Anda di halaman 1dari 22

ATRESIA ESOFAGUS

PENDAHULUAN
Atresia esophagus dideIenisikan sebagai sebuah interupsi pada kontinuitas esophagus
dengan atau tanpa Iistula pada trakea. Anomaly disebabkan oleh gangguan yang terjadi pada
minggu keempat gestasi, pada saat pemisahan trakea dan esophagus dengan pelipatan primitive
foregut. Kasus Iamilial yang mempengaruhi saudara kandung atau keturunan menunjukkan
adanya Iaktor genetic. Akan tetapi, sebagian besar kasus terjadi secara sporadic tanpa adanya
bukti baik itu penyebab herediter atau penyebab teratogenik lingkungan tertentu. MalIormasi
yang berkaitan terlihat pada 40-60 kasus. Paling tidak terdapat 18 sindrom yang berbeda yang
telah dilaporkan berkaitan dengan atresia esophagus. Yang paling banyak diketahui adalah
anomaly VATER atau VACTERL (vertebral-anal-cardiac-trakea-esoIagus-renal-limb).
Kegagalan perkembangan esophagus berkaitan dengan Iistula yang ada di esophagus hingga
trakea. Bayi baru lahir menampakkan gejala pengeluaran air liur atau regurgitasi pada saat
pertama kali pemberian makan dan pemberian makan yang selanjutnya.
1, 2, 3

Atresia esophagus pertama kali dijelaskan oleh William Durston pada tahun 1670. Pada
tahun 1969, Thomas Gibson menjelaskan keterkaitan antara atresia esophagus dengan
Tracheoesophageal Iistula (TEF) distal. Thomas Lanman di Boston dan Logan Leven di
Minneapolis melaporkan kesuksesan penanganan bayi yang menderita atresia esophagus dengan
menggunakan operasi yang bertahap yang dimulai dengan melakukan gastrotomi, yang diikuti
dengan ligasi Iistula, dan penggantian esophagus dengan menggunakan antethoracic skin tube.
Perbaikan yang pertama kali memperoleh kesuksesan dilakukan oleh Cameron Haight oI Ann
Arbor, Michigan, pada tahun 1941.
4
ANATOMI
EsoIagus adalah tabung otot cekung sepanjang 25-30 cm, dimulai pada C6 (setinggi
kartilago krikoid), dan berakhir pada T11, yang menembus diaIragma dan tergabung dengan
bagian kardia lambung. EsoIagus terletak di sebelah anterior kolumna vertebra dan otot ongus
coi, di sebelah posterior trakea, dan berdekatan dengan aorta descenden. EsoIagus dibagi
menjadi empat segmen: IaringoesoIageal, servikal, thoraks, dan abdominal. Panjang antara
laringoIaring dan esoIagus servikal adalah segmen IaringoesoIageal. Otot Iaringeal mencakup
konstriktor superior, medianus, dan inIerior, serta otot styloIaringeus. Konstriktor Iaringeal
inIerior (otot thyroIaringeus) melintas secara oblik dan ke arah superior dari asalnya pada
kartilago tiroid. Introitus esoIagus adalah bagian paling inIerior dari konstriktor Iaringeal
inIerior. Transisi antara serabut oblik dari otot thyroIaringeus dan serabut transversum dari otot
cricopharyngeus menciptakan sebuah titik yang berpotensi menjadi kelemahan (Kiians
Triange) pada segmen IaringoesoIageal. Spinchter cricopharyngeal cukup unik karena spinkter
ini tidak tersusun atas cincin otot sirkular, tetapi terdiri dari otot haluan yang menghubungkan
kedua bagian lateral perbatasan kartilago krikoid.
Walaupun esoIagus servikal adalah struktur di bagian tengah yang terletak di sebelah
posterior trakea, tetapi struktur ini berjalan ke sebelah kiri trakea sehingga lebih mudah dicapai
melalui insisi leher di bagian kiri. EsoIagus servikal terletak di bagian anterior dari Iascia
prevertebral dan dapat dipisahkan dari perlekatan serabut longgarnya di bagian posterior dengan
diseksi menggunakan jari tangan pada ruang prevertebral. Pada setiap sisi esoIagus servikal
terbentang pembungkus karotis dan kelenjar tiroid, yang dilewati oleh serabut saraI laringeal di
kedua sisi dalam lekukan antara esoIagus dan trakea.
6

