Prinsip analisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuensi radiasi yang dipancarkan terkarakterisasi untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal dengan SEA (spektroIotometer emisi atom). Untuk AAS keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. arutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum ambert-Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektroIotometri UV -Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar. II. SISTEM ATOMISASI SAMPEL PADA AAS Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh pada detektor, dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. angkah-langkah proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci. Secara ideal Iungsi dari sistem atomisasi (source) adalah : 1. engubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom Iasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perlakuan awal. 2. elakukan seperti pada point (1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi. 3. Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel. 4. endapatkan sinyal analitik sebagai Iungsi sederhana dari konsentrasi tiap-tiap elemen, yakni agar gangguan (interIerensi) dan pengalih matriks (media) sampel menjadi minimal. 5. emberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate). 6. endapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah. 7. emudahkan operasi. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengatomkan unsur logam, yang pada umumnya menggunakan energi panas yang dihasilkan baik dengan nyala api (Flame Atomi:ation) maupun dengan energi listrik (Graphite Furnance Atomi:ation). Untuk memperoleh uap teratomisasi yang optimum maka suhu harus diatur dengan baik. Apabila suhu terlalu tinggi maka atom tidak hanya terdisosiasi, tetapi juga dengan segera akan mengalami ionisasi sehingga tidak menyerap panjang gelombang yang diharapkan dan malah menggangu hasil pengamatan. Berikut adalah dua buah sistem atomisasi yang sering digunakan. 1. Sistem Atomisasi Nyala (Flame Atomi:ation) Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama yaitu sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen, sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen (asetilen sebagai bahan bakar, udara sebagai pengoksidasi) dan N 2 O- asetilen (asetilen sebagai bahan bakar, Nitrous Oksida sebagai pengoksidasi). Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga Iluoresensi. a. Nyala udara-asetilen Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS, temperarur nyala-nya yang lebih rendah (mencapai 2200 C) mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. b. Nyala Nitrous oksida-asetilen Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relatiI tinggi (mencapai 3000 C). Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, o, Si, So, Ti, V danW. Cara kerja pengatoman dengan nayala api ini adalah: 1. Bahan bakar dan zat pengoksidasi diumpankan ke mixing chamber melalui sederetan baIel menuju ke burnner head. Pemasangan baIel dimaksudkan agar pencampuran antara bahan bakar oxidant terjadi dengan sempurna. 2. arutan sampel disuntikkan ke mixing chamber dengan air fet yang kecil, sehingga menghasilkan tetes cairan dengan ukuran yang bermacam-macam. Tetes yang besar setelah menumbuk mixing baffle terpecah menjadi lebih kecil sehingga ketika sampai pada nyala api di burner head, tetes cairan telah mencapai ukuran yang seragam. Kelemahan atomisasi dengan cara ini adalah kira-kira hanya 10 dari sampel yang masuk ke mixing chamber yang dapat teratomisasi karena sebagian besar keluar melalui drain (dibagian bawah mixing chamber). agi pula waktu tinggal atom-atom dalam nyala kira-kira hanya 10 -5 10 -4 detik. 2. Sistem Atomisasi dengan Elektrotermal (Graphite Furnance Atomi:ation) Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Pada atomisasi dengan cara ini, digunakan tabung kecil yang terbuat dari graIit dengan diameter dalam berukuran beberapa milimeter dan panjang kira-kira 1 cm. Di bagian atas tabung terdapat lubang kecil untuk memasukkan sampel sedangkan dibagian bawahnya biasanya datar atau sedikit cekung dimana sampel yang telah dimasukkan akan terletak. Cara pengatoman sampelnya adalah setelah sampel dimasukkan ke dalam tabung graIit, lalu tabung itu dipanaskan dalam furnance dengan arus listrik. Kuat arus yang digunakan biasanya sekitar 300 A dan voltasenya kira-kira 10 V. Untuk mencapai suhu 3000 C diperlukan daya sebesar 3 kW. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu: a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan, b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik, dan c. Tahap atomisasi. Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, HI, Nd, Ho, a, u, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit. Petunjuk praktis penggunaan GFAAS: 1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat. 2. SulIat dan IosIat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku. 3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interIerensi dapat terjadi pada sampel dan standard. Keuntungan penggunaan sistem pengatoman ini adalah: 1. Semua sampel yang dimasukkan ke dalam tabung akan teratomisasi dan berkontribusi dalam penyerapan radiasi sinar lampu katoda. 2. Atom-atom yang terbentuk terperangkap di dalam tabung sehingga waktu tinggalnya lebih lama (kira-kira 10 -3 10 -2 detik) dari pada waktu tinggal atom-atom dalam sistem pengatoman dengan nyala api. 3. Sensitivitas pembacaan konsentrasi bisa 1000 kali lebih besar dari pada sensitivitas pembacaan konsentrasi pada sistem pengatoman dengan nyala api. 4. Volume sampel yang diperlukan untuk satu kali pengukuran hanya beberapa mikroliter. 5. Sensitivitas pembacaan massa sampai kisaran 10 -12 gram. III. PENYIAPAN SAMPEL DENGAN SISTEM PENGABUAN BASAH Sampel padat dapat dilarutkan dalam satu macam asam atau campuran dari beberapa jenis asam. Asam-asam yang bisa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat, air raja (campuran 3:1 HCl dan HNO 3 ), asm perklorat, asam Iluorida, dan asam sulIat. Pemilihan jenis asam bergantung pada jenis logam yang akan dilarutkan. Sebagai contoh, sebagian besar logam akan larut dalam asam klorida, asam nitrat, atau air raja. Adapun sampel biologi dengan jaringan yang kompleks akan larut dengan baik dalam asam perklorat atau asam sulIat. Asam perklorat juga banyak dimanIaatkan untuk memecah ikatan-ikatan kompleks Iluorida. Ikatan silikat dalam sampel geologi atau biologi dapat dipecah oleh asam klorida. Asam-asam yang digunakan untuk pelarutan ini harus dalam kemurnian yang sangat tinggi. Untuk analisi pada umumnya, grade 'Analar sudah cukup baik, tetapi untuk analisis- analisis pada tingkat ppb, sebaiknya digunakan asam 'Aristar atau 'Suprapur. Biasanya pelarutan dengan asam dapat dilakukan dengan gelas pyrex, tetapi jika menggunakan asam Iluorida atau melarutkan logam-logam semacam natrium, sebaiknya digunakan wadah berlapis teIlon atau platina. IV. METODA ADISI STANDAR etoda ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. angkah-langkahnya sebagai berikut. Siapkan 3 sampai 5 cuvet, dan isilah dengan sampel yang belum diketahui konsentrasinya dengan jumlah yang sama. Kepada masing-masing cuvet tersebut tambahkan larutan standard dengan jumlah yang berbeda. Sisakan sebuah cuvet yang tidak diisi dengan larutan standard. Tambahkan aquadest pada masing-masing cuvet sehingga jumlah cairan / larutannya menjadi sama. Ukurlah masing-masing larutan itu dengan AAS untuk menentukan absorbance value-nya. Kemudian buatlah kurva kerja konsentrasi vs harga absorbance. Kurva ini berupa garis lurus yang tidak melalui titik 0. Harga konsentrasi untuk larutan yang diukur terletak pada sumbu x positiI () dan juga sumbu x arah negatiI (-) dengan interval (skala) yang sama dengan sumbu x arah positiI. Harga absorbance dicantumkan pada sumbu y. Anggaplah bahwa kurva kerja, yaitu absorbance vs konsentrasi adalah linear sampai pada konsentrasi yang rendah, perpanjanglah garis itu sampai pada harga/nilai absorbance 0. Titik potong garis tersebut dengan sumbu x (pada saat harga absorbance 0) menunjukkan konsentrasi larutan sampel. Pada cara ini, konsentrasi yang didapatkan dengan prosedur di atas harus dikalikan dengan banyaknya pengenceran, karena sebelumnya sampel mengalami pengenceran. Adapun dengan cara yang lebih sederhana dan dengan analisis kuantitatiInya adalah sebagai berikut. Dua volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu tarutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. enurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut : Ax k.Cx AT k(Cs Cx) Dengan, Cx konsentrasi zat sampel Cs konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel Ax Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar) Ar Absorbansi zat sampel zat standar Jika kedua persarnaan diatas digabung akan diperoleh: Cx Cs x Ax/(AT - Ax)} Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektroIotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu graIik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasi ke AT 0, sehingga diperoleh: Cx Cs x Ax/(O - Ax)} ; Cx Cs x (Ax /-Ax) Cx Cs x ( -1) atau Cx - Cs Pada cara ini komposisi sampel yang diperiksa adalah sama, sehingga penyimpangan pengukuran karena zat kimia dan karena siIat Iisik dapat ditiadakan. Oleh karena itu, cara ini sangat baik untuk menganalisis sampel dengan komposisi yang tidak diketahui. Apabila menggunakan pengukuran/analisis dengan metode ini hal-hal berikut harus diperhatikan. O SiIat-siIat dari unsur yang akan dianalisis harus diketahui, karena cara ini baik untuk daerah konsentrasi yang ditunjukkan oleh garis lurus. etode ini tidak dapat digunakan untuk konsentrasi yang ditunjukkan oleh lengkungan kurva kalibrasi. O Jika konsebtrasi dari larutan yang tidak diketahui konsentrasinya (hendak dianalisis) dinaikkan, haruslah mendekati larutan standard. Bila perbedaan konsentrasi itu terlalu besar, akan memudahkan terjadinya kesalahan. O Harus disiapkan sampel yang tidak ditambahkan larutan standard (hanya sampel yang akan dianalisis). O Jika sampel mengandung zat yang dapat menyebabkan sinar atau penyerapan sinar oleh molekulnya, maka cara ini tidak dapat untuk mengoreksinya. Koreksi dilakukan dengan cara lain (misal : dengan deuterium discharge lamp).