PEMBAHASAN
2.1Pengertian Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktiI membangun
pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Pendekatan konstrukitivistik dalam belajar dan pembelajaran didIasarkan pada
perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitiI dan psikologi sosial,
sebagaimana teknik-teknik dalam modiIikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant
conditioning dalam psokologi behavioral. Premis dasarnya adalah bahwa individu harus
secara aktiI `Membangun pengetahuan dan keterampilannya (Brunner, 1990) dan
inIormasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh pelajar dari
lingkungan di luar dirinya.
Berbeda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan
yang bersiIat mekanistik antara stimulus dan respons, konstruktivisme memahami hakikat
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara
mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Pengetahuan itu sendiri
rekaan dan bersiIat tidak stabil. Oleh karena itu, pemahaman yang diperoleh manusia
senantiasa bersiIat tentatiI dan tidak lengkap. Pemahaman manusia akan semakin mendalam
dan kuat teruji dengan pengalaman-pengalaman baru.
Menurut kaum konstruktivis (Suparno, 1997) belajar merupakan suatu proses aktiI
siswa mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman Iisis, dan lain-lain. Belajar juga
merupakan suatu proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan. Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk
menemukan sesuatu. Siswa harus mendapatkan pengalaman berhipotesis dan memprediksi,
memanipulasi objek, mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, berimajinasi, meneliti dan
menemukan, dalam upaya mengembangkan konstruk-konstruk baru.
Sagala (2003) menyatakan bahwa Konstruktivisme merupakan landasan berIikir
(IilosoIi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Manusia
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Dari sini jelas diperlukan proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa, dengaan model instruksional yang aktiI. Siswa harus membangun pengetahuannya
secara aktiI dan guru berperan sebagai mediator yang baik.
Menurut model konstruktivis, pengetahuan dibangun di dalam pikiran siswa. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun pengertian, siswa tidak dapat melakukannya secara
sederhana dengan mereIleksikan apa yang diberitahukan kepada mereka atau apa yang
mereka baca. Siswa mencari makna dan akan mencoba untuk menemukan regularitas dan
urutan dalam kejadian-kejadian dalam dunia meski inIormasi-inIormasinya tidak lengkap.
Fosnot (2003) mengemukakan empat prinsip dasar konstruktivisme sebagai berikut:
1. Pengetahuan terdiri dari konstruksi masa silam (past construction). Kita
mengkonstruksi pengalaman kita tentang dunia obyek dengan memandang melalui
suatu kerangka logis yang mentransIormasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi
pengalaman kita. Fosnot juga mengemukakan doktrin Piaget bahwa struktur-struktur
logis itu berkembang melalui suatu proses regulasi diri yang analog dengan
perkembangan biologis.
2. Pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui asimilasi dan akomodasi. Kita
menggunakan asimilasi sebagai suatu kerangka logis dalam rangka menginter pretasi
inIormasi baru, dan akomodasi dalam rangka memecahkan konradiksi-kontradiksi
sebagai bagian dari proses regulasi diri yang lebih luas.
3. Mengacu kepada belajar sebagai suatu proses organik dalam penemuan, lebih
daripada suatu proses mekanik dalam mengakumulasi. Konstruktivisme mengambil
posisi bahwa siswa harus mendapat pengalaman berhipotesis dan memprediksi,
memanipulasi objek, mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, berimajinasi,
meneliti dan menemukan, dalam upaya mengembangkan konstruk-konstruk baru.
Dari perspektiI ini, jelas diperlukan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,
dengan model instruksional yang aktiI. Siswa harus membangun pengetahuannya
secara aktiI dan guru berperan sebagai mediator yang kreatiI.
4. Mengacu kepada mekanisme yang memungkinkan berlangsungnya perkembangan
kognitiI. Belajar bermakna terjadi melalui reIleksi dan pemecahan konIlik kognitiI.
Fosnot menekankan bahwa konIlik kognitiI terjadi hanya jika siswa mengalami