EsoIagus thoraks menembus mediastinum posterior, dibelakang lengkungan aortik dan
pembuluh besar, dan berbelok ke arah kiri trakea di belakang bronkus kiri. Kemudian esoIagus
berbelok ke kanan di area subkarina sepanjang beberapa cm dan kembali ke bagian tengah dan di
sebelah anterior aorta thoraks dan berlanjut di belakang perikordium hingga ke vertebra thoraks
yang ketujuh. Pada titik ini, esoIagus berdeviasi.
6


Gambar 1. Gambar anatomi esoIagus dan organ yang berkaitan (dikutip dari kepustakaan no 24)

Gambar 2. Gambar persaraIan esoIagus dan organ yang ada disekitarnya (kepustakaan no 25)
EMBRIOLOGI
Perkembangan traktus respiratorius manusia dimulai sebagai sel epithelial primitive
cabang foregut dari embrio kedalam mesenkim yang mengitari pada permulaan minggu keempat
gestasi. Perkembangan embrionik esophagus seperti semua system organ besar terjadi antara
minggu keenam dan kedelapan gestasi saat tiga lapisan germ berdiIIerensiasi menjadi jaringan
tertentu. Proses yang berlangsung melibatkan elongasi dan pemisahan foregut (esophagus) dan
jalan napas (trakea). Pada saat minggu keempat, sebagian dorsa yok sac bersatu menjadi
foregut. Ini pada akhirnya tidak hanya berkembang menjadi esophagus, perutm dan duodenum,
tetapi juga Iaring, system respirasi bagian bawah, hepar, pancreas, dan saluran empedu. Pada
awal minggu keempat divertikulum laringotrakeal berkembang di bagian tengah dinding ventral
foregut. Foregut memanjang ke bagian kaudal dan dipisahkan dari foregut oleh pertumbuhan
lipatan trachea-oesophageal, yang bersatu untuk membentuk septum trachea-oesophageal. Hal
ini menciptakan tabung laringotrakea (pada akhirnya membentuk laring, trakea, bronkus, dan
paru-paru) dan membentuk esophagus pada bagian dorsal.
7, 8
Kegagalan pemisahan ini dapat terjadi disebabkan oleh kekurangan sel endothelial yang
berproliIerasi dalam lipatan trakeo-oesaphagal. Hal ini menyebabkan Iistula trakea-esoIagal,
yang umumnya terkait dengan atresia esophagus. Pada akhir minggu keenam gestasi,
pembungkus muscular sirkular dari esogaIus berkembang, diikuti oleh inervasi vagal.
7, 8




EPIDEMIOLOGI
Atresia esophagus terjadi pada sekitar 1 dalam 3000 kelahiran hidup. Pada 85 kasus
terdapat atresia esophagus proksimal degnan Iistula diantara esophagus distal dan traktus
respiratorius, biasanya trakea. Kombinasi yang jarang terjadi adalah atresia esophagus tanpa
Iistula (10), Iistula tanpa atresia (2) dan Iistula antara esophagus bagian atas dan trakea
(1).
8

Angka kejadian malIormasi tracheoesophageal congenital di AS adalah sekitar satu
dalam setiap 4500 kelahiran. Pada beberapa area di dunia (misal Finlandia) angka kejadiannya
sebanyak satu dalam 2440 kelahiran. Sebuah tinjauan terbaru melaporkan bahwa atresia
esophagus dengan Iistula tracheoesophageal proksimal dan distal terdiagnosis pada saat
preoperative adalah sebesar 21,7. Atresia esophagus lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita (1,26 : 1). Sekitar 6 bayi yang menderita malIormasi tracheosophageal adalah bayi
kembar. Orang tua yang memiliki satu anak yang menderita atresia esophagus memiliki
kemungkinan sebesar 0,5-2 pada keturunan selanjutnya yang menderita atresia esophagus. Jika
lebih dari satu keturunan yang terkena atresia esophagus, resikonya adalah sebesar 20.
9, 10
ETIOLOGI
Tidak ada teratogen manusia yang diketahui yang dapat menyebabkan atresia esophagus.
Saat ini, sebagian besar otoritas percaya bahwa perkembangan atresia esophagus memiliki dasar
nongenetik. Perdebatan mengenai proses embriopatologis dari kondisi ini terus berlanjut, dan
hanya sedikit yang diketahui. pada tahun 2003, Spilde dan rekan melaporkan pembentukan
atresia esophagus-TEF pada embrio tikus percobaan teratogenesis yang disebabkan oleh
Adriamycin. Ketiadaan elemen Iaktor pertumbuhan Iibroblast (FGF) tertentu telah dilaporkan,
terutama FGF1 dan reseptor FGF2R.
11

Penelitian terbaru telah menitikberatkan pada beberapa mekanisme molekuler yang
mendasari keadaan ini. Tikus yang mengalami deIisiensi jalur pemberian sinyal $onic-hedgehog
menampakkan Ienotip yang menyebabkan atresia esophagus-Iistula tracheoesoIagus (EA-TEF),
menunjukkan terdapat peranan dari molekul ini dalam pathogenesis anomaly pada manusia.
Dukungan terhadap teori ini, transkrip sonic-hedgehog tidak dijumpai pada sampel esophagus
manusia yang diperoleh dari bayi dengan TEF. Dengan cara yang sama, jaringan diperoleh dari
traktus Iistula ditemukan mengeluarkan thyroid transcription factor one (TTF-1) dan fibrobast
growth factor (FGF-10), menunjukkan bahwa Iistula tersebut berasal dari traktus respiratorius.
12
PATOFISIOLOGI
Embryogenesis atresia esophagus masih belum diketahui dengan baik. Teori seperti
tekanan intra embrionik, kegagalan rekanalisasi, diproporsional pertumbuhan lipatan epithelial
lateral, dan lain-lain tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan spectrum dari malIormasi ini.
Teori terakhir berdasarkan pada penelitian mikroskopik electron menyatakan bahwa
pertumbuhan yang berlebihan pada lipatan horizontal bagian dorsal pada region perbatasan
tracheoesophageal akan menyebabkan EA dan Iistula tracheoesophageal (TEF).
13
Pada hari ke-26 perkembangan embriologi, foregut bagian dorsal telah terpisah dari
trakea bagian ventral. Mekanisme utama dari atresia masih belum diketahui. Esophagus pasien
dengan atresia esophagus dan Iistula tracheoesophageal mengalami penurunan jumlah pleksus
Auerbach, yang menjelaskan elemen neuronal dari perubahan Iungsi motorik esophagus dan
menjelaskan siIat dismotilitas kronik yang terlihat pada pasien-pasien atresia esophagus. Atresia
esophagus dan Iistula tracheoesophageal, berkaitan dengan kelainan embriologi yang lain, yang
dapat disingkat menjadi VACTERL (vertebral, anal, cardiac, tracheoesophageal, renal, dan
tungkai |limb|).
14

Obstruksi esophagus menghalangi janin untuk menelan cairan amniotic in utero. Pada
kasus atresia esophagus murni, biasanya terjadi polihidramnion (85). Polihidramnion biasanya
hanya muncul pada 30 ibu yang memiliki janin yang menderita atresia esophagus dan TEF
distal karena cairan dapat mencapai usus neonatus melalui Iistula. Akhirnya, polihidramnion
dapat menyebabkan kelahiran premature. Janin juga mendapatkan beberapa keuntungan
nutrisional yang berasal dari mencerna cairan amniotic, sehingga janin dengan atresia esophagus
mungkin memiliki berat badan yang cukup kecil untuk usia gestasional mereka. Pada periode
postnatal, bayi tidak akan mampu untuk menelan hasil sekresinya sendiri, saliva, ataupun
makanannya. Jika kita tidak waspada, muntahannya dapat masuk kedalam jalan napas dan
parenkim paru yang menyebabkan gangguan respirasi.
9, 11

Fistula di bagian distal biasanya tidak terlalu besar tetapi masih memungkinkan
masuknya udara dari trakea ke dalam traktus gastrointestinal ketika bayi menangis, atau saat
mendapatkan ventilasi, keadaan ini dapat menyebabkan perIorasi lambung akut, yang seringkali
menimbulkan kematian. ReIluks gastroesoIagus pada bayi dengan TEF/EA umum terjadi dan
terjadi diakibatkan oleh imaturitas spinkter esophagus bagian bawah dan motilitas esophagus
bagian bawah yang buruk. ReIluks asam lambung atau kandung empedu kedalam traktus
respiratorius melalui Iistula dapat menyebabkan pneumonitis kimiawi.
9, 11

Trakea juga dipengaruhi oleh gangguan embryogenesis pada atresia esophagus. Bagian
membranous trakea, pars membranacea, seringkali melebar dan membuat trakea berbentuk
seperti huruI D, yang berkebalikan dengan bentuk trakea yang seperti huruI C. perubahan ini
menyebabkan kelemahan struktur anteroposterior trakea, atau tracheomalacia. Kelemahan ini
dapat menyebabkan batuk yang berbunyi sonor karena trakea intrathoraks beresonansi dan
sebagian akan mengalami kolaps karena ekspirasi yang terlalu dipaksa. Sekresi sulit untuk
dibersihkan dan dapat menyebabkan pneumonia.
11

