satu. (3) berdasarkan mineral primer, ditentukan mineral resisten yang dominan lebih berkembang daripada yang didominasi mineral mudah melapuk. (4) berdasarkan mineral liat, ditentukan jenis dan jumlah mineral liat penyusun tanah. Tingkat perkembangan tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan

mineral gibsit>kaolinit>montmorillonit>alofan (> berarti lebih berkembang). (5) berdasarkan mineral indeks Van Wambeke. Khusus kajian ini bahwa bahan organik tidak termasuk perhitungan. Diamsusikan bahwa tanah berkembang dari kolum bahan homogen original seperti horison C. Partikel pasir kasar dari mineral

Universitas Sumatera Utara

resisten dipergunakan sebagai mineral indeks dan dijadikan faktor mineral indeks. Dengan menggunakan tabel model sederhana Van Wambeke dapat diketahui tingkat perkembangan tanah dan bahan dapat dihitung besar erosi atau pencucian (Marpaung, 2008). Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Menurut Hardjowigeno (1993), ciri dari tingkat perkembangan tanah adalah sebagai berikut: - Tanah muda (perkembangan awal). Terjadi proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. - Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. - Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada

Universitas Sumatera Utara

tanah dewasa. Akumulasi liat atau seskuioksida di horison B sangat nyata sehingga membentuk horison argilik (Bt). Apabila terjadi penimbunan liat, maka horison E tidak terbentuk, sedang di horison B tidak terjadi seskuioksida, tetapi pelapukan akan berjalan terus menerus dan banyaklah terbentuk oksidaoksida besi dan aluminium. Horison ini disebut horison oksik (Bo)

Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan di profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan di lapang biasanya dimulai dengan membedakan lapisan-lapisan tanah atau horison-horison. Di lapang masing-masing horison diamati sifatsifatnya yang meliputi: warna, tekstur, konsistensi, struktur, kutan, konkresi dan nodul, pori-pori tanah, pH (metode lapang), batas-batas horison

(Hardjowigeno, 1993). Ciri-ciri morfologi ditentukan melalui profil tanah yang merupakan petunjuk dari proses-proses yang telah dialami suatu jenis tanah selama pelapukan dan perkembangannya. Perbedaan intensitas faktor-faktor pembentuk tanah terutama iklim, meninggalkan ciri-ciri pada profil tanah yang dapat digunakan untuk menentukan suatu jenis tanah (Darmawidjaya, 1990). Tanah-tanah muda dicirikan oleh horison yang baru berkembang dan tanah-tanah dewasa dicirikan oleh horison yang lengkap, sedangkan tanah-tanah tua dicirikan oleh horison-horison lapisan atas yang menipis atau hilang sama sekali (Hanafiah, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Bahan induk mungkin ditransformasi menjadi tanah yuwana atau tanah muda dalam waktu yang relatif singkat apabila kondisi menguntungkan. Tahap ini dicirikan oleh akumulasi bahan organik pada permukaan tanah dan sedikit pengikisan, pencucian atau translokasi koloid. Hanya terdapat horison A dan C dan sifat-sifat tanah sampai batas yang agak luas telah diturunkan dari bahan induk. Tahap dewasa diperoleh dengan perkembangan horison B. Akhirnya, cukup waktu berlalu, tanah dewasa mungkin menjadi sangat berbeda sehingga perbedaan besar terdapat sifat-sifat horison A dan B ini (Foth, 1994). Tiap jenis dan tipe tanah memiliki ciri yang khas dipandang dari sifat-sifat fisika maupun kimianya. Pada bagian ini menyangkut tanah-tanah yang memiliki horison-horison sebagai akibat berlangsungnya evolusi genetis di dalam tanah. Terdapatnya horison pada tanah-tanah yang memiliki perkembangan genetis menyugestikan bahwa beberapa proses tertentu umum terdapat dalam

perkembangan bentukan profil tanah (Hakim, dkk, 1986). Dalam penelitian Nadeak (2006) pada tanah Entisol (pedon 1) dan Inseptisol (pedon 2) di Desa Lingga Julu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo diperoleh data pada pedon 1 horisonnya adalah Ap-IIC1-IIC2-Bw-IC dan pedon 2 Ap-Bw-C1-C2. Disimpulkan bahwa pedon 2 lebih berkembang dibandingkan pedon 1, karena di pedon 1 terjadi diskontinuitas litologi, sehingga perkembangan tanah terhambat.

