Anda di halaman 1dari 7

Per|un|lun Internuslonul

Perjanjian internasional adalah perjanjian diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional dan
bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Contoh perjanjian internasional adalah
perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara lain, negara dengan organisasi internasional,
organisasi internasional dengan organisasi internasional lain, serta Tahta Suci dengan negara.
Pengertian perjanjian internasional, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. onvensi Wina 1969, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua
negara atau lebih yang bertujuan untu mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
2. onvensi Wina 1986, Perjanjian internasional sebagai persetujuan internasional yang diatur
menurut hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis antara satu negara
atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional, antarorganisasi internasional.
3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat
secara tertulis oleh pemerintah RI dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional
atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada
pemerintah RI yang bersifat hukum publik.
4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
5. Oppenheimer-Lauterpact, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang
menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan.
6. Dr. B. Schwarzenberger, Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek hukum
internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum
internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Adapun subjek hukum yang
dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
7. Prof. Dr. Muchtar usumaatmaja, S.H. LLM, Perjanjian internasional adalah perjanjian yang
diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu.
erjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu
negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat perjanjian internasional.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah
perjanjian yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk
melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.
Perjanjian antarbangsa atau yang sering disebut sebagai perjanjian internasional merupakan
persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta ditandatangani dalam bentuk
tertulis. Contoh perjanjian internasional diantaranya adalah antarnegara atau lebih, antarorganisasi
internasional atau lebih, dan antarorganisasi internasional.
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian
internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus
berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut.
Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian
internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi
internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua
kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi,
sosial, politik, dan budaya.
Mucum-Mucum Per|un|lun Internuslonul
Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
Berdasarkan Isinya
O Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
O Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
O Segi hukum
O Segi batas wilayah
O Segi kesehatan.
Contoh :
O NATO, ANZUS, dan SEATO
O CGI, IMF, dan IBRD
Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya
O Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan
ratifikasi.
O Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan.
Contoh :
O Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
O Laut teritorial, batas alam daratan.
O Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.
Berdasarkan Subjeknya
O Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
O Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
O Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi
internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh :
O Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
O erjasama ASEAN dan MEE.
Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat
O Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty
contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja.
Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam
perjanjian tersebut.
O Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya
mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal
yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi
negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut
law making treaties.
Contoh :
O Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan
bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan,
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27
April 2007 di Tampaksiring, Bali.
O onvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi
Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan
konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).
O onvensi hukum laut (tahun 1958), onvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan
diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan orban Perang.
Berdasarkan Fungsinya
O Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang
meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan (bersifat multilateral).
O Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak
dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja
(perjanjian bilateral).
Contoh :
Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul dalam
perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, karena lebih
menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga hal-hal yang menyangkut
hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). edudukan perjanjian
internasional dianggap sangat penting karena ada beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :
1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian internasional diadakan
secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek
hukum internasional.
Istlluh Istlluh Per|un|lun Internuslonul
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perjanjian internasional merupakan hukum terpenting
bagi hukum internasional positif. Hal ini disebabkan karena lebih menjamin kepastian hukum.
edudukan perjanjian internasional juga dianggap sangat penting karena selain perjanjian
internasional lebih menjamin kepastian hukum, perjanjian internasional diadakan secara tertulis, dan
juga karena perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para
subjek hukum internasional dalam perjanjian internasional dikenal beberapa istilah. Istilah-istilah
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Traktat (treaty), adalah perjanjian yang paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara
atau lebih. Perjanjian ini menitikberatkan pada bidang politik dan bidang ekonomi.
2. onvensi (convention), adalah persetujuan formal yang bersifat multilateral, dan tidak berkaitan
dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
3. Deklarasi (declaration),adalah perjanjian internasional yang berbentuk traktat, dan dokumen tidak
resmi.
4. Convenant, adalah anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
5. Charter, adalah suatu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan
yang melakukan fungsi administratif.
6. Pakta (pact), adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus (Pakta
Warsawa).
7. Protokol (protocol), adalah suatu dokumen pelengkap instrumen perjanjian internasional, yang
mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausul-klausul tertentu.
8. Persetujuan (Agreement), adalah perjanjian yang bersifat teknis dan administratif. Sifat agreement
tidak seresmi traktat atau konvensi, sehingga diratifikasi.
9. Perikatan (arrangement) adalah suatu istilah yang dipakai untuk masalah transaksi-transaksi yang
bersifat sementara. Sifat perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
10. Modus vivendi, adalah sebuah dokumen yang digunakan untuk mencatat persetujuan internasional
yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih permanen, terinci, dan
sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi.
11. Proses verbal, adalah suatu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-
kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan-catatan pemufakatan yang tidak diratifikasi.
12. etentuan penutup (final Act), adalah suatu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara
peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui konvensi.
13. etentuan umum (general act), adalah traktat yang bisa bersifat resmi maupun tidak resmi.
Tuhup-Tuhup Per|un|lun Internuslonul
Perjanjian internasional biasanya dituangkan dalam bentuk struktur perjanjian internasional yang
lengkap dan dibuat melalui tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap
ratifikasi.
Perundingan (Negotiation)
Tahapan ini merupakan suatu penjajakan atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak
yang berkepentingan. Dalam perundingan internasional ini negara dapat diwakili oleh pejabat negara
dengan membawa surat kuasa penuh (full powers/credentials), kecuali apabila dari semula peserta
perundingan sudah menentukan bahwa full power tidak diperlukan. Pejabat negara yang dapat
mewakili negaranya dalam suatu perundingan tanpa membawa full power adalah kepala negara,
kepala pemerintahan (perdana menteri), menteri luar negeri, dan duta besar. eempat pejabat
tersebut dianggap sudah sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandangnya.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak (bilateral)
disebut pembicaraan (talk), perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian multilateral disebut
konferensi diplomati (diplomatik conference). Selain secara resmi terdapat juga perundingan yang
tidak resmi, perundingan ini disebut corridor talk.
Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang kepada seseorang
tanpa full powers untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan internasional. Seseorang
tanpa full powers yang ikut dalam perundingan internasional ini akan dianggap sah, apabila tindakan
orang tersebut disahkan oleh pihak yang berwenang pada negara yang bersangkutan. Pihak yang
berwenang tersebut adalah kepala negara dan/atau kepala pemerintahan (presiden, raja/perdana
menteri). Apabila tidak ada pengesahan, maka tindakan orang tersebut tidak sah dan dianggap tidak
pernah ada.
Tahap Penandatanganan (Signature)
Tahap penandatanganan merupakan proses lebih lanjut dari tahap perundingan. Tahap ini diakhiri
dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan bunyi naskah (authentication of
the text). Penerimaan naskah (adoption of the text) yaitu tindakan perwakilan negara dalam
perundingan internasional untuk menerima isi dari perjanjian nasional. Dalam perjanjian bilateral,
kedua perwakilan negara harus menyetujui penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam
perjanjian multilateral, bila diatur secara khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan
menurut konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah ini dapat
dilakukan apabila disetujui sekurang-kurangnya dua pertiga peserta konferensi.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) dilakukan oleh para perwakilan negara yang
turut serta dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun multilateral pengesahan
naskah dapat dilakukan para perwakilan negara dengan cara melakukan penandatanganan ad
referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial). Pengesahan bunyi naskah adalah
tindakan formal untuk menerima bunyi naskah perjanjian.
Penandatanganan dilakukan oleh menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan. Dengan
menandatangani suatu naskah perjanjian, suatu negara berarti sudah menyetujui untuk mengikatkan
diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatanganan, persetujuan untuk mengikat diri pada
suatu perjanjian dapat dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta (acesion) atau menerima
(acceptance) suatu perjanjian.
Tahap Ratifikasi (Ratification)
Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi
suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara tersebut. Pengesahan perjanjian
internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional
tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah
disepakati oleh para pihak.
Setelah penandatanganan naskah perjanjian internasional dilakukan oleh para wakil negara peserta
perundingan, maka selanjutnya naskah perjanjian tersebut dibawa pulang ke negaranya masing-
masing untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab pertanyaan, yaitu apakah isi perjanjian
internasional tersebut sudah sesuai dengan kepentingan nasional atau belum dan apakah utusan yang
telah diberi kuasa penuh melampaui batas wewenangnya atau tidak. Apabila memang ternyata isi
dalam perjanjian tersebut sudah sesuai, maka negara yang bersangkutan tersebut akan meratifikasi
untuk menguatkan atau mengesahkan perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa
tersebut.
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional untuk
mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat diikat suatu
perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini
untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di
negara tersebut. etiga sistem ratifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
O Sistem ratifikasi oleh badan eksekutif, yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru
mengikat apabila telah diratifikasi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan. Misalnya saja
pada pemerintahan otoriter seperti NAZI.
O Sistem ratifikasi oleh badan legislatif, yaitu bahwa suatu perjanjian baru mengikat apabila
telah diratifikasi oleh badan legislatif. Misalnya adalah Honduras, Turki, dan Elsalvador.
O Sistem ratifikasi campuran (badan eksekutif dan legislatif), yaitu bahwa suatu perjanjian
internasional baru mengikat apabila badan eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan
proses ratifikasi. Misalnya Amerika Serikat, Perancis, dan Indonesia.
Indonesia menganut sistem ratifikasi campuran, yaitu ada peran lembaga eksekutif dan legislatif
dalam meratifikasi perjanjian internasional. Dalam UU RI No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian
internasional, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang
atau keputusan Presiden. Di Indonesia ratifikasi dengan undang-undang harus terdapat persetujuan
Presiden dan DPR secara bersama-sama terhadap perjanjian internasional. Ratifikasi dengan
keputusan Presiden hanya mengisyaratkan adanya persetujuan Presiden terhadap perjanjian tersebut.
Dasar hukum sistem ratifikasi di Indonesia, terdapat dalam undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 11
ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945.
Perjanjian internasional yang dapat diratifikasi dengan keputusan Presiden, diantaranya yaitu
perjanjian induk yang berkaitan dengan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
ekonomi dan teknik perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, serta penghindaran pajak berganda
dan kerjasama perlindungan penanaman modal.
Ratifikasi melalui undang-undang dapat dilakukan terhadap perjanjian internasional yang menyangkut
materi-materi di bawah ini,
O Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
O Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI.
O edaulatan atau hak berdaulat negara.
O Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
O Pembentukan kaidah hukum baru.
O Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
hLLp//wong168wordpresscom/2010/12/31/per[an[lanlnLernaslonal/
226 M 3/12/2011

Anda mungkin juga menyukai