LASIFIASI
Walaupun banyak variasi anatomi yang telah dijelaskan, hanya lima tipe anomaly
tracheoesophageal yang umum terjadi. klasiIikasi Gross-Vogt adalah system klasiIikasi yang
paling sering digunakan. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Lesi tipe A
Lesi tipe A adalah atresia esophagus terisolasi tanpa adanya Iistula tracheoesophageal
dan seringkali dikaitkan dengan 'jarak yang panjang antara segmen esophagus
proksimal dan distal. Terjadi pada 10 kasus atresia.
9, 15

2. Tipe B
Lesi tipe B adalah atresia esophagus yang terkait dengan Iistula tracheoesophageal dan
sangat jarang terjadi, tercatat hanya sebanyak 1 dari semua lesi yang ada.
9, 15

3. Tipe C
Lesi tipe C adalah anomaly esophagus congenital yang paling sering terjadi (85-89) dan
merupakan kantong esophagus yang tertutup di bagian proksimal.
9, 15

4. Tipe D
Pada lesi tipe D, terdapat dua Iistula tracheoesophageal, satu terdapat di bagian proksimal
dan yang satu terdapat di bagian distal.
9, 15
5. Tipe E / Tipe H
Pada lesi tipe E, Iistula tracheoesophageal muncul tanpa adanya atresia. Tipe ini terjadi
pada 8 kasus, dan juga disebut lesi tipe H karena kesamaan bentuk anatomi dengan
huruI H.
9, 15


Gambar 3. KlasiIikasi atresia esophagus (dikutip dari kepustakaan no 1)
MANIFESTASI LINIS
Pasien yang menderita esophagus akan menampakkan gejala kesulitan dalam proses
pemberian makanan dan aspirasi segera setelah lahir. Varian anatomi EA dan TEF dapat
diprediksi dengan maniIestasi klinis. Jika esophagus memiliki ujung baik itu seperti kantung atau
sebagai Iistula kedalam trakea (seperti pada tipe A, B, C, atau D). Bayi menampakkan gejala
pengeluaran air liur yang berlebihan, yang diikuti oleh tersedak atau batuk segera setelah
pemberian makan sebagai akibat dari aspirasi yang terjadi pada Iistula.
15, 16
Tanda EA/TEF yang pertama pada bayi yang baru lahir adalah gelembung mucus berbusa
putih pada mulut bayi dan seringkali juga terdapat di hidung. Gelembung-gelembung ini muncul
kembali jika lendir ini dihisap. Walaupun bayinya dapat menelan secara normal, orang tua bayi
seringkali dapat mendengar suara berderik di sepanjang dada dengan adanya batuk dan tersedak.
Bergantung dari tingkat keparahan deIek, beberapa bayi dapat mengalami sianosis, yang
disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam system sirkulasi. Abdomen bayi akan mengalami
distensi karena trakea yang abnormal akan memungkinkan udara untuk terkumoul dalam perut
dan mengisi ruangan disekitar organ abdomen. Karena abdomen mengalami distensi, bayi
menjadi lebih sulit bernapas. Hal ini menyebabkan atelektasis. Ludah dan cairan dari perut dapat
teraspirasi kedalam paru-paru melalui pembukaan trakea bayi yang abnormal. Aspirasi dapat
menyebabkan inIeksi atau bahkan asIiksia. Pada pasien dengan lesi tipe C dan D, cairan lambung
mengalami regurgitasi dan melewati Iistula, cairan ini akan terkumpul dalam trakea dan paru-
paru dan menyebabkan pneumonitis kimiawi.
15, 17, 18, 19


DIAGNOSIS
Diagnosis atresia esophagus dapat ditegakkan ketika terdapat kesulitan atau tidak bisa
memasukkan tabung nasogastrik atau orogastrik. Biasanya akan terjadi resistensi jika tabung
sudah masuk sejauh 11-12 cm. Foto x-ray seringkali digunakan untuk mengkonIirmasikan
tergulungnya tabung nasogastric didalam kantung esophagus bagian proksimal. Evaluasi
diagnostic bayi yang menderita anomaly tracheoesophageal mencakup pemeriksaan untuk deIek
congenital yang berkaitan. Pemeriksaan Iisik mengidentiIikasi deIek VACTERL. EkokardiograIi
dan ultrasonograIi ginjal dilakukan untuk mengidentiIikasi deIek pada kardiovaskular,
menegaskan anatomi jantung dan lengkungan aorta, dan mengidentiIikasi malIormasi
genitourinarius. Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk mengidentiIikasi pembukaan dalam
dinding membrane posterior di trakea.
9, 20

Diagnosis sementara EA/TEF dapat ditegakkan sebelum anak tersebut lahir. Diagnosis
EA biasanya dapat dicurigai pada trimester ketiga karena adanya tanda indirek Salah satu tanda
pertama atresia esophagus dapat terlihat pada saat pemeriksaan USG prenatal ibu.
Polihidramnion, yang merupakan suatu keadaan dimana jumlah cairan amniotic di sekitar janin
terlalu berlebihan, bukanlah merupakan suatu tanda diagnosis tetapi merupakan tanda bahaya.
17,
21

Bayi baru lahir yang dicurigai EA/TEF harus dilakukan pemeriksaan x-ray. Pada
pemeriksaan x-ray akan didapatkan kantung esophagus yang mengalami dilatasi yang lebih besar
dari yang diharapkan karena menjadi tempat terkumpulnya cairan amniotic. Udara didalam perut
dapat mengkonIirmasikan adanya Iistula, sementara itu udara dalam usus besar akan
menyingkirkan diagnosis atresia duodenal. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan Iisis yang
menyeluruh, mencari kelainan anatomi yang EA/TEF.
17

PEMERISAAN PENUN1ANG
Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis atresia esophagus, adalah
sebagai berikut:
O Foto X-ray
Hasil temuan pada pemeriksaan Ioto dada posisi poteroanterior dan lateral akan
mengkonIirmasikan diagnosis atresia esophagus dengan menampilkan tabung nasogastrik
yang tergulung di kantong esophagus bagian proksimal anak-anak yang menderita atresia
esophagus. Pada Ioto dada dan bagian atas abdomen dengan posisi anteroposterior setelah
insersi tabung radio-opak mungkin dibutuhkan untuk mengidentiIikasi tempat terjadinya
atresia. Pada atresia esophagus saja ujung tabung akan terlihat terletak didalam esophagus
dan tidak ada gas yang akan terlihat dalam abdomen. Jika terlihat adanya gas dalam abdomen
hal ini menunjukkan adanya sebuah Iistula tracheoesophageal.
22, 23

Kewaspadaan yang tinggi harus diberikan jika cairan kontras dimasukkan ke kantung
esophagus bagian proksimal. Yang pertama, hanya sekitar 1 ml kontrascairan isotonic yang
dapat diserap harus digunakan untuk mencegah masuknya cairan kontras masuk kedalam
jalan napas. Sebaiknya digunakan kateter dengan lubang di ujungnya. Yang kedua, jika
terdapat Iistula di bagian atas kantung, cairan kontras langsung mengalir masuk kedalam
jalan napas. Pemeriksaan Ioto dengan menggunakan kontras adalah pemeriksaan pilihan
untuk menegakkan diagnosis.
11, 22


Gambar 4. Gambar pemeriksaan Ioto polos atresia esophagus (dikutip dari kepustakaan no 23)
O CT Scan
Pemeriksaan CT scan bukanlah pemeriksaan yang biasa digunakan untuk evaluasi
atresia esophagus dan tracheoesophageal; akan tetapi, CT scan memungkinkan
penggambaran esophagus dan struktur yang berdekatan secara 3 dimensi. Penggunaan
pemeriksaan ini pada pasien atresia esophagus dan TEF mengalami peningkatan selama
beberapa tahun terakhir ini. CT scan dengan potongan sagital telah digunakan pada bayi baru
lahir untuk menegakkan diagnosis AE dan TEF secara akurat. Metode ini memungkinkan
visualisasi panjang esophagus secara keseluruhan lengkap dengan atresia, Iistula, dan jarak
antara atresia dan Iistula. Diagnosis AE dengan CT scan 3D sangatlah berguna, dengan
tingkat sensitivitas dan spesiIitas sebesar 100.
22

O MRI
Pada periode postnatal, MRI tidak memiliki peranan dalam pencitraan rutin atresia
esophagus dan TEF; akan tetapi, MRI menawarkan kemampuan untuk menggambarkan
panjang esophagus secara keseluruhan pada potongan koronal dan sagital, dan resolusi
kontrasnya lebih baik dibandingkan dengan CT scan. Tidak seperti USG, MRI prenatal
memungkinkan visualisasi keseluruhan lesi dan hubungan anatomic. Pemeriksaan MRI pada
janin telah terbukti akurat untuk menyingkirkan diagnosis EA prenatal pada bayi yang
beresiko tinggi berdasarkan hasil temuan pemeriksaan USG; akan tetapi, MRI pada Ietal
akan menemui kesulitan pada kasus polihidramnion karena kualitas gambar yang buruk.
Gambar yang didapatkan dari pemeriksaan MRI sangat akurat.
22


O USG
Walaupun USG tidak memiliki peran dalam pemeriksaan postnatal rutin dari atresia
esophagus dan/atau TEF, USG prenatal adalah alat pemeriksaan yang sangat berguna untuk
EA dan TEF. Hasil pemeriksaan USG yang menampakkan gelembung perut yang kecil atau
tidak ada yang digabungkan degnan polihidramnion maternal menunjukkan adanya EA dan
TEF. Akurasi diagnostic akan meningkat jika area anechoic terlihat di pertengahan leher
janin; tanda ini membedakan EA dari penyakit gangguan menelan lainnya. !ouch sign adalah
tanda sonograIi yang paling dipercaya yang menandakan adanya EA.
22
Tingkat diagnosis prenatal EA cukup rendah. Polihidramnion saja adalah predictor
EA yang buruk. Hanya 1 dari 12 pasien dengan polihidramnion yang mengalami EA. Dan
juga pada gelembung perut janin yang kecil atau tidak adanya gelembung memiliki banyak
keterkaitan dengan penyakit selain EA. Hasil-hasil temuan ini, tidak meyakinkan dan
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan memasukkan tabung nasograstik dari mulut
hingga ke perut dan dengan Ioto polos dada.
22

TERAPI
Evaluasi resiko pra-penanganan
KlasiIikasi Waterston telah digunakan sebagai sebuah evaluasi resiko untuk memprediksi
hasil keluaran dan menentukan waktu dilakukannya operasi. Pasien pada kategori A, yang
dideIinisikan memiliki berat badan lahir ~ 5,5 pom, dapat dilakukan operasi sesegera mungkin.
Pasien pada kategori B, dengan berat badan 4-5,5 pon atau bayi yang menampakkan gejala
pneumonia dan anomaly congenital, terapi operasi harus ditunda dalam jangka waktu yang tidak
lama. Pasien mendapatkan gastrotomi dan distabilisasi sebelum operasi. Bayi yang sangat parah
dengan gangguan respirasi yang cukup signiIikan yang diakibatkan oleh Iistla yang agak lebar
mungkin membutuhkan ligasi Iistula, stabilisasi, dan kemudian rekonstruksi esophagus.
KlasiIikasi kategori C, yang ditandai oleh berat badan lahir bayi 4,0 pon atau bayi yang
menampakkan gejala pneumonia yang parah dan anomaly congenital, biasanya mendapatkan
perbaikan secara bertahap.
14
!enanganan awal
Penangan awal pada bayi yang menderita EA-TEF mencakup perhatian terhadap status
respirasi, dekompresi kantung bagian atas, dan waktu operasi yang tepat. Strategi awal setelah
diagnosis ditegakkan adalah meletakkan bayi ke incubator dengan kepala ditinggikan paling
tidak 30 derajat. Kateter diletakkan di kantung bagian atas pada alat penghisap. Kedua strategi
ini dirancang untuk meminimalisir derajat aspirasi yang berasal dari kantung esophagus. Ketika
air ludah terakumulasi di kantung bagian atas dan teraspirasi kedalam paru-paru, batuk,
bronkospasme dan desaturasi akan terjadi, yang dapat diminimalisir dengan memastikan patensi
kateter. Terapi antibiotic intravena dapat dimulai, dan larutan elektrolit yang telah dihangatkan
dapat diberikan. Jika memungkinkan, ekstremitas atas sebelah kanan dihindari sebagai tempat
untuk pemasangan jalur intravena, karena lokasi ini mungkin digunakan untuk mengatur posisi
pasien saat dilakukan operasi.
15

1erapi pembedahan
Pada bayi yang stabil, perbaikan dilakukan dengan melakukan esoIago-esoIagotomi
primer. Bayi dibawa ke ruang operasi, diintubasi, dan ditempatkan pada posisi lateral dekubitus
dengan bagian kanan di siapkan untuk thorakotomi posterolateral. Jika sebelumnya telah
ditentukan bahwa lengkungan di bagian kanan dengan ekokardiograIi, dipertimbangkan untuk
melakukan perbaikan melalui dada kiri, walaupun sebagian besar ahli bedah percaya bahwa
perbaikan juga dapat dilakukan secara aman dari sisi bagian kanan. Bronkoskopi dapat dilakukan
untuk menyingkirkan adanya Iistula tambahan di bagian atas pada kasus atresia esophagus.
Pemeriksaan ini memungkinkan diIIerensiasi varian tipe B, C, dan D, dan identiIikasi celah
laringotrakeoesoIagus.
15

Teknik operasi untuk perbaikan yang paling sering digunakan adalah pendekatan
retropleura, karena teknik ini mencegah penyebaran kontaminasi pada thoraks jika terjadi
kebocotan anastomosis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Mobilisasi pleura untuk memperlihatkan struktur mediastinum posterior
2. Pembagian Iistula dan penutupan trakea yang terbuka.
3. Mobilisasi esophagus bagian atas secukupnya untuk memungkinkan anastomosis tanpa
tekanan, dan untuk menentukan apakah terdapat Iistula diantara bagian atas dan trakea.
Diseksi bagian posterior harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terkenanya
lumen di bagian trakea atau esophagus.
4. Mobilisasi distal esophagus. Tindakan ini perlu untuk dilakukan secara bijaksana untuk
menghindari devaskularisasi, karena aliran darah ke esophagus distal adalah percabangan
dari aorta. Sebagian besar panjang esophagus diperoleh dari memobilisasi kantung bagian
atas, karena suplai darah berpindah melalui submukosa yang berasal dari atas.
5. Melakukan anastomosis esoIago-esoIageal primer. Sebagian besar ahli bedah melakukan
prosedur ini dengan lapisan tunggal menggunakan jahitan 5-0. Jika terdapat tekanan yang
berlebihan, otot dari kantung bagian atas dapat diinsisi secara melingkar tanpa mengganggu
aliran darah untuk menambah panjangnya. Banyak ahli bedah menempatkan tabung pemberi
makanan transanastomosis untuk memberikan makanan pada periode awal postoperative.
6. Drainase retropleural dipasang, dan insisi ditutup lapis demi lapis.
!erawatan setelah operasi
Segera setelah operasi, pasien akan dirawat di ruangan NICU dengan pengawasan
pernapasan, suhu tubuh, dan Iungsi jantung dan ginjal secara berkelanjutan. Oksigen dapat
diberikan, dan respirator mekanis juga dapat diberikan. Pengobatan nyeri akan diberikan jika
dibutuhkan. Pemeriksaan darah dan urine dapat dilakukan untuk mengevaluasi keadaan bayi
secara keseluruhan. Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi Iungsi
esophagus. Bayi akan diberikan makanan secara intravena atau akan dipasang tabung gastrotomi
secara langsung kedalam perut hingga pemberian makan melalui oral dapat ditelah dan dicerna.
Secret dapat dihisap dari tenggorakan dan tabung nasogastrik dapat dipasang di hidung bayi
untuk membersihkan perut jika diperlukan. Perawatan di rumah sakit mungkin dibutuhkan
selama 2 minggu atau lebih, bergantung pada adanya komplikasi atau keadaan yang mendasari
lainnya. Prosedur x-ray yang dikenal sebagai esoIagograIi biasanya dilakukan pada usia 2 bulan,
6 bulan, dan usia 1 tahun untuk mengawasi Iungsi pencernaan seiring dengan pertumbuhan
anak.
17
OMPLIASI
ebocoran anastomotik
Kebocoran anastomotik terjadi pada 10-20 pasien. Sebagian besar laporan
menunjukkan tekanan anastomotik dan esoIagomiotomi sebagai Iaktor yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya kebocoran. Keadaan ini dapat didiagnosis dengan adanya saliva pada
saat melakukan aspirasi tabung dada pasca operasi. Foto dengan kontras barium dapat
mendiagnosis lokasi dan besarnya kebocoran. Sebagian besar kebocoran yang kecil akan
menutup secara sppntan dengan pengelolaan nonoperatiI.
14

$triktur anastomotik
Striktur anastomotik muncul pada sekitar 25 kasus. Pasien dapat menampakkan gejala
aspirasi, malnutrisi, dan obstruksi makanan. Striktur terdiagnosa dengan menggunakan Ioto
kontras barium dan biasanya dapat diobati dengan dilatasi esophagus. Biasanya, reseksi
esophagus segmental dibutuhkan untuk kejadian striktus yang sukar disembuhkan.
14

Reflux gastroesofagus (CERD)
ReIluks gastroesoIagus dapat berperan terhadap terjadinya striktur anastomotik. GERD
terjadi pada sekitar 50 pasien. Motilitas esophagus yang buruk memungkinkan terjadinya
reIluks asam lambung, yang menyebabkan aspirasi, esoIagitis, dan parut. Diagnosis ditegakkan
dengan menggunakan pengawasan pH esophagus selama 24 jam. Pengobatannya membutuhkan
terapi medis yang agresiI; akan tetapi, sekitar 30 pasien membutuhkan Iundoplikasi
antireIluks.
14