Analisis Mineral Liat

Gambaran lain tentang laju perkembangan tanah adalah pembentukan tanah liat silikat. Tanah muda yang mempunyai kandungan tanah liat rendah dan

Universitas Sumatera Utara

kandungan mineral utama yang tinggi mungkin dicirikan dengan laju pembentukan tanah liat yang tinggi. Pada tanah dewasa atau tua yang kebanyakan mineral utamanya telah terkikis, bentukan tanah liat silikat seharusnya rendah. Akan tetapi, kandungan tanah liat yang tinggi mendorong laju perombakan tanah liat yang relatif tinggi. Jadi terlihat bahwa beberapa di antara proses itu lebih operatif pada tanah muda sedangkan proses yang lain lebih operatif pada tanah tua (Foth, 1994). Mineral liat merupakan komponen penting dalam tanah, sehingga keberadaanya dapat menentukan sifat dan ciri tanah. Beberapa aspek penting yang berkaitan dengan sifat mineral liat adalah (a) muatan (kapasitas tukar kation), (b) difusi double layer, (c) mengembang dan mengkerutnya tanah dan (d) konsistensi tanah (Munir, 1996). Berdasarkan perkembangannya, para ahli ilmu pengetahuan tanah membedakan dua urutan mineral (pelikan) yaitu mineral primer dan mineral sekunder. Yang dimaksud mineral primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan. Pada umumnya mineral primer terdiri atas mineral silikat yaitu persenyawaan silikon dan oksigen (SiO2), kemudian variasinya terdiri dari mineral feldsfar yang mengandung persenyawaan alumunium, kalsium, natrium, besi, dan magnesium. Perubahan susunan kimia selama pelapukan batuan dekat permukaan bumi mengubah mineral primer yang terurai dan kemudian bersenyawa lagi membentuk mineral sekunder. Mineral sekunder adalah mineral penting (esensial) untuk perkembangan dan kesuburan tanah (Rafii 1990). Identifikasi kuantitatif mineral dapat dilakukan dengan mengintepretasi kurva DTA sebagai sidik jari dan membandingkannya atau mencocokkannya

Universitas Sumatera Utara

dengan termogram DTA dari mineral standar, atau dengan kurva dari mineral yang telah diketahui. Tiap mineral liat menampakkan ciri-ciri reaksi termal yang spesifik (Tan, 1991). Tabel 1. Puncak Endotermik dan Eksotermik Dari Beberapa Mineral Liat Utama Mineral Liat Kaolinit Montmorilonit Haloisit Puncak Endotermik (0C) 500 600 100 250 500 600 100 200 Gibsit Geotit Alofan: Imogolit Sumber: Tan (1991) Metode umum yang dipakai untuk menditeksi alofan adalah analisis diferensial termal. Kurva ADT alofan umumnya dicirikan oleh puncak endotermik yang besar dan tajam antara 50 200OC yang disebabkan oleh hilangnya air terjerap (Tan, 1991). Dalam penelitian Sitinjak (2001) pada tanah Inseptisol (pedon 1, 2, 3) di Uruk Gerunggang Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat diperoleh data pada pedon 1 dan pedon 2 dengan horison Ap1-Ap2-Bw1-Bw2 disusun oleh mineral alofan di lapisan permukaan dan mineral gibsit di lapisan bawah, sedangkan pedon 3 dengan horison Oa-Ap1-Ap2-Bw disusun oleh alofan, dengan demikian penyusun utamanya adalah mineral alofan. Disimpulkan bahwa ketiga pedon berada pada tingkat perkembangan awal. 250 350 300 400 50 200 390 420 800 900 800 900 800 1000 900 1000 Puncak Eksotermik (0C) 900 1000 900 1000 930 950

Universitas Sumatera Utara

Dalam peneltian Sudihardjo, dkk (1995) di wilayah Karst Gunung Kidul, yaitu di daerah perbukitan Karst Gadung (AMGD), Gatel (AMGT), Duleng (AMDL) dan Panjeran (AAM), menunjukkan hasil analisis liat dengan DTA didominasi mineral alofan, ditunjukkan oleh reaksi endotermik pada temperatur 100OC 12OC dan reaksi eksotermik pada 900OC. Reaksi endotermik kuat pada temperatur 100OC 120OC yang diikuti reaksi endotermik lemah pada temperatur 475OC merupakan sifat karakteristik alofan. Pada contoh AAM haloisit hidrat ditunjukkan oleh reaksi endotermik 490 500OC, ferihidrit 370OC dan gibsit pada reaksi endotermik 285OC, imogolit pada 480OC. Dengan susunan mineral liat yang didominasi oleh alofan, sedikit haloisit hidrat, imogolit dan gibsit, maka dapat diduga bahwa beberapa mekanisme proses pelapukan tersebut mengikuti sekuens sebagai berikut: alofan haloisit hidrat + gibsit pada kondisi pencucian intensif, sedangkan yang telah menjadi kaolinit, mungkin sekuen pelapukannya mengikuti mekanisme: alofan (B, AB, A) haloisit/metahaloisit kaolinit. Dari analisis liat dengan DTA dimana imogolit juga ditemukan, maka diduga bahwa proses pelapukan alofan mengikuti mekanisme: alofan imogolit haloisit hidrat.

Mineral Indeks Van Wambeke Khusus kajian ini bahan organik tidak termasuk dalam perhitungan. Diasumsikan bahwa tanah berkembang dari kolum bahan homogen original seperti horison C. Partikel pasir kasar dari mineral resisten dipergunakan sebagai mineral indeks dan dijadikan faktor mineral indeks. Dengan menggunakan tabel model sederhana Van Wambeke dapat diketahui tingkat perkembangan tanah dan bahkan dapat dihitung besar erosi atau pencucian (Marpaung, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Van Wambeke dalam Buol, et al (1980), menyatakan suatu model sederhana dari perkembangan solum tanah yang menggunakan perhitungan Mineral Indeks dengan asumsi bahwa tanah berkembang dari suatu kolum bahan yang homogen yang pada awalnya seperti horison C. Dengan menggunakan metode Mineral Indeks dapat dikaji perkembangan suatu tanah. Bobot total saat ini merupakan masa tanah pada suatu kolum tanah, bobot liat semula merupakan hasil perkalian bobot liat saat ini dengan faktor MI (Mineral Indeks). Bobot MI merupakan bobot pasir halus pada satu kolum. Bobot liat saat ini adalah bobot liat setelah mengalami pelapukan ataupun proses perkembangan tanah. Bobot bukan liat saat ini merupakan bobot fraksi debu dan pasir. Bobot total semula adalah hasil perkalian antara faktor MI dengan bobot total saat ini. Bobot liat semula adalah hasil kali faktor MI dengan bobot liat saat ini. Bobot bukan liat semula merupakan hasil kali faktor MI dengan bobot bukan liat saat ini. Dalam penelitian Grace (2002) di Uruk Gerunggang Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat dengan Metode Van Wambeke disimpulkan bahwa perkembangan tanah Uruk Gerunggang yaitu pada pedon 1 dan pedon 2 adalah tahap awal, karena telah terbentuk fraksi liat yang lebih sedikit dari fraksi bukan liat yang hilang dan pedon 3 sedikit lebih berkembang dibanding pedon 1 dan pedon 2, karena fraksi liat yang terbentuk sedikit lebih besar dari fraksi bukan liat yang hilang tetapi tanpa pengendapan. Dalam penelitian Silalahi (2006) di Desa Lingga Julu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo diperoleh data pada pedon 1 horisonnya adalah Ap-IICBw-IC dan pedon 2 Ap-Bw-C1-C2. Pada pedon 1 Ap-IIC memperlihatkan pengurangan bahan bukan liat sebesar -70,21 g dan penambahan bahan liat

Universitas Sumatera Utara

sebesar 9,53 g, berdasarkan hitungan Van Wambeke kriterianya adalah termasuk tanah yang berkembang disertai pengendapan, dimana bobot liat yang terbentuk < bobot bukan liat yang hilang. Pada pedon 1 Bw-IC2 terjadi pengurangan bahan bukan liat sebesar -3,31 g dan penambahan bahan liat sebesar 3,1 g, berdasarkan hitungan Van Wambeke kriterianya termasuk tanah yang berkembang disertai pengendapan, dimana bobot liat yang terbentuk < bobot bukan liat yang hilang. Dan pada pedon 2 Ap-Bw-C terjadi pengurangan bahan bukan liat sebesar 1,75 g dan penambahan liat sebesar 227,78 g, berdasarkan hitungan Van Wambeke kriterianya termasuk tanah berkembang, dimana bobot liat yang terbentuk > bobot bukan liat yang hilang.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai