Anda di halaman 1dari 47

PENGGUNAAN RUBBER DAM DALAM PERAWATAN

ENDODONTIK

Pada perawatan operative dentistry dan endodontic, seorang dokter gigi
harus bisa mempertahankan suatu operasi yang aman dan aseptik dari saliva.
Hal ini bertujuan bagi kenyamanan pasien dan untuk tidak mengurangi
penglihatan dokter gigi, rongga mulut pasiennya haruslah kering dari aliran
saliva yang keluar selama perawatan. Dimana, gigi gigi yang akan diterapi,
bersama dengan gigi disebelahnya, ditempatkan dalam lubang karet isolator
sehingga hanya terlihat mahkotanya agar mencegah kebasahan serta inIeksi dari
saliva.
Saliva merupakan cairan rongga mulut di produksi oleh kelenjer
kelenjer dalam rongga mulut yang banyak sekali mikroorganisme yang dapat
mempengaruhi bahan tumpatan. Cara yang paling sempurna untuk
mengendalikan cairan dalam rongga mulut dapat menggunakan isolator karet
(rubber dam).
Keuntungan pemakaian isolator karet ini adalah
1. Memungkinkan dilakukannya isolasi gigi dengan sempurna dari saliva,
darah, atau eksudat cairan gingiva.
2. Membantu isolasi dari bakteri yang terdapat di saliva sehingga
diindikasikan untuk menghindari inIeksi dari bagian lain di mulut.
3. Melindungi pasien dari kemungkinan tertelan atau terhisapnya instrument
ke trakea atau esophagus.
. Melindungi dokter gigi dari kemungkinan terinIeksi oleh pasien.
5. Mempunyai eIek Iisik dan psikologis, memungkinkan dokter gigi dari
pasien.
6. Memungkinkan bekerja lebih cepat dan lebih aman.

Diantara keuntungan tersebut terdapat kekurangan - kekurangannya
antara lain
1. Pasien tidak dapat lagi berbicara dengan mudah sehingga percakapan
hanya terjadi satu arah dan berhenti.
2. Sebagian pasien tidak menyukai isolator karet karena merasa adanya
klaustropobia.
3. Setelah pemakaian isolator karet pasien masih merasakan sensitI.
. Serta memerlukan waktu yang lebih lama dalam pemasangan dan
membukanya.

Welcome to My Blog :)
ini adalah catatan perjalanan hidup seorang mahasiswi kedokteran gigi yang sedang berjuang
meraih mimpi dan mencari makna kehidupan.
1umat, 03 September 2010
Perawatan Saluran Akar
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan dengan mengangkat jaringan pulpa
yang telah terinIeksi dari kamar pulpa dan saluran akar, kemudian diisi padat oleh bahan
pengisi saluran akar agar tidak terjadi kelainan lebih lanjut atau inIeksi ulang. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rahang, sehingga Iungsi dan
bentuk lengkung gigi tetap baik.
Perawatan saluran akar membutuhkan ketelatenan sehingga seringkali membutuhkan lebih
dari 1 kunjungan, bervariasi tergantung kasusnya.
Tahapan PSA adalah sebagai berikut:
- Tahap 1
Mahkota gigi di-bur untuk mendapatkan jalan masuk ke kamar pulpa. Semua tambalan dan
jaringan rusak pada gigi (karies) dibuang.
- Tahap 2
Pulpa dikeluarkan dari kamar pulpa dan saluran akar. Suatu instrumen kecil yang disebut
'Iile digunakan untuk membersihkan saluran akar. Gigi ditutup dengan tambalan sementara
untuk melindungi kamar pulpa dan saluran akar agar tetap bersih. Tambalan sementara akan
dibongkar pada kunjungan selanjutnya.
- Tahap 3
Saluran akar diisi dan dibuat kedap dengan suatu bahan yang mencegah bakteri masuk.
Kamar pulpa sampai dengan permukaan mahkota gigi ditutup dengan tambalan sementara.
- Tahap
Tambalan sementara dibongkar dan diganti dengan tambalan tetap atau dibuatkan 'crown
(sarung gigi).
- Tahap 5
Saluran akar, tambalan tetap, atau 'crown dievaluasi untuk melihat ada / tidaknya masalah.
Setelah PSA selesai, gigi akan disuplai nutrisinya oleh tulang dan gusi di sekitarnya.
Dalam masa Perawatan Saluran Akar (PSA) gigi, adakalanya gigi mengalami rasa sakit, bisa
karena saraI pulpa belum seluruhnya mati, bisa juga karena pembersihan yang belum selesai.
Bila gigi mempunyai akar yang bengkok, maka tingkat kesulitan pembersihan saluran akar
lebih tinggi daripada saluran akar yang normal lurus. Belum lagi bila saluran akar utama
mempunyai cabang-cabang. Oleh karena itu PSA kadang bisa gagal karena Iaktor-Iaktor di
atas.
Pulpa dalam gigi sewaktu-waktu dapat terkena inIeksi atau radang. Pemicu hal ini antara lain
lubang yang sudah dalam, proses lubang yang berlanjut di bawah tambalan, kebiasaan
mengerot-ngerot saat tidur (bruxisme), perokok (menurut penelitian lebih sering menderita
masalah pada gigi yang membutuhkan penanganan berupa PSA), peradangan gusi parah,
tindakan penambalan yang berulang-ulang pada gigi, 'crack atau keretakan pada gigi, serta
trauma (misalnya gigi terbentur karena kecelakaan).
Walaupun secara visual tidak terdapat kerusakan (misalkan pada 'crack yang halus), namun
hal-hal di atas dapat menghancurkan lapisan pelindung pulpa sehingga bakteri dapat masuk.
Bakteri kemudian dapat keluar dari ujung akar dan menimbulkan inIeksi pada tulang dan gusi
di sekitar akar gigi. Bila pulpa yang telah terinIeksi tidak diobati maka dapat menimbulkan
sakit dan akan terbentuk nanah.
PSA dibutuhkan karena dapat membuang pulpa dan bakteri yang menyebabkan inIeksi,
sehingga tulang di sekitar gigi dapat sehat kembali dan sakit gigi pun hilang. Gejala-gejala
gigi yang membutuhkan perawatan yaitu: sakit sepanjang waktu, selalu sensitiI terhadap
panas atau dingin, sakit saat mengunyah atau bila disentuh, gigi goyang, gusi bengkak,
diskolorasi (perubahan warna) gigi, pipi bengkak dan adanya jerawat kecil berwarna putih di
gusi yang mengeluarkan nanah. Bagaimana pun, terkadang ada juga kasus yang tidak terdapat
gejala-gejala tersebut sama sekali.
Bila satu atau lebih gejala tersebut terjadi pada anda, bisa jadi anda membutuhkan perawatan
saluran akar. Pencabutan belum tentu menyelesaikan masalah. Bila gigi yang sakit dicabut,
gigi-gigi di sebelahnya akan bergeser sehingga mengganggu gigitan dan pengunyahan. Gigi
yang hilang bisa saja diganti dengan gigi palsu, tapi rasanya tidak akan bisa senyaman gigi
asli, khususnya saat dipakai menggigit dan mengunyah makanan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah semua pembuatan mahkota dan jembatan harus dilakukan pulpektomi?
2. Apa saja macam-macam perawatan endodontik beserta indikasi dan kontraindikasinya?
3. Apa saja prosedur perawatan endodontik konvensional?
. Apa saja teknik dari perawatan saluran akar?
5. Apa saja Iaktor yang menyebabkan kegagalan dari perawatan saluran akar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah semua pembuatan mahkota dan jembatan harus dilakukan
pulpektomi.
2. Untuk mengetahui macam-macam perawatan endodontik beserta indikasi dan
kontraindikasinya.
3. Untuk mengetahui prosedur perawatan endodontik konvensional.
. Untuk mengetahui teknik dari perawatan saluran akar.
5. Untuk mengetahui Iaktor yang menyebabkan kegagalan dari perawatan saluran akar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada perawatan saluran akar, setelah jaringan pulpa di keluarkan akan terdapat luka yang
kemudian dibersihkan dan didesinIeksi dengan instrumentasi dan irigasi. Luka ini tidak akan
tertutup epitelium, seperti luka pada bagian tubuh lain karena itu mudah terkena inIeksi
ulang. Untuk mencegah penetrasi mikroorganisme dan toksin dari luar melalui ruang pulpa
ke tubuh, ruang ini harus ditutup dibagian koronal dan apikal, hal ini untuk mencegah inIeksi
dan juga untuk memblokir lubang masuk ke periapikal bagi organisme. Selain itu untuk
mencegah inIeksi ulang dari ruang pulpa oleh mikroorganisme dari rongga mulut. Seluruh
ruang pulpa harus diisi, jadi memblokir tubula dentin dan saluran asesori (Harty, 1992).
Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan
mempertahankan gigi agar tetap dapat berIungsi. Tahap perawatan saluran akar antara lain :
preparasi saluran akar yang meliputi pembersihan dan pembentukan (biomekanis), disinIeksi,
dan pengisian saluran akar. Keberhasilan perawatan saluran ini dipengaruhi oleh preparasi
dan pengisian saluran akar yang baik, terutama pada bagian sepertiga apikal. Tindakan
preparasi yang kurang bersih akan mengalami kegagalan perawatan, bahkan kegagalan
perawatan 60 diakibatkan pengisian yang kurang baik. Pengisian saluran akar dilakukan
untuk mencegah masuknya mikro-organisme ke dalam saluran akar melalui koronal,
mencegah multiplikasi mikroorganisme yang tertinggal, mencegah masuknya cairan jaringan
ke dalam pulpa melalui Ioramen apikal karena dapat sebagai media bakteri, dan menciptakan
lingkungan biologis yang sesuai untuk proses penyembuhan jaringan. Hasil pengisian saluran
akar yang kurang baik tidak hanya disebabkan teknik preparasi dan teknik pengisian yang
kurang baik, tetapi juga disebabkan oleh kualitas bahan pengisi saluran akar. Pasta saluran
akar merupakan bahan pengisi yang digunakan untuk mengisi ruangan antara bahan pengisi
(semi solid atau solid) dengan dinding saluran akar serta bagian-bagian yang sulit terisi atau
tidak teratur (Walton & Torabinejad, 1996).
Setelah dilakukan pembersihan, perbaikan bentuk dan desinIeksi, saluran akar akan diisi. Ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan pengisian saluran akar
yaitu gigi bebas dari rasa sakit, saluran akar bersih dan kering, tidak terdapat nanah, tidak
terdapat bau busuk (Tarigan, 199).
Sebelum pengisian saluran akar, dilakukan preparasi saluran akar. Preparasi saluran akar
biomekanikal dalam perawatan endodonti bertujuan untuk membersihkan dan membentuk
saluran dalam mempersiapkan pengisian yang hermetis dengan bahan dan teknik pengisian
yang sesuai. Bila preparasi saluran akar tidak dilakukan, maka perawatan endodontik akan
gagal. Oleh karena itu, preparasi saluran akar biomekanikal harus dilakukan sebaik mungkin,
sesuai dengan bentuk saluran akar (Harty, 1992).
Dengan adanya bentuk gigi yang berbeda, anatomi rongga pulpa dari setiap gigi juga tidak
sama, sehingga teknik preparasi saluran akar pada gigi yang satu akan berbeda dengan gigi
yang lain. Jadi dalam melakukan preparasi saluran akar pada gigi yang mempunyai bentuk
anatomi saluran yang berbeda, diperlukan beberapa teknik preparasi saluran akar yang sesuai
yaitu : teknik preparasi konvensional, telescope, Ilaring, step-back (Tarigan, 199 Rodneey,
dkk, 199).
Saluran akar harus dikeringkan setelah irigasi yang terakhir, terutama sebelum pengisian
saluran akar. Cairan dapat diaspirasi dengan meletakkan ujung spuit pada dinding saluran
akar. pengeringan menyeluruh dapat dilakukan dengan menggunakan paper point yang tediri
dari berbagai macam ukuran. Secara klinis perlu disadari bahwa paper point bekerja seperti
kertas penyerap dan harus diberi waktu dalam saluran akar agar dapat bekerja eIektiI. Paper
point dapat dipegang dengan pinset dan diukur sesuai dengan panjang kerja sehingga
ujungnya tidak terdorong secara tidak sengaja melalui Ioramen apikal. Paper point
dimasukkan secara perlahan sehingga mengurangi terdorongnya cairan irigasi ke dalam
jaringan apikal. Kecelakaan seperti ini dapat menyebabkan pasien merasa sakit pada terapi
endodontik (Harty, 1992).
Saluran akar segera diisi setelah pengeringan. Pada kasus pulpektomi vital, pengisian saluran
segera dilakukan setelah preparasi dan pembersihan, hal ini dapat mengurangi resiko
kontaminasi saluran akar, waktu yang diperlukan untuk perawatan dan menghasilkan tingkat
keberhasilan yang tinggi (Harty, 1992).
Ada berbagai macam teknik pengisian saluran akar, yang dapat dibagi menjadi teknik
sementasi cone, teknik guttapercha hangat, teknik preparasi dentin. Hasil penelitian belum
dapat membuktikan keunggulan teknik tersebut walaupun memang ada beberapa teknik yang
kemungkinan kebocorannya lebih besar dari yang lain (Harty, 1992).
Pada umumnya bahan pengisi saluran akar digolongkan dalam golongan padat, pasta, dan
semen. Yang termasuk golongan padat ialah poin gutaperca, poin perak, poin titan, poin
emas. Golongan pasta bahan ini tidak mengeras dalam saluran akar misalnya jodoIorm pasta
(WalkhoII). Golongan semen bahan ini setelah beberapa waktu dalam saluran akar akan
mengeras (Tarigan, 199).
Pasta dan semen dapat dibagi dalam lima kelompok berbahan dasar zinc okside eugenol,
resin komposit, gutta perca, bahan adhesiI dentin, bahan yang ditambah obat- obatan (Harty,
1992).
Tidak ada bahan pengisi saluran akar yang mempunyai siIat yang ideal. Tetapi paling tidak
memenuhi beberapa kriteria yaitu mudah dimasukkan kedalam saluran akar, harus dapat
menutup saluran lateral atau apikal, tidak boleh menyusut sesudah dimasukkan kedalam
saluran akar gigi. Tidak dapat ditembus oleh air atau kelembaban, bakteriostatik, radiopague,
tidak mewarnai struktur gigi, tidak mengiritasi jaringan apikal, steril atau dapat dengan
mudah disterilkan, tidak larut dalam cairan jaringan, bukan penghantar panas, pada waktu
dimasukkan harus dalam keadaan pekat atau semi solid dan sesudahnya menjadi keras
(Tarigan, 199 Walton & Torabinejad, 1996).
Seperti halnya seluruh perawatan gigi, penggabungan beberapa Iaktor mempengaruhi hasil
suatu perawatan endodontik. Faktor-Iaktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
perawatan saluran akar adalah Iaktor patologi, Iactor penderita, Iaktor anatomi, Iaktor
perawatan dan kecelakaan prosedur perawatan (Ingle, 1985 Cohen & Burn, 199 Walton &
Torabinejab, 1996).

1. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah (Ingle, 1985 Walton & Torabinejad, 1996) :
1. Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa
nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis
yang lebih baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
2. Keadaan patologis periapikal
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar.
Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiograIis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi
kista periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan Iaktor yang dapat mempengaruhi prognosis
perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara rongga mulut dengan daerah periapikal
melalui suatu poket periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan
lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah
bertahannya reaksi inIlamasi.
. Resorpsi internal dan eksternal
Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan menghentikan
perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar prognosisnya buruk karena sulit
menentukan gambaran radiograIis, apakah resorpsi internal telah menyebabkan perIorasi.
Bermacam-macam cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian
yang hermetis.

2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985 Cohen & Burns, 199 Walton
&Torabinejad, 1996) :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi (Sommer, 1961).
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan Iaktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsiIikasi. Hali
ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya
(Ingle, 1985).
3. Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk
terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap inIeksi di bawah normal. Oleh karena
itu keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat
menjelaskan kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis (Sommer, dkk,
1961 Cohen & Burns, 199).

3. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
eIektiI (Healey, 1960 Walton &Torabinejad, 1996).


2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi,
namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara
umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang
menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula
(Walton & Torabinejad, 1996).
3. Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiograIis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih
pendek dari apeks radiograIis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal
yang lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).

. Faktor Anatomi Gigi
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan
saluran akar dengan mempertimbangkan :
1. Bentuk saluran akar
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk abnormal
lainnya akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan
yang memberi eIek langsung terhadap prognosis (Walton & Torabinejad, 1996).
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil
yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya
dengan interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiograIi. Tulang kortikal
gigi-gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi
pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak
daerah periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi
radiograIinya mudah dilakukan. RadiograIi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior,
sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran
radiologi gigi posterior (Walton & Torabinejad, 1989).
3. Saluran lateral atau saluran tambahan
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi
juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian
besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal (Ingle, 1985).
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan,
sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah
kegagalan perawatan akhir (Guttman, 1988).

5. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir perawatan
saluran akar, misalnya :
1. Terbentuknya ledge (birai) atau perIorasi lateral.
Birai adalah suatu daerah artiIikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran
akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran (Guttman, et all,
1992). Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan
urutan penempatan instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen
yang lurus serta tidak Ileksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine,
1996).
Birai dan IerIorasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis
selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang
memadai (Walton & Torabinejad, 1966).

2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar Ioramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman, 1988 Walton &
Torabinejad, 1996).
. Fraktur akar vertikal
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan
pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya Iraktur akar
vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi
terhadap ligamen periodontal (Walton &Torabinejad, 1996).

BAGAN PERAWATAN SALURAN AKAR



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PEMBUATAN GIGI TIRUAN MAHKOTA DAN JEMBATAN
Bridge Fixed Prosthodontic (gigi tiruan jembatan), merupakan Gigi Tiruan Cekat untuk
menggantikan kehilangan gigi asli dimana gigi asli yang hilang itu masih di dampingi 2 gigi
yang masih ada di sebelahnya. Ke-2 gigi tetangga yang masih ada itu di jadikan abutment
(penyangga) untuk pontik (gigi hilang yang akan kita gantikan). Ke-2 gigi tetangga itu akan
di kecilkan ukurannya pada saat preparasi, dibuatkan mahkota jacket dan di buat
perlekatannya pada ke-2 penyangga ini dengan di sementasi sehingga tidak dapat dilepas
pasien.

Sedangkan untuk pembuatan mahkota, crown di jadikan indikasi karena menutupi seluruh
permukaan gigi dengan direkatkan oleh bahan cement perekat ke sisa mahkota gigi asli,
sehingga akan lebih awet dan tak mudah lepas. Perlekatannya dengan gigi umumnya baik,
namun masih dapat dilepas oleh dokter gigi dengan alat khusus. Jadi, metode pembuatannya,
sisa jaringan gigi asli si pasien di preparasi dengan mengecilkan ukuran gigi asli dahulu
sehingga crown dapat di rekatkan secara permanen. Selama crown dibuat, pada pasien akan
dibuatkan provisoris (mahkota sementara). Dan tentu saja, gigi tersebut masih dalam keadaan
vital, dimana pulpa gigi belum terkena. Jika pulpa gigi terkena,maka konsep perawatan
berubah menjadi perawatan saluran akar dan pembuatan mahkota pasak berinti.

Jadi pembuatan gigi tiruan jembatan dan mahkota tidak harus melalui pulpektomi.
Pulpektomi dilakukan apabila pulpa gigi dari gigi yang akan dipreparasi terkena inIeksi. Bila
gigi dalam keadaan vital (pulpa belum terkena) maka pulpektomi tidak perlu dilakukan.

3.2 MACAM-MACAM PERAWATAN ENDODONTIK
3.2.1. ENDO KONVENSIONAL
1. PULP CAPPING
a. DIREK
b. INDIREK
2. PULPOTOMI
3. PERAWATAN S.A
a. PULPEKTOMI
b. ENDOINTRAKANAL
. APEKSIFIKASI

3.2.2. ENDO BEDAH
1. KURETASE APEKS
2. RESEKSI APEKS
3. INTENTIONAL REPLANT
. HEMISEKSI
5. IMPLAN ENDODONTIK

3.2.3. Indikasi umum perawatan endodonsia :
1. Gigi dengan kelainan yang telah mengenai jaringan pulpa dan periapikal
2. Sebagai pencegahan untuk menghindari inIeksi jaringan periapikal
3. Untuk rencana pembuatan mahkota pasak
. Sebagai penyangga / abunment gigi tiruan
5. Kesehatan umum pasien baik
6. Oral hygiene pasien baik
7. Masih didukung jaringan penyangga gigi yang baik
8. Pasien bersedia untuk dilakukan perawatan
9. Operator mampu.

3.2.. Kontraindikasi perawatan endodonsia :
1. Gigi yang tidak dapat direstorasi lagi
2. Tidak didukung jaringan penyangga gigi yang cukup
3. Gigi yang tidak strategis, tidak mempunyai nilai estetik dan Iungsional. Misalnya gigi yang
lokasinya jauh di luar lengkung.
. Fraktur vertikal
5. Resorpsi yang luas baik internal maupun eksternal
6. Gigi dengan saluran akar yang tidak dapat dipreparasi akar terlalu bengkok, saluran akar
banyak dan berbelit-belit.
7. Jarak interoklusal terlalu pendek sehingga akan menyulitkan dalam instrumentasi.
8. Kesehatan umum pasien buruk
9. Pasien tidak bersedia untuk dilakukan perawatan
10. Operator tidak mampu.

3.3 PERAWATAN ENDODONTIK KONVENSIONAL
Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk
meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya
serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh
jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak terdapat lagi simtom, dapat berIungsi dengan baik
dan tidak ada tanda-tanda patologis yang lain. Faktor pertimbangan khusus diperlukan pada
saat memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulung yaitu untuk
mempertahankan panjang lengkung rahang.

3.3.1 Pulp Capping
Pulp Capping dideIinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis bahan pelindung di
atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah
kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara eIektiI
dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke
jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan
vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindarkan. Teknik pulp
capping ini ada dua yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping.

3.3.1.1 Indirect Pulp Capping
Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesiI di atas sisa dentin karies.
Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi kavitas dengan bor bundar
kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa, hilangkan dentin lunak
sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa. Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai
yaitu zinc okside eugenol atau dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar
kavitas. Apabila pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa
akan bereaksi secara Iisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin
sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari inIlamasi.
Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi
maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang lebih
radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi).

3.3.1.2 Direct Pulp Capping
Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa.
Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida dapat
ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc okside eugenol dapat diletakkan di atas
seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada daerah perIorasi
bila gigi di restorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik
jika membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa di sekitar daerah
terbuka tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan.
Langkah-langkah Pulp Capping :
1. Siapkan peralatan dan bahan.
Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang steril.
2. Isolasi gigi.
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas dan saliva
ejector, jaga posisinya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas.
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5
mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pada kedalaman kavitas dan dengan hentakan
intermitten gerakan bor melalui Iisur pada permukaan oklusal.
. Ekskavasi karies yang dalam
Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, mula-mula dengan menghilangkan
karies tepi kemudian berlanjut ke arah pulpa. Jika pulpa vital dan bagian yang terbuka tidak
lebih besar diameternya dari ujung jarum maka dapat dilakukan pulp capping.
5. Berikan kalsium hidroksida.
Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang dalam termasuk pulpa
yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.


3.3.2 Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh
penempatan obat di atas oriIis yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumiIikasikan
sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan
pulpa. Biasanya jaringan pulpa di bagian korona yang cedera atau mengalami inIeksi dibuang
untuk mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar. Pulpotomi dapat dipilih
sebagai perawatan pada kasus yang
melibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun belum saatnya gigi tersebut untuk
dicabut, pulpotomi juga berguna untuk mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtom-
simtom khususnya pada anak-anak.
Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatiI, anak dengan pengalaman buruk pada
pencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat gigi yang apeks akar
belum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi.
Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatiI, pasien dengan
penyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan kesehatan umum
yang buruk, gigi dengan abses akut, resorpsi akar internal dan eksternal yang patologis,
kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah Iurkasi. Saat ini para dokter gigi banyak
menggunakan Iormokresol untuk perawatan pulpotomi. Formokresol merupakan salah satu
obat pilihan dalam perawatan pulpa gigi sulung dengan karies atau trauma. Obat ini
diperkenalkan oleh Buckley pada tahun 1905 dan sejak saat itu telah digunakan sebagai obat
untuk perawatan pulpa dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Beberapa tahun ini penggunaan Iormokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk
perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat. Bahan aktiI dari Iormokresol
yaitu 19 Iormaldehid, 35 trikresol ditambah 15 gliserin dan air. Trikresol merupakan
bahan aktiI yang kuat dengan waktu kerja pendek dan sebagai bahan antiseptik untuk
membunuh mikroorganisme pada pulpa gigi yang mengalami inIeksi atau inIlamasi
sedangkan Iormaldehid berpotensi untuk memIiksasi jaringan.
Sweet mempelopori penggunaan Iormokresol untuk perawatan pulpotomi. Awalnya
perawatan pulpotomi dengan Iormokresol ini dilakukan sebanyak empat kali kunjungan
namun saat ini perawatan pulpotomi dengan Iormokresol dapat dilakukan untuk satu kali
kunjungan.
Beberapa studi telah dilakukan untuk membandingkan Iormokresol dengan kalsium
hidroksida dan hasilnya memperlihatkan bahwa perawatan pulpotomi dengan Iormokresol
pada gigi sulung menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih baik daripada penggunaan
kalsium hidroksida. Formokresol tidak membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuk
suatu zona Iiksasi dengan kedalaman yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital.
Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berIungsi sebagai pencegah terhadap inIiltrasi mikroba.
Keuntungan Iormokresol pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu
Iormokresol akan merembes melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk
menguatkan jaringan. Penelitian-penelitian secara histologis dan histokimia menunjukkan
bahwa pulpa yang terdekat dengan kamar pulpa menjadi terIiksasi lebih ke arah apikal
sehingga jaringan yang lebih apikal dapat tetap vital. Jaringan pulpa yang terIiksasi kemudian
dapat diganti oleh jaringan granulasi vital.
Perawatan pulpotomi Iormokresol hanya dianjurkan untuk gigi sulung saja, diindikasikan
untuk gigi sulung yang pulpanya masih vital, gigi sulung yang pulpanya
terbuka karena karies atau trauma pada waktu prosedur perawatan.

3.3.2.1 Pulpotomi Vital
Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital Iormokresol satu kali kunjungan untuk gigi
sulung :
1. Siapkan instrumen dan bahan. Pemberian anestesi lokal untuk mengurangi rasa sakit saat
perawatan
2. Isolasi gigi.
Pasang rubber dam, jika rubber dam tidak bisa digunakan isolasi dengan kapas dan saliva
ejector dan jaga keberadaannya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas.
Perluas bagian oklusal dari kavitas sepanjang seluruh permukaan oklusal untuk memberikan
jalan masuk yang mudah ke kamar pulpa.
. Ekskavasi karies yang dalam.
5. Buang atap pulpa.
Dengan menggunakan bor Iisur steril dengan handpiece berkecepatan rendah. Masukkan ke
dalam bagian yang terbuka dan gerakan ke mesial dan distal seperlunya untuk membuang
atap kamar pulpa.
. Buang pulpa bagian korona.
Hilangkan pulpa bagian korona dengan ekskavator besar atau dengan bor bundar kecepatan
rendah.
6. Cuci dan keringkan kamar pulpa.
Semprot kamar pulpa dengan air atau saline steril, syringe disposible dan jarum steril.
Penyemprotan akan mencuci debris dan sisa-sisa pulpa dari kamar pulpa. Keringkan dan
kontrol perdarahan dengan kapas steril.
7. Aplikasikan Iormokresol.
Celupkan kapas kecil dalam larutan Iormokresol, buang kelebihannya dengan menyerapkan
pada kapas dan tempatkan dalam kamar pulpa, menutupi pulpa bagian akar selama sampai
dengan 5 menit.
8. Berikan bahan antiseptik.
Siapkan pasta antiseptik dengan mencampur eugenol dan Iormokresol dalam bagian yang
sama dengan zinc oxide. Keluarkan kapas yang mengandung Iormokresol dan berikan pasta
secukupnya untuk menutupi pulpa di bagian akar. Serap pasta dengan kapas basah secara
perlahan dalam tempatnya. Dressing antiseptik digunakan bila ada sisa-sisa inIeksi.
9. Restorasi gigi.
Tempatkan semen dasar yang cepat mengeras sebelum menambal dengan amalgam atau
penuhi dengan semen sebelum preparasi gigi untuk mahkota stainless steel.

3.3.2.2 Pulpotomi Non Vital
Prinsip dasar perawatan endodontik gigi sulung dengan pulpa non vital adalah untuk
mencegah sepsis dengan cara membuang jaringan pulpa non vital, menghilangkan proses
inIeksi dari pulpa dan jaringan periapikal, memIiksasi bakteri yang tersisa di saluran akar.
Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital yaitu perawatan pulpotomi
mortal (pulpotomi devital). Pulpotomi mortal adalah teknik perawatan endodontik dengan
cara mengamputasi pulpa nekrotik di kamar pulpa kemudian dilakukan sterilisasi dan
penutupan saluran akar.
Langkah-langkah perawatan pulpotomi devital :
Kunjungan pertama:
1. Siapkan instrumen dan bahan.
2. Isolasi gigi dengan rubber dam.
3. Preparasi kavitas.
. Ekskavasi karies yang dalam.
5. Buang atap kamar pulpa dengan bor Iisur steril dengan handpiece kecepatan rendah.
6. Buang pulpa di bagian korona dengan ekskavator besar atau dengan bor bundar.
7. Cuci dan keringkan pulpa dengan air atau saline steril, syringe disposible dan jarum steril.
8. Letakkan arsen atau euparal pada bagian terdalam dari kavitas.
9. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
10. Bila memakai arsen instruksikan pasien untuk kembali 1 sampai dengan 3 hari,
sedangkan jika memakai euparal instruksikan pasien untuk kembali setelah 1 minggu
Kunjungan kedua :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
Lihat apakah pulpa masih vital atau sudah non vital. Bila masih vital lakukan lagi perawatan
seperti pada kunjungan pertama, bila pulpa sudah non vital lakukan perawatan selanjutnya.
3. Berikan bahan antiseptik.
. Tekan pasta antiseptik dengan kuat ke dalam saluran akar dengan cotton pellet.
5. Aplikasi semen zinc oxide eugenol.
6. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

3.3.3 Pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan
untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersiIat irreversibel atau untuk
gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu
yang lama dan lebih sukar daripada pulp capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena
hasil perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran
diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula.
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak dengan
keadaan trauma pada gigi insisiI sulung dengan kondisi patologis pada anak usia -,5 tahun,
tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga
perempat.

3.3.3.1 Pulpektomi Vital
Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan :
1. Pembuatan Ioto Rontgen.
Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan sekitar gigi yang
akan dirawat. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.
b. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
c. Jaringan karies dibuang dengan bor Iisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor Iisur steril.
d. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
e. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan
menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3
sampai dengan 5 menit.
I. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar
dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom Iile.
g. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan
Iormokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
h. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan
menggunakan jarum lentulo.
i. Lakukan lagi Ioto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian.
j. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau seng
IosIat.
k. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

3.3.3.2 Pulpektomi Non Vital
Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah pulpektomi mortal
(pulpektomi devital). Pulpektomi mortal adalah pengambilan semua jaringan pulpa nekrotik
dari kamar pulpa dan saluran akar gigi yang non vital, kemudian mengisinya dengan bahan
pengisi. Walaupun anatomi akar gigi sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk
dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini merupakan salah satu cara yang baik
untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung rahang.
Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital :
Kunjungan pertama :
1. Lakukan Ioto rontgen.
2. Isolasi gigi dengan rubber dam.
3. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan desinIeksi
kavitas.
. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.
5. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar terlihat.
6. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan debris.
7. Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol Iormalin pada kamar pulpa.
8. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
9. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.
Kunjungan kedua :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, Iilling, dan irigasi.
. Berikan Beechwood creosote.
2. Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya, lalu letakkan
dalam kamar pulpa.
5. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
6. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan hari kemudian.
Kunjungan ketiga :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berIungsi sebagai stopper masukkan
pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.
. Letakkan semen zinc IosIat.
5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

3.3. Endo Intrakanal
Endo intrakanal adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa yang sudah mati seluruhnya.
Endo intrakanal merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan
yang bersiIat irreversibel atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Jika
seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan
diperoleh hasil perawatan yang baik pula. Tahapan perawatan endo intrakal sama dengan
perawatan pulpektomi, perbedaan perawatannya adalah pada pemakaian anastesi, pada
perawatan endo intrakanal tidak memerlukan anastesi karena gigi dalam kondisi non vital.

Indikasi endo intrakanal :
- Nekrosis pulpa totalis
- Perawatan ulang
- Kelainan periapikal

Kontraindikasi endo intrakanal :
- OH jelek
- Tidak mempunyai nilai estetik / Iungsional
- Fraktur dengan arah vertikal
- Mengganggu pertumbuhan gigi tetangga
- Resorbsi interna / eksterna meliputi setengah akar

Langkah-langkah perawatan endo intrakanal :
1. Pembuatan Ioto Rontgen.
Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan sekitar gigi yang
akan dirawat.
2. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
3. Jaringan karies dibuang dengan bor Iisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor Iisur steril.
. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
5. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar
dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom Iile.
6. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan
Iormokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
7. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan
menggunakan jarum lentulo.
8. Lakukan lagi Ioto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian.
9. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng IosIat.
10. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

3. TEKNIK PERAWATAN SALURAN AKAR
Tahap-tahap perawatan endotektomi :
- Membuat Ioto untuk diagnose dan rencana perawatan
- Menyiapkan Iile, paper point
- Melakukan devitalisasi untuk gigi yang masih vital
- Untuk gigi non vital dilakukan pre sterilisasi
- Open bur, mengambil atap pulpa, mencari oriIice : preparasi cavity entrance
- DWF tentukan panjang kerja
- Preparasi saluran akar dengan Iile, irigasi, Ioto preparasi : teknik konvensional, teknik step
back, teknik crown down
- Sterilisasi memakai paper point, obat, kapas steril, tumpatan sementara. Sterilisasi ulang,
sampai paper point kering dan tidak berbau
- Tes perbenihan
- Pengisian pasta Zn Oxide Eugenol : teknik single cone, teknik kondensasi lateral, teknik
kondensasi vertikal
- Foto pengisian
- Basis Zn PO
- Control 2 minggu kemudian, apabila tidak ada keluhan, dapat ditumpat tetap.


Fase-Iase Perawatan Endodontik :
3..1. Preparasi Akses :
- Fase yang paling penting dari aspek teknik perawatan akar.
- Merupakan kunci untuk membuka pintu bagi keberhasilan tahap pembersihan, pembentukan
dan obturasi saluran akarnya.
- Tujuan:
o Membuat akses yang lurus.
o Menghemat preparasi jaringan gigi.
o Membuka atap ruang pulpa.

Teknik Akses Preparasi Cavity Entrance
3..1.1 Outline Form Cavity Entrance
- Proyeksi ruang pulpa ke permukaan gigi di bagian cingulum untuk gigi anterior atau oklusal
untuk gigi posterior.
- Tujuan : Untuk membuat akses yang lurus, menghemat preparasi jaringan gigi, membuka
atap ruang pulpa.
a. Outline Form Insisivus RA : bentuknya trangular dengan alas sejajar insisal



b. Outline Form Kaninus RA : bentuknya oval / bulat dengan arah insiso servikal

c. Outline Form Premolar RA : bentuknya oval memanjang seperti ginjal dengan arah bukal
palatal



d. Outline Form Premolar RB : bentuknya bulat / oval

e. Outline Form Molar RA : bentuknya triangular dengan alas sejajar bukal



I. Outline Form Molar RB : bentuknya triangular dengan alas sejajar mesial


3..1.2 Preparasi Cavity Entrance
3..1.2.1 Alat Preparasi Kavitas
1. Contra Angle Handpiece Low Speed
2. Macam-macam mata bur Low Speed
a. Round bur kecil
b. Round bur besar
c. Fissure bur silinder
d. Fissure bur long shank dan round end

3..1.2.2 Saluran Akar Tunggal
- Preparasi dimulai dengan round bur no 2 atau atau tapered Iissure diamond bur dengan
arah tegak lurus pada permukaan enamel sampai menembus jaringan dentin dan diteruskan
sampai atap pulpa terbukan dengan kedalaman 3 mm.
- Setelah itu arah bur diubah menjadi sejajar sumbu gigi sampai menembus ruang pulpa
sehingga ditemukan lubang saluran akar yang terletak pada dasar ruang pulpa yang disebut
oriIice.
- Gunakan tapered Iissure no 2 atau untuk membentuk dinding cavity entrance divergen ke
arah oklusal atau insisal sampai jarum miller dapat masuk dengan lurus, setelah terasa tembus
maka oriIice dicari dengan menggunakan jarum miller.
- Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur dengan gerakan menarik
keluar kavitas sehingga cavity entrance terbentuk dengan baik dan alat preparasi dapat
dimasukkan ke dalam saluran akar dengan bebas. Masukkan jarum ektirpasi, diputar searah
jarum jam dan ditarik keluar, diulang lagi sampai jaringan pulpa dicabut.

Preparasi Cavity Entrance Insisivus RA

3..1.2.3 Saluran Akar Ganda
- Pembutan cavity entrance menggunakan round bur no1 atau tapered Iissure diamond bur
pada tengah Iossa di bagian oklusal atau endo access.
- Setelah kedalaman preparasi mencapai dentin, preparasi dilanjutkan menggunakan Iissure
diamond bur sampai ditemukan oriIice ke 3 saluran akar.
- Pada gigi berakar ganda, bila atap pulpa belum terbuka maka cari oriIice yang paling besar
terlebih dahulu, kemudian atap pulpa diangkat dengan bur sesuai letak oriIice.
- Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur dengan gerakan menarik
keluar kavitas, sehingga cavity entrance terbentuk dengan baik dan alat preparasi dapat
dimasukkan ke dalam saluran akar dengan bebas.

Preparasi Cavity Entrance Premolar RA


Preparasi Cavity Entrance Molar RA


Preparasi Cavity Entrance Molar RB

3..1.2. Kesalahan-Kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada waktu preparasi cavity
entrance :
1. Preparasi salah arah menyebabkan terjadinya step atau perIorasi lateral
2. Preparasi terlalu dalam menyebabkan perIorasi menembus buIurkasi
3. Jika preparasi cavity entrance terlalu lebar maka dinding kavitas menjadi tipis dan mudah
pecah jika ditumpat.


3..2. Penentuan Panjang Kerja
- Panjang Kerja : Panjang dari alat preparasi yang masuk ke dalam saluran akar pada waktu
melakukan preparasi saluran akar.
- Menentukan panjang kerja dikurangi 1 mm panjang gigi sebenarnya, untuk menghindari :
o Rusaknya apical constriction (penyempitan saluran akar di apical).
o PerIorasi ke apical.

- Cara melakukan DWP (Diagnostic Wire Photo)
Masukkan jarum miller atau Iile nomor kecil yang diberi stopper dengan guttap perca pada
batas panjang gigi rata-rata dikurangi 1-2 mm lalu dilakukan Ioto R. Dari hasil Ioto
dilakukan pengukuran dengan menggunakan rumus :
PGS PGF x PAS
PAF
Keterangan :
PGS panjang gigi sebenarnya
PGF panjang gigi Ioto
PAS panjang alat sebenarnya
PAF panjang alat Ioto

3..3. Pembersihan dan Pembentukan Saluran Akar
- Pembersihan debridement : pembuangan iritan dari sistem saluran akar.
- Tujuan : Membasmi habis iritan tersebut walaupun dalam kenyataan praktisnya hanyalah
sebatas pengurangan yang signiIikan saja.
- Iritan: bakteri, produk samping bakteri, jaringan nekrotik, debris organik, darah dan
kontaminan lain.

3... Pembentukan Saluran Akar
- Membentuk saluran akar melebar secar kontinyu dari apeks ke arah korona.
- Pelebaran
Saluran akar harus cukup besar untuk melakukan debridement yang baik dan dapat
memanipulasi serta mengendalikan instrumen dan meterial obturasi dengan baik tapi tidak
sampai melemahkan gigi serta meningkatkan peluang terjadinya kesalahan prosedur.
- Ketirusan
Ketirusan hasil preparasi harus cukup sehingga instrumen penguak dan pemampat gutta perca
dapat berpenetrasi cukup dalam.
- Kriteria
Saluran akar siap menerima obturasi baik dengan kondensasi lateral maupun vertikal, saluran
akar harus berbentuk corong ke arah korona dan dalam ukuran cukup besar sehingga
instrument pemampat dan penguak dapar masuk cukup dalam.

3..5. Ekstirpasi Pulpa
Menggunakan jarum ekstirpasi, reamer ataupun miller.

3..5.1 Indikasi :
- Saluran akar lurus, tidak bengkok
- Tidak ada obliterasi saluran akar
- Saluran akar jelas
- Kerusakan belum mengenai biIurkasi
- Resorbsi panjang akar gigi Pulpektomi - Resorbsi ~ panjang akar gigi
Pulpotomi.

3..6. Teknik Perawatan Saluran Akar
3..6.1 Alat Preparasi Saluran Akar :
1. Jarum miller
2. Jarum ekstirpasi
3. FlexoIile no. 15-80 penjang disesuaikan dengan panjang elemen
. Alat irigasi
5. Cotton pellet, paper point steril, dan cotton roll
6. Tempat jarum
7. GGD

3..6.2 Gigi Permanen
3..6.2.1 Teknik Konvensional
1. Teknik konvensional yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada gigi dengan
saluran akar lurus dan akar telah tumbuh sempurna.
2. Preparasi saluran akar menggunakan Iile tipe K
3. Gerakan Iile tipe K-Ilex adalah alat diputar dan ditarik. Sebelum preparasi stopper Iile
terlebih dahulu harus dipasang sesuai dengan panjang kerja gigi. Stopper dipasang pada
jarum preparasi setinggi puncak tertinggi bidang insisal. Stopper digunakan sebagai tanda
batas preparasi saluran akar.
. Preparasi saluran akar dengan Iile dimulai dari nomor yang paling kecil. Preparasi harus
dilakukan secara berurutan dari nomor yang terkecil hingga lebih besar dengan panjang kerja
tetap sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau terdorongnya jaringan nekrotik ke
apikal.
5. Selama preparasi setiap penggantian nomor jarum preparasi ke nomor yang lebih besar
harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa jaringan
nekrotik maupun serbuk dentin yang terasah. Irigasi harus dilakukan secara bergantian anatar
H2O2 3 dan aquadest steril, bahan irigasi terakhir yang dipakai adalah aquadest steril.
6. Bila terjadi penyumbatan pada saluran akar maka preparasi diulang dengan menggunakan
jarum preparasi yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain. Bila masih ada penyumbatan
maka saluran akar dapat diberi larutan untuk mengatasi penyumbatan yaitu larutan largal,
EDTA, atau glyde (pilih salah satu).
7. Preparasi saluran akar dianggap selelsai bila bagian dari dentin yang terinIeksi telah
terambil dan saluran akar cukup lebar untuk tahap pengisian saluran akar.

Preparasi saluran akar teknik konvensional

3..6.2.2 Teknik Step Back
a. Yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada saluran akar yang bengkok dan
sempit pada 1/3 apikal.
b. Tidak dapat digunakan jarum reamer karena saluran akar bengkok sehingga preparasi
saluran akar harus dengan pull and push motion, dan tidak dapat dengan gerakan berputar.
c. Dapat menggunakan Iile tipe K-Flex atau NiTi Iile yang lebih Ileksibel atau lentur.
d. Preparasi saluran akar dengan jarum dimulai dari nomer terkecil :
No. 15 s/d 25 sesuai panjang kerja
File No. 25 Master Apical File (MAF)
No. 30 panjang kerja 1 mm MAF
No. 35 panjang kerja 2 mm MAF
No. 0 panjang kerja 3 mm MAF
No. 5 panjang kerja sama dengan no. 0 dst
e. Setiap pergantian jarum Iile perlu dilakukan pengontrolan panjang kerja dengan Iile no. 25,
untuk mencegah terjadinya penyumbatan saluran akar karena serbuk dentin yang terasah.
I. Preparasi selesai bila bagian dentin yang terinIeksi telah terambil dan saluran akar cukup
lebar untuk dilakukan pengisian.

Preparasi saluran akar teknik step back

3..6.2.3 Teknik Balance Force
1. Menggunakan alat preparasi Iile tipe R- Flex atau NiTi Flex
2. Menggunakan Iile no. 10 dengan gerakan steam wending, yaitu Iile diputar searah jarum
jam diikuti gerakan setengah putaran berlawanan jarum jam.
3. Preparasi sampai dengan no. 35 sesuai panjang kerja.
. Pada 2/3 koronal dilakukan preparasi dengan Gates Glidden Drill (GGD)
GGD #2 sepanjang 3 mm dari Ioramen apical
GGD #3 sepanjang GGD #2 2 mm
GGD # sepanjang GGD #3 2 mm
GGD #5 sepanjang GGD # 2 mm
GGD #6 sepanjang GGD #5 2 mm
5. Preparasi dilanjutkan dengan Iile no. 0 s/d no.5
6. Dilakukan irigasi
7. Keuntungan balance Iorce :
- Hasil preparasi dapat mempertahankan bentuk semula
- Mencegah terjadinya ledge dan perIorasi
- Mencegah pecahnya dinding saluran akar
- Mencegah terdorongnya kotoran keluar apeks

3..6.2. Teknik Crown Down Presureless
a. Teknik disebut juga dengan teknik step down, merupakan modiIikasi dari teknik step back.
b. Diawali dengan Iile terbesar sx/Gates Gliden Drill preparasi 1/3 koronal (19 mm).
c. Menghasilkan hasil yang serupa yakni seperti corong yang lebar dengan apeks yang kecil
(tirus).
d. BermanIaat pada saluran akar yang kecil dan bengkok di molar RA dan RB.
e. Saluran akar sedapat mungkin dibersihkan dengan baik sebelum instrument ditempatkan di
daerah apeks sehingga kemungkinan terjadinya ekstruksi dentin ke jaringan periapeks dapat
dikurangi.
I. Menggunakan instrument nikel-titanium, baik yang genggam maupun digerakkan mesin.

3..6.3 Gigi Sulung
Teknik Konvensional
Prosedur Teknik Konvensional pada Gigi Sulung sama seperti Teknik Konvensional pada
Gigi Permanen.

3..7. Irigasi Saluran Akar
3..7.1 Tujuan :
Untuk mengeluarkan sisa jaringan nekrotik, serbuk dentin, dan kotoran-kotoran lain yang
terdapat di saluran.
- Irigasi dilakukan setiap :
o Pergantian Iile pada saat preparasi saluran akar
o Pada saat akan melakukan perbenihan
o Sterilisasi saluran akar

3..7.2 Bahan irigasi yang digunakan :
- H2O2 3
- Aquadest steril
- NaOCl

3..7.3 Alat irigasi yang digunakan :
- Spuit 2,5 cc dengan jarum yg dibengkokan dan ujungnya ditumpulkan
- Alat irigasi yang dipakai harus diberi tanda untuk membedakan isi cairan irigasi yang
dipakai
- Alat irigasi disimpan dalam botol tertutup berisi alkohol 70 agar tetap terjaga
sterilisasinya

3..7. Cara irigasi :
- Jarum irigasi dimasukkan kedalam saluran akar. Jarum irigasi yang masuk kedalam saluran
akar tidak boleh terlalu besar sehingga membuntu saluran akar yang akan mengakibatan
cairan irigasi yang disemprotkan tidak mengalir keluar.
- Bahan irigasi disemprotkan secara perlahan-lahan ke dalam saluran akar
- Bahan irigasi digunakan secara bergantian. Bahan irigasi yang terakhir disemprotkan ke
dalam saluran akar harus aquadest steril.
- Menghisap cairan irigasi yang keluar dengan cotton roll atau saliva ejector atau section.
Tidak boleh terkontaminasi dengan saliva.
- Setelah irigasi, saluran akar dikeringkan dengan menggunakan paper point. Tidak boleh
pakai hembusan udara

3..8. Bahan dan Obat-obatan Sterilisasi
3..8.1 Sebagai desinIektan antibakteri dengan spektrum luas :
- ChKM ( Chlorophenol KamIer Menthol )
- Cresophene
- Cresatin
- Formokresol
- TKF ( Tri Kresol Formalin )
- Eugenol (sebagai sedative, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang dikombinasikan
pada saat dilakukan devitalisasi.)

3..8.2 Preparat poliantibiotik :
Grossman :
- Penisilin ( eIektiI terhadap gram ()
- Streptomysin ( eIektiI terhadap gram ()
- Sodium kapsilat ( eIektiI terhadap jamur )

3..8.3 Kombinasi antibiotik kortikosteroid :
- Kortikosteroid ( mengurangi keradangan periapikal .)
- Antibiotik ( membunuh bakteri ex : septomixine dan ledermix .)

3..8. Bahan devitalisasi
- Arsen ( As2O3 ) ( digunakan pada gigi permanen.)
- CaustinerI Pedodontique / Iorte ( digunakan pada gigi sulung.)
- TKF ( Tri Kresol Formalin )

3..8.5 Medikamen Intrakanal yang biasa digunakan :
3..8.5.1 Golongan Fenol :
- Eugenol
- CMCP ( Camphorated Monoparachlorophenol )
- Parachlorophenol ( PCP )
- Camphorated parachlorophenol ( CPC )
- Metakresilasetat ( cresatin )
- Kresol
- Creosote ( beechwood )
- Timol

3..8.5.2 Aldehid :
- Formokresol
- Glutaraldehid

3..8.5.3 Halida :
- Natrium hipoklorit
- Iodine kalium iodida

3..8.5. Steroid

3..8.5.5 Hidroksida kalsium
Bukan antiseptik konvensional
Dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Bekerja lambat
Harus berkontak langsung
Dapat digunakan sebagai antiseptik antar kunjungan (terutama pada gigi nekrotik)

3..8.5.6 Antibiotik
3..8.5.7 Kombinasi

3..9. Perbenihan
3..9.1 Prosedur perbenihan :
- Pasien dikontrol lebih dulu
- Siapkan papper point dan cotton pellet. Masukkan papper point dan cotton pellet ke dalam
Glassbead sterilisator dan ditutup, nyalakan, biarkan sampai lampu pada glassbead sterilisator
menjadi hijau (Ready). Papper point dan cotton pellet siap digunakan. Buka alat glassbead
sterilisator.

Hasil Perbenihan negatiI, saluran akar dapat diisi dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut :
- Tidak ada keluhan pasien
- Tidak ada gejala klinik
- Tidak ada eksudat dalam saluran akar (cek dari papper point yang terdapat dalam saluran
akar caranya ulaskan papper point pada glass lab. Bila tidak berbekas, berarti bisa dilakukan
pengisian), papper point diulaskan di glass lab.
- Tumpatan sementara masih baik

Hasil pembenihan positiI, maka dilakukan sterilisasi ulang sampai hasil pembenihan negatiI.

3..10. Bahan Pengisian Saluran Akar
3..10.1 Syarat-Syarat Bahan Pengisi Saluran Akar
a. Bahan harus dapat dengan mudah dimasukkan ke saluran akar.
b. Harus menutup saluran ke arah lateral dan apikal.
c. Harus tidak mengerut setelah dimasukkan.
d. Harus kedap terhadap cairan.
e. Harus bakterisidal atau paling tidak harus menghalangi pertumbuhan bakteri.
I. Harus radiopak.
g. Tidak menodai struktur gigi.
h. Tidak mengiritasi jaringan periapikal atau mempengaruhi struktur gigi.
i. Harus steril atau dapat segera disterilkan dengan cepat sebelum dimasukkan.
j. Bila perlu dapat dikeluarkan dengan mudah dari saluran akar.

3..10.2 Gigi Sulung
- Zinc oxide eugenol paste
- IodoIorm paste
- Calcium hydroxide

3..10.3 Gigi Permanen
3..10.3.1 Siller berbasis OSE
Keuntungan :
Riwayat keberhasilan berlangsung lama, kualitas positiI mengalahkan aspek negatiInya
(mewarnai gigi, waktu pengerasan sangat lambat, tidak adhesive, larut).

3..10.3.2 Formula Grossman
Bubuk :
- ZnO (badan semen) 2 bagian
- Resin stabelit (konsistensi dan waktu pengerasan) 27 bagian
- Bismuth subkarbonat 15 bagian
- BaSO (keradiopakkan) 15 bagian
- Na-barat 1 bagian
Cairan : Eugenol
Masalah yang ada pada Iormula ini adalah waktu pengerasan sangat lambat, ~ 2 bulan.

3..10.3.3 Plastik
Epoksi tersedia dalam Iormula bubuk cairan (AH26).
SiIat yang dimiliki : antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama, mudah mengaduknya, dan
kerapatan yang sangat baik.
Kekurangannya : mewarnai gigi, relative tidak larut dalam pelarut, agak sedikit toksik jika
belum mengeras dan agak larut pada cairan mulut.

3..10.3. Hidroksida kalsium (CaOH)2
Siller Ca(OH)2 yang telah diperkenalkan adalah siller yang Ca(OH)2 nya diinkoporasikan
ke dalam basis OSE atau basis plastiknya.

3..10.3.5 Ionomer Kaca
Material ini memiliki keuntungan bisa beradhesi ke dentin sehingga diharapkan bisa
mencapai kerapatan yang baik di apeks dan korona dan biokompatibel. Tapi, kekerasan dan
ketidaklarutannya menyukarkan perawatan ulang jika diperlukan dan menyukarkan
pembuatan pasak.

3..11. Teknik Pengisian Saluran Akar
3..11.1 Alat Pengisian Saluran Akar :
1. Glass plate
2. Alat pengaduk semen
3. Stopper semen
. Jarum lentulo
5. Finger spreader

Gigi Sulung dan Gigi Permanen
3..11.2 Teknik single cone
Teknik pengisian saluran akar untuk teknik preparasi secara konvension
Tahapan :
- Pencampuran pasta saluran akar petunjuk pabrik
- Pasta diulaskan pada jarum lentulo dan guttap point untuk kemudian dimasukan kedalam
saluran akar yang telah dipreparasi jarum lentulo sesuai panjang kerja dan diputar berlawanan
jarum jam.
- Guttap point ( trial Ioto disterilkan dengan alcohol 70 dan dikeringkan )
1. Pilih guttap point yang diameternya sesuai dengan reamer / Iile terakhir yang digunakan
pada waktu preparasi saluran akar.
2. Tandai guttap point sesuai dengan panjang kerja.
3. Masukkan guttap point dalam saluran akar sebatas tanda.
. Guttap point yang memenuhi syarat dapat masuk saluran akar sebatas panjang kerja dan
rapat dengan dinding saluran akar.
- Kering ( diulas dengan pasta ) masuk ke dalam saluran akar.
- Guttap point di potong 1-2mm dibawah oriIice dengan ekskavator yang ujungnya telah di
panasi dengan bunsen burner hingga membara.
- Kemudian dasar ruang pulpa diberi basis semen seng IosIat lalu ditutup kapas dan tumpatan
sementara menggunakan Iletcher atau cavit.

Gigi Permanen
3..11.3 Teknik Kondensasi Lateral
Dengan teknik preparasi saluran akar secara step back. Sering digunakan hampir semua
keadaan kecuali pada saluran akar yang sangat bengkok / abnormal
Tahapan :
- Pencampuran pasta
- Guttap point ( trial Ioto disterilkan 70 alcohol dan dikeringkan
- Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar sesuai dengan tanda
yang telah dibuat dan ditekan kea rah lateral menggunakan spreader.
- Ke dalam saluran akar diberi guttap tambahan, setiap memasukan guttap di tekan ke arah
lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak dapat masuk dalam saluran akar.
- Guttap point dipotong 1-2mm dibawah oriIice dengan eskavator yang telah dipanasi
- Guttap point dipadatkan dengan root canal plugger
- Bila pengisian sudah baik, maka dasar ruang pulpa diberi basis semen seng IosIat, ditutup
kapas dan tumpatan sementara.

3..11. Teknik Kondensasi Vertical (Gutta perca panas)
Untuk pengisian saluran akar dengan teknik step back. Menggunakan pluger yang
dipanaskan, dilakukan penekanan pada guttap perca yang telah dilunakan dengan panas
kearah vertical dan dengan demikian menyebabkan guttap perca mengalir dan mengisi
seluruh lumen saluran akar.
Tahapan :
- Suatu kerucut guttap perca utama sesuai dengan instrument terakhir yang digunakan pada
saluran dengan cara step back
- Dinding saluran dilapisi dengan lapis tipis semen dengan menggunakan lentulo.
- Kerucut disemen
- Ujung koronal kerucut dipotong dengan instrument panas
- Pembawa panas segera didorong ke dalam 1/3 koronal guttap perca. Sebagian terbakar oleh
plugel bila diambil dari saluran akar.
- Condenser vertical dengan ukuran yang sesuai dimasukan dan tekanan vertical dikenakan
pada guttap perca yang telah dipanasi untuk mendorong guttap perca yang menjadi plastis ke
arah apikal
- Apikalis panas berganti oleh pembawa panas dan condenser diulangi sampai guttap perca
plastis menutup saluran aksesori besar dan mengisi luman saluran dalam 3 dimensi Ioramen
apikal. Bagian sisa saluran diisi dengan potongan tambahan guttap perca panas.
- Bila pengisisan sudah baik, maka dasar pulpa diberi basis semen ZnPO, kemudian
ditumpat sementara.

3..11.5 Metode seksional (teknik pluger)
Dapat digunakan untuk mengisi saluran ke arah apikal dan lateral. Teknik menggunakan
suatu bagian kerucut guttap perca untuk mengisi suatu bagian 1/3 saluran akar / ujung apikal.
Tahapan :
- Dinding saluran akar dilapisi semen
- Pluger saluran dimasukan sampai 3-mm dari apeks dipanaskan dalam sterilitator garam
panas (1011)
- Kerucut guttap perca dipotong beberapa bagian sesuai dengan ukuran saluran yang telah
dipreparasi dengan panjang 3-mm
- Potong apikal ditempelkan pada pluger yang telah dipanasi, dimasukan ke dalam saluran
pada kedalaman yang sebelumnya telah diukur dan ditekan ke arah vertical
- Pluger dilepas dengan hati-hati untuk mencegah ke luarnya bagian guttap perca yang
dimasukan
- Dibuat radiograI untuk memeriksa posisi dan kesesuaian bagian yang dikondensasi
- Bagian berikutnya dimasukan kedalam eukaliptol, dipanaskan tinggi diatas nyala api dan
ditambahkan pada bagian sebelumnya dengan tekanan vertical untuk memampatkan pengisi

3..11.6 Metode kompaksi
- Menggunakan panas untuk mengurangi viskositas guttap perca dan menaikan plastisitasnya
- Digunakan untuk pengisi saluran yang lurus
- Menggunakan metode step back

3..11.7 Metode Inverted cone
- Digunakan terbatas pada gigi dengan saluran kecil, berkelok-kelok, yang tidak dapat diisi
dengan kerucut guttap perca secara lepas

3..11.8 Metode Role Gutta perca
- Untuk mengisi saluran kecil bahan tersebut yang bengkok

3..11.9 Pengambilan Guttap Point dengan GGD
a. Menentukan panjang GGD :
1. Panjang kerja (PK) panjang mahkota panjang akar
2. Panjang 1/3 apikal panjang akar : 3
3. Panjang GGD PK panjang 1/3 apikal
. GGD dimasukkan dalam contra angle handpiece low speed
b. Membuka tumpatan sementara, cotton pellet diambil.
c. Pemakaian GGD secara berurutan, dimulai dari ukuran besar sampai sesuai besarnya
saluran akar.
d. GGD yang telah disiapkan dimasukkan dalam saluran akar (letak GGD harus lurus / sejajar
dengan sumbu gigi) kemudian airmotor digerakkan sampai guttap point terpotong dan
seterusnya hingga mencapai panjang kerja GGD yang telah ditentukan.
e. Serpihan guttap point dibersihkan dari saluran akar dengan hembusan udara.
I. Rongga saluran akar yang kosong diisi dengan kapas steril, kemudian ditumpat sementara.

3.5 PENYEBAB KEGAGALAN PERAWATAN SALURAN AKAR
Secara umum penyebab kegagalan dapat didaItar secara kasar dari yang Irekuensinya paling
sering sampai ke yang paling jarang, yaitu kesalahan dalam diagnosis dan rencana perawatan
kebocoran tambalan di mahkota kurangnya pengetahuan anatomi pulpa debridement yang
tidak memadai kesalahan selama perawatan kesalahan dalam obturasi proteksi tambalan
yang tidak cukup dan Iraktur akar vertikal.
Berbagai prosedur yang terkait dengan perawatan saluran akar dibagi menjadi tiga tahap yaitu
tahap praperawatan, selama perawatan dan pasca perawatan. Mengingat kegagalan perawatan
saluran akar terkait dengan tiap-tiap tahap tersebut, maka penyebab kegagalannya pun
diklasiIikasi sesuai dengan tahap-tahap itu.

3.5.1. Faktor Kegagalan Tahap Pra-perawatan
Kegagalan perawatan saluran akar pada tahap praperawatan sering disebabkan oleh :
1. Diagnosis yang keliru
a. Diagnosis yang tidak tepat, biasanya berasal dari kurangnya atau salahnya interpretasi
inIormasi, baik inIormasi klinis maupun radiograIis. RadiograI merupakan alat bantu utama
dalam penilaian konIigurasi anatomik sistem saluran akar perawatan.
b. Tidak teridentiIikasinya penyimpangan berbagai sistem saluran akar pada radiograI sering
menjadi penyebab kegagalan perawatan saluran akar. Fraktur dentin akar atau didiagnosis
keliru. InIlamasi kronis yang timbul akan menyebabkan deIek periodontal, deIek ini sering
baru terlihat di kemudian hari.
c. Dalam mendiagnosis suatu penyakit sangat diperlukan ketelitian dan pemahaman dokter
gigi akan gejala-gejala suatu penyakit. Karena keterbatasan pengetahuan, peralatan ataupun
karena kelalaian dokter gigi, tidak jarang terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit
yang dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam proses penyembuhan.
2. Kesalahan dalam perencanaan perawatan
Sebagian rencana perawatan adalah mengidentiIikasi kasus-kasus mana yang cenderung akan
mengalami kegagalan walaupun baiknya perawatan yang dilakukan.
3. Seleksi kasus yang buruk
Seleksi kasus menentukan apakah perawatan dapat dilakukan atau tidak. Sejumlah kegagalan
yang disebabkan oleh seleksi kasus yang buruk akan menimbulkan kekliruan dalam menilai
kerjasama pasien serta kesukaran yang mungkin timbul selama perawatan.
. Merawat gigi dengan prognosis yang buruk.


3.5.2. Faktor Kegagalan Selama Perawatan
Banyak kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam
prosedur perawatan, kesalahan dapat terjadi pada saat pembukaan kamar pulpa, saat
melakukan preparasi saluran akar dan saat pengisian saluran akar.
- Kesalahan Pembukaan Kamar Pulpa
Tujuan utama pembukaan kamar pulpa adalah untuk mendapatkan jalan langsung ke Ioramen
apikal tanpa adanya hambatan serta untuk memudahkan penglihatan pada semua oroIis
saluran akar. Pembukaan kamar pulpa untuk setiap gigi mempunyai desain yang berbeda,
suatu pembukaan yang dilakukan dengan baik akan menghilangkan kesulitan-kesulitan teknis
yang dijumpai dalam perawatan saluran akar.
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama melakukan pembukaan kamar pulpa adalah :
1. PerIorasi Permukaan akar
PerIorasi dapat terjadi ke arah proksimal atau labial. PerIorasi disebabkan karena preparasi
pembukaan dilakukan dengan sudut yang tidak mengarah ke kamar pulpa. Hal ini terjadi
karena waktu melakukan preparasi akses, ditemui kesulitan menemukan lokasi kamar pulpa
walaupun dari gambaran Ioto Rontgen jelas.
2. Perusakan dasar kamar pulpa
Bor yang memotong dasar kamar pulpa dapat menyebabkan terjadinya perIorasi pada Iurkasi.
Selai itu, pemakaian bor Iisur yang berujung datar akan membuat dasar kamar pulpa menadi
datar sehingga merusak bentuk corong alamiah oriIis yang akan menyulitkan pemasukan
instrumen, paper point serta bahan pengisian ke dalam saluran akar.
3. Preparasi saluran melalui tanduk pulpa
Preparasi yang terlalu dangkal akan menyebabkan saluran akar dicapai melalui tanduk pulpa,
selain itu akan menyulitkan pembersihan kamar pulpa dan saluran akar dengan baik.
. Membuat pembukaan proksimal
Pembukaan yang dilakukan melalui karies yang ada proksimal akan menyebabkan instrumen
yang dipakai untuk saluran akar harus dibengkokkan, akibatnya preparasi saluran akar tidak
tepat dan instrumen dapat patah dalam saluran akar.
5. Membuat pembukaan yang terlalu kecil
Pembukaan yang terlalu kecil akan mengakibatkan terperangkapnya jaringan pulpa terutama
yang berada dibawah tanduk pulpa, juga akan menyulitkan pencarian oriIis sehingga saluran
akar tidak dapat ditemukan.
6. Preparasi pembukaan melebar ke arah dasar kamar pulpa
Pada preparasi yang melebar ke arah dasar kamar pulpa akan mengakibatkan melemahnya
kemampuan menerima daya kunyah sehingga dapat melepaskan tambalan sementara dan
akhirnya terjadi kebocoran.
- Kesalahan Selama Preparasi Saluran Akar
Tahap preparasi saluran akar mencakup proses pembersihan (cleaning) dan pembentukan
(shaping). Pada tahap ini dapat terjadi kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan
oleh :
1. Instrumentasi berlebih (over instrumentasi)
Instrumen menembus ke luar melalui Ioramen apikal sehingga dapat menyebabakan
terjadinya inIlamasi periapikal. Instrumentasi yang melewati konstriksi apikal dapat
mentransIer mikroorganisme dan mendorong bubuk dentin dari saluran akar ke jaringan
periapikal sehingga dapat memperburuk hasil perawatan.
2. Instrumentasi kurang (underinstrumentasi)
Instrumen tidak mencapai panjang kerja yang benar sehingga pembersihan saluran akar tidak
sempurna, masih meninggalkan jaringan nekrotik di dalam saluran akar.
3. Preparasi berlebihan
Yang dimaksud dengan preparasi berlebihan adalah pengambilan jaringan gigi yang berlebih
dalam arah mesio-distal dan buko-lingual. Hal ini dapat terjadi dibagian koronal atau
pertengahan saluran sehingga melemahkan akar dan dapat menyebabkan Iraktur akarselama
berlangsungnya kondensasi.


. Preparasi yang kurang
Preparasi yang kurang adalah kegagalan dalam pengambilan jaringan pulpa, kikiran dentin
dan mikroorganisme dari sistem saluran akar. Saluran dibentuk sempurna sehingga pengisian
kurang hermetis.
5. Terbentuknya birai (ledge) dan perIorasi
Terbentuknya birai atau perIorasi laterala dapat menghalangi proses pembersihan,
pembentukan dan pengisian saluran akar yang sempurna. Adanya birai atau perIorasi lateral
akan meninggalkan bahan iritasi dan atau akan menambah buruk keadaan pada ligamen
perodontal sehingga prognosisnya menjadi buruk.
6. Instrumen patah dalam saluran akar
Instrumen patah dalam saluran menyebabkan kesulitan tahap perawatan saluran akar
selanjutnya. Prognosisnya buruk bila saluran akar disebelah apical patahan yang belum
dibersihkan masih panjang atau Iragmen patahan keluar dari Ioramen apikal.
7. Kesalahan pada waktu irigasi saluran akar
Bila bahan irigasi yang dipakai bersiIat toksik, dapat menyebabkan iritasi pada jaringan
periapikal. Cara penyemprotan bahan irigasi terlalu keras atau memasukkan jarumnya terlalu
dalam dapat mendorong bubuk dentin dan mikroorganisme keluar dari Ioramen apikal,
sehingga dapat mengiritasi jaringan periapikal.
8. Kesalahan dalam sterilisasi saluran akar
Mikroorganisme masih tersisa di dalam tubuli dentin, saluran lateral atau ramiIikasi saluran
akar karena obat-obat disinIeksi yang digunakan kurang eIektiI, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya reinIeksi.
- Kesalahan Saat Pengisian Saluran Akar
Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan karena kesalahan-kesalahan yang terjadi
saat pengisian saluran akar, yaitu :
1. Pengisian yang tidak sempurna
Pengisian yang berlebih (overIilling), pengisian yang kurang (underIilling) atau pengisian
yang tidak hermetis, dapat memicu terjadinya inIlamasi jaringan periapikal, saluran akar
dapat terkontaminasi bakteri dari periapikal sehingga terjadi reinIeksi.
2. Pengisian saluran akar dilakukan pada saat yang tidak tepat.
Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan belum steril, masih terdapat eksudat yang
persisten atau masih terdapat sisa jaringan yang terinIeksi.
3. Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan tidak steril.
Keadaan rongga mulut maupun alat-alat yang digunakan pada waktu dilakukan pengisian
saluran akar, tidak steril.

3.5.3. Faktor Penyebab Kegagalan Pasca Perawatan
Kejadian pasca perawatan dapat menyebabkan kegagalan perawatan secara langsung atau
tidak langsung, misalnya.
1. Restorasi yang kurang baik atau desain restorasi yang buruk.
Restorasi yang baik akan melindungi sisa gigi dan mencegah kebocoran dari rongga mulut
kedalam sistem saluran akar. Restorasi pasca perawatan saluran akar yang kurang baik akan
menyebabkan terbukanya semen dan menyebabkan terkontaminasinya kamar pulpa dan
saluran akar oleh saliva dan bakteri, sehingga mengakibatkan kegagalan perawatan saluran
akar.
2. Trauma dan Iraktur
Kesalahan preparasi pada waktu pembuatan pasak dapat menyebabkan kegagalan perawatan.
Pengambilan dentin saluran akar yang terlalu banyak akan melemahkan akar gigi, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya Iraktur vertikal.
3. Terkenanya jaringan periodontal
Kegagalan bisa disebabkan karena non endodontik, walaupun perawatan saluran akar
dilakukan dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena eIek merusak dari perawatan
ortodontik atau penyakit periodontium.

3.5.. Tanda-Tanda Kegagalan Perawatan Saluran Akar
Di samping kurangnya konsensus mengenai kriteria untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan, rentang waktu yang diperlukan bagi tindak lanjut pasca perawatan yang memadai
juga masih kontroversial. Periode yang dianjurkan berkisar 6 bulan sampai tahun.
Keberhasilan yang nyata dalam kurun waktu satu tahun bukan keberhasilan yang langgeng
karena kegagalan mungkin terjadi setiap saat. Penentuan berhasil atau tidaknya suatu
perawatan diambil dari pemeriksaan klinis dan radigraIis dan histologis (mikroskopis). Hanya
temuan klinis dan radiograIis yang dapat dievaluasi dengan mudah oleh dokter gigi,
pemeriksaan histologis pada umumnya digunakan sebagai alat penelitian.

3.5..1. Tanda-tanda Kegagalan secara Klinis
Kegagalan perawatan saluran akar yang dilihat secara klinis yang lazim dinilai adalah tanda
gejala klinis, yaitu :
1. Rasa nyeri baik secara spontan maupun bila kena rangsang.
2. Perkusi dan tekanan terasa peka.
3. Palpasi mukosa sekitar gigi terasa peka.
. Pembengkakan pada mukosa sekitar gigi dan nyeri bila ditekan.
5. Adanya Iistula pada daerah apikal.

3.5..2. Tanda-tanda Kegagalan secara RadiograIis
Kemungkinan kesalahan dalam interprestasi radiograIis adalah Iaktor penting yang dapat
merumitkan keadaan. Konsistensi dalam jenis Iilm dan waktu pengambilan, angulasi tabung
sinar dan Iilm, kondisi penilaian radiograI yang sama merupakan hal-hal yang penting untuk
diperhatikan. Biasa perorangan juga akan mempengaruhi interpretasi radiograIis. Perubahan
radiologis cenderung bervariasi menurut orang yang memeriksanya sehingga pendapat yang
dihasilkan pun berbeda. Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar secara radiograIis
adalah adanya :
1. Perluasan daerah radiolusen di dalam ruang pulpa (internal resorption).
2. Pelebaran jaringan periodontium.
3. Perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal.

3.5..3. Tanda-tanda Kegagalan secara Histologis (Mikroskopis)
Karena kurangnya penelitian histologis yang terkendali dengan baik, ada ketidakpastian
mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran radiologisnya.
Pemeriksaan histologis rutin jaringan periapikal pasien jarang dilakukan. Tanda-tanda
kegagalan secara histologis adalah :
1. Adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal.
2. Ada mikro abses.
3. Jaringan pulpa mengalami degeneratiI sampai nekrotik.


BAB IV
PENUTUP

.1 Kesimpulan
.1.1 Pembuatan Mahkota dan Jembatan
Pembuatan gigi tiruan jembatan dan mahkota tidak harus melalui pulpektomi. Pulpektomi
dilakukan apabila pulpa gigi dari gigi yang akan dipreparasi terkena inIeksi. Bila gigi dalam
keadaan vital (pulpa belum terkena) maka pulpektomi tidak perlu dilakukan.

.1.2 Macam-Macam Perawatan Endodontik
.1.2.1. ENDO KONVENSIONAL
1. PULP CAPPING
a. DIREK
b. INDIREK
2. PULPOTOMI
3. PERAWATAN S.A
a. PULPEKTOMI
b. ENDOINTRAKANAL
. APEKSIFIKASI
.1.2.2. ENDO BEDAH
1. KURETASE APEKS
2. RESEKSI APEKS
3. INTENTIONAL REPLANT
. HEMISEKSI
5. IMPLAN ENDODONTIK

.1.2.3 Indikasi umum perawatan endodonsia :
1. Gigi dengan kelainan yang telah mengenai jaringan pulpa dan periapikal
2. Sebagai pencegahan untuk menghindari inIeksi jaringan periapikal
3. Untuk rencana pembuatan mahkota pasak
. Sebagai penyangga / abunment gigi tiruan
5. Kesehatan umum pasien baik
6. Oral hygiene pasien baik
7. Masih didukung jaringan penyangga gigi yang baik
8. Pasien bersedia untuk dilakukan perawatan
9. Operator mampu.

.1.2.. Kontraindikasi perawatan endodonsia :
1. Gigi yang tidak dapat direstorasi lagi
2. Tidak didukung jaringan penyangga gigi yang cukup
3. Gigi yang tidak strategis, tidak mempunyai nilai estetik dan Iungsional. Misalnya gigi yang
lokasinya jauh di luar lengkung.
. Fraktur vertikal
5. Resorpsi yang luas baik internal maupun eksternal
6. Gigi dengan saluran akar yang tidak dapat dipreparasi akar terlalu bengkok, saluran akar
banyak dan berbelit-belit.
7. Jarak interoklusal terlalu pendek sehingga akan menyulitkan dalam instrumentasi.
8. Kesehatan umum pasien buruk
9. Pasien tidak bersedia untuk dilakukan perawatan
10. Operator tidak mampu.

.1.3 Prosedur Perawatan Endodontik Konvensional
.1.3.1 Pulp Capping
Langkah-langkah Pulp Capping :
1. Siapkan peralatan dan bahan.
2. Isolasi gigi.
3. Preparasi kavitas.
5. Ekskavasi karies yang dalam
6. Berikan kalsium hidroksida.

.1.3.2 Pulpotomi
.1.3.2.1 Pulpotomi vital
Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital Iormokresol satu kali kunjungan untuk gigi
sulung :
1. Siapkan instrumen dan bahan.
2. Pemberian anestesi lokal untuk mengurangi rasa sakit saat perawatan
3. Isolasi gigi.
. Preparasi kavitas.
5. Ekskavasi karies yang dalam.
6. Buang atap pulpa.
7. Buang pulpa bagian korona.
8. Cuci dan keringkan kamar pulpa.
9. Aplikasikan Iormokresol.
10. Berikan bahan antiseptik.
11. Restorasi gigi.

.1.3.2.2 Pulpotomi Non-Vital
Langkah-langkah perawatan pulpotomi devital :
Kunjungan pertama:
1. Siapkan instrumen dan bahan.
2. Isolasi gigi dengan rubber dam.
3. Preparasi kavitas.
. Ekskavasi karies yang dalam.
5. Buang atap kamar pulpa dengan bor Iisur steril dengan handpiece kecepatan rendah.
6. Buang pulpa di bagian korona dengan ekskavator besar atau dengan bor bundar.
7. Cuci dan keringkan pulpa dengan air atau saline steril, syringe disposible dan jarum steril.
8. Letakkan arsen atau euparal pada bagian terdalam dari kavitas.
9. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
10. Bila memakai arsen instruksikan pasien untuk kembali 1 sampai dengan 3 hari,
sedangkan jika memakai euparal instruksikan pasien untuk kembali setelah 1 minggu
Kunjungan kedua :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Berikan bahan antiseptik.
. Aplikasi semen zinc oxide eugenol.
5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

.1.3.3 Pulpektomi
.1.3.3.1 Pulpektomi Vital
Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan :
1. Pembuatan Ioto Rontgen.
2. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.
3. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
. Jaringan karies dibuang dengan bor Iisur steril.
5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan
menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3
sampai dengan 5 menit.
7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril
8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan
Iormokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan
menggunakan jarum lentulo.
10. Lakukan lagi Ioto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
11. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng IosIat.
12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

.1.3.3.2 Pulpektomi Non-Vital
Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital :
Kunjungan pertama :
1. Lakukan Ioto rontgen.
2. Isolasi gigi dengan rubber dam.
3. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan desinIeksi
kavitas.
. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.
5. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar terlihat.
6. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan debris.
7. Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol Iormalin pada kamar pulpa.
8. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
9. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.
Kunjungan kedua :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, Iilling, dan irigasi.
. Berikan Beechwood creosote.
5. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
6. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan hari kemudian.
Kunjungan ketiga :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berIungsi sebagai stopper masukkan
pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.
. Letakkan semen zinc IosIat.
5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

.1.3. Endo Intrakanal
Langkah-langkah perawatan endo intrakanal :
1. Pembuatan Ioto Rontgen.
Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan sekitar gigi yang
akan dirawat.
2. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan
saliva.
3. Jaringan karies dibuang dengan bor Iisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor Iisur steril.
. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar
kecepatan rendah.
5. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar
dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom Iile.
6. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan
Iormokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
7. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan
menggunakan jarum lentulo.
8. Lakukan lagi Ioto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian.
9. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng IosIat.
10. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

.1. Teknik Perawatan Saluran Akar
Tahap-tahap perawatan endotektomi :
- Membuat Ioto untuk diagnose dan rencana perawatan
- Menyiapkan Iile, paper point
- Melakukan devitalisasi untuk gigi yang masih vital
- Untuk gigi non vital dilakukan pre sterilisasi
- Open bur, mengambil atap pulpa, mencari oriIice : preparasi cavity entrance
- DWF tentukan panjang kerja
- Preparasi saluran akar dengan Iile, irigasi, Ioto preparasi : teknik konvensional, teknik step
back, teknik crown down
- Sterilisasi memakai paper point, obat, kapas steril, tumpatan sementara. Sterilisasi ulang,
sampai paper point kering dan tidak berbau
- Tes perbenihan
- Pengisian pasta Zn Oxide Eugenol : teknik single cone, teknik kondensasi lateral, teknik
kondensasi vertikal
- Foto pengisian
- Basis Zn PO
- Control 2 minggu kemudian, apabila tidak ada keluhan, dapat ditumpat tetap.

.1.5 Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Perawatan Saluran Akar
1. Faktor-Iaktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan saluran
akar adalah Iaktor patologi, Iaktor penderita, Iaktor perawatan, Iaktor anatomi gigi dan Iaktor
kecelakaan prosedural.
2. Macam-macam penyebab terjadinya kegagalan suatu perawatan saluran akar adalah
kesalahan yang terjadi pada tahap praperawatan, kesalahan selama perawatan dan kegagalan
pascaperawatan.
3. Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar yang mudah ditentukan oleh dokter gigi
adalah dengan cara pemeriksaan klinis dan radiologis, cara histologis jarang dilakukan.
. Kegagalan perawatan saluran akar sebagian besar disebabkan oleh Iaktor kesalahan selama
perawatan dan pengisian saluran akar yang tidak sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Cohen, S. and Burns, R.C. 199. Pathway oI the pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby.
Guttman, J.L. 1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, identiIication and
management. 2 nd ed., St louis : mosby Year Book.
Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed.
Philadelphia : Lea & Iebiger.
Harty. FJ. alih bahasa Lilian Yuono. 1992. Endodontik Klinis. Jakarta : Hipokrates.
Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Mardewi, S. K.S.A. 2003. Endodontologi, Kumpulan naskah. Cetakan I. Jakarta : HaIizh.
Tarigan, R. 199. Perawatan Pulpa Gigi (endodonti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika.
Walton, R. and Torabinejad, M., 1996. Principles and Practice oI Endodontics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Co.
Weine, F.S. 1996. Endodontics Theraphy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc
Diposkan oleh Amelia Aya di 09:5 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Label: Kurhab
pidemiologi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa
epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan
selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non inIeksi, sehingga dewasa
ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di
dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta
pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan
yang mempengaruhi penyakit tersebut.
Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen, yakni :
a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit inIeksi maupun penyakit non
inIeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun
kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini
mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-penyakit
individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada
populasi (masyarakat) atau kelompok.
c. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan
manusia baik lingkungan Iisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud
pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total
lingkungannya.
Di dalam epidemiologi biasanya timbul pertanyaan yang perlu direnungkan yakni :
1. Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang
yang terkena penyakit.
2. Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.
3. Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut.
Jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan Iaktor-Iaktor yang
menentukan terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain terjadinya atau penyebaran
suatu penyakit ditentukan oleh 3 Iaktor utama yakni orang, tempat dan waktu.
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga
Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi
sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah KB-Kes selalu mempertanyakan
siapa yang terkena masalah, di mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan
penyebaran masalah tersebut terjadi.
Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di
mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilaman masalah tersebut
terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-
ukuran epidemiologi seperti prevalensi, point oI prevalence dan sebagainya dapat digunakan
dalam perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus baru, case Iatality rate dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang Iield control trial, community control trial, dan randomized trial serta cara
penarikan kesimpulan pada epidemiologi eksperimental!
2. Bagaimana analisis skenario berdasarkan klasiIikasi epdemiologi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Iield control trial, community control trial, dan randomized trial
serta cara penarikan kesimpulan pada epidemiologi eksperimental.
2. Untuk mengetahui analisis skenario berdasarkan klasiIikasi epdemiologi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Epidemilogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi pada, Demos penduduk, logos
ilmu), dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan masyarakat.

2. DeIinisi
Banyak deIinisi tentang Epidemiologi, beberapa diantaranya :
a. W.H. Welch
Suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit, terutama
penyakit inIeksi menular. Dalam perkembangannya, masalah yang dihadapi penduduk tidak
hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratiI,
kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena batasan
epidemiologi menjadi lebih berkembang.
b. Mausner dan Kramer
Studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.
c. Last
Studi tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang berkaitan dengan
kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasi studi untuk menanggulangi masalah kesehatan.
d. Mac Mahon dan Pugh
Epidemiologi adalah sebagai cabang ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan Iaktor-
Iaktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
e. Omran
Epidemiologi adalah suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan kesehatan, penyakit
dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya dan akibat-akibat yang terjadi
pada kelompok penduduk.
I. W.H. Frost
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi, dan jenis penyakit
pada manusia menurut waktu dan tempat.
g. Azrul Azwar
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang Irekuensi dan penyebaran masalah
kesehatan pada sekelompok manusia serta Iaktor-Iaktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 komponen penting yang ada dalam
epidemiologi, sebagai berikut :
1) Frekuensi masalah kesehatan
2) Penyebaran masalah kesehatan
3) Faktor-Iaktor yang mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan.

3. Peranan
Dari kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan Iaktor-Iaktor penyebab
masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi
diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :
a. MengidentiIikasi Iaktor-Iaktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah
kesehatan dalam masyarakat. Untuk kepentingan diagnosis, yaitu untuk menyusun diagnosis
komunitas atau diagnosis kelompok.
b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil
keputusan.
c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah
dilakukan, sebagai sarana untuk menilai suatu tindakan pelayanan kesehatan masyarakat
tertentu
d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya
untuk mengatasi atau menanggulanginya. Untuk kepentingan penelusuran patogenesis
penyakit, yaitu mempelajari aspek etiologi dan perkembangan masyarakat.
e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu
dipecahkan.

. Ruang lingkup
a. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja,
tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat.
Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga
kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek
epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanIaatkan data dari
hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit,
keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya
dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.
c. PemanIaatan data tentang Irekuensi dan penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan
penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan.
Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan
penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang Irekuensi dan
penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat.
Dengan memanIaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat
dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.
Ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari tentang Irekuensi dan penyebaran penyakit
pada sekelompok manusia serta Iaktor penyebabnya melalui suatu pendekatan yang berpola
dan berstruktur yang dikenal dengan pendekatan epidemiologi.
Pendekatan epidemiologi adalah pola pendekatan yang mengandung rangkaian kegiatan
untuk mendapatkan keterangan tentang besarnya masalah kesehatan, upaya pengumpulan,
pengelolaan, penyajian dan interpretasi data.
Penelitian epidemiologi adalah jenis penelitian yang mengkaji problema kesehatan dengan
pendekatan komunitas. Dengan penelitian epidemiologi dapat diungkap kejadian, distribusi
dan determinan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu dalam masyarakat, dan Iaktor-
Iaktor yang berperan.

5. Bagan Epidemiologi




6. Penelitian Epidemiologi
Menurut sejarah perkembangan, epidemiologi dibedakan atas :
1. Epidemiologi klasik : terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta
terjadinya penyakit menurut konsep epidemiologi klasik.
Epidemiologi klasik terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta terjadinya
penyakit menurut konsep epidemiologi klasik. Wabah merupakan kejadian berjangkitnya
suatu penyakit dalam masyarakat dengan jumlah penderita meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan
malapetaka.
Wade Hampton Frost (1972), mendeIinisikan epidemiologi sebagai suatu pengetahuan
tentang Ienomena missal penyakit inIeksi atau sebagai riwayat alamiah penyakit menular. Di
sini tampak bahwa pada waktu itu penekanan perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada
masalah penyakit inIeksi yang mengenai masyarakat.
Greenwood (193), mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas di mana dikatakan
bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang
mengenai kelompok penduduk. Pengertian ini yang kemudian menjadi dasar berkembangnya
epidemiologi klasik yang disempurnakan ke dalam cakupan yang lebih luas lagi pada
epidemiologi modern.

2. Epidemiologi modern merupakan sekumpulan konsep yang digunakan dalam studi
epidemiologi yang terutama bersiIat analitik, selain untuk penyakit menular wabah dapat
diterapkan juga untuk penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak menular serta masalah-
masalah kesehatan lainnya.
Menurut bidang penerapannya, epidemiologi modern dibagi atas:
a. Epidemiologi lapangan
b. Epidemiologi komunitas
c. Epidemiologi klinik
Ruang lingkup epidemiologi lapangan & komunitas :
FENOMENA
Status kesehatan & Iisiologi
Penyakit & kematian
Perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
Determinan dari masing-masing tersebut diatas
Program intervensi dari masing-masing tersebut diatas
PENDUDUK
Karakteristik kelompok, misal: usia, jenis kelamin, dan kebudayaan
Karateristik perilaku
Faktor-Iaktor resiko dalam kelompok penduduk
Keadaan lingkungan
Ruang lingkup epidemiologi klinik
PERISTIWA
Populasi beresiko
Faktor resiko (rokok --~ usia)
Awitan penyakit
Diagnosis: gejala dan tanda, Ioto Ro toraks, sitologi sputum, biopsi
Terapi
Hasil akhir (kematian, penyakit, kesembuhan)



Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1. Epidemiologi deskriptiI, yaitu suatu penelitian yang tujuan utamanya melakukan eksplorasi
diskriptiI terhadap Ienomena kesehatam masyarakat yang berupa risiko ataupun eIek.
Epidemiologi deskriptiI adalah cabang epidemiologi yang mempelajari tentang kejadian dan
distribusi penyakit. Distribusi penyakit dikelompokkan menurut Iaktor orang (who), tempat
(where), dan waktu (when).
Karakteristik orang dapat dibedakan lagi menjadi Iaktor usia, jenis kelamin, golongan etnik,
status perkawinan, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan agama. Tujuan dari epidemiologi
deskriptiI ialah untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat
diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang. Faktor usia merupakan
variable yang harus diperhitungkan dalam studi epidemiologi. Faktor usia berhubungan
dengan rasio morbiditas dan rasio mortalitas dari suatu populasi. Hubungan Iaktor usia
dengan mortalitas secara umum dapat dikatakan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Hal ini disebabkan oleh beberapa Iaktor, antara lain Iaktor penyebab
penyakit, pengalaman terpapar penyakit, pekerjaan, kebiasaan hidup, dan adanya perubahan
dalam kekebalan tubuh. Sedangkan hubungan Iaktor usia dengan morbiditas terletak pada
Irekuensi penyakit, dan berat-ringannya suatu penyakit. Selain berhubungan dengan
mortalitas dan morbiditas suatu penyakit, Iaktor usia juga berhubungan dengan tipe,
kegawatan, dan bentuk klinis dari suatu penyakit.
Faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi distribusi masalah kesehatan. Beberapa penyakit
dilihat dari Irekuensinya dapat berbeda antara pria dan wanita. Hal ini dipengaruhi oleh
perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika, dan kondisi Iisiologis. Contoh penyakit yang
hanya menyerang wanita : karsinoma uterus, karsinoma mamae, karsinoma serviks, kista
ovarii, dan adneksitis. Contoh penyakit yang hanya menyerang pria : karsinoma penis, orsitis,
hipertroIi prostat, dan karsinoma prostat.
Faktor golongan etnik adalah sekelompok manusia dalam suatu populasi yang memiliki
kebiasaan hidup atau siIat biologis dan genetis yang sama. Golongan etnik dibedakan atas
ras, dan etnik atau suku bangsa. Pengelompokan menurut ras lebih didasarkan pada warna
kulit dan bentuk tubuh. Dikenal 3 ras utama, yakni caucasoid, negroid, dan mongoloid.
Adanya penyakit tertentu yang secara genetik berhubungan dengan ras yaitu sicle cell
anemia. Sedangkan pengelompokan dalam suku bangsa (etnik) didasarkan pada tempat
tinggal, adat istiadat, kebiasaan hidup, keadaan sosial ekonomi, maupun susunan
makanannya. Timbulnya perbedaan Irekuensi penyakit atau kematian mungkin disebabkan
oleh hal-hal tersebut. Contohnya adalah perbedaan pengalaman penyakit malaria ataupun
Iilaria bagi penduduk Jawa dan Irian Jaya.

2. Epidemiologi analitik yaitu penelitian ini mencoba untuk menggali bagaimana dan
mengapa Ienomena kesehatan dapat terjadi yaitu dengan melakukan analisis hubungan antar
Ienomena, baik antara Iaktor risiko dengan eIek, antar Iaktor risiko, maupun antar eIek,
terdiri dari :
a. Non eksperimental (Observasi) adalah suatu penelitian dimana pengamatan terhadap
Ienomena kesehatan dilakukan dalam keadaan apa adanya tanpa intervensi peneliti.
1) Studi kohort / Iollow up / incidence / longitudinal / prospektiI studi. Kohort diartikan
sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).
Pada penelitian kohort dilakukan perbandingan antara kelompok terpapar dengan kelompok
tidak terpapar kemudian dilihat akibat yang ditimbulkannya. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan waktu secara longitudinal, atau 'period time approach. Karena Iaktor
risiko diidentiIikasi lebih dulu dan yang ingin dilihat adalah eIeknya, maka penelitian ini
desebut penelitian prospektiI, yaitu melihat kedepan kejadian yang berhubungan dengan
kesakitan.
Penelitian diawali dengan kelompok yang terpapar Iaktor resiko dan kelompok yang tak
terpapar Iaktor resiko selanjutnya diikuti dalam jangka waktu yang ditentukan kemudian
dievaluasi timbulnya penyakit atau tidak timbul penyakit pada kedua kelompok. Penelitian ini
disebut juga 'incidence study' karena dengan penelitian ini diperoleh insiden suatu penyakit
(Kuntoro, H. 2006.).
Studi kohort, juga biasa disebut Iollow up atau studi insidens, bermula dari sejumlah
kelompok orang (kohort) yang bebas dari penyakit, yang diklasiIikasikan ke dalam subgrup
berdasarkan tingkat pajanan kepada kejadian potensial penyakit atau outcome. Kelompok-
kelompok studi dengan karakteristik tertentu yang sama (yaitu pada awalnya bebas dari
penyakit) tetapi memiliki tingkat keterpaparan yang berbeda, dan kemudian dibandingkan
insidensi penyakit yang dialaminya selama periode waktu, disebut kohort. Ciri-ciri lainnya
dari studi kohort adalah dimungkinkannya penghitungan laju insidensi dari masing-masing
kelompok studi (Kuntoro, H. 2006.).
Ada beberapa kelebihan dalam studi kohort. Pertama, studi kohort dilakukan sesuai dengan
logika eksperimental dalam membuat inIerensi kausal, yaitu penelitian dimulai dengan
menentukan Iaktor penyebab (anteseden) diikuti dengan akibat (konsekuen). Kedua, peneliti
dapat menghitung laju insidensi. Ketiga, studi kohort sesuai untuk meneliti paparan yang
langka (misalnya Iaktor-Iaktor lingkungan). Keempat, studi kohort memungkinkan peneliti
mempelajari sejumlah eIek serentak dari sebuah paparan. Kelima, pada studi kohort
prospektiI, kemungkinan terjadi bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan status
paparan adalah kecil, sebab penyakit yang diteliti belum terjadi. Keenam, karena bersiIat
observasional, maka tidak ada subjek yang sengaja dirugikan karena tidak mendapatkan
terapi yang bermanIaat (Kuntoro, H. 2006.).
Studi kohort juga memiliki berbagai kelemahan. Kelemahan utama, rancangan studi kohort
prospektiI lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada studi kasus kontrol
atau studi kohort retrospektiI. Kedua, tidak eIisien dan tidak praktis untuk mempelajari
penyakit yang langka, kecuali jika ukuran besar atau prevalensi penyakit pada kelompok
terpapar cukup tinggi. Ketiga, subjek dapat saja hilang atau pergi selama penelitian. Keempat,
karena Iaktor penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu pada awal penelitian, maka studi
kohort tidak cocok untuk merumuskan hipotesis tentang Iaktor-Iaktor etiologi lainnya untuk
penyakit itu, tatkala penelitian terlanjur berlangsung (Kuntoro, H. 2006.).
2) Studi kasus control / case control study / studi retrospektiI. Tujuannya mencari Iaktor
penyebab penyakit.
Pada penelitian kasus kontrol dilakukan perbandingan antara kelompok populasi yang
menderita penyakit dengan yang tidak menderita penyakit kemudian dicari Iaktor
penyebabnya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan waktu secara longitudinal, atau
'period time approach. Karena yang diketahui adalah eIek dan yang ingin dilihat adalah
Iaktor risiko maka siIat penelitian ini disebut penelitian retrospektiI yaitu melihat kembali
kebelakang kejadian yang berhubungan dengan kesakitan.
Penelitian diawali dengan penentuan kelompok 'disease dan kelompok 'non disease'.
Selanjutnya di lacak kemungkinan adanya Iaktor resiko di masa lampau yang ada kaitannya
dengan timbulnya 'disease' yang dipelajari. Dalam melacak adanya Iaktor resiko tentunya
ada kelemahannya yaitu bias karena individu diminta untuk mengingat tentang apa yang
pernah dialaminya dalam terpapar Iaktor resiko di masa lampau. Bias tersebut dikenal dengan
'recall bias'. Peluang bias lebih besar pada kelompok 'non disease dibandingkan kelompok
'disease (Kuntoro, H. 2006.).
Studi kasus kontrol mengikuti paradigma yang menelusuri dari eIek ke penyebab. Di dalam
studi kasus kontrol, individual dengan kondisi khusus atau berpenyakit (kasus) dipilih untuk
dibandingkan dengan sejumlah indivual yang tak memiliki penyakit (kontrol). Kasus dan
kontrol dibandingkan dalam hal sesuatu yang telah ada atau atribut masa lalu atau pajanan
menjadi sesuatu yang relevan dengan perkembangan atau kondisi penyakit yang sedang
dipelajari (Kuntoro, H. 2006.).
Studi kasus kontrol merupakan salah satu rancangan riset epidemiologi yang paling popular
belakangan ini karena kekuatan yang dimilikinya. Kelebihan studi kasus kontrol anatara lain,
relatiI murah, relatiI cepat, hanya membutuhkan perbandingan subjek yang sedikit, tak
menciptakan subjek yang berisiko, cocok untuk studi dari penyakit yang aneh ataupun
penyakit yang memiliki periode laten lama, dan sebagainya (Kuntoro, H. 2006.).
Studi kasus kontrol memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah studi kasus
kontrol memiliki metodologi kausal yang bertentangan dengan logika eksperimen klasik.
Logika 'normal penelitian hubungan kausal paparan dan penyakit lazimnya diawali dengan
identiIikasi paparan (sebagai penyebab) kemudian diikuti selama periode tertentu untuk
melihat perkembangan penyakit (sebagai akibat). Studi kasus kontrol melakukan hal yang
sebalikanya : melihat akibatnya dulu, baru menyelidiki apa penyebabnya. Kelemahan-
kelemahan yang lain adalah studi kasus kontrol tidak eIisien untuk mempelajari paparan-
paparan yang langka, peneliti tak dapat menghitung laju insidensi penyakit baik populasi
yang terpapar maupun yang tak terpapar karena subjeknya dipilih berdasarkan status
penyakit, tidak mudah untuk memastikan hubungan temporal antara paparan dan penyakit
(Kuntoro, H. 2006.).
3) Studi Cross Sectional Study / studi potong lintang / studi prevalensi atau survey yaitu
merupakan penelitian untuk mempelajari hubungan antara Iaktor-Iaktor risiko dengan eIek
dengan pendekatan atau observasi sekaligus pada suatu waktu tertentu. Disebut juga
penelitian transversal karena model yang digunakan adalah 'Point time Approach.
Pendekatan suatu saat bukan dimaksudkan semua subyek diamati pada saat yang sama
melainkan tiap subyek hanya diamati satu kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap suatu
karakter atau variabel pada saat pemeriksaan.
Penelitian ini disebut juga 'prevalence study karena dari penelitian ini diperoleh prevalensi
suatu penyakit. Penelitian ini disebut juga 'correlational study' karena bisa digunakan untuk
mengukur kuatnya hubungan antara Iaktor resiko dengan penyakit. Dikatakan 'cross-
sectional study' karena Iaktor resiko dan penyakit diamati pada waktu yang bersamaan.
Penelitian ini tidak bisa digunakan untuk membuktikan hubungan sebab akibat (Kuntoro, H.
2006.).
Cross-sectional studi ini adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
penyakit dan paparan (Iaktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit
serentak pada individu-individu dari populasi tunggal pada satu saat atau satu periode. Tujuan
studi ini adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-dterminannya
pada populasi sasaran (Kuntoro, H. 2006.).
Kelebihan studi belah lintang ialah mudah untuk dilakukan dan murah, sebab tidak
memerlukan Iollow-up. Jika tujuan penelitian sekadar mendeskripsikan distribusi penyakit
dihubungkan dengan Iaktor-Iaktor penelitian, maka studi potong lintang adalah rancangan
studi yang cocok, eIisien, dan cukup kuat di segi metodologik. Selain itu, studi belah-lintang
tak memaksa subjek untuk mengalami Iaktor yang diperkirakan bersiIat merugikan kesehatan
'Iaktor resiko (Kuntoro, H. 2006.).
Kelemahan studi belah-lintang adalah tidak tepat digunakan untuk menganalisis hubungan
kausal paparan dan penyakit. Hal ini disebabkan karena validitas penilaian hubungan kausal
yang menuntut sekuensi waktu yang jelas antara paparan dan penyakit (yaitu, paparan harus
mendahului penyakit) sulit untuk dipenuhi pada studi ini (Kuntoro, H. 2006.).