1rakeomalasia
Trakeomalasia dapat didiagnosa menggunakan bronkoskopi. Beberapa penelitian
melaporkan angka kejadian sebesar 25. Gangguan ini dapat disebabkan oleh perkembangan
cincin kartilago yang buruk pada level Iistula. Trakeomalasia dicurigai pada pasien yang
memperlihatkan gejala gangguan respirasi.
14


PROGNOSIS
Atresia esophagus akan menimbulkan kematian jika tidak dikoreksi. Pasien yang
menderita kelainan VACTERL memiliki prognosis yang lebih buruk yang disebabkan oleh
adanya anomaly yang lain. Bahkan, resiko mortalitas lebih besar karena anomaly yang terjadi
daripada atresia esophagus itu sendiri. Angka kelangsungan hidup terbaru dari setelah dilakukan
operasi perbaikan adalah sebesar ~ 90.
14













DAFTAR PUSTAA
1. Puri Prem et al. 2006. !ediatric $urgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: New York
2. Wrightson William. 2006. urrent oncepts In Genera $urgery. A resident Review. Landes
Bioscience: Texas.
3. Emmanuel Jean, et al. 2003. $urgica are at the District Hospita. World Health
Organization: London.
4. Fischer JoseI E, et al. 2007. astery of $urgery, ed 5
th
. Lippincot William Wilkins: New
York.
5. Faiz Omar, et al. 2002. Anatomy at Gance. Blackwell Science: USA
6. Townsend Courtney M, et al. 2004. $abiston Textbook of $urgery ed 17
th
. Elsevier Saunders:
Philadelphia.
7. Mulholland Michael et al. 2006. Greenfieds $urgery. $cientific !rincipes And !ractice, 4th
Edition. Lippincot Williams-Wilkins: New York.
8. Lumley John, et al. 2005. &pper Gastrointestina $urgery. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg: New York.
9. Arensman Robert, et al. 2000. !ediatric $urgery. Landes Bioscience: Texas.
10.Ezer Semire, et al. 2010. Diagnostic difficuties in esophagea atresia with proxima and
dista tracheoesophagea fistua. a case report. |Cited on 1 july 2011|. Available Irom
www.pdIsearch.com
11.Saxena Amulya, et al. 2010. Esophagea Atresia With or Without Tracheoesophagea
Fistua. |Cited on 1 july 2011|. Available Irom www.emedicine.com
12.Brunicardi, F Charles et al. 2006. $chwart:s !rincipe of $urgery ed 8. The Mcgraw Hills:
New York.
13.Dutta Hemonta K, et al. 2009. Embryogenesis of esophagea atresia. Is ocai:ed vascuar
accident a factor?. |Cited on 1 july 2011|. Available Irom www.jiaps.com
14.Lalwani Anil K. 2007. urrent Diagnosis and Treatment. Otoaryngoogy Head and Neck
$urgery ed 2
nd
. The McGraw-Hill Companies: USA.
15.Brunicardi, F Charles et al. 2006. $chwart:s anua of $urgery ed 8. The Mcgraw Hills:
New York.
16.Bailey Byron J, et al. 2006. Head & Neck $urgery Otoaryngoogy, ed 4
th
. Lippincot
Williams-Wilkins: New York.
17.Senagore Anthony J, et al. 2004. Gae Encycopedia of $urgery. A Guide for !atients and
aregivers. Gale: USA
18.Grillo Hermes C, et al. 2004. $urgery of Trachea And Bronchi. Decker Inc: New York.
19.Doherty Gerard. 2005. urrent Essentia of $urgery. The McGraw-Hill Companies: USA.
20.Cumming Charles, et al. 2005. Otoaryngoogy Head & Neck $urgery ed 4
th
. Mosby Inc:
USA.
21.HouIIlin-Debarge, et al. 2011. &trasound and RI !renata Diagnosis of Esophagea
Atresia. Effect on anagement. |Cited on 1 july 2011|. Available on www.journals.lww.com
22.Kronemer Keith, et al. 2011. Imaging in Esophagea Atresia and Tracheoesophagea Fistua.
|Cited on 1 july 2011|. Available Irom www.emedicine.com
23.Hardy Maryann, et al. 2003. !aediatric Radiography. Blackwell Science: USA
24.Ellis Harold. 2004. inica Anatomy A Revised And Appied Anatomy For inica $tudent
ed 11
th
. Blackwell Science: USA
25.Tank P. 2005. Grants Dissector ed 13
th
. Lippincot Williams-Wilkins: New York.

Anda mungkin juga menyukai