b. Eksperimental atau penelitian intervensi adalah penelitian eksperimental yang dilakukan
terhadap masyarakat. Peneliti memberikan perlakuan atau manipulasi pada masyarakat,
kemudian eIek perlakuan tersebut diobservasi, baik secara individual maupun kelompok.
Penelitian dapat melakukan manipulasi / mengontrol Iaktor-Iaktor yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk menentukan cause and
eIIect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit
maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya.
1) Randomized Control Trial
Randomized control trial (atau randomized clinical trial) adalah sebuah eksperimen
epidemiologi yang mempelajari sebuah pencegahan atau cara hidup yang dapat mengobati.
Subjek dalam populasi adalah kelompok yan acak, biasanya disebut perawatan dan kelompok
kontrol, dan hasilnya diperoleh dengan membandingkan hasil dari dua atau lebih kelompok.
Hasil yang diinginkan dapat saja berbeda tetapi, mungkin saja perkembangan penyakit baru
atau sembuh dari penyakit yang telah ada.
Kita dapat memulainya dari menentukan populasi dengan acak untuk mendapatkan perawatan
baru atau perawatan yang telah ada, dan kita mengikuti subjek dalam setiap grup untuk
mengetahui seberapa banyak subjek yang mendapatkan perawatan baru berkembang
dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada. Jika perawatan menghasilkan
outcome yang lebih baik, kita dapat berharap untuk mendapatkan outcome yang lebih baik
pada subjek dengan perawatan baru dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada.
Randomized trial dapat dipakai untuk berbagai macam tujuan. Cara ini dipakai untuk
mengevaluasi obat-obatan baru dan perawatan lain tentang penyakit, termasuk test teknologi
kesehatan dan perawatan medis yang baru. Juga bisa digunakan untuk memperkirakan
program yang baru untuk skrining dan deteksi dini, atau cara baru mengatur dan
mengantarkan jasa kesehatan.
2) Field Trial / Eksperimen Lapangan
Ekperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan individu-
individu yang belum sakit sebgai subyek. Mirip dengan studi kohort prospektiI, rancangan ini
diawali dengan memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi
dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, lalu diikuti perkembangannya apakah
subyek itu sakit atau tidak. Berbeda dengan studi kohort, peneliti menentukan dengan sengaja
alokasi Iaktor penelitian kepada kelompok-kelompok studi.
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi kemudian
dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan. Jika laju kejadian penyakit dalam populasi
rendah, maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subjek yang sangat besar pula.
Pada ekperimen lapangan kerap kali peneliti harus mengunjungi subyek penelitian di
'lapangan. Peneliti dapat juga mendirikan pusat penelitian di mana dilakukan pengamatan
dan pengumpulan inIormasi yang dibutuhkan dengan biaya yang ekstra.
3) Community Trial / Intervensi Komunitas
Intervensi komunitas adalah studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas, bukan
kepada individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi tidak
mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu.
Contoh intervensi ini adalah riset tentang eIektivitas Ilurodasi air minum untuk mencegah
karies pada masyarakat. Riset Newburgh-Kingston (Ast et al., 1950) memberikan natrium
Ilorida pada tempat-tempat penyediaan air minum yang dikonsumsi oleh komunitas
(Newburgh). Komunitas lainnya (Kingston) menerima air minum seperti sebelumnya (tanpa
suplementasi Iuor). Eksperimen ini memperlihatkan kemaknaan pengaruh Iloridasi, baik
secara statistik maupun klinik, dalam mengurangi kerusakan, kehilangan, dan pergerakan gigi
masyarakat.

Perbedaan Penelitian DeskriptiI dan Penelitian Analitik
Penelitian Epidemiologi DiskriptiI
2 Hanya menjelaskan keadaan suatu masalah kesehatan (who, where, when)
2 Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan interpretasi data hanya pada suatu kelompok
masyarakat saja
2 Tidak bermaksud membuktikan suatu hipotesa
Penelitian Epidemiologi Analitik
2 Juga menjelaskan mengapa suatu masalah kesehatan timbul di masyarakat (why)
2 Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan interpretasi data dilakukan terhadap dua
kelompok masyarakat
2 Bermaksud membuktikan suatu hipotesa


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Epidemiologi Eksperimental
Epidemiologi Eksperimental atau penelitian intervensi adalah penelitian eksperimental yang
dilakukan terhadap masyarakat. Peneliti memberikan perlakuan atau manipulasi pada
masyarakat, kemudian eIek perlakuan tersebut diobservasi, baik secara individual maupun
kelompok. Penelitian dapat melakukan manipulasi / mengontrol Iaktor-Iaktor yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk
menentukan cause and eIIect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi,
kontrol, terhadap penyakit maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya.
1) Randomized Control Trial
Randomized control trial (atau randomized clinical trial) adalah sebuah eksperimen
eoidemiologi yang mempelajari sebuah pencegahan atau cara hidup yang dapat mengobati.
Subjek dalam populasi adalah kelompok yan acak, biasanya disebut perawatan dan kelompok
kontrol, dan hasilnya diperoleh dengan membandingkan hasil dari dua atau lebih kelompok.
Hasil yang diinginkan dapat saja berbeda tetapi, mungkin saja perkembangan penyakit baru
atau sembuh dari penyakit yang telah ada.
Kita dapat memulainya dari menentukan populasi dengan acak untuk mendapatkan perawatan
baru atau perawatan yang telah ada, dan kita mengikuti subjek dalam setiap grup untuk
mengetahui seberapa banyak subjek yang mendapatkan perawatan baru berkembang
dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada. Jika perawatan menghasilkan
outcome yang lebih baik, kita dapat berharap untuk mendapatkan outcome yang lebih baik
pada subjek dengan perawatan baru dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada.
2) Field Trial / Eksperimen Lapangan
Ekperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan individu-
individu yang belum sakit sebgai subyek. Mirip dengan studi kohort prospektiI, rancangan ini
diawali dengan memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi
dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, lalu diikuti perkembangannya apakah
subyek itu sakit atau tidak. Berbeda dengan studi kohort, peneliti menentukan dengan sengaja
alokasi Iaktor penelitian kepada kelompok-kelompok studi.
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi kemudian
dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan. Jika laju kejadian penyakit dalam populasi
rendah, maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subjek yang sangat besar pula.
Pada ekperimen lapangan kerap kali peneliti harus mengunjungi subyek penelitian di
'lapangan. Peneliti dapat juga mendirikan pusat penelitian di mana dilakukan pengamatan
dan pengumpulan inIormasi yang dibutuhkan dengan biaya yang ekstra.
3) Community Trial / Intervensi Komunitas
Intervensi komunitas adalah studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas, bukan
kepada individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi tidak
mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu. Contoh intervensi ini adalah riset
tentang eIektivitas Ilurodasi air minum untuk mencegah karies pada masyarakat. Riset
Newburgh-Kingston (Ast et al., 1950) memberikan natrium Ilorida pada tempat-tempat
penyediaan air minum yang dikonsumsi oleh komunitas (Newburgh). Komunitas lainnya
(Kingston) menerima air minum seperti sebelumnya (tanpa suplementasi Iuor). Eksperimen
ini memperlihatkan kemaknaan pengaruh Iloridasi, baik secara statistik maupun klinik, dalam
mengurangi kerusakan, kehilangan, dan pergerakan gigi masyarakat.

3.2 Analisis Skenario berdasarkan KlasiIikasi Epidemiologi
Pada dasarnya studi epidemiologi dapat dilakukan apabila terdapat masalah yang terjadi.
Keseluruhan uji dapat dapat dilakukan dan digunakan untuk menjawab berbagai
permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat, baik masalah yang mengenai masalah
kesehatan dalam kependudukan ataupun Ienomena yang terjadi disekitarnya.
Pada skenario, digunakan metode epidemiologi modern, dimana lingkup yang menjadi pokok
bahasan adalah kasus karies gigi yang terjadi pada daerah Argosari dengan unit terapan
berupa populasi masyarakat Argosari yang bekerja sebagai buruh pabrik kakao yang sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Metode investigasi yang dilakukan oleh dr. Elok pertama adalah epidemiologi deskriptiI
dimana pada epidemiologi deskriptiI tersebut dapat dipelajari peristiwa dan distribusi serta
Irekuensi dari peristiwa yang akan diteliti. Epidemiologi deskriptiI umumnya dilaksanakan
jika tersedia sedikit inIormasi yang diketahui mengenai kejadian, riwayat alamiah dan Iaktor
yang berhubungan dengan penyakit.

1. Frekuensi masalah kesehatan
Frekuensi yang dimaksudkan disini menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang
terdapat pada sekelompok manusia / masyarakat. Untuk dapat mengetahui Irekuensi suatu
masalah kesehatan dengan tepat, ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu :
a. Menemukan masalah kesehatan yang dimaksud.
b. Melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.

2. Distribusi ( Penyebaran ) masalah kesehatan.
Yang dimaksud dengan penyebaran / distribusi masalah kesehatan disini adalah menunjuk
kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu
yang dimaksudkan dalam epidemiologi adalah :
a. Menurut Ciri ciri Manusia ( MAN )
b. Menurut Tempat ( PLACE )
c. Menurut Waktu ( TIME )

Setelah melakukan studi epidemiologi deskriptiI, drg. Elok melakukan studi epidemiologi
analitik.

1. Determinan ( Faktor Iaktor yang mempengaruhi )
Yang dimaksud disini adalah menunjuk kepada Iactor penyebab dari suatu penyakit / masalah
kesehatan baik yang menjelaskan Irekuensi, penyebaran ataupun yang menerangkan
penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 langkah yang lazim
dilakukan yaitu :
a. Merumuskan hipotesa tentang penyebab yang dimaksud.
b. Melakukan pengujian terhadap rumusan hipotesa yang telah disusun.
c. Menarik kesimpulan.

Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan :
1. Menjelaskan Iaktor-Iaktor resiko dan kausa penyakit.
2. Memprediksikan kejadian penyakit
3. Memberikan saran strategi intervensi yang eIektiI untuk pengendalian penyakit.

Berdasarkan peran epidemiologi analalitik dibagi 2 :
Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross
sectional) dan Studi Kohort.
Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled Trial
/RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi), Iield control, community trial.


BAB IV
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Epidemiologi Eksperimental
1) Randomized Control Trial
Merupakan sebuah eksperimen epidemiologi yang mempelajari sebuah pencegahan atau cara
hidup yang dapat mengobati. Subjek dalam populasi adalah kelompok yan acak, biasanya
disebut perawatan dan kelompok kontrol, dan hasilnya diperoleh dengan membandingkan
hasil dari dua atau lebih kelompok.
2) Field Trial
Merupakan jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan individu-individu yang
belum sakit sebgai subyek. Mirip dengan studi kohort prospektiI, rancangan ini diawali
dengan memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi dalam
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, lalu diikuti perkembangannya apakah subyek
itu sakit atau tidak. Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua
kelompok studi kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan.
3) Community Trial
Merupakan studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas, bukan kepada individu-
individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi tidak mungkin atau tidak
praktis dilakukan kepada individu.

2. Analisis skenario berdasarkan klasiIikasi epidemiologi
Pada skenario, digunakan metode epidemiologi modern, dimana lingkup yang menjadi pokok
bahasan adalah kasus karies gigi yang terjadi pada daerah Argosari dengan unit terapan
berupa populasi masyarakat Argosari yang bekerja sebagai buruh pabrik kakao yang sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Metode investigasi yang dilakukan oleh dr. Elok pertama adalah epidemiologi deskriptiI
dimana pada epidemiologi deskriptiI tersebut dapat dipelajari peristiwa dan distribusi serta
Irekuensi dari peristiwa yang akan diteliti. Setelah melakukan studi epidemiologi deskriptiI,
drg. Elok melakukan studi epidemiologi analitik.

DAFTAR PUSTAKA

Beaglehole, R., R. Bonita, T. Kjellstrom. Basic Epidemiology. Geneva : World Health
Organization. 1993.
Budiarto, Eko. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002.
Bustan, M. N., A. Arsunan. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta. 1997.
Chandra, Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : EGC. 1996.
Gordis, Leon. Epidemiology Third Edition. Philadelpia: Elsevier Saunders, 200.
Kuntoro, H. Jurnal Konsep Desain Penelitian. Surabaya: Guru Besar Ilmu Biostatistika dan
Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2006.
Murti, Bhisma. Prisnsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1997.
Notoatmodjo, Soekidjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei.
Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Schlesselman, James J. Case-Control Studies. New York : OxIord University Press. 1982.
Wahiduddin. Epidemiologi. FKM UNHAS. February 21, 2009. http://www.unhas.ac.id/
(accessed November 13 , 2009).
Diposkan oleh Amelia Aya di 09:8 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Label: IKGM
Posting Lama Beranda
Langgan: Entri (Atom)
ute Pictures of Kittens
Pengikut
Arsip Blog
O 2010 (26)
4 September (26)
Perawatan Saluran Akar
Epidemiologi
Macam Pasta Gigi
Antiseptik
Komposisi Porselen Dental
Bahan Cetak
Komposisi Amalgam
Anemia
Trikomoniasis
Oral Lichen Planus
Diabetes Mellitus
ManiIestasi Sindrom Down pada Rongga Mulut
Parkinson dan Epilepsi
Crohn Disease
Tumor Jinak Rongga Mulut
Lesi Praganas Rongga Mulut
Degenerasi
Candida Albicans
Polishing
Logam
Resin Akrilik
Dental Wax - Malam
Bahan Gipsum
Pengaturan Suhu Tubuh
Pencernaan
LiIe is..
Mengenai Saya

Amelia Aya
I love my GOD, the Almighty Allah SWT.. I love the Prophet Muhammad SAW.. I
love my Iamily, especially my mom and daddy, also my lovely brother.. I am a dentist
and a mother to be.. and now, I am just a little girl which have so much dreams and
try to Iind a place in this world..
Lihat proIil lengkapku
Yahoo News: Top Stories
Template Watermark. Gambar template oleh belknap. Didukung oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai