Anda di halaman 1dari 101

No. 28 .

NOMOR KHUSUS
CERMIN DUNIA KEDOKTERAN

Simposium Nasional
Masalah Penyakit Ginjal dan
Saluran Air Kemih di lndonesia
Menuju Penanggulangan yang Tepat dan
Rasional, Masa Kini & Mendatang.

PENYELENGGARA
PANITIA HUT XXX FAKULTAS KEDOKTERAN USU
EDITOR KHUSUS : dr. Harun Rasyid Lubis
dr. Usul Sinaga
dr. Ramsi Lutan

Medan, 20 — 21 Agustus 1982


Diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun
ke 16 PT Kalbe Farma
Daftar Isi

4 Kata Pengantar
5 Renal Problems in the Tropics
7 Pengelolaan Gagal Ginjal Akut
17 Anuria
19 Penanggulangan Gagal Ginjal Kronik dan Kemajuannya

22 Hipertensi Renal
26 Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer
32 Pemilihan dan Dosis Obat pada Penderita Payah Ginjal
41 Penyakit Ginjal pada Kehamilan
51 Penyakit Ginjal yang Utama pada Anak di RS Dr. Pirngadi Medan

53 Pengelolaan Penderita dengan Keluhan Hematuria


55 Pengobatan dan Pencegahan Batu Saluran Kemih (BSK) Berulang
59 Peranan Asam Jengkol pada Keracunan Buah Jengkol
60 Analisa Batu Saluran Kemih Bagian Atas di Medan dan Sekitarnya
62 Mikro-organisme Penyebab lnfeksi Saluran Kemih (ISK) di Sumatera Utara

64 lnfeksi Saluran Kemih Pasca Kateterisasi


66 Masalah Bakteriuria Asimptomatik pada Kehamilan (Laporan Pendahuluan)
70 Manifestasi Klinis Prost atitis
73 Gangguan Miksi pada Hipertrofi Prostat
75 Uropati Obstruktif

79 Diagnosa Tumor Prostat dengan Biopsi Aspirasi Transrektal


82 Pengelolaan pada Ruda Paksa Traktus Urogenitalis
86 Horseshoe Kidney
87 Uretritis — Non Gonore
90 Gangguan Pancaran Saluran Air Kemih

93 Forced Diuresis pada Keracunan


96 Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih
(Suatu Rangkuman Seminar)
KATA PENGANTAR

Buku ini merupakan kesimpulan naskah lengkap "Simposium Nasional Masalah Penyakit Ginjal
dan Saluran Kemih di Indonesia" yang diadakan di Fakultas Kedokteran USU di dalam rangkaian
kegiatan ulang tahunnya yang ke-30 bekerja sama dengan PT Kalbe Farma yang juga serangkaian
dengan kegiatan ulang tahunnya yang ke-16.
Masalah penyakit ginjal dan saluran kemih di Indonesia, merupakan judul simposium yang telah
disepakati bersama dan merupakan pula lanjutan kegiatan simposium yang dilakukan oleh PT Kal-
be Farma setiap 2 tahun bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia. Kali ini
adalah yang ke-4 setelah didahului oleh FK UI, FK UNAIR, dan FK UGM. Tema yang diambil
adalah peningkatan kemampuan diagnosa dan terapi dini yang tepat dan rasional.
Memilih topik yang tepat untuk mengisi judul dan memenuhi tema tersebut tentulah merupakan
pekerjaan yang bukan mudah. Dalam hal ini pihak penyelenggara telah mengadakan konsultasi
dengan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) sehingga tersusunlah makalah-makalah
yang disajikan pada simposium pada tanggal 20 — 21 Agustus 1982 di Fakultas Kedokteran USU
Medan dan kini terhidang di hadapan sejawat sekalian.
Disadari bahwa banyak kekurangan yang dijumpai baik pada pencakupan masalah, penyusunan
topik maupun redaksional. Akan tetapi mengingat bahwa bahan bacaan mengenai masalah penya-
kit ginjal dan saluran kemih di dalam kepustakaan Indonesia belum begitu banyak, maka kami ber-
harap bahwa buku naskah ini merupakan salah satu sumbangan kepada khasanah kepustakaan kita
dan dapat bermanfat bagi kalangan kedokteran di negara kita.
Kita sangat beruntung oleh karena buku naskah simposium ini juga mendapat sumbangan makalah
dari seorang tokoh nefrologi Asia yaitu Prof. Visith Sitprija dari Thailand yang membahas masalah
penyakit ginjal di negara-negara tropis.
Akhimya kami mengucapkan terima kasih atas seluruh bantuan yang kami terima sehingga dapat
terlaksananya dengan baik simposium dan penerbitan buku naskah ini, terutama kepada PT Kalbe
Farma dan para pengasuh majalah Cermin Dunia Kedokteran.
Juga terima kasih dan penghargaan kami kepada PB. PERNEFRI atas pengarahan yang telah di-
berikan.
Kami ucapkan selamat membaca.

Medan, November 1982


Redaksi Khusus:
— Harun Rasyid Lubis
— Ramsi Lutan
— Usul Sinaga
SIMPOSIUM

Renal Problems in the Tropics *

Visith Sitprija, MD, PhD, FACP


Departmerit of Medicine, Chulalongkorn Hospital Medical School
Bangkok, Thailand.

Renal diseases in the tropics, in general, do not differ in occasional cases, and disappears after the disease is controlled.
spectrum from those of the western countries. However, cer- Persistent glomerulonephritis and nephrotic syndrome are
tain diseases are prevalent in tropical areas. These include tro- unusual in acute tropical diseases, although it may occur in
pical infections, animal envenomation, poisoning from plant chronic infection such as leprosy (3), shistosomiasis (4) and
and chemical toxins, mesangial proliferative IgM glomerulo- quartan malaria (5). In previous reports concerning nephrotic
nephritis, lupus nephritis and urolithiasis. Chronic renal failure syndrome in falciparum malaria (6), snake bite (7) and bee
presents some interesting problems which are different from sting (8) the cause effect relationship has not been established.
those seen in developed countries. The topic is therefore broad • Hemoglobinuria
covering various areas in nephrology. In this presentation I Hemoglobinuria is not uncommon in tropical renal disease.
shall limit myself to an area that is unique in tropical coun- Although blackwater fever is a well known cause of intra-
tries. I intend to concentrate my talk on renal changes ob- vascular hemolysis, it is nowadays uncommon Rather intra-
served in tropical diseases covering tropical infections and vascular hemolysis is seen frequently in the patients with
animal envenomation, based on our long term experience in G6PD deficiency associated with infections or drug therapy.
this area and from the literature. The clinical spectrum of the Specific infection may cause hemolysis, but is often mild in
disease, renal pathological changes and pathogenesis will be degree. Leptospirosis may cause mild hemolysis because of
covered. the presence of hemolysin (9). Viper bite either by a Russell's
Cl inical Spectrum viper or a green pit viper may cause intravascular hemolysis
by hydrolysis of exogenous lecithin to lysolicithin and fatty
Clinical manifestations vary widely depending upon the acids (10). Massive intravascular hemolysis may be associated
type of disease and the severity. with renal failure.
• Electrolyte abnormalities • Myoglobinuria
Hyponatremia is common in febrile diseases. In malaria this Myoglobinuria can be seen in a variety of diseases. It is often
is observed in 67% of the cases (1). Several mechanisms are noted in viral infections (11). In the tropics, typhoid fever
involved including sodium depletion, intracellular shift, in- may occasionally cause myoglobinuria by the mechanism
appropriate secretion of antidiuretic hormone and a reset of which is not clear (12). Trichinosis and leptospirosis may be
osmoreceptor. Hyperkalemia may be striking when associated associated with mild myoglobinuria. Severe myoglobinuria can
with intravascular hemolysis or rhabdomyolysis. Mild respira- be observed in sea snake bite (13) and insect stings (14)
tory alkalosis may be observed due to hyperventilation during due to the action of myotoxic phospholipase. Because of heat
high fever. Except for hyperkalemia which requires special acclimatization of people in the tropics heat stroke, another
attention, hyponatremia and respiratory alkalosis are of less well known cause of myoglobinuria, is seldom observed.
clinical importance in febrile diseases. However, in diarrheal
• Hematuria
diseases sodium and potassium depletion may be alarming and
Microscopic hematuria with few cellular element is often seen
requires replacement.
in infectious diseases. It is seldom severe and usually does not
Because of intact thirst mechanism simple water depletion exceed 10 cells per high power field. Except for poststrepto-
with hypernatremia is seldom. It has been described rarely in coccal glomerulonephritis, gross hematuria is uncommon in
malaria (2). tropical infectious diseases. Rather, gross hematuria is often
• Proteinuria seen in viper bite due to bleeding diathesis and vascular injury.
Proteinuria is usually mild in degree, and seldom exceeds one This is usually not problematic, and readily resolves following
gram within 24 hours. Significant proteinuria is observed in specific antivenom treatment.
* A portion of this work was supported by technical assistance of • Renal failure
JICA, Tokyo, Japan Tropical diseases constitutes a common cause of renal failure

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 5


in the tropics. The causes vary among locations. In India che- • Cortical necrosis
mical substances and snake bite are the common etiologies Cortical necrosis has been reported in the patients with dis-
(15). In Thailand, tropical infections especially falciparum seminated intravascular coagulation and hemolytic uremic
malaria and leptospirosis are the major causes (16). The other syndrome. In the tropics, its has been observed in shigellosis
infectious diseases known to cause acute renal failure include associated with hemolytic uremic syndrome (21) and in Rus-
diphtheria (17), scrub typhus (16), tetanus (18), trichinosis sell's viper bite (30). Its occurence in tropical infection is not
(19), salmonellosis (20), shigellosis (21), cholera (22) and common in our experience.
other diarrheal diseases. In fact any infection, in its severe
form, is capable in producing renal failure. Renal failure is
often catabolic, associated with a rapid rise in blood urea ni- Pathogenesis
trogen and creatinine, hyperkalemia, hyperphosphatemia and Several factors are involved in the pathogenesis of tropical
hyperuricemia. Jaundice may be present when the disease is renal diseases (31). Many are not specific and are related to
severe. inflammation.
In animal toxin model Russell's viper bite constitutes the
common cause of acute renal failure (23). Sea snake bite Nonspecific effects of inflammation
poisoning, capable of causing renal failure, is less common. A number of factors related to inflammation may lead to
Green pit viper bite rarely causes renal failure. Wasp stings may renal ischemia and renal failure. These factors include hypo-
occasionally produce renal failure when associated with multi- volemia, hyperviscosity, catecholamine release, intravascular
ple stings (14). coagulation, myoglobinuria, cardiotoxicity, severe jaundice,
hyperuricemia and high fever. They are associated with either
severe infection or envenomation and are responsible for only
renal failure.
Renal Pathological Changes
Immunologic mechanism
• Glomerular changes Immunologic reactions play an important role in the patho-
Glomerular changes are usually benign, characterized by genesis of glomerular lesions in infectious diseases. The pre-
mesangial hypertrophy and proliferation. Proliferation is often sence of IgM and C3 in granular pattern in the mesangial areas
not severe. There is deposition of IgM and C3 in the mesangial and along the capillary loops suggests immune complex glo-
areas and along the capillary loops. These changes rapidly merulonephritis. Circulating immune complexes are demons-
resolve when the disease is brought under control. They are trable in the blood in various infectious diseases. The glomeru-
more interesting on the pathological point of view than the lar lesion in snake bite are suggestive of reaction between the
clinical aspect. implanted venom antigen and the antibodies (25).
In Russell's viper bite extracapillary proliferative glomerulo- The role of cell mediated immune response is rather in-
nephritis has been observed (24). Rarely, diffuse proliferative direct. Alteration of cellular immunity has been observed in
glomerulonephritis with mild degree of renal failure is seen. infection. Malaria has been shown to stimulate T suppressor
It is of interest that in snake bite IgM and C3 deposition is cell function. This could result in decreased antibody forma-
found when renal biopsy is performed late in the course of the tion and heavy parasitemia. The direct role of cellular immuni-
disease. No immune deposition is observed when renal biopsy ty in the production of delayed hypersensitivity has not been
is performed earlier (25). shown in acute tropical infection. However, it plays a signifi-
cant role in chronic diseases such as schistosomiasis and lepro-
• Vascular changes sy.
Arteritis of interlobular arteries with C3 deposition is noted Direct nephrotoxicity
in Russell's viper bite. There is no immunoglobulin deposition. There are 2 models of direct nephrotoxicity. In the infec-
Thrombophlebitis is seen in both Russell's viper bite and green tious model renal lesions in leptospirosis are due to leptospire
pit viper bite (23). invasion (32). The lesions require the presence of leptospires.
In infections, deposition of C2 is revealed in the glomerular
The organisms gain access to the kidney by the hematogenous
afferent arterioles without any obvious lesion by light micros-
route, producing initially glomerular injury. They then
copy. However, hyaline deposition has been demonstrated in circulate to the peritubular capillaries and migrate to the
glomerular afferent arterioles in trichinosis (26). intersitium and tubules causing interstitial nephritis and tubu-
• Tubular changes lar necrosis.
Tubular changes may not be apparent in uncomplicated in- In the animal venom model Russell's viper venom is nephro-
fections. Cloudy swelling may be noted in some cases. Tubular toxic, capable of producing vascular lesions, glomerular
degeneration of both proximal and distal tubules is usually changes and tubulointerstitial changes. This is based on clinical
noted in cases with acute renal failure. This is often observed observations. Nonspecific effects also play a contributing role
in falciparum malaria, leptospirosis and Russell's viper bite, in causing acute renal failure.
sea snake bite and wasp stings. Hemoglobin casts, bile casts
and occasionally myoglobin casts may be observed.
References
• Interestitial changes
Associated with tubular necrosis there may be interestitial 1. Miller LH, Makaranond P, Sitprija V, Suebsanguan C, Canfield C.
edema with few cellular infiltration. However, diffuse mono- Hyponatraemia in malaria. Ann Trop Med Parasitol 61:265-279,
nuclear cell infiltration has been observed in leptospirosis (27) 1967
and occasional cases of scrub typhus (28), typhoid fever (20) 2. Sitprija V. Renal involvement in malaria. Tran Roy Soc Trop Med
and Russell's viper bite (29). Hyg 64:695-699, 1970

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


3. Shwe T. Renal involvement in leprosy. Tran Roy Soc Trop Med 19. Guattery JM, Milne J, House RK. Observations on hepatic and
Hyg 66:26--27, 1972 renal dysfunction in trichinosis. Amer J Med 21:567-582, 1956
4. Falcao HA, Gould DB. Immune complex nephropathy in schisto- 20. Faierman D, Ross FA, Seckler SG. Typhoid fever complicated by
somiasis. Ann lntern Med 83:148–154, 1975 hepatitis, nephritis, and thrombocytopenia. JAMA 221:60–61,
5. Kibukamusoke JW. Nephrotic syndrome of quartan malaria. Wil- 1972
liams & Wilkins Co„ Baltimore, 1973 21. Raghupathy P, Date A, Shastry JCM, Sudarsanam A, Jadhav M.
6, Berger M, Birch LM, Conte NF. The nephrotic syndrome se- Haemolytic uraemic syndrome complicating shigella dysentery
condary to acute glomer.ulonephritis during falciparum malaria. in south Indian children. Br Med J 2:1518--1521, 1978
Ann Intern Med 67:1163–1171, 1967 22. Benyajati C, Keoplung M, Beisel WR, Gangarosa EJ, Sprinz H, Sit-
7. Steinbeck AW. Nephrotic syndrome developing after snakebite. prija V. Acute renal failure in Asiatic cholera: clinicopathologic
Med J Aust 1:543–545, 1960 correlations with acute tubular necrosis and hypokalemic nephro-
8. Rytand DA. Onset of the nephrotic syndrome during a reaction pathy. Ann Intern Med 52:960–975, 1960
to bee sting. Stanford M Bull 13:224–233, 1955 23. Sitprija V. Renal diseases in snakebite. In D Eaker and T
9. Feigin RD, Anderson DC. Human leptospirosis. CRC Crit Rev Wad-strom (Eds), Natural Toxins, Pergamon Press, Oxford and New
Clin Lab Sci 5:413–467, 1975 York, pp.43–48, 1980
10. Condrea E. Hemolytic effects of snake venoms. In CY Lee (Ed), 24. Sitprija V, Boonpucknavig V, Extracapillary proliferative glomeru-
Snake Venoms, Springer-Verlag, Berlin, •Heidelberg, New York, lonephritis in Russell's viper bite. Br Med J 280:1417, 1980
pp.448–479,1979 25. Sitprija V. Boonpucknavig V. Glomerular changes in tropical viper
11. Chugh KS, Singhal PC, Nath IVS, Pareek SK, Ubroi HS, Sarkar bite in man. Proceedings of the 7th Congress of Animal, Plant
AK. Acute renal failure due to non-traumatic rhabdomyolysis. and Microbial Toxins, Brisbane, Australia, 1982
Postgrad Med J 55:386–392, 1979 26. Sitprija V, Keoplung M, Boonpucknavig V, Boonpucknavig S.
12. Rheingold OJ, Greenwald RA, Hayes PJ, Tedesco FJ. Myoglobinu- Renal involvement in human trichinosis. Arch Intern Med 140:
ria and renal failure associated typhoid fever. JAMA 238:341, 544–545, 1980
1977 27. Sitprija V, Evans H. The kidney in human leptospirosis. Amer J
13. Sitprija V, Sribhibhadh R. Benyajati C. Haemodialysis in poisoning Med 49:780–788, 1970 -
by sea snake venom. Br Med J 3:218–219, 1971 28. Sitprija V. Interstitial nephritis in infection. J Med Assoc Thai 57:
14. Sitprija V, Boonpucknavig V. Renal failure and myonecrosis fol- 517–520,1974
lowing wasp-stings. Lancet 1:749, 1972 29. Sitprija V, Suvanpha R, Pochanugool C, Chusil S, Tungsanga K.
15. Chugh KS, Singhal PC. Acute renal failure in the tropics. In: Ta- Acute interstitial nephritis in snake bite. Am J Trop Med liyg 31:
keuchi, T., Sugino, N, and Ota, K (eds) Asian Manual of Nephro- 408–410, 1982
logy, Southeast Asian Medical Information Center, Tokyo, p.181 30. Chugh KS, Aikat BK, Sharma BK, Dash KC, Mathew MT, Das KC.
16. Sitprija V, Benyajati C. Tropical diseases and acute renal failure. Acute renal failure following snakebite. Am J Trop Med Hyg 24:
Proceedings of Colloquium in Nephrology, Singapore, 1974, 692--697, 1975
p.112–114 31. Sitprija V. Mechanisms of renal involvement in tropical diseases.
17 Futrakul P, Sitprija V, Teranaparin C, Watana D, Sensirivatana R, Proceedings of the 3rd Colloquium in Nephrology, Tokyo, 1979,
Kwakpetoon S. Diphtheria with renal failure. Abstracts of the 4th pp.104–107
Colloquium in Nephrology, Hong Kong, 1981, p.44 32. Sitprija V, Pipatanagul V, Mertowidjojo K, Boonpucknavig V,
18. Seedat YK, Omar MAK, Seedat MA, Wesley A, Pather M. Renal Boonpucknavig S. Pathogenesis of renal disease in leptospirosis:
failure in tetanus. Br Med J 282:360–361, 1981 clinical and experimental studies. Kidney Int 17:827--836, 1980

Pengelolaan Gagal Ginjal Akut


M. Rachmat Soelaeman, E. Sukandar dan Herriyati
Sub . Bagian Ginjal — Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran / RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung.

PENDAHULUAN yang terjadi jika faal ginjal berhenti untuk sementara waktu,
disebabkan oleh degenerasi tubuler ginjal akibat iskemi ginjal
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom klinik dengan etio- atau zat-zat toksik.
logi macam-macam, ditandai oleh penurunan mendadak dari Umur penderita gagal ginjal akut berkisar antara (rata-rata)
faal ginjal, biasanya (tetapi tidak selalu) disertai oliguri (1). 40—50 tahun tetapi hampir semua umur dapat terkena penya-
Yang dimaksud dengan nekrosis tubuler akut (NTA) oleh kit ini. Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Angka
kebanyakan penulis adalah GGA yang tidak ada hubungan de- kematian dari GGA masih cukup tinggi (5,6).
ngan obstruksi, penyakit-penyakit primer glomerulus atau vas- Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa aspek gagal ginjal
kulus (2), Menurut Sharpstone (3): NTA adalah sindrom yang akut dari pustaka yang ada dan kejadian gagal ginjal akut di
disebabkan oleh iskemi atau luka-luka toksik terhadap ginjal Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama 5 tahun (1976—
ditandai oleh penghentian mendadak faal ginjal dan diikuti 1980).
oleh penyembuhan spontan, biasanya dalam waktu 4 minggu.
Epstein (4) berpendapat bahwa istilah NTA (atau lower ne- KLASIFIKASI
phron nephrosis) menunjukkan sindrom klinik dan patologik GGA secara umum dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 7


1. Gangguan perfusi ginjal (gagal ginjal pre-renal) linder yang menyumbat tubulus. Ultrafiltrasi glomerulus mula-
a. Hipovolemi yang disebabkan oleh: dehidrasi, perdarahan mula masih terus berlangsung, hal ini menyebabkan terjadinya
atau pengumpulan cairan seperti pada asites atau luka kenaikan tekanan intra tubuler dan dilatasi tubulus. Jika te-
bakar. kanan intra tubuler sudah menyamai tekanan ultrafiltrasi maka
b. Kelemahan sistem kardiovaskuler: payah jantung dengan filtrasi glomerulus akan berhenti. Dengan berlangsungnya ob-
etiologi macam-macam, tamponade jantung, pemakaian struksi maka aliran darah glomerulus akan berkurang, ini me-
obat-obat anti hipertensif, syok. nyebabkan tekanan ultrafiltrasi juga menurun.
2. Penyakit-penyakit parenkhim ginjal (gagal ginjal renal) • Teori kebocoran kembali (back-leak theory)
a. Glomerulonefritis akut. Pada NTA bentuk iskemik dan nefrotoksik didapatkan epital
b. Penyakit-penyakit vaskuler ginjal: oklusi adrenalis bilate- tubulus yang rusak dan menjadi permeabel terhadap air dan
ral, poliartitis nodosa akut, nefrosklerosis, trombosis zat-zat terlarut, sebelumnya inpermeabel. Ini dibuktikan
vena renalis. dengan penyuntikan zat warna dan "marker enzymes" ke da-
c. Nefritis interstisialis akut, seperti: pielonefritis, nekrosis lam tubulus yang rusak. Zat-zat tersebut pada keadaan normal
papiler, sepsis, obat-obatan, misalnya metisilin. tak dapat menembus dinding tubulus, tetapi pada keadaan
d. Nekrosis tubuler akut. iskemi dapat dijumpai dalam ruang interstisium. Di sini aliran
3. Nefropati obstruktif akut (post-renal) darah glomerulus dan KFG tetap normal. Seluruh isi tubulus
Pembagian GGA menjadi pre-renal, renal dan post renal ini akan direabsorpsi kembali ke dalam pembuluh darah peri-
sangat penting karena sekaligus akan mengarahkan pada tubuler.
pengertian diagnostik dan terapi. Mengingat bahwa 75% • Teori vaskuler (Vasculer theory)
dari semua penderita GGA adalah NTA, maka tulisan ini Teori vaskuler banyak menarik perhatian para peneliti untuk
dititik beratkan pada pembicaraan NTA. menerangkan mekanisme penurunan KFG dan oliguri pada
NTA. Teori vaskuler ini terdiri dari:
1) teori vasokonstriksi arterior aferen
ETIOLOGI DAN PATOGENESA
2) teori vasodilatasi arteriol aferen
Penyebab NTA dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu: (1) Zat- 3) teori penurunan permeabilitas membrana basalis
zat nefrotoksik, dan (2) Iskemi ginjal.
• Potensi peranan sistem renin-angiotensin
Nefrotoksin Menurut hipotesa ini (7), disfungsi tubulus akibat perubahan-
— Antibiotik: aminoglikosid, penisilin, tetrasiklin, amfoter- perubahan iskemik atau nefrotoksik menyebabkan kenaikan
sisin B, sulfonamid, dll. konsentrasi ion Na + di dalam lumen dan di dalam sel pada
— Obat-obat dan zat kimiawi lain: fenilbutazon, zat-zat anes- makula densa dari juksta glomerulus. Perubahan metabolisme
tetik, fungisida, pestisida, kalsium natrium adetat. natrium ini merangsang sekresi renin dan pembentukan angio-
— Zat-zat kontras radiografik: Kontras media yang modern
tensin. Angiotensin ini bertindak sebagai perantara atau media-
seperti diatrizoat dan iotalamat relatif aman bahkan pada tor untuk timbulnya vasokonstriksi arteriol aferen, penurunan
gagal ginjal kronis (GGK) dapat dipakai kontras dosis filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal, akhirnya akan mem-
tinggi, asal saja penderita tidak dalam keadaan dehidrasi. perberat iskemi ginjal.
— Pelarut organik: karbon tetraklorida, etilen glikol, fenol,
metil alkohol. • Teori pembengkakan sel (Cell swelling theory)
— Logam berat: Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, Flores dkk.(8) pertamakali mengemukakan teori pembengkak-
talium, uranium. an sel untuk menerangkan mekanisme GGA. Obstruksi arteri
— Pigmen heme: hemoglobin, mioglobin. renalis tikus selama 60—120 menit menyebabkan sel-sel endo-
tal dari kapiler-kapiler glomerulus. Pembengkakan ini masih di-
Iskemi temukan walaupun obstruksinya telah dilepaskan. Obstruksi
— Hipovolemi: misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan vaskuler akan menyebabkan iskemi dan hipoksi sel-sel sehingga
cairan pada luka bakar atau asites. menimbulkan gangguan metabolisme sel, terutama gangguan
— Insufisiensi sirkulasi: misalnya syok, payah jantung yang faal pompa natrium (sodium pump), sehingga natrium dan
berat, aritmi jantung, tamponade. air akan masuk ke dalam sel dan terjadi pembengkakan sel-sel
endotel. Pembengkakan sel-sel endotel ini akan memperberat
obstruksi vaskuler, akhirnya dapat menimbulkan kematian
PATOLOGI jaringan.
— Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak
kembung akibat sembab. Khas pada daerah perbatasan
kortiko-meduler tampak daerah yang pucat.
— Histopatologik dikenal 2 macam bentuk kelainan yaitu lesi Dalam gejala klinik yang penting pada fase oligurik
nefrotoksik dan lesi iskemik. 1. FASE OLIGURIK
Oligurik timbul beberapa jam sampai beberapa hari setelah
PATOFISIOLOGI terjadi gagal sirkulasi atau pengaruh nefrotoksin. Lama oliguri
Mekanisme penurunan kecepatan filtrasi glomerulus (KFG) rata-rata adalah 10—14 hari. Penderita umur tua cenderung
dan oliguri pada GGA masih belum jelas. Beberapa hipotesa mengalami oliguri yang lebih lama. Apabila oliguri berlangsung
telah dikemukakan berdasarkan pengamatan percobaan bina- terus sampai lebih dari 4 minggu maka diagnosa NTA perlu di-
tang maupun klinis pada manusia. tinjau kembali. Oliguri yang lama biasanya berhubungan de-
• Teori obstruksi tubulus (Tubular obstruction theory) ngan nekrosis kortikal yang difus, glomerulonefritis yang pro-
Iskemi diketahui menyebabkan rontoknya mikrovili tubulus gresif cepat, oklusi arteri renalis atau vaskulitis. Produksi urin
proksimal; mikrovili tersebut kemudian akan membentuk si- biasanya rata-rata adalah 150 cc/hari jarang terjadi anuri total.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


a) Perubahan kimia darah • Fosfat, kalsium dan magnesium
• Ureum dan kreatinin Hiperfosfatemi terjadi akibat berkurangnya eliminasi fosfor
oleh ginjal di samping terus berlangsungnya pelepasan fosfor
Di klinik penentuan konsentrasi ureum darah dapat dipakai
jaringan. Hiperfosfeatemi ini jarang melebihi 8 mg%, konsen-
untuk pedoman atau tolok ukur proses katabolisme protein.
trasi yang lebih tinggi dapat dijumpai pada trauma rabdomi-
Pada penderita NTA yang oligurik tanpa penyulit, kenaikan nalis.
urea N rata-rata 10 mg% perhari (katabolisme ringan),antara
Hipokalsemi dengan konsentrasi serum kalsium antara 6,3—8,3
10—20 mg% pada katabolisme sedang. Penderita dengan hiper-
katabolisme seperti septikemi, kerusakan jaringan yang luas, mg% biasanya muncul 2 hari setelah oliguri.
perdarahan usus dan sebagainya kenaikan urea N dapat men- Hipermagnesemi sering dijumpai walaupun tidak melebihi 4
capai 100 mg perhari. mEq/1, kecuali bila mendapat pengobatan.
Penderita dengan koma uremik yang disertai gejala azotemi • Asidosis
menyolok seperti hipotermi, kejang-kejang, diatesa hemoragik, Asidosis adalah akibat dari pembentukan metabolik "fixed
aritmi jantung, muntah-muntah dsb., gejala ini hilang setelah acid" dengan kecepatan 50—100 mEq/hari (10). Penurunan bi-
dilakukan dialisa. Diduga bahwa penyebab sindrom uremik ini karbonat plasma dapat mencapai 1—2 mEq/1 perhari. Pada
adalah suatu "dialyzable substance". Sampai sekarang toksin penderita dengan hiperkatabolisme berat, penurunan bikar-
uremik ini belum diidentifikasi. bonat plasma lebih cepat lagi. Pada penderita-penderita GGA
Penderita-penderita tanpa penyulit kenaikan kreatinin lazim- dengan asidosis di mana klinis dijumpai pernafasan Kuszmaul,
nya adalah 0,5—1 mg% perhari. Kenaikan kreatinin lebih dari konsentrasi bikarbonat plasma adalah kurang dari 15 mEq/l.
2 mg perhari biasanya terdapat pada penderita-penderita de- Sumber fixed acid endogen sebagian besar berasal dari kata-
ngan trauma-trauma yang luas dan berat (9). bolisme protein dan sebagian kecil berasal dari pembakaran hi-
drat arang, lemak, fosfat, sulfat dan macam-macam anion
• Natrium dan air asam organik yang dilepaskan dan tertimbun dalam cairan
Mual-mual, muntah, nafsu makan berkurang, dan haus merupa- tubuh. Asidosis akan mempercepat terjadinya hiperkalemi,
kan keluhan yang sering dijumpai. Pemberian cairan oral atau oleh karena itu harus segera ditanggulangi.
parenteral yang tidak dibatasi sering menyebabkan gangguan • Asam urat dan amilase
elektrolit hiponatremi. Keadaan hiponatremi be 'rat sering di- Pada GGA sering dijumpai hfperurisemi antara 9—12 mg%
sertai gejala-gejala: sembab perifir, sembab otak dan bendung- yang disebabkan oleh berkurangnya ekskresi asam urat oleh
an paru akut. Sumber endogen air selama fase oliguri kira-kira ginjal. Pada penderita dengan kerusakan jaringan yang luas bisa
400 cc, terdiri dari 300 cc berasal dari katabolisme lemak dan didapatkan nilai yang lebih tinggi.
protein, dan 100 cc dari jaringan. Intake cairan selama fase Peninggian amilase serum akibat gangguan ekskresi amilase
oliguri hanya untuk mempertahankan volume cairan tubuh, oleh ginjal dapat dijumpai walaupun tidak terdapat pankreati-
yaitu kira-kira 400 cc ditambah dengan jumlah output melalui tis. Peninggian amilase ini biasanya ringan, jarang lebih dari
urin, keringat dan cairan muntah. 2 kali batas atas nilai normal.
Penentuan berat badan setiap hari sangat penting untuk me-
nilai keadaan hidrasi, apakah: dehidrasi atau overhidrasi.
Dengan perkataan lain intake cairan bisa kurang atau terlalu b) Pembuluh darah dan jantung
banyak. Kenaikan atau penurunan berat badan antara 0,2—0,5 Kelainan kardiovaskuler pada GGA dapat berupa payah jan-
kg perhari masih dianggap normal. Kenaikan berat badan lebih tung kongestif, aritmi, hipertensi dan perikarditis. Kelainan ini
dari 0,5 kg. terutama disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
• Kalium Prinsip terjadinya payah jantung kongestif adalah cairan yang
berlebihan (fluid overload), walaupun faktor anemi, hipertensi
Hiperkalemi sering ditemukan selama fase oliguri walaupun dan penyakit jantung yang telah dideritanya merupakan fak-
tanpa pemberian kalium dari luar. Hiperkalemi disebabkan tor-faktor yang ikut berperan. Pada penelitian-penelitian ter-
oleh berkurangnya pengeluaran kalium melalui ginjal sedang- dahulu, payah jantung kongestif ini mencapai sepertiga dari
kan pelepasan kalium jaringan terus berlangsung. Rata-rata seluruh penderita. Insidensi ini menurun setelah diketahui pen-
kenaikan serum kalium pada penderita tanpa penyulit adalah tingnya pembatasan cairan dan seringnya dilakukan hemodiali-
0,3—0,5 mEq/1 perhari. Kenaikan serum kalim lebih dari 1—2 sa.
mEq/1 perhari dapat terjadi pada trauma jaringan yang luas, Macam-macam aritmi jantung dapat terjadi, penyebab aritmi
perdarahan usus, septikemi, obat-obatan, makanan, transfusi yang diketahui adalah gangguan elektrolit, keracunan digitalis,
darah atau akibat pergeseran kalium dari dalam sel pada asi- payah jantung, perikarditis dan anemi. Hipertensi ringan di-
dosis. dapatkan pada 15—25% kasus, dan biasanya timbul pada ming-
gu kedua fase oliguri (11), disebabkan oleh kelebihan volume
Hiperkalemi ringan : — serum kalium antara 5,5 — 6,5 mEq/1 cairan (volume overload) atau kenaikan konsentrasi angioten-
— tak ada kelainan EKG sin yang beredar.
Hiperkalemi sedang : — serum kalium 6,5--7,5 mEq/1 Perikarditis jarang ditemukan pada GGA, hal ini mungkin di-
— pada EKG tampak gelombang T sebabkan karena seringnya dilakukan hemodialisa pada sta-
yang tinggi dan lancip (peaked T dium dini. Tanda permulaan perikarditis adalah nyeri dada pre-
wave). kordial, bising gesek perikard pada auskultasi. Bila sudah ter-
Hiperkalemi berat : — serum kalium di atas 7,5 mEq/1 timbun cairan, timbul gejala-gejala tamponade jantung.
— pada EKG tampak T yang tinggi, c) Neuro-psikiatri
komplek QRS melebar dan gelom- Manifestasi neurologi dan psikiatri sangat bervariasi dapat ber-
bang P hilang atau aritmi jantung. rupa: letargi, somnolen, konfusi, disorientasi, asteriksis, agi-

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 9


tasi, hiperrefleksi, twitching, kejang-kejang, gangguan kepri- Pemeriksaan urin khusus: Ureum, kreatinin, natrium, os-
badian. molalitas dan berat jenis urin.
Osmolalitas urin mendeteksi osmolalitas plasma (isostenuri)
d) Saluran pencemaan makanan
dengan berat jenis yang rendah 1.010—1.015, ini disebabkan
Gangguan gastrointestinal merupakan manifestasi yang paling
karena pada NTA terdapat gangguan faal konsentrasi.
sering didapati. Anoreksi, mual dan muntah serta gejala akut
Konsentrasi natrium urin biasanya tinggi, ini disebabkan oleh
abdomen tidak jarang merupakan gejala pertama dari penderi-
karena faal tubulus terganggu sehingga natrium tidak dapat
ta-penderita GGA. Keseduan (hiccough) sering dijumpai, se-
diabsorpsi kembali oleh tubulus proksimal.
babnya belum diketahui. Semua gejala ini hilang setelah diali-
sa. Pada stadium terminal sering dijumpai stomatitis, gastritis • Darah
dan perdarahan gastrointestinal. — Ureum, kreatinin, natrium
Untuk mengetahui kerusakan ginjal yang dini, serum kreatinin
e) Kelainan hemopoitik
lebih mempunyai arti daripada serum ureum; karena serum
Anemi normokrom-normositer segera timbul setelah terjadinya
ureum dapat meninggi pada berbagai keadaan tanpa adanya
NTA, hematokrit biasanya tetap berkisar antara 20—30%,
gagal ginjal.
masa hidup sel darah merah bisa tidak kembali normal sampai
3 bulan setelah faal ginjal pulih. Anemi ini disebabkan oleh — RIA untuk HRTE-1 (Human renal tubular epithelial antigen)
gangguan eritropoisis dan hemolisis, ekstrakorpuskuler. Faktor Pada urin normal maupun patologik telah diketemukan antigen
lain menyokong terjadinya anemi adalah hemodilusi, perdarah- yang berasal dari jaringan ginjal. Antigen ini telah dapat diiso-
an gastrointestinal dan supresi eritropoisis oleh infeksi atau lasi dan diukur jumlahnya. Pada NTA fase dini, mikrovili dari
pemberian obat-obatan. epital tubulus ginjal proksimal (brush border) rontok ke dalam
lumen tubulus dan dikeluarkan dalam urin.
2. FASE DIURETIK Ketepatan pemeriksaan RIA untuk membedakan NTA dengan
Bertambahnya volume urin secara progresif merupakan tanda nefropati kronik adalah 90% dan untuk membedakan NTA
faal ginjal mulai membaik. Pada hari-hari pertama volume urin dengan azotemi pre-renal adalah 81%.
bertambah 2 kali lipat setiap harinya. Pada beberapa kasus • Nilai penjernihan kreatinin
produksi urin ini bisa lebih dari 2 liter sehari. Pada penderita — Uji penjernihan kreatinin (creatinine clearance test)
non-oligurik biasanya tidak dapat diketahui adanya fase di- Dapat dipakai untuk memperkirakan KFG.
uretik dini faal ginjal belum pulih sempurna sehingga dapat
• Biopsi ginjal
terjadi kenaikan serum urea N dan kreatinin meskipun jumlah
diuresis meningkat. Fase diuretik yang dini hanya berlangsung Diagnosa banding
5 - 10 hari.
Gejala pertama yang menarik perhatian penderita maupun
Selama fase diuretik yang lanjut, diuresis dapat mencapai 6
dokter pada NTA adalah diuresis yang berkurang secara men-
liter sehari, osmolalitas urin sama dengan plasma (280—295
dadak. Karena itu NTA harus selalu dipikirkan pada setiap
mOsm/1) keadaan ini dinamakan isostenuri.
keadaan di mana terdapat anuri atau retensi urin. Oliguri dapat
3. FASE PENYEMBUHAN dijumpai pada :
— Gagal ginjal pre-renal (hipoperfusi ginjal)
Perbaikan faal ginjal yang sempurna memerlukan waktu lama — Gagal ginjal renal
sampai berbulan-bulan, biasanya 3—12 bulan. Hanya sebagian • Glomerulopati atau penyakit vaskuler
kecil penderita yang KFG-nya dapat kembali normal, KFG • Nefritis interstisialis akut
dari kira-kira 2/3 penderita bisa 20—40% di bawah normal • Nekrosis tubuler akut (NTA)
selama beberapa tahun. — Gagal ginjal post renal (nefropati obstruktif akut)
Gagal ginjal akut non-oligurik
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa banding GGA, lihat
GGA non-oligurik (high output renal failure) telah dikenal Tabel 1.
sejak tahun 1943. Menurut beberapa penulis prevalensinya
adalah 20—48% dari seluruh penderita GGA. Produksi urin
Uji klinik untuk membedakan oliguri pada NTA dan hipo-
berkisar antara 400—1000 ml/hari. Karena tidak ada petunjuk
perfusi ginjal:
klinik yang jelas, GGA non-oligurik seringkali tidak terdiag- Jika hasil-hasil indeks diagnostik urin meragukan atau semen-
nosa apabila monitoring faal ginjal dilakukan kurang ketat.
tara menunggu hasil-hasil pemeriksaan biokimiawi dapat di-
Walaupun setiap keadaan yang dapat menyebabkan GGA oli- lakukan uji klinik untuk mengetahui kemampuan penderita
gurik dapat menyebabkan GG non-oligurik, namun dari lapor- untuk mengekskresi urin.
an-laporan dikatakan bahwa GG non-oligurik lebih sering
(1) Uji dehidrasi dengan garam fisiologik: Infus garam fisio-
disebabkan oleh nefrotoksin, luka bakar dan operasi-operasi. logik sebanyak 1 liter dalam 1 jam lalu dicatat jumlah di-
uresanya. Bila diuresa meningkat 20—30 ml/jam, diagnosa
PEMERIKSAAN - PEMERIKSAAN adalah hipoperfusi ginjal (12). Untuk menghindari bahaya
terjadinya overload, sebaiknya cara ini hanya dilakukan
Menegakkan diagnosa pada kasus-kasus yang etiologinya diduga adalah akibat
• Urin hipovolemik, misalnya pada dehidrasi atau perdarahan-
— Analisa urin rutin: Urin pada GGA fase oliguri berwarna perdarahan.
coklat keruh; pada sedimen dijumpai adanya silinder titik (2) Uji osmotik diuresis: 80—100 manitol 20% diberikan
kasar (granular), silinder epitel dan epitel bebas. Silinder melalui i.v. drip selama 10—15 menit dan dicatat jumlah
eritrosit dan silinder pigmen heme jarang dijumpai kecuali jika diuresisnya. Bila setelah 1 jam diuresa meningkat lebih
terdapat hemoglobinuri dan mioglobinuri. Proteinuri sedang dari 40 ml/jam, diagnosanya adalah hipoperfusi, jika ku-
dijumpai (100—300 mg/hari), yang sifatnya non-selektif. rang dari 40 ml/jam diagnosa NTA.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Tabel 1 . : Laboratory Aids in the Differential Diagnosis Acute Renal Failure
Renal

Prerenal Acute Acute Acute Postrenal


(hypoperfusion) Glomerulopathy Interstitial Tubular (Obstruction)
and Vascular Nephritis Necrosis

Urine osmolality Concentrated * Concentrated Isosmotic Isosmotic Isosmotic


Urine Na + concentration
(mEq/L) < 20 < 20 Variable > 20 Variable
† RFL < 1 — — > 2,3 > 2,3
‡ Fe Na < 1 — — > 2,3 > 2 ,3
BUN/ScR > 15/1 10/1 10/1 > 15/1
URC/SCR > 15/1 > 15/1 < 15/1 < 15/1 < 15/1
Proteinuria 1+
> 15/1 2–4+ 1+ 1-4+ 1+
Urine sediment May be normal Red cells White cells Granular casts Normal or
Red cell easts White cells casts Epithelial cells white cells
Debris
Red cells
White cells

* In the aged concentrating ability may be impaired.

(3) Uji diuretik: 40–80 mg frusemide diberikan i.v. lalu


diuresisnya dicatat. Jika diuresis meningkat 40–50 ml/ Renal failure index (RFI) > 1
jam diagnosanya hiperperfusi ginjal. Dapat juga dipakai Fractional excretion of filtered sodium (FE Na ) > 1, di-
asam etakrinat 100 mg i.v. agnosa NTA lebih pasti jika nilai FE Na > 3 (Espinel &
Gregory [13] )
Renogram d) Radioimunoassay untuk HRTE-1, menunjukkan adanya
Renogram merupakan teknik yang tidak invasif, dapat mem- peninggian konsentrasi antigen.
bedakan oliguri akibat NTA atau sebab lain misalnya nefro- e) Biopsi ginjal, histologik menunjukkan gambaran NTA
pati obstruktif atau penyakit parenkhim ginjal pada fase akut
dari kelainan-kelainan ini. 2. NTA non-oligurik
Foto polos perut (BNO), urografi ekskresi (IVP) dan retro- Diagnosa NTA non-oligurik adalah serupa dengan NTA oligur-
ik, kecuali tidak didapati adanya oliguri. Nilai-nilai indeks
grafi diagnostik urin sama dengan NTA yang oligurik, kecuali Na
urin mempunyai nilai yang lebih rendah walaupun masih di
Pada polos perut dapat dilihat besar ginjal dan adanya kalkulus atas 20 mEq/1 dan FE < 3 tapi masih> (13–15)
yang radio-opak. Urografi ekskresi terutama dimaksudkan
untuk mengetahui adanya obstruksi sebagai penyebab GGA.
PENYULIT
DIAGNOSA
1. Infeksi – Infeksi merupakan penyulit yang paling sering
Diagnosa NTA oligurik dibuat setelah menyingkirkan sebab-
dijumpai. Lokali sasi infeksi yang sering adalah traktus urina-
sebab lain yang dapat menimbulkan oliguri. Selanjutnya diag-
rius, paru, luka-luka operasi, tempat-tempat shunt untuk
nosa NTA ditegakkan apabila dari hasil-hasil pemeriksaan di-
dialisa. Penyulit terberat adalah sepsis yang sering menyebab-
dapatkan sebagai berikut:
kan kematian. Penyebab infeksi adalah stafilokok, bakteri
1. NTA oligurik gram negatif dan candida albicans. Plaque-plaque candida di
a) Adanya oliguri yaitu diuresis kurang dari 400 ml dalam 24 lidah dan mulut sering menyebabkan penderita sulit makan.
jam atau kurang dari 20 ml dalam 1 jam. Urin pada fase oli-
2. Perdarahan gastrointestinal – Penyulit ini didapati pada
guri ini mempunyai sifat yang khas.
10–40% penderita GGA. Jungers dkk. (16) mendapatkan
b) Peninggian secara mendadak konsentrasi urea N dan kreati-
bahwa sumber dari perdarahan adalah ulkus gaster atau duo-
nin serum. denum yang biasanya akut dan multipel.
c) Indeks diagnostik urin pada NTA menunjukkan nilai-nilai
sebagai berikut: 3. Penyulit-penyulit lain, adalah : hiperkalemi, payah jantung,
– Konsentrasi natrium urin tinggi, > 40 mEq/1 perikarditis dan gangguan neuropsikiatri; insidensnya lebih
– Osmolalitas urin rendah, < 350 mOsm/kg H 2 O rendah daripada kedua penyulit di atas dan dapat diatasi de-
– Urin/serum urea N (U/S urea N) 3 ngan mudah oleh pengobatan yang lazim terutama dengan
– Urin/serum kreatinin (U/S kreatinin) < 20 dialisa.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 11


PENCEGAHAN A.
. Pengobatan penyakit dasar
NTA biasanya terjadi pada keadaan-keadaan klinik yang sudah Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor pre-
dapat diperkirakan; cara pencegahan yang terbaik adalah renal harus dikoreksi, dengan maksud memperbaiki sirkulasi
menghindari keadaan-keadaan ini. Beberapa tindakan pence- dan mencegah keterlambatan onset penyembuhan faal ginjal.
gahan ini antara lain : Defisit volume sirkulasi oleh sebab apa pun harus segera di-
1) rehidrasi cairan elektrolit yang adekwat pada penderita- atasi. Sebagai parameter dapat digunakan tekanan vena jugula-
penderita gastroenteritis akut. ris atau pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada,
2) pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardioge- dengan demikian overhidrasi bisa dicegah.
nik maupun septik. Payah jantung diatasi sebagaimana lazimnya. Perlu diingat
3) transfusi darah atau pemberian cairan yang adekwat selama untuk menyesuaikan dosis digitalis dengan derajat GG untuk
pembedahan, pada trauma-trauma kecelakaan atau luka menghindari terjadinya intoksikasi digitalis.
bakar. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan peng-
4) mengatasi perdarahan intra uterin dan pengelolaan yang obatan yang spesifik sesuai dengan penyebabnya. Jika obat-
optimal toksemi gravidarum. obatan misalnya antibiotika atau kontras media diduga men-
5) monitoring fungsi ginjal yang teliti pada pemakaian obat- jadi penyebabnya maka pemakaian obat-obatan ini harus se-
obatan yang diketahui nefrotoksik. gera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus se-
6) mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita gera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat nefrotoksik
diabetes mellitus atau multiple myeloma yang akan dilaku- yang "dialyzable" harus dilakukan dialisa secepatnya.
kan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik. Kelainan-kelainan dari bidang bedah seperti trauma kecelaka-
an, luka bakar maupun kelainan-kelainan dari bidang ke-
Pada keadaan-keadaan ini sebaiknya urin diukur tiap jam de- bidanan seperti eklampsi hendaknya diatasi sebagaimana lazim-
ngan memasang Dauer kateter secara aseptik. Jika oliguri nya.
didefinisikan sebagai kecepatan aliran urin kurang dari 20 ml/
jam maka tindakan yang tepat dapat dilakukan lebih dini dari-
pada jika kita mengambil pegangan produksi urin kurang dari B. Pengelolaan terhadap GGA
400 ml/24 jam (17). 1. Fase oligurik
Pada keadaan-keadaan tersebut di atas hendaknya selalu Pada penderita GGA oligurik setelah faktor prerenalnya di-
diusahakan produksi urin lebih dari 1 ml/menit, ini dapat di- koreksi, biasanya diberikan furosemid atau manitol untuk me-
usahakan dengan pemberian manitol 25 gram tiap 500 ml NaCl ningkatkan produksi urin (19—21). Rasio dari pemberian diu-
fisiologis. Pada operasi-operasi di mana GGA diduga mungkin retik ini yaitu pada fase GGA yang sangat dini koreksi faktor
terjadi seperti pada operasi aorta atau operasi pada penderita pre-renal dan usaha untuk meningkatkan produksi urin dapat
dengan ikterus obstruktif yang berat, infus manitol hendaknya memperpendek fase oligurik dengan perkataan lain mengubah
diberikan scbelum operasi sampai 2—3 hari sesudahnya. Jika fase oligurik menjadi non-oligurik. Penyelidikan prospektif
oliguri terjadi juga maka pemberian manitol berikutnya adalah telah membuktikan adanya morbiditas dan mortalitas yang
sebagai diagnostik dan terapeutik. Diberikan 20—25 gram rendah pada penderita-penderita non-oligurik dibandingkan
manitol i.v. dalam waktu 10—15 menit. Produksi urin lebih dengan penderita oligurik. Hal ini tidak hanya pada penderita
dari 40 ml/jam selama 3 jam berturut-turut menunjukkan ada- GGA non-oligurik spontan tetapi juga pada penderita yang
nya respon yang baik; pemberian manitol dilanjutkan sampai menjadi non-oligurik setelah pemberian furosemid (15). Meski-
100 gram sebagai larutan 10% selama 24 jam, di samping pem- pun demikian masih diperlukan lagi studi prospektif secara
berian cairan dan elektrolit lainnya. Jika pemberian manitol acak untuk membuktikan kegunaan pemakaian furosemid ini
tidak memberikan respon seperti yang diharapkan sedangkan pada GGA stadium dini.
nilai CVP sudah normal maka ini berarti penderita telah meng-
alami NTA, maka pemberian manitol berikutnya adalah ber- 1.1. Pengaturan diit
bahaya karena dapat memperbesar volume intravaskuler dan Selama 48—72 jam pertama fase oligurik terjadi peninggian
udem paru, hiponatremi dan hiperosmolalitas plasma (3, 17, urea darah yang menyolok akibat pemecahan jaringan yang
18). Kerja manitol padaprofilaksis NTA diduga adalah mem- hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus
pertinggi "effective renal plasma flow", menurunkan viskosi- dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diit
tas darah dan menurunkan kadar renin dan angiotensin dalam paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per-
sirkulasi. Sebagai pengganti manitol untuk profilaksis NTA hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolismeprotein
terutama pada penderita dengan CVP yang tinggi dapat dipakai endogen sebanyak ± 50%.
loop diuretic furosemide atau ethacrynic acid, yang dapat Teoritis lemak bebas dapat diberikan karena mempunyai efek
mengubah hemodinamik ginjal, melepaskan prostaglandin - protein sparing dan mempunyai nilai kalori tinggi. Dalam prak-
prostaglandin dan meninggikan aliran tubulus. Pemakaian tek pemberian lemak sulit karena penderita mual-mual, mun-
dosis tinggi dari obat-obat ini harus hati-hati karena ethacry- tah dan tidak.jarang yang diare.
nic acid dapat menyebabkan ketulian permanen sedangkan Pada keadaan hiperkatabolik pembentukan urea berkurang
furosemid menyebabkan ketulian temporer. jika diberikan paling sedikit 1700 kalori (19). Ini dapat dicapai
dengan pemberian emulsi lemak glukosa 50% i.v.
PENGOBATAN Setelah 3—4 hari oliguri, kecepatan katabolisme jaringan
Prinsip pengobatan GGA adalah: berkurang dan pemberian protein dalam diit dapat segera di-
A. menemukan dan mengobati penyakit dasar atau faktor- mulai. Dianjurkan pemberian 20—40 gram (0,25--0,5 gr/kg
faktor yang mempresipitasi terjadinya GGA. BB) protein perhari yang mempunyai nilai biologis tinggi
B. pengelolaan terhadap GGA secara simtomatis, sesuai ketiga (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan
fasenya yaitu fase oligurik, fase diuretik dan fase penyem- daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi
buhan. 2000--2500 kalori perhari, disertai dengan multivitamin. Be -

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


berapa penelitian menemukan bahwa pemberian campuran pada keadaan hiponatremi terjadi hiperkalemi, dapat, segera
asam amino esensial dan glukosa hipertonis melalui vena sen- terjadi aritmi jantung, maka kedua-duanya harus dikoreksi.
tral dapat menurunkan mortalitas dan mempercepat penyem- Selama fase oligurik intake natrium harus dibatasi sampai 500
buhan penderita NTA (22, 23). Penderita-penderita yang men- mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, peng-
jalani dialisa, pemberian protein harus dinaikkan, karena 10— isapan lambung atau muntah-muntah harus segera diganti.
29 gram asam amino akan hilang selama 6 jam hemodialisa dan
sampai 50 gram protein yang hilang selama 36 jam dialisa peri-
1.3. Tindakan terhadap kedaruratan medik dan komplikasi
toneal.
Pemberian endogenik steroid yang anabolik misalnya noretan- GGA
drolone dan nandrolenfenpropionat dapat menekan pemben- Untuk hiperkalemi ringan dapat diberikan "cation exchange
tukan urea dengan mengurangi pemecahan protein,hanya jika resins" misalnya sodium polysterene sulfenate (Kayexalate,
disertai pemberian kalori yang cukup. Tapi umumnya sekarang Resenium A); kerjanya mempertukarkan natrium dengan kali-
jarang dipakai lagi (11). um dalam colon. Resin dapat diberikan peroral 15—20 gr
3 atau 4 kali sehari bersama-sama dengan 20 ml sorbitol 70%;
Garam dibatasi 0,5 gram perhari. Untuk membatasi intake
atau sebagai enema yaitu campuran 50 gr resin, 50 ml sorbitol
kalium penderita dilakukan makan kismis, kurma, kopi, buah-
buahan segar terutama jeruk. Pemberian antasida yang me- 70% dengan 100 ml air ledeng (tap water) dipertahankan se-
lama 30 menit. Maksud pemberian sorbitol yaitu untuk men-
ngandung alumunium hidroksida (jangan magnesium), dianjur-
cegah tinja mengeras dan membebaskan natrium dari resin
kan 3—4 kali perhari untuk menekan absorpsi fosfat.
dalam tinja yang lunak. Karena resin mempertukarkan Na
Pada penderita yang mual dan muntah-muntah, makanan tidak
dengan K maka resin merupakan donor natrium yang berba-
dapat diberikan peroral. Makanan parenteral untuk keperluan
haya dan dapat menyebabkan retensi air; pemakaian harus
ini kini telah tersedia, contoh: intravenous fat emulsion (Intra-
lipid), amino-acid solutions (Aminosol), hypertonic glucosa hati-hati pada penderita dengan payah jantung.
and essential 1-amino acids (renal-failure fluid), dll. Pemberian Pada hiperkalemi sedang diberikan infus glukosa hipertonik
glukosa melalui vena perifer biasanya adalah dengan larutan ditambah dengan insulin, kerja glukosa dan insulin mulai tam-
glukosa isotonik yaitu yang 5%, konsentrasi 10—15% dapat pak setelah 30 menit. Biasanya diberikan infus glukosa 10%
menyebabkan nyeri dan cenderung terjadi trombosis setelah ditambah RI 24 unit/500 ml dengan kecepatan 30 tetes/
6—10 jam. Untuk menghindarkannya perlu dilakukan pemin- menit. Pada penderita yang asidotik perlu ditambahkan infus
dahan tempat infus setiap 8 jam. Nyeri dan bengkak dapat di- bikarbonat natrikus 3,8% sebanyak 250—300 ml/hari atau 2—3
atasi dengan pemberian 10 mg hidrokortison per-liter cairan ampul bikarbonat natrikus 7,5% (88—132 mEq).
infus dan pembekuan dalam jarum infus dapat dicegah dengan Pada hiperkalemi sedang diberikan infus glukosa hipertonik
pemberian 1000 unit heparin. Untuk konsentrasi cairan yang ditambah dengan insulin, kerja glukosa dan insulin mulai tam-
lebih tinggi pemberian infus i.v. dapat diberikan dengan pema- pak setelah 30 menit. Biasanya diberikan infus glukosa 10%
sangan slang (tube) polythene yang dimasukkan dalam V. cava ditambah RI 24 unit/500 ml dengan kecepatan 30 tetes/me-
inferior melalui v. saphena. Untuk mencegah terjadinya beku- nit. Pada penderita yang asidotik perlu ditambahkan infus
an dalam tabung dapat ditambah heparin 1000 unit/liter dalam bikarbonat natrikus 3,8% sebanyak 250—300 ml/hari atau 2—3
ampul bikarbonat natrikus 7,5% (88—132 mEq).
cairan infus.
Pada hiperkalemi berat, pemberian kalsium intravena adalah
cara yang paling cepat dan efektif untuk mengantagonis tok-
1.2. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
sisitas jantung. Hiperkalsemi meninggikan eksitabilitas neuro-
• Air: Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh insensible muskuler dengan menurunkan "resting potential" menuju nilai
loss, diuresis dan komplikasi-komplikasi (diare, muntah-mun- ambang; hiperkalemi melawan efek ini dengan menurunkan
tah, febris). Produksi air endogen berasal dari pembakaran kar- ambang potensial. Kerjanya cepat, mulai 5 menit dan berakhir
bohidrat, lemak dan protein, banyaknya kira-kira 300—400 cepat yaitu dalam 2 jam. Karena itu perlu diulang beberapa
ml perhari. Karena insensible loss rata-rata adalah 800—1000 kali dan diikuti dengan pemberian glukosa dan bikarbonat
ml perhari, maka kebutuhan cairan perhari ditetapkan adalah intravena.
400—500 ml ditambah output selama 24 jam (diuresis, mun- Debridemen yang ekstensif dari anggota tubuh atau organ lain
tah, diare dan sebagainya). yang hancur dapat mengurangi peninggian yang cepat dari
Pedoman untuk mengetahui jumlah cairan yang adekuat ada- kalium ekstraseluler. Dialisa sangat efektif untuk mengatasi
lah dengan mengukur berat badan setiap hari dan dari konsen- keadaan hiperkalemi, tetapi persiapan prosedur ini memakan
trasi natrium plasma. Penderita yang mendapat perawatan waktu lama dan penurunan serum kalium memerlukan waktu
yang sempurna, pemberian cairan dianggap adekuat jika ter- beberapa jam. Sehingga peranan dialisa mungkin lebih tepat
dapat penurunan berat badan tidak melebihi 0,4 kg perhari untuk mencegah timbulnya kembali hiperkalemi setelah dila-
dan konsentrasi natrium plasma yang normal. Jika kenaikan kukan tindakan di atas.
berat badan lebih dari 0,4 kg perhari harus waspada terhadap
kemungkinan hidrasi yang berlebihan. Jika penurunan berat
— Asidosis:
badan lebih dari 0,4 kg perhari harus waspada terhadap adanya
dehidrasi atau hiperkatabolisme yang akan memperburuk faal Indikasi pengobatan yaitu jika asidosis memberikan gejala,
ginjal. misalnya adanya pernafasan Kussimaul atau jika serum bikar-
bonat kurang dari 15 mEq/1. Kebutuhazi bikarbonat untuk
• Natrium: Penyebab utama terjadinya hiponatremi adalah menaikkan serum level menjadi 15 mEq/l dapat dihitung den-
hidrasi yang berlebihan akibat minum berlebihan atau infus ngan cara sebagai berikut:
cairan yang miskin elektrolit. Keadaan ini cukup diatasi de-
ngan pembatasan cairan yang ketat. Jika terdapat intoksikasi Jumlah bikarbonat (mEq/1) =
air dengan hiponatremi berat, tindakan terbaik adalah dialisa. 0,5 x BB (kg) x (15 — serum HCO 3).
Hiponatremi asimtomatis umumnya tak perlu dikoreksi;jika Misalnya penderita 70 kg umumnya dapat diberikan 120—150

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 13


mEq natrium bikarbonat i.v. dalam 6—8 jam. Jumlah ini di- mudah terjadi. Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab
harapkan dapat meninggikan serum bikarbonat 5—6 mEq/l. kematian tersering pada GG oligurik. Untuk mengatasi hal ini
Pemberian natrium bikarbonat dapat dalam bentuk larutan hi- perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan di samping
pertonik atau isotonik tergantung pada keseimbangan cairan usaha untuk menemukan infeksi sedini mungkin.
dan elektrolit.

— Payah jantung: 1.4. Pemakaian obat-obatan pada gagal ginjal:


Pneumonitis uremik dan payah jantung biasanya menunjuk- Harus diperhitungkan dengan fungsi ginjal.
kan adanya hidrasi yang berlebihan. Pada keadaan yang ri-
ngan cukup dengan pembatasan cairan dan natrium serta digi- 1.5. Dialisa:
talisasi. Jika ada udem paru-paru berat dapat dilakukan flebo- Dewasa ini bila terdapat fasilitas, setiap rumah sakit cenderung
tomi. Udem paru-paru yang resisten adalah indikasi mutlak un- untuk melakukan dialisa pada fase dini (dialisa profilaksis).
tuk melakukan dialisa. Dengan dialisa, penatalaksanaan GGA menjadi lebih mudah,
cairan dan makanan (protein, natrium) dapat diberikan lebih
— Hipertensi : leluasa dan penderita lebih cepat merasa enak. Penderita tanpa
Hipertensi biasanya disebabkan oleh hipernatremi atau cairan komplikasi atau nonoligurik, hemodialisa (HD) cukup dilaku-
yang berlebihan, dapat dikontrol dengan pembatasan intake kan 3 hari sekali, jika menggunakan dialisa peritoneal (DP)
cairan dan natrium Pada keadaan akut dapat diberi obat-obat dapat dipilih alternatif setiap hari selama beberapa jam dengan
antihipertensif seperti metildopa, guanetidin, dan hidralazin. kateter tetap di situ, atau 2 hari berturut-turut lalu istirahat
2—3 hari dengan pengangkatan kateter. Jika keadaan memung-
— Anemi: kinkan, di antara waktu-waktu dialisa penderita boleh jalan-
Biasanya Hb tidak sampai kurang dari 6 gr% dan transfusi ti- jalan. Pada penderita hiperkatabolik diperlukan dialisa setiap
dak perlu diberikan kecuali jika ada perdarahan aktif. Sebaik- hari untuk mengatasi hiperkalemi, asidosis dan gejala-gejala
nya hematokrit dipertahankan sekitar 25—30%. Jika Hb turun uremik.
sampai di bawah 20% dan penderita menunjukkan gejala Tak ada kontraindikasi absolut untuk DP, termasuk pende-
(angina pectoris, dyspnoe, cepat lelah, lemah) perlu diberikan rita yang baru menjalani operasi perut. DP sangat cocok untuk
transfusi packed red cells. bayi dan anak-anak, orang tua yang menderita penyakit sistem
kardiovaskuler atau penderita yang cenderung akan mengalami
— Konvulsi uremik: perdarahan bila dilakukan HD. HD lebih efektif dalam menu-
Kejang-kejang dan twitching biasanya dapat diatasi dengan runkan konsentrasi urea dan kreatinin, oleh karena itu setiap
pemberian 30—50 mg secorbarbital atauamobarbital i.v.; 5—10 penderita dengan hiperkatabolisme sebaiknya dilakukan HD.
mg diazepam i.v. untuk pencegahan dapat diberikan difenil- Salah satu bentuk dialisa gastrointestinal yaitu terapi diare.
hidantoin 3—4 kali 100 mg. Penderita disuruh minum larutan manitol hiperosmotik untuk
menginduksi terjadinya diare. Biasanya dilakukan 3 kali se-
— Infeksi: minggu di mana penderita harus minum cairan tersebut se-
Pada umumnya daya tahan tubuh menurun sehingga infeksi banyak 4—7 liter. Walaupun cara ini membutuhkan waktu

Tindakan pencegahan terhadap infeksi pada GGA

Umum: — Lepas kateter bila penderita sudah dapat kencing.


— Mengendalikan uremi dengan dialisa yang adekuat. — Buat biakan dari CSU tiap hari dan MSU 2 kali seminggu
— Hindari pemakaian antibiotika untuk profilaksi, termasuk sampai ada diuresis dan urin steril.
penggunaannya dalam cairan dialisa. Mulut:
— Isolasi penderita-penderita yang peka terhadap infeksi.— Usahakan pemberian cairan peroral, hindari pemberian in-
— Mencari organisme-organisme pada port d'entree, untuk pe-travena sedapat mungkin.
doman pemberian antibiotika permulaan. — Bersihkan mulut secara teratur.
— Sesuaikan dosis antibiotika dengan derajat gagal ginjal.
— Gunakan antibiotika dengan spektrum sempit bilamana me-Vena:
mungkinkan. — Hindari pemberian infus intravena sedapat mungkin. Guna-
kan sirkuit dialisa untuk pemberian infus yang singkat.
Toraks: — Gunakan seqmen karet bersilikon pada shunt untuk meng-
— Lakukan pembersihan slang intratracheal dan kanul tra- ambil contoh darah.
cheostomy se-aseptik mungkin. — Jika pemberian infus diperlukan, tempatnya harus sering
— Hindari peregangan dinding abdomen yang berlebihan se- dipindah-pindah.
lama dialisa peritoneal. Peritoneum:
— Mulai fisioterapi sedini mungkin. — Jika mungkin gunakan sistem dialisa tertutup yang otomatis
— Mobilisasi secepatnya. — Penukaran botol, pengosongan kantung dan pemasangan
Traktus urinarius: kateter hendaknya dilakukan se-aseptik mungkin.
— Kateterisasi hanya dilakukan pada keadaan yang sangat — Usahakan bak penghangat air (water baths untuk memanas-
diperlukan. kan inflow tube) selalu steril.

Sumber: KERR (1978)

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


lama dan kurang estetis. Diagnosa: Diagnosa ditegakkan atas adanya kriteria sebagai
berikut :
Indikasi dialisa berbeda dari klinik ke klinik. Secara umum 1. Kriteria klinis
indikasi mutlak untuk melakukan dialisa adalah : — adanya anuri atau oliguri (produksi urin kurang dari 400
—sindrom uremik yang menyolok (mual dan muntah-muntah, ml/24 jam) yang berlangsung selama beberapa hari atau
perdarahan gastrointestinal, twitching otot, asteriksis, beberapa minggu.
kejang-kejang dan penurunan kesadaran). — uji klinik untuk menyingkirkan hipoperfusi ginjal.
—hidrasi berlebihan (payah jantung, udem paru-paru, udem — infus garam fisiologik 1 liter dalam 1 jam, diuresis lebih
yang refrakter). dari 20 ml/jam.
—perikarditis. — 40—80 mg furosemid i.v., diuresis lebih dari 50 mlram.
—hiperkalemi yang resisten, K + di atas 7 mEq/l. — 80—100 ml manitol 20% melalui i.v. drip selama 10—15
—asidosis yang tak dapat diatasi dengan terapi medikamen- menit, diuresis lebih dari 40 ml/jam.
tosa. — adanya syok atau faktor-faktor presipitasi lain.
— kembalinya faal ginjal menjadi normal.
2. Fase diuretik
Tidak ada batas yang tegas kapan mulai fase diuretik, biasanya 2. Kriteria laboratorium
setelah hari ke 10—21. Diuresis meningkat secara bertahap, — Peninggian mendadak konsentrasi urea N atau kreatinin
volume urin bertambah 2 kali lipat setiap hari. Komplikasi ter- serum.
sering pada fase diuretik adalah dehidrasi, hiponatremi dan — Konsentrasi natrium urin > 40 mEq/1 (atau > 20 mEq/1
hipokalemi. Selama beberapa hari produksi urin harus dicatat untuk yang non-oligurik).
dan diganti setiap 6--8 jam. Ini dapat dilakukan dengan pem- — Osmolalitas urin<350 mOsm/kg H 2 0
berian infus NaCI 0,45% ditambah dengan pemberian "kalium — Urine/serum urea N (U/S urea N) < 3
tambahan". Jika dehidrasi tidak terlalu berat dapat diberikan — Urine/serum kreatinin (U/S kreatinin) < 20
peroral campuran air, tablet NaCl dan kalium. Pengukuran — Renal failure indeks (RFI) > 1
serum elektrolit dan berat badan dapat dipakai sebagai penen- — Fractional excretion of filtered sodium (FENa) > 3
tuan adanya dehidrasi dan gangguan elektrolit ini. (atau > 1 untuk yang non-oligurik).
Tidak jarang urea N darah meninggi pada permulaan fase 3. Kriteria histopatologik
diuretik, kadang-kadang dialisa masih diperlukan untuk meng- — Lesi nefrotoksik: Sifat lesi uniform, terutama mengenai
atasi keluhan-keluhan. Setelah 3—4 hari, jumlah urin output tubulus proksimal. Lesi bervariasi mulai dari pembeng-
tidak perlu diganti seluruhnya, cukup 3/4-nya saja, ini dilakukan kakan sel-sel sampai nekrosis sel-sel. Membrana basalis
sebagai usaha untuk mengurangi produksi urin. Terjadinya de- tetap utuh.
hidrasi harus dicegah, tetapi biasanya produksi urin akan se- — Lesi iskemik : Sifat lesi tersebar (patchy) terutama me-
gera menurun dan berat jenis akan naik perlahan-lahan. Fungsi ngenai tubulus distal. Nekrosis sel-sel tubulus distal di-
tubulus kemudian membaik, kehilangan natrium dan kalium sertai robekan membrana basalis. Sering dijumpai silin-
akan berkurang. Pada saat ini pemberian cairan tidak perlu ter- der yang mengandung pigmen.
lalu agresif, dan jika penyembuhan sudah sempurna, pemberi- Yang diteliti adalah: Jumlah kejadian, jenis kelamin, umur,
an natrium tidak perlu lagi. Faal konsentrasi biasanya yang etiologi/penyakit dasar, faktor patogenik, gambaran klinik,
paling akhir membaik; jika penyembuhan hanya persial perlu hasil-hasil pemeriksaan (laboratorium, EKG, radiologi, biopsi),
pemberian natrium jangka lama. penyulit-penyulit, pengobatan, angka kematian, faktor-faktor
3. Fase penyembuhan prognostik dan sebab kematian.
Penyembuhan/perbaikan faal ginjal terus berlangsung selama III. Hasil Kejadian : Lihat Tabel 2.
3—12 bulan setelah episode GGA. Sebagian penderita terutama
yang berusia lanjut, faal ginjal tidak dapat pulih sempurna.
Biasanya masih didapati penurunan KFG, kemampuan konsen- Tabel 2 : Jumlah perawat an GGA di Bagian Penyakit Dalam RS
trasi dan pengasaman urin. Hasan Sadikin 1976 — 1980

RSHS Bag. Penyakit GGA


PROGNOSA DAN SEBAB KEMATIAN Tahun Dalam RSHS
Secara umum dapat disebutkan bahwa prognosa buruk bila: angka % angka % angka. %
1) penyakit dasarnya berat
2) disertai penyulit infeksi atau perdarahan 1976 16.943 100 3.407 20.11 7 0,04
3) terdapat hiperkatabolisme 100 0,21
4) oliguri yang lama 1977 17.858 100 3.293 18.43 7 0,04
5) umur tua lebih dari 50 tahun terutama yang disertai dengan 100 0,21
kelainan sistem kardiovaskuler. 1978 18.255 100 2.595 14.22 4 0,02
6) dialisa terlambat. 100 0,15
1979 19.655 100 2.645 18.46 8 0,04
GAGAL GINJAL AKUT DI BAGIAN PENYAKIT DALAM 100 0,30
RS. HASAN SADIKIN 1980 20.416 100 4.781 23.42 2 0,01
1. Bahan penelitian: Penelitian retrospektif penderita-pende- 100 0,04
rita GGA yang dirawat di Sub-bagian Ginjal Hipertensi Bagian
Penyakit Dalam RS. Hasan Sadikin Bandung selama 5 tahun, Jumlah 93.127 100 16.721 17.96 28 0,03
dari tanggal 1 Januari 1976 sampai dengan 31 Desember 1980. 5 tahun 100 0,17

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 15


Tabel 3 : Distribusi Umur dan jenis kelamin penderaita GGA Tabel 5: Faktor patogenetik dari penderita GGA

Pria Wanita Jumlah


Kelompok Faktor patogenik Angka Prosentase
Umur angka % angka % angka %
Hipovolemi 19 67,9%
13 - 19 - - 3 10,72 3 10,72 Hemolisis intravaskuler 2 7,1%
20 - 29 2 7,14 3 10,72 5 17,86 Efek langsung nefrotoksin 4 14,3%
30 - 39 2 7,14 3 10,72 5 17,86 Tidak diketahui 3 10,7%
40 - 49 2 7,14 2 7,14 4 14,28
4 Jumlah 28 100,0%
50 - 59 5 17,86 14,28 9 32,14
60 - 69 1 3,57 - - 1 3,57
70 - 79 1 3,57 - - 1 3,57

Jum1ah 13 46,42 15 53,58 28 100,00 Tabel 6 : Penyulit-penyulit pada 28 penderita GGA *)

Macam penyulit Angka Prosentase

Hiperkalemi 14 50,0
- ringan (5,5-6,4 mEq/1) 8
Tabel 4 : Etiologi dari 28 penderita GGA
- sedang (6,5-7,5 mEq/l) 3
- berat ( >7,5 mEq/1) 3
Etiologi Jumlah Prosentase
Infeksi 12 42,9
Kasus-kasus Penyakit Dalam 25 89,3%
- infeksi tr. urinarius 5
Gastroenteritis 16
- peritonitis 3
Intoksikasi Na2BrO3 4
- sepsis 2
Malaria 2
- bronchopneumoni 1
Tidak diketahui 3
- flebitis 1
Kasus-kasus Obstetri 2 7,1% Perdarahan 8 28,6
Ca serviks + perdarahan 1
- ringan (kulit, gusi) 4
Molahidatidosa + perdarahan 1
- berat (hematemesis, melena,
hematuri) 4
Kasus Bedah 1 3,6%
Laparatomi eksploratif tumor Koma uremik 5 17,9
intraabdomen 1
Overhidrasi 2 7,1

*) Seorang penderita dapat mengalami lebih dari 1 komplikasi.

Tabel 7: Data-data 9 penderita yang dilakukan dialisa peritoneal

Serum Urea N/Kreat Frek.


Etiologi Penyulit Penyulit DP Meninggal
Pre DP Pasca DP DP

Na2BrO3 _ 99,2/ 8,55 20 / 0,83 3 - -


Na2BrO3 - 130,0/14 2,8/ 1,2 6 - -
_ 4 Peritonitis -
Na2BrO3 134 /10,7 35 / 1,5
Na2BrO3 Perdarahan 125 /10,1 62,5/12,0 4 - +
berat
GE akut 161 /11,0 164 /12,0 2 Peritonitis +
Perdarahan
berat
GE akut Perdarahan 187,5/ 8,4 66 / 4,7 2 - -
ringan
57 / 4,82 5 Peritonitis _
GE akut Perdarahan 231,3/ ?
ringan, hi-
perkalemi
Tak di- Perdarahan 184 /17,8 162,9/13,7 2 - +
ketahui berat, hi-
perkalemi
Tak di- Hiperkalemi 204 /10,85 143 / 5,81 1 - +
ketahui sepsis

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Tabel 8: Angka kematian dari 28 penderita GGA Tabel 9 : Sebab kematian dari 8 penderita GGA
Jumlah penderita GGA Jumlah kematian Jumlah kematian
yang dirawat penderita GGA
Tahun Sebab kematian
Angka % Angka % Angka %

1976 7 100 1 14,3 Infeksi (peritonitis difusa & sepsis) 2 25,0


1977 7 100 4 57,1 Perdarahan gastrointestinal 2 25,0
1978 4 100 1 25,0 Penyakit dasar (malaria serebral) 1 12,5
1979 8 100 2 25,0 Koma uremik 1 12,5
1980 2 100 – – Overhidrasi (bendungan paru akut) 1 12,5
Koma diabetik 1 12,5
Jumlah 28 100 8 28,6
Jumlah 8 100,0

KEPUSTAKAAN

1. Papper S. Acute renal failure. In Clinical Nephrology, 2 nd Ed. and disease. Adv Intem Med 12 : 295, 1964. Cited by Levinsky et
Little Brown & Co, 1978, pp 137–165, 479–531. al (1981).
2. Keer DNS. Acute renal failure. In Black Dak (ed) : Renal disease, 12. Wardener. Acute renal failure. In The Kidney, 4 th Ed. Churchill
5 th Ed Oxford University Press. London. 1978, pp 437–493. Livingstone. Edinburg. London. 1973, pp 159–179.
3. Sharpstone P. Acute renal failure. Br Med J 4 : 158–160, 1970. 13. Espinel CH, Gregory AW. Differential diagnosis of acute renal
4. Epstein FH. Acute renal failure. In Harrison's Principles of internal failure. Clin Nephrol 13: 73–77, 1980.
Medicine, 7 th Ed. Mc Graw-Hill Book Co, University Book Publ 14. Vertel RM, Knochel JP. Non-oliguric acute renal failure. JAMA
Co. Taiwan., 1975, pp 1383–1396. 200 : 598–602, 1967.
5. Edhiwan P, Sukandar E. Angka kematian karena kegagalan ginjal 15. Anderson RJ, Linas SL, Berns AS, et aLNon-oliguric acute renal
mendadak yang reversibel di Bagian I. Penyakit Dalam FKUP/ failure. N Engl J Med 296 : 1134–1137, 1977.
RSHS.Naskah lengkap KOPAPDI III, Bandung, 1975, hal 397– 17. Hayes JM. Management of acute renal failure. Anaesth Intens Care
405. 1 : 65–69, 1972.
6. Elya Karnadi, Iman Parsoedi, R. Boedhi Darmojo. Kegagalan ginjal 18. Aviram A, Pfau A, Czaczkes JW, Ulmann TD. Hyperosmolality
mendadak post gastroenteritis di Bagian Penyakit Dalam RS Karia- with hyponatremia, caused by in appropriate administration of
di Semarang. Naskah lengkap KOPAPDI III , Bandung, 1975. hal mannitoL Am J Med 42 : 648–650, 1967.
497-503. 19. Hedger RW The conservative management of acute oliguric renal
7. Thurau K, Dahleim H, Gruner A. Activation of renin in the single failure. Med Clin N Am 55 : 121–135,1971.
juxta glomarular apparatus by sodium chloride in the tubular 20. Stott RB, Ogg CS, Cameron JS, Bewick M. Why the persistently
fluid at the macula densa. Cir Res 30–31 : Suppl 2 : 182, 1972. high mortality in acute renal failure? Lancet ii : 75–79, 1972.
Cited by Schrirer & Conger (1980). 21. Cantarovich F, Galli C, Benedeti L, dkk. High dose frusemide in
8 Flores I, Di Bona DR, Beck CH, Leaf A. The role of cell swelling eshtablished acute renal failure. Br Med J 4 : 449–450, 1973.
in ischemic renal damage and the protective effect of hypertonic 22. Dudrick SI, Stiger E, Long JM. Renal failure in surgical patients :
solute. J Qin Inverst 51 : 118, 1972. Treatment with intravenous essential aminoacids and hypertonic
9. Lordon RE, Burton JR. Post-traumatic renal failure in military glucose. Surgery 68 : 180, 1970.
personel in South-east Asia. Am J Med 53 : 137–147,1972. 23. Abel RM, Abbort WM, Fischer JE. Intravenous essential L-amino
10. Relman AS. Renal acidosis and renal excertion of acid in health acids and hypertonic dextrose in patients with acute renal failure.
Am J Surg 123 : 632–638, 1972.

Anuria
J. Puji Rahard jo
Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /RS. Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta.

Anuria arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan
ada produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian ginjal kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang sudah
klinis diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal
kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan
fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara keadaan yang disebut oliguria, yaitu keadaan dimana produksi
pelan-pelan atau yang datang secara mendadak. urine dalam 24 jam antara 100 — 400 ml. Sebab-sebab anuria/

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 17


oliguria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu : dari anuria kadang-kadang sulit, maka didalam gagal ginjal
sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab ini penanggulangan ditujukan kepada gagal ginjal akutnya
post-renal. tanpa memandang etiologinya demi untuk menyelamatkan
Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi kegawatan si penderita yang kadang-kadang life-saving.
seperti akibat dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang Dari sudut patofisiologi ini dapat jelas dilihat bahwa tin-
massive atau sepsis. Anuria pre-renal ini dapat juga disebabkan dakan pencegahan adalah sangat penting; misalnya pada kea-
oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli daan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi, pemberian
(fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma cairan supaya renal blood flow terjamin harus selalu diusa-
arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat hakan, sebelum anuria terjadi.
juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat Oleh karena prognosa gagal ginjal kronik lain, maka perlu
kelainan koagulasi, atau penyebaran tumor. dibedakan dengan gagal ginjal akut yang prognosanya umum-
Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glume- nya lebih baik dengan tindakan yang lebih cepat. Gagal ginjal
rulonefritis akut, dan pada beberapa keadaan glumerulopati. kronik biasanya dapat dikenali dengan didapatkannya tanda-
Sedang anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi tanda penyakit ginjal kronik seperti adanya riwayat batu,
urethra oleh karena striktura, pembesaran prostat, sumbatan diabetes mellitus, hipertensi, adanya proteinuria, anemia,
kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses pemakaian analgetik yang berkelebihan, penyakit polikistik
keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih. serta didapatkannya ginjal yang kecil. Bila tidak didapatkan
Dari sebab-sebab anuria/oliguria yang dapat menyebabkan gejala seperti disebutkan diatas maka harus dipikirkan kemung-
gagal ginjal sebagian besar adalah sebab-sebab di luar ginjal kinan gagal ginjal akut yang masih reversibel dengan pengo-
yang dengan kemajuan ilmu kedokteran telah dapat banyak batan yang cepat dan tepat. Dalam skema 2 digambarkan
diperbaiki/dicegah. Hasil peningkatan pengetahuan ini dapat dasar penanggulangan anuria secara praktis yang kiranya dapat
dilihat dalam tabel 1 berikut yang menggambarkan perubahan dilaksanakan tanpa banyak pemeriksaan-pemeriksaan.
prognosa gagal ginjal akut.
Skema 2. Tatalaksana Anuria
Tabel 1. Perubahan mortalitas berdasarkan tahunnya

Mortalitas Tahun 58 — 67 Tahun 68 — 77

Medical 35,5 % 20,2 %


Surgical 55,5 % 40,4 %
Obstetri 18,8 % 20,0 %

Patofisiologi terjadinya anuria jelas dapat dilihat dalam ske-


ma 1 yang digambarkan oleh Andreucci di bawah ini.

Skema 1. Patofisiologi anuria

KEPUSTAKAAN
1. Rainford DJ. Acute Renal Failure . Jn : Cortio JE ed The tretment
of Renal Failure. Lancaster : MTP ; 1982.
2. Reginal Bruskewitz. Urinary tract signs and symtoms, In : Franklin
SS, ed Practical Nephrology. New York : John Willy & Sons, 1981.
3. Gabriel R. Acute Renal Failure. Post Graduate Nephrology, 2 nd
Ed. 1978.

Sebagai akibat terjadinya anuria/oliguria maka akan timbul


gangguan keseimbangan didalam tubuh yaitu berupa penum-
pukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh, yang
seharusnya keluar bersama-sama urine. Keadaan inilah yang
akan memberikan gambaran klinis daripada anuria/oliguria
pada gagal ginjal seperti edema, asidosis, uremia dsb. Pada
umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga
diagnosanya juga tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Penanggulangan Gagal Ginjal Kronik dan Kemajuannya
R.P. Sidabutar
Sub. Bagian Ginjal & Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta.

Gagal Ginjal Kronik adalah suatu kerusakan kekurangan fungsi 5 ml/menit , tetapi bila sudah turun sampai kurang dari 5 ml/
ginjal yang hampir selalu tidak reversibel dan sebabnya ber- menit, harus ditetapkan apakah penderita tersebut mungkin
macam-macam. Uremia adalah istilah yang sudah lama dipakai diberi pengobatan pengganti. Tujuan pengobatan konservatif
yang menggambarkan suatu gambaran klinik sebagai akibat adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih bisa, mencegah
gagal ginjal. Sebenarnya pada dewasa ini sudah dipahami faktor-faktor pemberat dan di mana mungkin mencoba mem-
bahwa retensi urea di dalam darah bukanlah penyebab utama perlambat progresi gagal ginjal.
gejala gagal ginjal, bahkan binatang percobaan yang diberi Pengobatan pengganti pada dasarnya adalah dialisis dan trans-
banyak urea secara intravena, tidak menunjukkan gejala-gejala plantasi.
uremia. Banyak istilah yang dalam bahasa Inggris dipakai un- Pengobatan konservatif terdiri dari:
tuk menggambarkan gagal ginjal, tetapi renal failure merupa- I . a. Minum yang cukup
kan istilah yang lazim dipakai. b. Pengaturan diet protein
c. Pengendalian hipertensi
Penyebab Gagal Ginjal Kronik
d. Pengobatan anaemia
Penyebab Gagal Ginjal Kronik dapat dibagi dua, yaitu : e. Pengobatan gangguan elektrolit
1. Kelainan parenkim ginjal f. Pengobatan asidosis
a. Penyakit ginjal primer g. Pengobatan osteodistrofi
Glomerulonefritis h. Pengobatan bakteruri
Pielonefritis i. Pengobatan hiperurikaemi berat
Ginjal polikistik j. Pengobatan gejala saluran pencernaan
TBC ginjal k. Pengobatan gejala saraf dan otot
b. Penyakit ginjal sekunder 1. Pengobatan pruritis
Nefritis lupus II . a. Menghindarkan obat nefrotoksik
Nefropati analgesik b. Menghindarkan kontras radiologik yang tidak amat perlu
Amiloidosis ginjal c. Menghindarkan instrumentasi yang tidak amat perlu
2. Penyakit ginjal obstruktip d. Mencegah kehamilan pada penderita yang berrisiko ting-
– Pembesaran prostat batu, gi

– Batu saluran kencing, dll. e. Mencegah pemberian hal-hal yang toksik secara tidak
sengaja
Tahapan Gagal Ginjal Kronik Kemajuan di bidang pengobatan konservatif terutama timbul
Pada tahap ringan tidak ada gejala gagal ginjal kronik sampai dalam :
pada suatu ketika filtrasi glomeruler (GFR) menurun sampai a. Pengertian yang lebih baik mengenai metabolisme prote-
10% dari normal. Kalau GFR masih di atas 25 ml/menit eks- in
kresi zat-zat yang larut tidak berubah. Bila klirens kreatinin b. Pengertian yang lebih baik mengenai hiperterrsi pada
turun sampai antara 5 dan 20 ml/menit, ekskresi zat-zat larut gagal ginjal
mulai terganggu, tetapi pada umumnya masih mungkin meme- c. Pilihan obat yang lebih luas pada hipertensi gagal ginjal
lihara kesehatan penderita dengan kualitas hidup yang baik. d. Pengertian yang lebih baik dan kemungkinan memberi
Bila klirens kreatinin turun sampai di bawah 5 atau 3 ml/me- 1,25 dihidroksi kalsiferol untuk osteodistrofi
nit, dibutuhkan penanggulangan khusus. Saat ini disebut gagal e. Pengertian yang baik mengenai timbulnya pruritus
ginjal kronik berat. Diet rendah protein ditujukan untuk mencapai imbangan
nitrogen yang positip. Metabolisme protein dapat disokong
Diagnosis dengan pemberian protein yang mengandung asam amino es-
Diagnosis ditegakkan dengan mengenali simtom dan tanda- sensial secara cukup. Pemberian asam amino essensial dapat di-
tanda klinik serta pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Langkah- lakukan dengan diet protein nilai biologik tinggi atau pemberi-
langkah diagnostik bertujuan menegakkan tahapan gagal ginjal an substitusi semi sintetik. Di samping itu harus diberi kalori
dan etiologi gagal ginjal kronik. yang cukup, yang pada umumnya dapat diberi dalam bentuk
glukosa cair. Diet Giordano Giovanetti berisi 18 g protein nilai
Pengobatan biologik tinggi.
Pengobatan dapat dibagi 2 golongan: Pengertian dan pengobatan hipertensi pada gagal ginjal meng-
– Pengobatan konservatif alami kemajuan yang sangat berarti. Diet rendah garam tidak
– Pengobatan pengganti (Replacement treatment) boleh diberikan secara membabi buta, karena pada fase ter-
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pengobatan konserva- tentu gagal ginjal kronik disertai sifat membuang natrium
tif masih mungkin dilakukan, bila klirens kreatinin lebih dari (salt wasting renal failure). Dalam memilih obat anti hipertensi

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 19


harus dihindari obat-obat yang merendahkan filtrasi glomeru- teknik baru yaitu CAPD (Chronic Ambulatory Peritoneal Dia
ler dan obat yang berakumulasi dalam darah yang dapat me- lysis) oleh Popovich.R.P., Moncrief J.W., dan Dechero J.B.(4)
nyebabkan hipotensi .yang berlarut. Pada gagal ginjal kronik Pada dasarnya cara ini mereka kemukakan sebagai sistem kli-
ringan, beta blocker atau prazosin dapat dipergunakan. Pada rens rendah dan ekuilibrium. Azas proses ini adalah membuat
keadaan yang berat atau dalam keadaan yang gawat, 150—300 asites sengaja, dengan sebanyak 1,5—2 liter cairan yang kom-
mg diasoksit intravena atau 0,9 mg/500 ml dekstrose 5% dalam posisinya sama dengan serum normal tetapi tentunya tidak
tetesan intravena dapat diberi. Bila dibutuhkan diuretika un- mengandung albumin (jadi cairan ini hampir sama dengan
tuk mencegah retensi natrium, furosemit dapat diberi 40 mg cairan dialisis peritoneal biasa). Cairan ini diganti 3 sampai
-1000 mg/hari, tetapi harus diingat bahwa pemberian yang 6 kali sehari. Pada tahun 1978 Oreopoulos D.G. dkk menge-
terlalu cepat intravena dapat menimbulkan tuli sementara. tengahkan pengalaman yang luas dan hasil yang memuaskan
Diuretika lup lain seperti bumetamit dapat juga diberikan, mempergunakan CAPD pada GGK. (2)
asam etakrinik harus diberikan lebih hati-hati. Banyak kepustakaan yang mencoba menganalisa dan mem-
1,25 dihidroksikolkalsiferol 0,25 mikrogram perhari dapat bandingkan cara-cara ini dengan dialisis intermitten yang
mencegah osteodistrofi yang disebabkan resistensi terhadap lazim dilakukan. Pada umumnya beberapa kesimpulan di
vitamin D. setujui, yaitu:
Pruritis kadang-kadang sangat sukar dikendalikan dan penye- 1. CAPD diterima sebagai pengobatan pengganti terus-menerus,
babnya multipel. Pruritis yang disebabkan oleh nilai perkalian (continuous) sebagai alternatif pengobatan pengganti inter-
kalsium dan fosfat yang tinggi dapat dihindarkan secara per- miten lainnya.
lahan, dengan memberikan pengikat fosfat di dalam usus 2. Pelaksanaannya walaupun sederhana tetap mempunyai
misalnya aluminium hidroksit. Bila disertai hiperurikaemia, beberapa kesulitan sebagai kesulitan sementara misalnya
allopurinol dapat dianjurkan. Harus pula diperhatikan, ke- kelebihan glukosa dan kesulitan yang sukar dihindari seperti
mungkinan gatal-gatal karena kepekaan terhadap obat. Difen- sklerosis peritoneal.
hidramin, lidokain intravena, radiasi ultra violet kadang-kadang 3. Hasil-hasil 1 sampai 2 tahun masih sangat bervariasi, seba-
dapat menolong. gian mengatakan baik sebagian lain hasilnya buruk. (3)
Walaupun sebagian penderita gagal ginjal kronik bisa subur, 4. Masa depan CAPD masih belum jelas, walaupun memberi
sebagian besar tidak subur. Sebaiknya kehamilan dicegah pada harapan untuk kebebasan yang lebih luas bagi penderita
gagal ginjal sedang dan berat, karena gagal ginjal dapat menjadi serta mungkin penghematan biaya.
progresif. Nilai kreatinin darah lebih dari 3 mg% dan gagal 5. CAPD harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh pada
ginjal disertai hipertensi yang nyata, merupakan tanda-tanda penderita GGK dengan diabetes mellitus yang tergantung
risiko yang besar. pada insulin dan GGK dengan kelainan kardiovaskuler yang
Tidaklah jarang dalam memberikan sesuatu obat atau sesuatu nyata.
zat, secara tidak disadari terikut zat-zat yang toksik seperti 6. Kriteria yang tegas untuk memilih antara CAPD dan hemo-
kalium dan magnesium. Dengan demikian kita memberikan dialisis menahun sampai sekarang belum jelas.
obat dan zat-zat apa pun kepada penderita gagal ginjal kronik, 7. Beberapa hal harus diingat dalam menganjurkan CAPD,
setelah mengetahui dengan tepat komposisi daripada obat-obat yaitu:
dan zat tersebut. a. Agaknya akan ada pembatasan waktu efektifitas CAPD
karena toleransi peritoneal.
Pengobatan Pengganti b. Sesuatu program CAPD memerlukan suatu team.
Dialisis adalah salah satu kemungkinan pengobatan pengganti. c. Masih diperlukan perjalanan multi center yang lebih luas
Sudah kita ketahui bahwa dialisis dapat berupa: untuk menetapkan kriteria memilih CAPD.
— Hemodialisis
— Dialisis peritoneal Gambar 1 menunjukkan cepatnya pertambahan pusat CAPD
— Dialisis intestinal di Amerika Serikat dan gambar 2 menunjukkan perkembangan
— Dialisis pleural jumlah penderita.
— Dialisis perikardial
Dialisis pleural dan dialisis perikardial tidak mempunyai nilai
klinik karena tidak praktis dan risikonya besar.
Dialisis peritoneal pada mulanya hanya dianjurkan untuk gagal
ginjal akut yang tidak hiperkatabolik.
Sikap tersebut timbul karena dialisis peritoneal tidak seefektif
hemodialisis, sehingga memerlukan waktu dialisis yang pan-
jang. Di samping itu teknik untuk berkali-kali menusuk din-
ding abdomen atau menempatkan kateter permanen belum di-
kuasai. Tetapi kemudian kesulitan ini diatasi dengan diperke-
nalkannya berbagai kateter, yang dapat bertahan lama.
Boen dkk 1962: mengemukakan pengalaman dengan dialisis
peritoneal intermiten yang memakai sistem tertutup (1) kate-
ter yang permanen yang kemudian menjadi standar pada peng-
gunaan dialisis peritoneal untuk gagal ginjal kronik (5).
Dialisis peritoneal intermitten terutama dengan alat-alat oto-
matik tertutup banyak dipergunakan tetapi tidak sebanyak
hemodialisis. Pada akhir tahun tujuhpuluhan hanya sekitar
5% penderita gagal ginjal kronik yang diobati dengan cara ini.
Kemajuan yang menyolok timbul setelah diperkenalkannya

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Dari segi komplikasi diketahui bahwa aluminium dalam dialisat
memegang peranan penting dalam terjadinya dimensi dialisis.
Idaman untuk sesuatu "alat dialisis " yang ditanam di dalam
badan sampai saat ini belum terwujud.
Pemakaian heparin pada sirkulasi di luar badan kadang-kadang
dapat membawa kesulitan maka ada usaha untuk menaburi
seluruh sistema sirkulasi di luar tubuh dengan antikoagulonsia.
Sehingga darah tidak membeku tetapi sifat darah sendiri
tidak berubah.
Teknik untuk heparinisasi minimal yang membilas sirkulasi
luar tubuh diperkenalkan pula untuk membran tertentu.
Survival donor mayat dan EDTA nampak pada gambar 3A dan
B.
Survival donor hidup EDTA dan di Jakarta nampak pada gam-
bar 4.

Transplantasi
Transplantasi sudah merupakan prosedur rutin. Teknik bedah
PERKEMBANGAN JUMLAH PENDERITA CAPD DI USA tidak merupakan kesulitan lagi. Usaha pada dasarnya ditugas-
kan untuk meningkatkan "survival".
Gambar : 2 Rejeksi lebih dipahami karena itu di kemudian hari akan ter-
buka jalan baru untuk melawan rejeksi.
Rejeksi pada transplantasi tadinya diduga sesuatu proses
arah dari sistema kekebalan tubuh resipien untuk menolak
Hemodialisis tetap merupakan pilihan utama pada GGK yang ginjal donor. Akan tetapi kemudian disadari bahwa ada juga
memerlukan pengobatan pengganti. Tabel 1. menggambarkan proses yang mengurangi kemungkinan rejeksi atau inhibitor
jumlah penderita dengan dialisis kronik di beberapa negara rejeksi. Imbangan kedua faktor inilah yang menentukan ter-
Eropa dan di dua unit di Jakarta. jadinya atau tidak terjadinya rejeksi.
Yang mendorong terjadinya rejeksi adalah :
1. Limfosit sitotoksik
Tabel 1. Jumlah penderita dialisis menahun pada akhir 1978 2. Antibodi
3. Makrofag
Tempat Dialisis Peritoneal Hemodialisis 4. Granulosik
5. Sel K dan sel N K
RS Rumah RS Rumah 6. "Helper limfosit"
Belanda 2 0 1157 115 Yang menghalangi rejeksi adalah:
Jerman Barat 107 12 5293 1732 1. Antibodi enhancing
Mesir 0 0 10 0 2. Limfosit Supresor T
Siria 0 0 5 0 3. Antibodi anti idiotype
Inggris 54 38 980 18.78 4. Imun kompleks dalam sirkulasi
Jakarta 3 0 1 5. Limfokinesis
(RS. Tjikini + 86) 6. Efek inhibisi makrofag
57) 143
RSCM) 7. Prostaglandin
8. Interferon
Tabel 2. Penderita gagal ginjal kronik yang dalam program Hemodia-
lisis Kronik di RSCM & RS DGI TJIKINI Jakarta pada
Juni 1982

Rumah Sakit Laki-laki Perempuan Jumlah

RS. Dr. Cipto. M. 28 18 46


RS. DGI Tjikini 60 34 94

KeduaRS 88 52 140

Kemajuan di hidang hemodialisis terutama terjadi pada pening-


katan efisiensi, peningkatan peralatan sehingga lebih aman,
mudah dan teliti. Efisiensi ditingkatkan dengan membran-
membran baru, pengamanan dari gelembung udara, kebocoran
membran diperoleh dengan berbagai modifikasi serta ketelitian
dicapai misalnya dengan sebelumnya dapat mengatur beberapa SURVIVAL GINJAL DONOR HIDUP EDTA DARI JAKARTA
cairan yang akan ditarik pada tiap dialisis. Gambar : 4

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 21


SURVIVAL GINJAL DONOR MAYAT EDTA
Gambar : 3 A dan 3 B

Walaupun terdapat kemajuan-kemajuan seperti tersebut di Kepustakaan


atas, survival transplantasi ginjal, baik donor hidup maupun
donor mayat tidak menyolok berubah. Gambar 3A, 3B, dan 1. Boen ST, Mulinari AS, Dillard DH, Screbner BH. Periodic peritoneal
4 menunjukkan survival pada kelompok The European Dialysis dialysis in the management of chronic uraemia. Trans Am Soc
Artif Organs 1962; 8 : 256-262.
and Transplant Association serta Jakarta.
2. Oreopoulos DG, Robson M, Izatt S et al. A simple and safe tech-
nique for continous ambulatory dialysis (CAPD). Trans Am. Soc.
Kesimpulan
Artif intern Organs 1978; 24 : 484-487.
Dikemukakan dasar-dasar pengobatan gagal ginjal kronik. 3. Oreopoulos DG. An up date on continuous ambulatory peritoneal
Kemajuan yang menyolok tidak banyak. Di bidang dialisis dialysis (CAPD). Int I Artif Organs 1980; 3 : 231.
CAPD membuka era baru yang di tahun-tahun mendatang 4. Popovich RP, Moncrief JW, Dechero JB et al. The definition of
akan lebih jelas kedudukannya. Di bidang transplantasi penge- a novel portable wearable equilibrium peritoneal dialysis technique.
tahuan mengenai mekanisme rejeksi lebih jelas tetapi akibat- Abstracts. Trans Am Soc Artif Organs 1976;5 : 64.
nya terhadap survival belum nyata. Survival transplantasi 5. Tenckhoff H, Schecter H. A bacteriologically safe peritoneal acces
device. Trans Am Soc Artif Organis 1968; 14 : 181-186.
ginjal di Jakarta tidak banyak berbeda dengan EDTA.

Hipertensi Renal
Made Sukahatya
Sub. Bagian Ginjal — Hipertensi Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNAIR
Surabaya.

PENDAHULUAN Dalam hubungan ini dikenal 4 hipotesa utama yaitu:


Peranan ginjal dalam terjadinya hipertensi telah dikirakan 1. Ketidak sanggupan ginjal untuk merusak atau mengekskresi
oleh R.Bright dalam tahun 1836, akan tetapi baru menjadi suatu bahan presor.
konsep penting setelah percobaan klasik dari Dr. Harry Gold- 2. Ketidak sanggupan ginjal untuk menghasilkan suatu bahan
blatt pada tahun 1934 (3, 8, 18). Untuk masa berikutnya ter- antipresor.
jadi periode kekacauan klinik tentang hubungan ginjal dan 3. Ginjal menghasilkan suatu bahan vasokonstriktor.
hipertensi. Ada kelompok sarjana yang berpendapat bahwa 4. Pengaruh ginjal terhadap keseimbangan elektrolit (NA) dan
etiologi dari semua hipertensi adalah kelainan ginjal; kelompok air.
lain berpendapat sebaliknya yaitu bahwa ginjal jarang sekali Hipotesa yang kini paling banyak dianut oleh para klinisi ada-
memegang peranan dalam terjadinya hipertensi. lah terdapatnya hubungan abnormal antara pengaturan eksresi
Pada masa kini kebanyakan sarjana berpendapat bahwa garam-air dengan sistim renin-angiotensin aldosteron; sehingga
antara hipertensi dan penyakit ginjal terdapat jalinan hubung- hipertensi dibedakan dalam 2 golongan yaitu: hipertensi kare-
an sebab-akibat yang erat sekali. Semua sebab-sebab primer na renin (renin-dependent hypertension) dan hipertensi karena
dari hipertensi dapat menyebabkan kelainan ginjal akibat garam-air (volume-dependent hypertension) (4, 5, 12, 15, 17).
tingginya tekanan darah per se ; kelainan ginjal tersebut bila
cukup berat, akan menyebabkan hipertensinya menetap walau- BATASAN DAN ETIOLOGI
pun sebab primernya dapat dihilangkan. Pemakaian obat-obat Hipertensi renal adalah hipertensi sekunder yang disebab-
untuk menormalkan tekanan darah akan mencegah atau mem- kan oleh kelainan parenkim ginjal dan atau pembuluh darah
perlambat kerusakan ginjal, walaupun sebab primernya tetap ginjal unilateral atau bilateral (3, 12, 18). Angka kejadiannya
ada (3, 8, 12, 13, 14, 18). Sebaliknya, penyakit ginjal primer berkisar antara 10—20% dari semua kasus hipertensi dan yang
sering mengakibatkan timbulnya hipertensi. dapat disembuhkan dengan pembedahan kurang lebih 5%.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Klasifikasi Hipertensi Renal (H.R) 50—80%, Glomerulonefritis kronik 80—90%, pielonefritis kro-
A. H.R. pada penyakit ginjal intrinsik nik, 25—60%, ginjal polikistik 70—75%, glomeruloskeloris
diabetik 50—65%, adeno Ca 56,5%, hidronefrosis 25.3%; tbc
A.1.Kelainan parenkim ginjal:
21%, renovaskuler 28% (2, 3, 12, 18). Kadang-kadang pada
a. Glomerulonefritis, akut dan kronik
otopsi pun sukar untuk menentukan mana yang primer/sekun-
b. Pielonefritis kronik, unilateral dan bilateral
der pada penderita dengan penyakit ginjal dan hipertensi.
c. Ginjal polikistik
Apakah tidak ada cara-cara untuk membedakan hubungan
d. Nefritis radiasi
yang sangat kompleks tersebut? Pada dasarnya pada tiap pen-
e. Tumor ganas ginjal
derita hipertensi harus dilakukan evaluasi yang baik untuk
f. Hidronefrosis menetapkan diagnosa.
A.2.Kelainan ginjal sekunder oleh karena penyakit sistemik. 1. Harus dilakukan anamnesa dan pemeriksaan, fisik yang baik
a. Periarteritis nodosa dan teliti.
b. S.L.E. 2. Pemeriksaan funduskopi juga merupakan keharusan.
c. Skleroderma 3. Lap. rutin meliputi pemeriksaan darah lengkap, LED, uri-
d. Glomerulosklerosis diabetik nalisis, BUN dan s.creatinine, gula darah dan kolesterol
e. Ginjal kerut amiloid serum.
A.3.Kelainan perirenal 4. Elektrokardiografi dan foto toraks.
a. Perdarahan Pemeriksaan klinis sederhana tersebut biasanya sudah cukup
b. Perinefritis untuk membedakan sebagian besar penderita hipertensi esen-
c. Abses perirenal siil dari hipertensi sekunder.
d. Keganasan perirenal Terutama untuk hipertensi renovaskuler ada beberapa ke-
e. Kista perirenal khususan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sangat mem-
f. Trauma bantu (2, 3, 8, 12, 18).
B. H.R. pada penyakit pembuluh darah ginjal (H.renovaskuler) Anamnesa :
B.1.Kelainan pembuluh darah ginjal intrarenal — nyeri perut atau pinggang mendadak disertai timbulnya
B2. Kelainan pembuluh darah ginjal ekstrarenal hipertensi.
— hipertensi mendadak pada penderita di bawah umur 30
a. Aterosklerosis
tahun atau di atas umur 50 tahun.
b. Fibrosis mural
— perubahan hipertensi ringan menjadi hipertensi berat dan
c. Fibrosis subendotil
progresip dalam waktu singkat.
d. Hiperplasia muskuler
— timbulnya "accelerated hypertension" pada penderita di
e. Trombosis
atas 60 tahun.
f. Embolus
g. Arteritis — pernah mengalami CVA atau tromboemboli sebelumnya.
h. Fistel arteriovenos Fisik :
i. A. Renalis multipel — terdengarnya bising vaskuler (bruit) di daerah perut atau
j. Trombosis V.Renalis kostovertebral.
k. Aneurisma Kalau pada pemeriksaan klinis dicurigai sekali akan kemung-
l. Terpilihnya pedikel ginjal kinan hipertensi renal, maka beberapa sarjana menganjurkan
m. Perambatan penyakit aorta dilakukan suatu "screening test " untuk H.R.
C. Prosis ginjal
Berdasarkan hasil pengobatan bedah H.R. dibagi dalam 2 1. Radioisotope renography.
kategori besar, yaitu: Renogram dianjurkan sebagai tes screening pertama untuk
C.1. H.R. yang dapat dikoreksi (Correctable Renal Hyper penderita hipertensi oleh karena beberapa keuntungan dari
tension) tindakan tersebut antara lain non-invasif, sederhana dan
C.2.H.R. yang tidak dapat dikoreksi (Non-correctable Re- mudah dikerjakan, dapat segera dibaca hasilnya dan dapat
nal Hypertension) diulang beberapa kali kalau diperlukan. Menurut Morris
dkk. ketepatannya adalah 88% untuk kelainan unilateral
dan 95% untuk kelainan bilateral (9). Bila renogram menun-
GAMBARAN KLINIK/DIAGNOSA jukkan kelainan, haruslah dilakukan pielografi intravena
dan atau arteriografi renal.
Tanpa anamnesa yang jelas tentang mana yang terjadi ter-
lebih dahulu antara hipertensi dan penyakit ginjal, sangat sukar 2. Pielagrafi intravena.
untuk memastikan apakah hipertensi yang terdapat pada se- Kegunaannya untuk diagnostik terbatas kalau terdapat per-
orang penderita dengan penyakit ginjal adalah primer ataukah bedaan yang nyata dari kedua ginjal (besarnya, keluarnya
sekunder akibat penyakit ginjalnya. bahan kontras dan sebagainya) atau terdapat obstruksi sa-
Kesukaran pertama adalah kenyataan bahwa penderita luran kencing. Menurut Morris dkk. hasil negatip palsu di-
dengan hipertensi esensiil mudah terkena infeksi saluran ken- dapatkannya pada 30% penderita yang kemudian ternyata
cing/pielonefritis bila telah terjadi arteriosklerosis dari pembu- mempunyai kelainan renovaskuler (9).
luh darah ginjal/cabang-cabangnya. Kesukaran kedua adalah 3. Pielogram retrograd dan tes faal ginjal diferensial.
berdasarkan pengalaman klinik tidak semua penderita dengan Perlu dilakukan sebelum tindakan bedah dilakukan. Crock-
penyakit ginjal primer disertai hipertensi. Misalnya angka ke- er dkk. berpendapat bahwa cara ini lebih dapat dipercaya
jadian hipertensi pada glomerulonefritis akut berkisar antara daripada pielografi intravena (1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 23


4. Arteriografi renal. angiotensin-II, beda tekanan sebelah-menyebelah lesi waktu
Menurut beberapa sarjana indikasi untuk melakukannya operasi dan gambaran aparat juxtaglomeruler pada biopsi
adalah sebagai berikut (12, 18). ginjal (18).
a. penderita hipertensi di.bawah umur 30 tahun dan di atas
50 tahun.
b. penderita dengan hipertensi yang timbul mendadak atau RINGKASAN
mendadak tambah memburuk. Ginjal merupakan organ terpenting dalam etiologi dari
c. bising vaskuler di daerah perut. tekanan darah tinggi. Antara ginjal dan hipertensi terdapat
d. pielogram intravena menunjukkan disparitas ginjal yang jalinan hubungan sebab-akibat yang erat sekali.
nyata. Hipertensi renal sekunder akibat kelainan parenkim ginjal atau
e. sebelum dilakukan pembedahan. pembuluh darah ginjal mempunyai angka kejadian sekitar
10—20% dari semua kasus hipertensi dan yang dapat disem-
5. Kadar renin dalam plasma.
buhkan dengan pembedahan kurang lebih 5%.
Penting sekali untuk menentukan apakah hipertensi dapat
Etiologi dari hipertensi renal adalah terjadinya iskemia dari
dikoreksi dengan tindakan bedah.
sebagian atau seluruh jaringan ginjal akibat berkurangnya alir-
Tiga indikator yang dapat meramalkan keberhasilan operasi an darah ke ginjal. Terjadi hubungan abnormal antara peng-
pada penderita dengan H.R. adalah (4, 5) : aturan ekskresi garam dan sistim renin-angiotensin-aldosteron,
1. Sangat meningkatnya kadar renin perifer dalam kaitannya sehingga ada yang membagi hipertensi dalam 2 golongan yaitu
dengan ekskresi garam. renin-dependent dan volume-dependent.
2. Lateralisasi dari sekresi renin dengan supresi total sekresi Diagnosa dari hipertensi renal tidak terlalu sukar; akan tetapi
renin dari ginjal kontralateral (V—A = O). pada penderita tertentu kadang-kadang memerlukan macam-
3. Pada ginjal yang sakit kadar renin vena (V) sangat mening- macam pemeriksaan yang rumit. Tes diagnostik yang penting
kat bila dibandingkan dengan renin arteriil (A). [(V—A)/A adalah renogram radioisotop, arteriografi renal, pielografi
> 0.48 ] intravena, pielografi retrograd dengan tes faal ginjal diferensial
dan penentuan kadar renin darah.
Tes-tes tersebut terutama sangat diperlukan dalam evaluasi
PENGOBATAN penderita yang dipertimbangkan untuk menjalin operasi.
Untuk pengobatan H.R. terdapat 2 pilihan utama yaitu me- Pengobatan hipertensi renal dapat berupa medik konservatif
dik konservatif dengan farmakoterapi dan pembedahan. Kedua atau pembedahan. Pilihan tergantung pada hasil evaluasi
cara pengelolaan tersebut telah diterapkan secara berhasil pada masing-masing penderita.
penderita-penderita pilihan tertentu, akan tetapi keduanya Peranan bedah terutama adalah untuk mempertahankan atau
masih belum merupakan cara yang ideal mengingat masih memperbaiki fungsi ginjal.
tingginya morbiditas dan mortalitas. Pilihan mana yang dipilih
tergantung pada evaluasi penderita demi penderita. Sudah KEPUSTAKAAN
terbukti bahwa "life expectancy" 5—8 tahun di antara pende-
1. Crocker DW, Newton RA, Mahoney EM, Harrison JH. Hyper-
rita hipertensi menjadi 2 x lipat bila mereka diberi obat-obat
tension due to primary renal ischemia. A correlation of juxtaglo-
hipotensip. Akan tetapi pengobatan medik hanya merupakan merular cell counts with olinicopathological findings in twenty
pengobatan paliatip untuk mengontrol tekanan darah penderi- five cases. New Engl J Med 267 : 794, 1962.
ta. Sebaliknya pada kasus tertentu tindakan bedah dapat me- 2. Dunn MJ. The patient with hypertension. In Manual of Nephro-
nurunkan tekanan darah secara permanen. logy. Diagnosis and Treatment. Ed. Shrier RW. Asian ed. Little,
Yang penting adalah jangan sampai penderita yang semesti- Brown Co Medical Sciences International Ltd. Tokyo 1981 p.221.
nya dapat disembuhkan dengan pembedahan disia-siakan ha- 3. Hunt JC. Renovascular Hypertension. In Strauss and Welt's Disea-
nya karena terapi konservatif memberi hasil yang memuaskan; ses of the Kidney Ed. Early L.E., Gottschahlk C.W. 3-rd ed. Bos-
sebaliknya jangan segera memutuskan suatu tindakan bedah ton. Little Brown Co. 1979, p. 1357.
4. Laragh JH. Vasoconstriction-Volume Analysis for Understanding
bila ramalan akan berhasil meragukan. Dengan pembedahan and Treating Hypertension: The Use of Renin and Aldosterone
angka kesembuhan absolut hanya 50%, angka kekambuhan Profiles. Am J Med 55 : 261, 1973.
akibat kegagalan " graft" sekitar 20% dan angka kematian 5. Laragh JH. Sealey JE, Buhler FR, et al. The Renin Axix and Vaso
pasca bedah masih relatif tinggi (10%). Neftrektomi sebaiknya construction Volume Analysis for Understanding and Treating
hanya dilakukan pada penderita dengan ginjal kontralateral Renovasular and Renal Hypertension. Am J Med 58 : 4, 1975.
6. Madias NE, Ball JT, Millan VG. Percutaneous Transluminal Renal
yang normal atau bila operasi revaskularisasi tak mungkin Angioplasty in the Treatment of Unilateral Atherosclerotic Reno-
dilakukan. Cara ketiga yang akhir-akhir ini makin populer vascular Hypertension. Am J Med 7 : 1978, 1981.
dan telah dicoba secara intensip dengan hasil yang menggem- 7. McDonald KM, Linas SL, Schrier RW. Disorders of the Renin-
birakan adalah " percutaneous transluminal angioplasty" Angiotensin-Aldosterone System. In Renal and Electrolyte Dis-
(PTA) dengan "oublelumen Gruntzig balloon catheter" orders ed. Shrier E.W. 2-nd ed Boston. Little, Brown Co 1980
p.321.
(6, 10, 11, 16).
8. McDonald KM, Miller TR. The kidney in hypertension. in Renal
and Electrolyte disorders. Schrier R.W. (ed). 2-nd ed Boston
PROGNOSA Little, Brown Co 1980 p.345.
9. Morris GC, Crawford ES, Coaley DA, Selzman HM, De Bakey
Prognosa dari "curable renal hypertension" rupanya tergan- ME. Revascular hypertension. Experience with renal artery recons-
tung pada banyak faktor. Faktor-faktor yang penting adalah: truction in 115 patients. Am J Cardiol 9 : 141, 1962.
derajat kegagalan ginjal, kelainan tunggal atau multipel, umur 10. Novick AC, Straffon RA, Stewart BH, Gifford RW, Vidt D. Di-
dan kelamin, lamanya hipertensi, hasil tes faal ginjal individuil, minished Operative Morbidity and Mortality in Renal Revascuiari-
hasil arteriografi, renogram radioisotop, bioassay dari renin, zation. JAMA 246 : 749, 1981.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


11. Novick AC. Atherosderotic Renovascular Disease. J. Urol. 126 : Renin-Angiotensin-Aldosterone System in Renal Failure. In The
567,1981. Kidney Ed. Brenner BM, Rector FC. Philadelphia. WB Saunders.
12. Page IH, Mc Gubben JW. Renal hypertension. Year Book. Medical 1976, p.1486.
Publishers Inc. Chicago, 1968. 16. Tegtmeyer CJ, Brown J, Ayers CA, Wellons HA, Stanton LW. Per-
13. Pettinger WA. Treatment of Hypertension in the Patient with cutaneous Transluminal Angioplasty for Treatment of Renovas-
Renal Disease. In The Kidney Ed. Brenner B.M., Rector F.C' Phila- cular Hypertension, JAMA 246 : 2068, 1981.
delphia WB. Saunders 1976 p.1879. 17. Vaughan ED, Buhler FR, Laragh JH, Sealy JE, Baer L, Bard RH.
14. Schalekamp MA. Beevers DC, Brings JD, et al. Hypertension in Renovascular Hypertension: Renin Measurements to Indicate Hy-
Chronic Renal Failure . An Abnormal Relation Between Sodium persecretion and Contralateral Suppression, Estimate Renal Plasma
and the Renin-Angiotensin System. Am J Med 55 : 379, 1973. Flow, and Score for Surgical Curability. Am J Med 55 : 402, 1973
15. Schambela M, Biglieri EG. Hypertension and the Role of the 18. Winter CC. Correctable Renal Hypertension. Philadelphia. Lea &
Febiger, 1964.

Tabel I : Hipertensi pada 79 penderita kegagalan ginjal terminal

TEKANAN DARAH
(MEAN ± SEM)
PENDERITA N = 79
SISTOLIK DIASTOLIK

Pria 58 167.93 ± 3.00 103.45 ± 1.78


Wanita 21 164.05 ± 5.07 99.75 ± 2.06

Tabel II : Tensi naik post dialisis

TEKANAN DARAH (MEAN ± SEM)


PENDERITA N = 43 SISTOLIK DIASTOLIK
PREDIAL POST-DIAL PREDIAL POST-D1AL

Pria 31 163.55 ± 4.10 192.58 ± 4.8 102.90 ± 2.41 102.81 ± 3.47


Wanita 12 156.25 ± 6.26 189.17 ± 7.43 97.73 ± 3.27 98.57 ± 3.67

Tabel III : Tensi turun postdialisis

TEKANAN DARAH (MEAN ± SEM)


PENDERITA N = 26 SISTOLIK DIASTOLIK
PREDIAL POST-DIAL PREDIAL POST-DIAL

Pria 21 176.19 ± 5.21 150.95 ± 2.34 103.33 ± 3.11 86.36 ± 2.92


Wanita 5 176.00 ± 8.37 154.00 ± 9.75 102.00 ± 4.19 95.00 ± 7.46

Tabel IV : Tensi Tetap Post Dialisis

TEKANAN DARAH (MEAN ± SEM)


PENDERITA N = 10 SISTOLIK DIASTOLIK
PREDIAL POST-DIAL PREDIAL POST-DIAL

Pria 6
166.00 ± 9.84 166.50 ± 10.06 105.00 ± 3.93 105.7 1± 5.19
Wanita 4

1. Dari 218 penderita kegagalan ginjal terminal yang datang di unit


dialisis RS. dr. Soetomo terdapat 79 dengan hipertensi (36.2%).
2. Setelah dialisis 43 penderita mengalami kenaikan tekanan darah,
terutama sistole (54.4%).
3. Setelah dialisis 26 penderita tekanan darahnya menurun (32.9%).
4. Pada 10 penderita tekanan darah tetap post. dialisis (12.7%).

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 25


Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer
S. Himawan
Bagian Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS.Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta.

Glomerulus memegang peranan utama dalam anatomi dan fi- 2. Lesi glomeruler sklerotik fokal
siologi ginjal. Dan penyakit glomeruler merupakan salah satu 3. Glomerulonefritis proliferatif difus
masalah terpenting yang dihadapi dalam bidang nefrologi. a. eksudatif
Zaman nefrologi modern dapat dikatakan mulai pada tahun b. mesangial
1827, saat Richard Bright (1) menguraikan beberapa ciri pe- c. fokal
nyakit ginjal. Ia sudah dapat menetapkan adanya hubungan d. dengan bulan sabit ("crescents")
kausal antara edema yang menyeluruh dengan berbagai kelain- e. membranoproliferatif (mesangiokapiler)
an anatomik tertentu pada ginjal, meskipun hanya berdasar- 4. nefropati membranosa (ekstramembranosa atau epimem-
kan pengamatan makroskopik saja. Sejak saat itu terkenal branosa)
istilah " penyakit Bright", untuk menggambarkan penderita 5. glomerulonefritis kronik lanjut
dengan hidrops, albuminuria dan kelainan anatomik pada gin- Klasifikasi morfologik ini dikemukakan sebagai hasil suatu pe-
jal. nelitian multi-senter mengenai sindrom nefrotik pada anak-
Adapun istilah glomerulonefritis, pertama kali digunakan anak, dan hanya terbatas pada glomerulopati primer.
oleh Klebs (2) pada tahun 1876. Ia menguraikan glomerulone- Pada tahun 1972, di Melbourne, telah diselenggarakan suatu
fritis sebagai suatu nefritis interstisial yang mengenai jaringan simposium internasional tentang glomerulonefritis, terutama
interstisial glomerulus secara eksklusif. Witting (3) dan Heptin- ditinjau dari segi morfologi, perjalanan penyakit dan terapi.
stall (4) telah membuat rangkuman daripada sejarah berbagai Hasilnya kemudian diterbitkan sebagai buku. Pada simposium
klasifikasi glomerulopati. Klasifikasi yang dahulu sangat ba- tersebut telah disampaikan klasifikasi morfologik oleh Habib
nyak dianut ialah klasifikasi Volhard dan Fahr (5), yang dibuat (13), dan Churg dan Duffy (14).
pada tahun 1914. Secara klinik mereka membagi glomerulo- Habib (13) membagi lesi glomeruler dalam 3 golongan besar:
nefritis dalam dua golongan besar, yaitu bentuk yang difus 1. lesi glomeruler minimal
dan yang fokal. Yang difus dibagi lagi atas 3 stadium, yaitu 2. lesi glomeruler nyata
stadium akut, stadium kronik tanpa insufisiensi ginjal dan a. spesifik, misalnya oleh diabetes mellitus, lupus eritema
stadium akhir dengan insufisiensi ginjal. Sedangkan secara tosus sistemik, amiloidosis, dll.
patologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu glomerulonefritis b. non-spesifik
proliferatif akut; glomerulonefritis subakut atau subkronik, — difus
yang mempunyai 2 bentuk, ialah ekstrakapiler dan intrakapi-
ler, dan glomerulonefritis kronik. Klasifikasi lain yang kemu- • non-proliferatif, a.1. glomerulonefritis membrano
dian juga banyak dianut ialah yang dibuat oleh Ellis (6) pada • proliferatif (glomerulonefritis mesangial murni,
tahun 1942. Ia membagi glomerulonefritis dalam 2 golongan glomerulonefritis endokapiler dengan bulan sabit
besar, yaitu berdasarkan permulaannya, menjadi tipe I, yang fokal, glomerulonefritis dengan bulan sabit difus,
"acute onset" dan tipe II, yang "insidious onset". Sebenarnya, glomerulonefritis membranoproliferatif)
beberapa tahun sebelumnya, Longcope (7,8), juga telah mem- — fokal
buat klasifikasi yang serupa; hanya ia menyebutnya sebagai
tipe A, yang "acute onset", dan tipe B, yang "insidious onset". • glomerulonefritis segmental
Entah mengapa, nama Ellislah yang kemudian lebih terkenal. • glomerulonefritis sklerotik fokal
Kedua klasifikasi ini lebih berdasarkan gambaran klinik, dan 3. lesi glomeruler yang tidak dapat diklasifikasi ("unclassi-
temyata kurang memuaskan dan terlampau menyederhanakan fied").
persoalan. Sebab gambaran klinik yang sama dapat ditimbul- Sedangkan klasifikasi yang diajukan oleh Churg dan Duffy
kan oleh bermacam-macam kelainan histopatologik, sehingga (14) ialah sebagai berikut :
dapat mengacaukan. Sebaliknya penderita dengan gambaran
1. Intrinsik atau idiopatik
histopatologik yang sama, biasanya menunjukkan perjalanan a. glomerulonefritis difus
penyakit yang sama (9). Gambaran klinik glomerulonefritis
— proliferatif dan eksudatif difus akut
sebenarnya tidak banyak, dan dapat dibagi atas empat bentuk
— progresif cepat (ekstrakapiler)
(10,11): — eksudatif akut (abses glomeruler)
1. sindrom nefritik akut — mereda tidak lengkap ("incompletely resolved, la-
2. sindrom nefrotik tent")
3. kegagalan ginjal menahun — kronik, awal ("early")
4. proteinuria dan/atau hematuria persisten tanpa gejala • mesangiokapiler
Pada tahun 1970, Churg dkk. (12) telah membuat suatu klasi- • lobuler
fikasi untuk "The International Study of Kidney Disease in • lain-lain
Children", sebagai berikut: — kronik lanjut
1. Kelainan minimal

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


b. glomerulonefritis lokal red untuk amiloidosis. Untuk keseragaman penafsiran sediaan
—proliferatif mutlak dipotong tipis setebal 2—3 mikron; sebab suatu glome-
—nekrotikans rulus yang sebenarnya normoseluler, pada potongan yang lebih
—sklerotik tebal akan tampak seolah-olah hiperseluler. Semua unsur ginjal
2. Glomerulonefritis pada penyakit sistemik harus diperiksa secara saksama satu demi satu, yaitu glomeru-
3. Nefritis herediter lus, tubulus, interstisium dan pembuluh darah, dan diuraikan
Kincaid-Smith dan Hobbs (15) telah mengemukakan suatu selengkap-lengkapnya. Sediaan yang representatif harus me-
klasifikasi yang sangat komprehensif dan seluruhnya berdasar- ngandung cukup jaringan korteks ginjal dengan minimal enam
kan kriteria morfologik. Dalam usaha untuk mencapai kese- glomerulus, yaitu untuk menghindari luputnya suatu lesi fokal
ragaman, maka pada tahun 1975 telah diterbitkan buku "A (19). Dalam hal tertentu jumlah yang kurang pun dapat me-
Handbook of Kidney Nomenclature and Nosology. Criteria for madai untuk menegakkan diagnosis, misalnya pada nefropati
Diagnosis, Including Laboratory Procedures", yang disusun membranosa dan amiloidosis.
oleh The International Committee for Nomenclature and No- Untuk pemeriksaan dengan teknik imunofluoresensi, maka
sology of Renal Disease (16). Kemudian juga telah diterbitkan jaringan yang diterima secara segar, harus dibekukan secepat-
'The World Health Organization Histological Classification of cepatnya ("snap frozen") dengan menggunakan es kering
Renal Diseases, edisi Churg dkk. (17), sebagai berikut : (" dry ice"), dan OCT compound dipakai sebagai substansi
A. kelainan glomeruler minor untuk menanamkan jaringan tadi. Kemudian jaringan dipotong
B. lesi fokal dan segmental (dengan hanya kelainan minor pada 4—6 mikron pada mikrotom cryostat. Setelah mengalami pro-
glomerulus lainnya) sedur yang lazim, jaringan dilapisi dengan rabbit anti human
C. glomerulonefritis difus IgG, IgM, IgA, C 3 dan fibrinogen. Lalu diperiksa dengan mi-
a. glomerulonefritis membranosa (nefropati membranosa) kroskop fluoresensi.
b. glomerulonefritis proliferatif
—glomerulonefritis proliferatif mesangial STRUKTUR GLOMERULUS NORMAL
—glomerulonefritis proliferatif endokapiler Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat
—glomerulonefritis mesangiokapiler (glomerulonefritis khusus dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang ter-
membranoproliferatif tipe 1 dan 3) dapat dekat pada perbatasan korteks dan medula ("juxtame-
—glomerulonefritis endapan padat ("dense deposit dullary") lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan
disease", glomerulonefritis membranoproliferatif, kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul,
tipe 2) yang dalam keadaan normal tidak nyata (20), dan kemudian
—glomerulonefritis berbulan sabit (kresentik, ekstra- berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan ke-
kapiler) luarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di sebe-
c. glomerulonefritis sklerotik ("sclerosing") rangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus con-
D. glomerulonefritis yang tidak dapat diklasifikasi ("unclassi- tortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyam-
fied") an kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut me-
BIOPSI GINJAL sangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-
kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di se-
Biopsi aspirasi ginjal perkutan mulai diperkenalkan oleh Iver-
belah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mem-
sen dan Brun (18) pada tahun 1951 . Selain itu jaringan ginjal
punyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
juga bisa didapat dengan biopsi baji secara terbuka. Cara per-
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membrana
tama lebih mudah dan ekonomis, namun kekurangannya ialah
basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut se-
bahwa kemungkinan jaringan yang didapat tidak atau kurang
bagai pedunculae atau "foot processes". Maka itu sel epitel
representatif lebih besar dibandingkan cara kedua. Sebaliknya
dengan cara kedua, biasanya hanya didapat glomerulus yang viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan po-
superfisial, dan kurang atau tidak ada "juxtamedullary glo- dosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomeru-
lar basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengeli-
meruli".
lingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ter-
Penggunaan biopsi ginjal menyebabkan perkembangan pe-
nyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan,
ngetahuan tentang penyakit ginjal, terutama glomerulopati,
menjadi sangat pesat. Karena dahulu pengetahuan tentang pe- yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina
nyakit ginjal hanya berdasarkan pemeriksaan pada bedah ma- densa dan lamina rara externa.
yat. Sedangkan dengan biopsi ginjal bisa dilihat sewaktu masih Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel
hidup. Lagi pula perjalanan penyakitnya juga dapat diikuti parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis
dengan melakukan biopsi ulangan. simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan mem-
Jaringan biopsi yang didapat, dibagi atas tiga potongan, brana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan
masing-masing pemeriksaan dengan mikroskop biasa, fluore- membrana basalis tubuler pada kutub tubuler (21). Dalam ke-
sensi dan elektron. Fasilitas tersebut terakhir belum tersedia adaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berprolifera-
di Jakarta. si membentuk bulan sabit (" crescent"). Bulan sabit bisa seg-
Untuk pemeriksaan mikroskopik biasa, sediaan difiksasi mental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau
dalam larutan formalin 10 persen. Kemudian diproses secara fibrosa.
jalan tangan sampai menjadi blok parafin. Dibuat potongan-
potongan yang sangat tipis, yaitu 2—3 mikron, dan lalu dipulas TERMINOLOGI GLOMERULOPATI
dengan hematoxylin-eosin (HE), periodic acid-Schiff (PAS), Difus — kelainan patologik yang mengenai lebih dari 80% glo-
Masson trichrome dan periodic acid silver methenamine merulus pada kedua ginjal (19, 22).
(PASM). Bila perlu, pada kasus tertentu dapat ditambah de- Fokal — kelainan yang mengenai sebagian glomerulus, sedang-
ngan pulasan khusus lain, misalnya methyl violet dan Congo kan glomerulus lainnya tidak terkena.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 27


Global — kelainan mengenai seluruh bagian daripada suatu glo- Dengan mikroskop fluoresensi tidak ditemukan endapan
merulus secara uniform. imunoglobulin, komplemen, atau fibrinogen. Pernah dilapor-
Segmental — kelainan hanya mengenai sebagian daripada gelung kan ditemukannya endapan ringan dan fokal IgG, IgM, IgA
glomerulus. dan C 3 yang tidak khas dan dianggap tidak mempunyai peran-
Subepitelial — antara sel epitel viseral (podosit) dan membrana an patogenetik (23). Namun hampir semua penelitian lain me-
basalis glomerulus. nunjukkan tidak adanya endapan protein.
Subendotelial -- antara sel endotel dan membrana basalis glo- Dengan mikroskop elektron tampak perpaduan "foot pro-
merulus. cesses" daripada sel epitel viseral, pembengkakan sitoplasma-
Lesi yang difus biasanya juga bersifat global, maka umumnya nya dan pembentukan banyak pseudovillus kecil-kecil. Ber-
hanya disebut difus saja. Sebaliknya lesi fokal biasanya bersifat bagai kelainan ini tidak khas dan bersifat reversibel (21).
segmental, dan disebut fokal saja.
LESI FOKAL DAN SEGMENTAL (dengan kelainan minor
pada glomerulus lainnya)
Golongan ini dibagi atas dua bentuk, yaitu:
a. hialinosis dan/atau sklerosis fokal dan segmental
Juga dikenal sebagai glomerulosklerosis fokal atau focal scle-
rosing glomerular lesions. Rich (24) pada tahun 1957 pertama
kali menaruh perhatian pada lesi ini, yang ditemukannya ter-
utama pada glomerulus yang "juxtamedullary" pada beberapa
penderita lipoid nephrosis.
Gambaran klinik biasanya berupa sindrom nefrotik (60—85
%), dengan atau tanpa hematuria mikorskopik, azotemia (30
-60%), dan hipertensi (25-40%). Kelainan ini meliputi 10—15
% kasus sindrom nefrotik pada anak dan orang dewasa (19, 21).
Dengan mikroskop biasa kelainan berupa sklerosis atau hiali-
nosis segmental. Sklerosis segmental disebabkan kolaps kapiler-
kapiler dan ekspansi mesangial akibat bertambahnya matriks
mesangial. Sklerosis ini makin lama makin banyak, sehingga
akhirnya menjadi sklerosis global. Lesi sklerotik sering melekat
erat pada simpai Bowman. Ciri awal lainnya ialah atrofi tubu-
ler. Derajat atrofi tubuler dan fibrosis interstisial sesuai dengan
kerasnya lesi glomeruler. Mula-mula lesi ini ditemukan pada
glomerulus yang dekat pada perbatasan korteks dan medula
("juxtamedullary glomeruli"), dan baru kemudian menyebar
ke glomerulus yang perifer. Pada kasus yang lanjut juga dapat
ditemukan kelainan vaskuler, meliputi fibroelastosis intimal
dan arteriosklerosis hialin.
Dengan mikroskop fluoresensi ditemukan endapan mesang-
gial segmental IgM dan C3. Hal ini tidak disebabkan proses
imun, melainkan menunjukkan terjeratnya protein pada seg-
1 = endotel men glomerulus yang sklerotik.
2 = lamina rara interna
3 = lamina densa Dengan mikroskop elektron tampak perpaduan "foot pro-
4 = lamina rara externa cesses", baik pada glomerulus yang sklerotik, maupun pada
5 = epitel viseral (podosit) glomerulus dengan kelainan minor. Lesi segmental menunjuk-
kan pertambahan matriks mesangial dan kapiler-kapiler yang
KELAINAN GLOMERULER MINOR mengalami kolaps. Habib dan Kleinknecht (25) membagi go-
longan ini dalam dua bentuk lagi, yaitu: (1) hialinosis fokal
Tennasuk dalam golongan ini ialah sindrom nefrotik dengan dan segmental, dan (2) fibrosis glomeruler fokal dan global.
kelainan minimal (minimal change disease, foot process disea-
se, epithelial cell disease, nil disease, idiopathic nephrotic b. Glomerulonefritis fokal dan segmental
syndrome, lipoid nephrosis). Biasanya ditemukan sebagai bagian daripada suatu penyakit
Minor change glomerulonephritis dapat bermanifestasi se- sistemik, a.1. sindrom Henoch-Schonlein, lupus eritematosus
bagai "isolated" protein uria, proteinuriaortostatik, dan hema- sistemik, poliarteritis nodosa,granuloamato.sis Wegener. Dapat
turia mikroskopik atau makroskopik yang rekuren atau per- pula bermanifestasi sebagai "isolated hematuria", dan jarang-
sisten. Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, jarang sebagai sindrom nefrotik.
dengan satu sampai dua sel mesangial pada kelainan minimal; Dengan mikroskop biasa tampak lesi glomeruler yang fokal
dan pada kelainan minor daerah mesangial perifer dapat me- dan segmental berupa proliferasi, nekrosis, sklerosis atau pem-
ngandung sampai dua hingga tiga inti tiap daerah mesangial bentukan bulan sabit. Sering juga terjadi perlekatan dengan
(19). Juga dapat ditemukan pertambahan matriks mesangial simpai Bowman.
ringan. Demikian pula bila ditemukan suatu glomerulus skle- Dengan mikroskop fluoresensi dapat ditemukan endapan-
rotik tanpa atrofi tubuler, atau glomerulus normal dengan endapan, yang bentuk dan jenisnya bergantung kepada pe-
tubulus yang berdilatasi dan menunjukkan epitel yang menipis, nyakit sistemik yang bersangkutan. Dengan mikroskop elek-
atau atrofi tubuler ringan, juga dimasukkan dalam golongan tron tampak kelainan yang sama dengan yang ditemukan
ini (12). pada mikroskop biasa.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


NEFROPATI MEMBRANOSA diabsorbsi, tetapi kadang-kadang masih terdapat beberapa
Kelainan ini dapat ditemukan pada semua golongan usia, sisa. "Foot processes" mengalami perubahan, tetapi tidak ber-
tetapi lebih sering pada orang dewasa, dengan usia median padu lagi.
pada saat permulaan ialah 38 tahun (21). Gambaran kliniknya
biasanya berupa sindrom nefrotik dengan insidious onset. Pada
penelitian ISKDC (26) kelainan ini ditemukan pada 11⁄2% anak
dengan sindrom nefrotik. Pada sebagian besar penderita ter-
dapat hematuria mikroskopik, namun hematuria makroskopik
jarang ditemukan. Azotemia dan hipertensi dapat ditemukan
pada awal penyakit, masing-masing sebanyak 10 hingga 50%
dan 25 hingga 50% (21).
Selain bentuk yang idiopatik, sejumlah kecil kelainan ini
dapat ditemukan berhubungan dengan berbagai sebab, di anta-
ranya ialah hepatitis kronik; sifilis kongenita; loaiasis; malaria
kuartana; schistosomiasis; diabetes mellitus; lupus eritematosus
sistematik; ketagihan heroin; keracunan air raksa pengobatan
dengan garam emas, penicillamine dan trimethadione; neoplas-
ma ganas, terutama yang berasal dari paru-paru dan kolon,
serta pada trombosis vena renalis. Mengenai hal terakhir ini
masih kontroversial, karena masih dipersoalkan apakah nefro-
pati membranosa itu sebagai sebab ataukah akibat daripada
trombosis vena renalis. Umumnya berpendapat bahwa trombo-
sis vena renalis ialah sebagai komplikasi daripada sindrom ne-
frotiknya. Ligasi vena renalis secara eksperimental juga ternya-
ta tidak menimbulkan nefropati membranosa.
Dengan mikroskop biasa tampak glomerulus agak membe- Bagan keempat tingkat nefropati membranosa
sar, tetapi biasanya normoseluler. Ciri utama kelainan ini ialah (menurut Kashgarian dkk.)
penebalan dinding kapiler glomerulus yang difus dan uniform,
akibat pengendapan imunoglobulin pada sisi sebelah luar
(subepitelial) daripada membrana basalis glomerulus. Maka GLOMERULONEFRITIS PROLIFERATIF
itu kelainan ini juga dikenal sebagai nefropati epimembranosa MESANGIAL DIFUS
atau ekstramembranosa. Derajat penebalan dinding kapiler
Pada kelainan ini terdapat pertambahan ringan sel mesangial
bergantung kepada lamanya penyakit. Pada tingkat permulaan, yang difus, disertai pertambahan sedang fibril mesangial (12).
penebalan mungkin belum atau tidak nyata, sehingga menim- Sebagai patokan proliferasi sel mesangial ditetapkan, bila ter-
bulkan suatu gambaran menyerupai "tooth-comb": Gambaran
" dapat empat atau lebih inti setiap daerah mesangial (19).
spikes" disebabkan oleh penonjolan-penonjolan keluar dari- Meskipun kelainan ini sudah dikenal dan sudah dimasukkan
pada membrana basalis glomerulus di antara endapan-endapan dalam klasifikasi ISKDC pada tahun 1970 (12), namun hingga
kompleks imun subepitelial. beberapa tahun kemudian, beberapa ahli nefropatologi, aJ
Dengan mikroskop fluoresensi ditemukan endapan granuler Heptinstall (4) sama sekali tidak menyinggung tentang kelain-
difus IgG, dan kadang-kadang C 3 sepanjang membrana basalis an ini. Kelainannya sangat menyerupai gambaran yang ditemu-
kapiler glomerulus. Kadang-kadang juga tampak endapan IgM kan pada penderita glomerulonefritis pasca-streptokok yang
dan IgA. Jumlah endapan bervariasi dengan tingkat penyakit- mereda (resolving post-streptococcal glomerulonephritis).
nya. Pada tingkat permulaan endapan relatif sedikit; kemudian Gambaran serupa juga dapat ditemukan pada nefritis lupus
menjadi banyak pada tingkat lebih lanjut dan pada fase termi- (19), nefropati IgA (19, 20), dan pada sindrom Henoch-Schon-
nal berkurang lagi atau sama sekali tidak ditemukan (21). Iein serta cirrhotic glomerulonephritis (20). Terdapat sego-
Mikroskop elektron sangat berguna untuk mengenal lesi longan kasus dengan proliferasi mesangial yang idiopatik, yang
dini, yang dengan pemeriksaan mikroskop biasa mungkin ma- menunjukkan gejala proteinuria dan hematuria tanpa endapan
sih tampak normal. Ehrenreich dan Churg (27) membagi ke- imunoglobulin; dan sindrom nefrotik, yang beberapa di anta-
lainan ini dalam empat tingkat. Pada tingkat I terdapat endap- ranya mengandung endapan mesangial IgM dan C 3 .
an sedikit antara membrana basalis dan "foot processes". Dengan mikroskop biasa tampak proliferasi sel mesangial
Membrana basalisnya normal atau hanya sedikit berubah. dengan pertambahan matriks mesangial. Kapiler-kapiler paten
"Foot processes" yang meliputi endapan mengalami perpadu- dan dindingnya tidak menebal. Dengan mikroskop fluoresensi
an; selebihnya tidak. Pada tingkat II endapan sangat banyak tidak ditemukan endapan imunoglobulin dan komplemen;
dan membrana basalis membentuk penonjolan-penonjolan ti- hanya kadang-kadang ditemukan endapan mesangial IgM dan
dak teratur, yang pada pulasan PASM tampak sebagai "spikes". C 3 . Dengan mikroskop elektron tampak kelainan sebagaimana
Terdapat perpaduan "foot processes" yang tersebar luas. terlihat dengan mikroskop biasa.
Pada tingkat III, penonjolan-penonjolan tetap ada, bahkan me-
lebar ke lateral, sehingga saling berpadu dan mengelilingi en- GLOMERULONEFRITIS PROLIFERATIF
dapan-endapan, sehingga seluruh endapan terdapat di dalam ENDOKAPILER DIFUS
membrana basalis. Perpaduan "foot processes" sangat luas. Contoh klasik golongan ini ialah sindrom nefritik akut yang
Beberapa endapan tampak pucat dan memberikan gambaran terjadi setelah infeksi streptokok (acute post-streptococcal
"washed out". Pada tingkat IV membrana basalis sangat mene- glomerulonephritis). Sebagian besar penderita, terutama anak-
bal dan tidak rata. Endapan-endapan hampir seluruhnya telah anak, akan mengalami penyembuhan sempurna; meskipun

Cermin Dunia Kedokteran No. 2 8, 1982 29


kadang-kadang kelainan klinik yang ringan serta gambaran matriks mesangial. Terdapat penyebaran mesangium pada sisi
endotelial daripada membrana basalis, sehingga meliputi
mesangial hiperseluler dapat menetap selama bertahun-tahun. gelung kapiler perifer secara keseluruhan (circumferential),
Proliferasi endokapiler yang difus juga bisa ditemukan pada sehingga menimbulkan gambaran "double contour". Ditemu-
lupus eritematosus sistemik, sindrom Henoch-Schonlein dan kan endapan padat elektron pada sisi subendotelial. Endapan-
berbagai glomerulonefritis akut pasca-infeksi (20). endapan ini pada tipe 3 menyebabkan perpecahan lamina den-
Dengan mikroskop biasa tampak hampir seluruh glomerulus sa (19); dengan banyak endapan subepitelial (29).
membesar, hiperseluler, dan tampak tidak mengandung darah
("bloodless" ), karena lumen kapiler menyempit atau meng- GLOMERULONEFRITIS MEMBRANOPROLIFERATIF,
alami obliterasi total akibat terdesak oleh pertambahan sel. TIPE 2 (DENSE DEPOSIT DISEASE)
Keadaan hiperseluler disebabkan proliferasi endokapiler Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dan orang
dan sebukan lekosit polimorfonukleus, yang terutama terdiri dewasa muda. Usia median pada awal penyakit ialah 16 tahun,
atas netrofil. Biasanya tidak terdapat pertambahan matriks dan 80% penderita berusia di bawah 25 tahun (21). Dapat ber-
mesangial yang berarti. Dengan pemeriksaan saksama sering manifestasi dengan proteinuria, sindrom nefrotik dan hema-
dapat ditemukan "humps" yang khas pada dinding kapiler; turia. Prognosisnya buruk (19).
terutama jelas pada pulasan trichrome Masson (20). Dengan mikroskop biasa tampak pertambahan sel dan ma-
Dengan mikroskop fluoresensi terdapat endapan granuler triks mesangial. Membrana basalis glomerulus sangat menebal,
halus sampai kasar, difus, subepitelial daripada IgG dan C 3 , menyerupai pita eosinofilik yang terputus-putus. Bahan padat
sepanjang membrana basalis glomerulus, dan kadang-kadang juga dapat ditemukan pada membrana basalis simpai Bowman
juga pada mesangium (20). dan tubulus. Bagian membrana basalis yang menebal dapat
Dengan mikroskop elektron tampak proliferasi sel mesangi- dipulas dengan PAS, dan hijau kebiru-biruan dengan pulasan
al, pembengkakan sel endotel, netrofil polimorfonukleus, dan trichrome Masson.
endapan atau "humps" subepitelial. "Humps" akan meng- Dengan mikroskop fluoresensi tampak C 3 yang kuat se-
hilang dalam 2 sampai 3 bulan (20), tetapi kadang-kadang panjang dinding kapiler, dan endapan ringan dan tidak teratur
masih terlihat sampai 6 hingga 7 bulan (21). IgG dan IgM pada beberapa kapiler glomerulus.
Dengan mikroskop elektron tampak endapan padat elek-
GLOMERULONEFRITIS MESANGIOKAPILER/ tron di dalam lamina densa. Endapan padat juga dapat ditemu-
MEMBRANOPROLIFERATIF DIFUS kan pada mesangium.
Kelainan ini ditandai oleh kombinasi penebalan dinding kapiler GLOMERULONEFRITIS EKSTRAKAPILER
dan proliferasi endokapiler. West dkk. (28) serta Gotoff dkk. (KRESENTIK) DIFUS
(29) pada tahun 1965 menguraikan hubungan antara hipo- Di dalam klinik dikenal sebagai glomerulonefritis progresif
komplementemia persisten dengan suatu bentuk glomerulo- cepat (RPGN = rapidly progressive GN), karena kerusakan
nefritis kronik yang morfologik sangat khas, yang kini dikenal glomerulus disertai menurunnya fungsi ginjal secara cepat dan
sebagai glomerulonefritis mesangiokapiler. progresif; sering dengan oliguria atau anuria yang keras, dan
Kini kelainan ini dibagi atas 3 tipe; yaitu pada tipe 1 terdapat menimbulkan kegagalan faal ginjal yang ireversibel dalam bebe-
endapan subendotelial; pada tipe 2 terdapat endapan padat rapa minggu hingga bulan.
intramembranosa; dan pada tipe 3 ditemukan lamina densa Glomerulonefritis kresentik sebenamya merupakan suatu
yang terpecah oleh endapan, dengan endapan padat pada sisi kumpulan berbagai "entity" klinikopatologik yang beraneka
subepitelial (30). Tipe 1 dan 3 biasanya berupa sindrom nefro- ragam, yang mempunyai ciri utama yang sama, yaitu prolifera-
tik pada remaja dan orang dewasa (19). Kadang-kadang juga si epitelial dalam rongga Bowman (20). Pembentukan bulan
bermanifestasi sebagai sindrom nefritik akut atau hematuria sabit mungkin berhubungan dengan adanya fibrin ekstrakapi-
makroskopik, dan dapat pula dengan proteinuria yang asimto- ler, yang lolos melalui kerusakan membrana basalis glomerulus.
matik. Sering ditemukan hipokomplementemia yang persisten. Bulan sabit kemudian akan mengalami fibrosis progresif de-
Kelainannya progresif menahun dengan berbagai remisi dan ek- ngan kompresi, dan akhirnya terjadi obliterasi glomerulus.
saserbasi. Maka itu jumlah glomerulus (persentase) yang menunjukkan
Dengan mikroskop biasa tampak glomerulus membesar, bulan sabit perlu dilaporkan, agar ahli klinik dapat memper-
hiperseluler, dan sering menunjukkan aksentuasi gambaran kirakan derajat "scarring" pada hari kemudian. Evolusi bulan
lobuler. Keadaan hiperseluler terutama disebabkan proliferasi sabit dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu seluler, fibroseluler
sel mesangial, tetapi kadang-kadang juga sebagian kecil dise- dan fibrosa. Pada fase seluler, selain sel epitel parietal yang ber-
babkan proliferasi endotelial dan sebukan lekosit polimorfo- proliferasi, juga ditemukan lekosit polimorfonukleus dan fi-
nukleus. Juga terdapat pertambahan matriks mesangial. Din- brin serta bentuk-bentuk mitotik.
ding kapiler menebal tidak rata, dan dengan pulasan PASM Kelainan ini bisa ditemukan dalam perjalanan berbagai penya-
tampak duplikasi atau "splitting" daripada membrana basalis kit, yang dapat dibagi dalam 3 golongan besar (31,32) :
glomerulus. Gambaran ini juga dikenal sebagai "double con- 1. pasca-infeksi
tour" atau "tram track appearance": Sebenarnya tidak terjadi — glomerulonefritis pasca-streptokok
duplikasi atau "splitting" daripada membrana basalis, melain- — endocarditis infektiosa
kan gambaran ini terjadi akibat infiltrasi unsur-unsur mesangial — sepsis viseral terselubung ("covert visceral sepsis")
(baik seluler maupun fibriler) antara membrana basalis dan
sel endotel. 2. pada penyakit sistemik
Dengan mikroskop fluoresensi selalu tampak endapan gra- — lupus eritematosus sistemik
nuler C 3 sepanjang membrana basalis kapiler maupun pada — sindrom Goodpasture
mesangium (20). Kadang-kadang juga dapat ditemukan endap- — poliarteritis nodosa
an IgG dan IgM. — granulomatosis Wegener
Dengan mikroskop elektron tampak pertambahan sel dan

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


– Sindrom Henoch-Schonlein RINGKASAN
– krioglobulinemia esensial Dalam pendahuluan telah diuraikan sejarah berbagai klasifikasi
– relapsing polychondritis glomerulopati sampai klasifikasi W.H.O. yang terakhir. Di-
– keganasan terangkan pula secara singkat tentang penafsiran biopsi ginjal,
3. penyakit ginjal "primer" struktur glomerulus normal dan beberapa istilah dalam glome-
– RPGN idiopatik rulopati. Kemudian tiap kelainan glomerulus primer diuraikan
– glomerulonefritis membranoproliferatif (tipe II) penampilan kliniknya dan gambaran mikroskopiknya dengan
– nefropati membranosa dengan bulan sabit (jarang sekali) pemeriksaan mikroskop biasa, fluoresensi dan elektron.

Dengan mikroskop biasa seluruh atau hampir seluruh glo- UCAPAN TERIMA KASIH
merulus menunjukkan bulan sabit (crescent) epitelial, yang Terima kasih banyak disampaikan kepada sejawat dr. Alex
menimbulkan desakan pada gelung glomerulus (33). Gelung Tandian dan sdr. Tjuk Sahono Basuki atas bantuan mereka
glomerulusnya sendiri dapat pula menunjukkan proliferasi sel. membuat slides.
Makin besar dan makin banyak bulan sabitnya, makin buruk
prognosisnya (34).
Dengan mikroskop fluoresensi tampak flbrin pada bulan KEPUSTAKAAN
sabitnya, Kapiler glomerulus bisa negatif atau menunjukkan
endapan granuler IgG, IgM dan C 3 sepanjang membrana basalis 1. Bright R. Reports of medical cases, Vol. 1 London: Longman,
gelung kapiler. Beberapa kasus menunjukkan endapan linear Rees, Orme, Brown & Green, 1827. Dikutip oleh Heptinstall.
IgG sepanjang membrana basalis glomerulus. 2. Klebs E. Handbuch der Pathologischen Anatomie, Bd I/2. Berlin:
Dengan mikroskop elektron tampak hiperplasia sel epitel, A Hirschwald,1876 . Dikutip oleh Witting.
dan di antaranya terdapat serabut fibrin. Membrana basalis 3. Witting C. The terminology of glomerulonephritis: A review. In:
gelung kapiler dapat menunjukkan perpecahan. Grundmann E. ed. Current topics in pathology, VoL 61. Glomeru-
lonephritis. Berlin: Springer-Verlag, 1976: 45—60.
4. Heptinstall RH. Pathology of the kidney. 2nd ed. Boston: Little,
Brown, 1974: 319—561.
GLOMERULONEFRITIS SKLEROTIK DIFUS
5. Volhard F. Fahr T. Die Brightsche Nierenkrankheit. Klinik, Patho-
Biasa dikenal juga sebagai glomerulonefritis kronik lanjut. Ter- logie und Atlas. Berlin: Springer, 1914. Dikutip oleh Heptinstall.
dapat sklerosis glomerulus yang luas, atrofi tubuler, dan fibro- 6. Ellis A. Natural history of Bright's disease: clinical, histological
sis interstisial yang keras, sehingga lesi awalnya tidak dapat and experimental observations. Lancet 1: 1 -7, 1942.
dikenal lagi. 7. Longcope WT. Studies of the variations in the antistreptolysin
Dengan mikroskop biasanya tampak sangat banyak glome- titer of the blood seriim from patients with hemorrhagic nephritis.
rulus sklerotik dan berkerut. Beberapa glomerulus yang skle- II. Observations on patients suffering from streptococcal infec-
rotik bisa menunjukkan hialinosis. Tampak atrofi tubuler yang tions, rheumatic fever and acute and chronic hemorrhagic nephri-
tis. J Clin Invest 15: 277, 1936. Dikutip oleh Heptinstall.
keras serta fibrosis interstisial dengan sebukan ringan limfosit. 8. Longcope WT. Some observations on the course and outcome of
Akibat atrofi tubuler yang keras, maka glomerulus tampak ber- hemorrhagic nephritis. Trans Am Clin Climatol Assoc 53: 153,
gerombol. Pembuluh darah dapat menunjukkan arterio- dan 1937. Dikutip oleh Heptinstall.
arteriolosklerosis (19). 9. Alatas H. Glomerulopati pada anak. Naskah lengkap KPPIK-FKUI
Dengan mikroskop fluoresensi kadang-kadang dapat di- ke-8, Jakarta: FKUI, 1975: 370—75.
temukan imunoglobulin dan komplemen, sehingga mungkin 10. Cameron JS. A Clinician's view of the classification of glomerulo-
dapat memberikan petunjuk mengenai patogenesisnya. Na- nephritis. In: Kincaid-Smith P, Matthew TH, Becker EL, eds.
mun, glomerulus yang sklerotik akan menimbun protein, yang Glomerulonephritis — Morphology, natural history and treatment.
akan tampak sebagai endapan besar, dengan susunan yang ber- New York: J Wilay, 1973: 63—79.
beda pada berbagai glomerulus; jadi berbeda dengan kompleks 11. Cameron JS. The natural history of glomerulonephritis. In:
Kincaid-Smith P, d'Apice AJF, Atkins RC, eds. Progress in glo-
imun. merulonephritis. New York: J Wilay, 1979: 1-25.
Mikroskop elektron juga tidak banyak bermanfaat pada 12. Churg J, Habib R, White RHR. Pathology of the nephrotic syn-
penyakit glomerulus yang lanjut. drome in children. A report for The International Study of Kidney
Disease in Children. Lancet 1: 1299—1302, 1970.
GLOMERULONEFRITIS YANG TIDAK DAPAT 13. Habib R. Classification of glomerulonephritis based on morpho-
DIKLASIFIKASI logy. In: Kincaid-Smith P, Matthew TH, Becker EL, eds. Glomeru-
lonephritis-Morphology, natural history and treatment. New York:
Bila pemeriksaan sediaan biopsi ginjal menunjukkan kelainan J Wilay, 1973: 17—42.
yang tidak dapat diklasifikasi dalam salah satu bentuk tersebut 14. Churg J, Duffy JL. Classification of glomerulonephritis based on
di atas, maka kasus tersebut harus tetap tidak diklasifikasi, morphology. In: Kincaid-Smith P, Matthew TH, Becker EL, eds.
sampai mendapat data lebih lanjut atau ada teknik yang lebih Glomerulonephritis-Morphology , natural history and treatment.
baru. NEW York: J Wiley 1973: 43-62.
Dengan perkembangan nefrologi yang sangat pesat akhir- 15. Kincaid-Smith P, Hobbs JB. Glomerulonephritis. A classification
akhir ini, maka sudah pasti akan didapat pengalaman dan based on morphology with comments on the significance of vessel
pengetahuan yang lebih besar, yang mungkin saja menyebab- losions. Med J Austral 2: 1397—1403, 1972.
kan perubahan dalam pandangan mengenai kriterium dan klas- 16. International Committee for Nomenclature and Nosology of Renal
Disease: A handbook of kidney nomenclature and nosology. Cri-
ifikasi glomerulopati. Namun untuk saat ini diharapkan bahwa teria for diagnosis, including laboratory procedures. Boston :
klasifikasi ini dapat merupakan dasar bagi evaluasi yang lebih Little, Brown, 1975.
tepat daripada seorang penderita, dan juga agar tercapai ke- 17. Churg J et al, eds. The World Health Organization Histological
seragaman nomenldatur sehingga data epidemiologik dan geo- Classification of Renal Diseases. Tokyo : Igaku Shoin. Dikutip
grafik dapat dibanding-bandingkan dengan lebih akurat. oleh Sinniah.

Cermin Dunia Kedokteran No. 2 8, 1982 31


18. Iversen P, Brun C. Aspiration biopsy of kidney. Am J Med 11: dren. Kidney Int 13: 159-65, 1978.
324-30, 1951. 27. Ehrenreich T, Churg J. Pathology of membranous nephropathy,
19. Sinniah R. The pathologic criteria and classification of primary In: Sommers SC, ed. Pathology annual. New York: Appleton-Cen-
glomerulonephritis. In: Takeuchi T, Sugino N, Ota K, eds. Asian tury-Crofts, 1968: 115 -86.
manual of nephrology. Tokyo : Seamic, 1981: 55-73. 28. West CD, Mc Adam AJ, McConville JM, Davis NC, Holland NH,
20. Spargo HS, Seymour AE, Ordonez NG. Renal biopsy pathology Hypocomplementemic and normocomplementemic persistent
with diagnostic and therapeutic implications. New York: J Wilay, (chronic) glomerulonephritis; clinical and pathologic characteris-
1980: 1-204. tics. J Pediatr 67: 1089-1111, 1965.
21. Jenis EH, Lowenthal DT. Kidney biopsy interpretation. Philadel- 29. Gotoff SP, Felers FX, Vawter GF, Janeway CA, Rosen FS. The
phia: Davis, 1977: 1-142. beta 1C globulin in childhood nephrotic syndrome. N Engl J Med
22. Zollinger HU, Mihatsch MJ. Renal pathology in biopsy. Berlin: 273: 524-29, 1965.
Springer Verlag, 1978: 46-53. 30. Darmady EM, MacIver AG. Renal pathology. London: Butter-
23. Prasad DR, Zimmerman SW, Burkholder P.M. Immunohistologic worths, 1980: 264-336.
features of minimal-change nephrotic syndrome. Arch Pathol Lab
Med 101: 345-49, 1977. 31. Robbins SL, Cotran RS. Pathologic basis of disease. 2nd ed. Phila-
delphia: WB Saunders, 1979: 1127-45.
24. Rich AR. A hitherto undescribed vulnerability of the juxtamedul-
lary glomeruli in lipoid nephrosis. Bull Johns Hopkins Hosp 100: 32. Glassock RJ. The clinical and pathologic spectrum of rapidly pro-
173-79, 1957. gressive (cresentic) glomerulonephritis. In: Oshima K, Yoshitoshi
25. Habib R, Kleinknecht C. The primary nephrotic syndrome of Y, Hatano M, eds. Proceedings of the First Asian Pasific Congress
childhood. Classification and clinicopathologic study of 406 cases. of Nephrology. Tokyo, 1979: 61-73.
In: Sommers SC, ed. Pathology annual. New York: Appleton- 33. Seymour AE, Spargo BH, Penksa R. Contributions of renal biopsy
Century-Crofts, 1971: 417 -74. studies to the understanding of disease. Am J Pathol 65 : 550-98,
26. Nephrotic syndrome in children: prediction of histopathology 1971.
from clinical and laboratory chazacteristics at the time of diagnos- 34. Kashgazian M, Hayslett JP, Spazgo BH. Renal disease. Teaching
is. A report of the International Study of Kidney Disease in Chil - monograph. Am J Pathol 89 : 187-272, 1977.

Pemilihan dan Dosis Obat pada Penderita Payah Ginjal


Arini Setiawati * dan Bambang Suharto **
* Bagian Farmakologi Fakultqs Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
** Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma, Jakarta

Kloksasilin, klorpropamid, dan pindolol adalah contoh obat-


PENDAHULUAN
obat yang absorpsinya berkurang pada penderita dengan ure-
Pemberian obat pada penderita payah ginjal dapat ditu- mia. Dalam hal pindolol, absorpsi yang berkurang disertai de-
jukan pada penyakit ginjalnya maupun pada berbagai penya- ngan ekskresi ginjal yang berkurang sehingga tidak diperlukan
kit lain yang menyertai. Obat-obat yang eliminasinya terutama penyesuaian dosis. Sebaliknya, propanolol mengalami pening-
melalui ekskresi ginjal akan terakumulasi dengan adanya katan bioavailabilitas akibat berkurangnya eliminasi presiste-
gangguan fungsi ginjal dan dapat menimbulkan efek toksik mik oleh hati sehingga besarnya dosis per kali mungkin perlu
atau memperburuk keadaan ginjalnya bila aturan dosisnya dikurangi.
tidak disesuaikan. Selain gangguan pada ekskresi obat, payah
ginjal juga dapat menimbulkan gangguan/perubahan pada pro-
ses-proses farmakokinetik yang lain, yakni pada biotransforma- 2. Ikatan protein obat pada payah ginjal [1,2,3]
si, distribusi, ikatan protein, dan absorpsi obat. Efek farmako- Perubahan dalam ikatan protein obat hanya penting untuk
dinamik obat juga dapat mengalami perubahan dengan adanya obat-obat yang mempunyai ikatan protein yang kuat; perubah-
gangguan fungsi ginjal. Dialisis, yang dilakukan pada penderita an ini dapat menimbulkan perubahan dalam kadar obat bebas
payah ginjal, akan mengeliminasi berbagai jenis obat, dan dalam plasma, yang langsung berhubungan dengan intensitas
mungkin juga akan mengganggu efek farmakodinamik obat- efek obat, luasnya distribusi obat dalam tubuh, dan kecepat-
obat tertentu. an eliminasi obat melalui metabolisme hati maupun ekskresi
Dalam makalah ini akan dibahas dasar-dasar farmakologik ginjal, serta perubahan dalam hubungan antara kadar obat
yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penye- total dalam plasma dengan intensitas efek obat.
suaian dosis obat pada penderita payah ginjal. Ikatan obat-obat asam dengan protein plasma umumnya
menurun pada penderita dengan payah ginjal, misalnya untuk
warfarin, fenitoin, digitoksin, salisilat, fenilbutazon, klofibrat,
PERUBAHAN—PERUBAHAN DALAM FARMAKOKINETIK furosemid, asam valproat, dan sulfa, kecuali untuk indometa-
DAN FARMAKODINANIIK OBAT PADA PAYAH GINJAL sin yang ikatannya tetap normal pada payah ginjal. Obat-obat
1. Absorpsi dan bioavailabilitas obat pada payah ginjal [1] asam dalam plasma terutama terikat pada albumin dan umum
nya dengan ikatan yang kuat. Penurunan ikatan ini pada payah
Tidak banyak diketahui mengenai adanya perubahan ginjal kronik lebih besar dari yang dapat diperhitungkan ber-
dalam absorpsi dan bioavailabilitas obat pada payah ginjal.

32 Cermin Dunia Kedoktemn No. 28, 1982


dasarkan penurunan kadar albumin plasma, sehingga diperkira-
kan karena (a) terjadinya akumulasi zat-zat endogen yang
dapat menggeser obat dari ikatannya dengan albumin, misal-
nya asam-asam lemak bebas, yang tidak dapat dihilangkan
dengan dialisis, dan/atau (b) terjadinya perubahan konformasi
molekul albumin sehingga afinitasnya terhadap obat menurun.
Ikatan protein obat-obat asam ini kembali normal setelah
transplantasi ginjal, tapi menurun kembali sewaktu terjadi
reaksi penolakan yang akut. Ikatan protein obat-obat asam ini
juga menurun pada payah ginjal akut, yang ternyata dapat
diperbaiki dengan dialisis.
Ikatan obat-obat basa dengan protein plasma tetap nor-
mal, misalnya untuk propanolol, kinidin, desipramin, dan nor-
triptilin, atau menurun, misalnya untuk diazepam dan triamte-
ren. Propanolol, kinidin, dan desipramin terikat lebih kuat
pada α 1-acid glycoproteins (α 1 AGP) dalam plasma di-
bandingkan pada albumin atau lipoprotein; ikatan dengan α 1
AGP bahkan dapat meningkat pada payah ginjal kronik yang
disertai dengan inflamasi.
Pada sindroma nefrotik, ikatan protein obat-obat asam
menurun sesuai dengan penurunan kadar albumin plasma
tanpa disertai perubahan-perubahan kualitatif dalarn sifat-
sifat ikatan obat dengan albumin.
Ikatan obat dengan protein plasma penting artinya dalam
interpretasi kadar obat dalam plasma. Kadar obat dalam
plasma adalah kadar obat total, yakni obat yang bebas dan Gambar 1. Batas-batas kadar terapi fenitoin (DPH) dalam serum pen-
derita dengan ginjal normal (10–20 ug/ml) dan penderita dengan
obat yang terikat pada protein plasma. Sedangkan intensitas berbagai derajat payah ginjal. Untuk memberikan kadar bebas yang
efek obat hanya ditentukan oleh kadar obat yang bebas karena tetap, kadar terapi, yang dinyatakan sebagai kadar total, menurun terus
hanya obat bebas yang dapat berdifusi masuk ke jaringan tem- sesuai dengan menurunnya ikatan DPH dengan protein plasma pada
pat reseptornya. Kadar terapi obat yang tercantum di buku- penderita payah ginjal. (Dikutip dari Reidenberg [2] ).
buku adalah kadar obat total Kadar terapi ini hanya berlaku
bila ikatan obat dengan protein plasma tidak mengalami peru-
bahan, sehingga terdapat perbandingan yang konstan antara Penurunan ikatan obat dengan protein plasma yang terjadi
kadar obat total dengan kadar obat bebasnya. Tetapi bila pada penderita dengan payah ginjal atau sindroma nefrotik
ikatan obat dengan protein plasma menurun, seperti yang akan meningkatkan kadar obat bebas dalam plasma, dan
terjadi pada penderita payah ginjal untuk fenitoin, digitoksin karena obat bebas ini dapat berdifusi ke jaringan jaringan,
dan salisilat, maka perbandingan antara kadar obat total dan maka terjadi peningkatan volume distribusi obat dan penu-
kadar obat bebas berubah, yakni pada kadar total yang tetap runan kadar obat total dalam plasma. Contoh : fenitoin (Tabel
terdapat kadar bebas yang lebih tinggi, dengan akibat intensi- 1) dan obat-obat lain yang telah disebutkan pada pembi-
tas efek farmakologik yang lebih tinggi. Dalam keadaan demi- caraan "Ikatan protein obat".
kian, nilai-nilai untuk "kadar terapi" harus diturunkan (lihat
Gambar 1). Tabel 1. Kadar plasma fenitoin total pada 5 penderita payah ginjal dan
3 penderita dengan fungsi ginjal normal setelah 250 mg
fenitoin intravena (nilai rata-rata)*

3. Distribusi obat pada payah ginjal [1,4,5] Kadar fenitoin total


Waktu (ug/ml)
Penibahan kesetimbangan asam-basa yang terjadi pada (jam)
payah ginjal dapat mempengaruhi ionisasi obat-obat, yang Payah ginjal Ginjal normal
pada umumnya berupa asam atau basa lemah. Karena hanya
bentuk.nonioinik obat yang dapat berdifusi masuk ke jaring- 1 3,3 7,2
an jaringan, maka perubahan dalam derajat ionisasi obat akan 2 3,0 6,8
menimbulkan perubahan dalam distribusinya ke jaringan- 4 2,4 6,0
8 1,7 4,8
jaringan. Misalnya pada asidemia, pH darah turun, maka
12 1,2 3,7
untuk obat-obat asam seperti salisilat dan fenobarbital, dalam 20 0,5 2,0
darah terdapat lebih banyak bentuk nonionik dari pada
bentuk ionik. Bentuk nonionik akan berdifusi masuk ke * Dikutip dari Gibaldi [4]
jaringan jaringan sehingga terjadi peningkatan distribusi
obat-obat tersebut, termasuk ke dalam otak, dengan akibat Diantara obat-obat di atas, yang dieliminasi oleh metabolisme
peningkatan efek dan toksisitas sentral obat-obat tersebut. hepar dengan ekstraksi hepar yang rendah (ekstraksi hepar ada-
Sebaliknya, untuk obat-obat basa seperti propanolol dan lah kemampuan hepar untuk mengeliminasi obat yang bersang-
kinidin, asidemia menyebabkan dalam darah terdapat lebih kutan), akan mengalami peningkatan kecepatan eliminasi obat
banyak bentuk ionik daripada bentuk nonionik. Akumulasi di (karena kecepatan eliminasi obat-obat demikian sebanding
cairan ekstrasel ini meningkatkan efek obat-obat yang dengan kadar obat bebas dalam plasma) sehingga klirens
reseptornya terletak di luar sel. ("clrearance") obat meningkat dan waktu paruh obat mena-

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 33


Tabel 2. Beberapa parameter farmakokinetik fenitoin 2 mg/kg infus
intravena pada 4 orang normal dan 4 penderita payah ginjal
(nilai rata-rata)*

Parameter Normal Payah ginjal

Fraksi obat bebas (%) 12 26


Volume distribusi (liter/kg) 0,64 1,4
Waktu paruh (jam) 13,2 7,7
Klirens total (ml/jam/kg) 34 134

* Dikutip dari Gibaldi [4]

ik. Contoh: Fenitoin (Tabel 2), digitoksin, warfarin, salisilat,


fenilbutazon, klofibrat dan diazepam. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada berbagai parameter farmakokinetik obat-
obat ini akibat penurunan ikatannya dengan protein plasma
pada penderita dengan payah ginjal ataupun sindroma nefrotik
ternyata menghasilkan kadar rata-rata' ("average") obat bebas
pada keadaan "steady state" yang tidak berbeda dengan kadar
rata-rata obat bebas " steady state" pada penderita dengan
fungsi ginjal yang normal (lihat Tabel 3), tetapi fluktuasi anta-
ra kadar puncak dan kadar nadirnya lebih besar pada penderi- Gambar 2. Kadar obat bebas pada keadaan "steady state" dalam plas-
ta penyakit ginjal (lihat Gambar 2). Dengan demikian, ma penderita dengan payah ginjal/sindroma nefrotik dan
penderita dengan fungsi ginjal yang normal bila suatu obat
mungkin tidak perlu untuk mengubah dosis harian obat-obat A 100 mg/kg disuntikkan intravena setiap 12 jam.
Normal : fraksi obat bebas = 1%, volume distribusi =
Tabel 3. Beberapa parameter farmakokinetik fenitoin dan klofibrat 0,21/kg, waktu paruh = 12 jam.
pada orang normal dan penderita sindroma nefrotik (nilai Penyakit ginjal : fraksi obat bebas = 3%, volume distribusi =
rata-rata)* 0,25 1/kg waktu paruh = 5 jam.
(Dimodifikasi dari Gibaldi [4] )
Fenitoin Klofibrat
Parameter ginjal, meskipun dosis hariannya mungkin tetap, dianjurkan
Normal Sindr.nefr Normal Sindr.nefr. agar interval pemberiannya diperpendek. Misalnya, dosis sekali
sehari untuk fenitoin atau diazepam, tidak dianjurkan untuk
Fraksi obat bebas (%) 10,1 19,2 3,6 11,2 penderita dengan penyakit ginjal.
Kadar rata-rata ("ave- Karena payah ginjal mengurangi kemampuan protein-pro-
rage") obat total pada tein plasma untuk mengikat obat, maka diperkirakan bahwa
"steady state" (ug/ml) 6,8 2,9 131 46 ikatan obat pada jaringan-jaringan lain dalam tubuh juga ter-
Klirens total (ml/jam / ganggu. Hal ini diketahui terjadi pada digoksin yang ikatannya
kg 22,2 48 dengan protein plasma tidak berarti, tetapi terikat cukup kuat
Kadar rata-rata ("ave- pada berbagai jaringan termasuk ginjal, hati, dan jantung. Ter-
rage") obat bebas pada nyata ambilan digoksin oleh miokard sangat berkurang pada
"steady state" (ug/ml) 0,69 0,59 4,7 5,1
penderita dengan payah ginjal. Oleh sebab itu volume distri-
* Data dari Gibaldi [4] busi digoksin jauh lebih kecil pada penderita dengan penyakit
ginjal (berkisar antara 230—380 liter) dibanding dengan pada
ini, yakni obat-obat dengan ikatan protein yang kuat (umum- orang normal (rata-rata 510 liter). Akibatnya, dosis digoksin
nya obat-obat asam) dan dieliminasi oleh hepar dengan eks- perlu dikurangi pada penderita dengan payah ginjal (sampai
traksi hepar yang rendah, bila hendak diberikan pada penderita kira-kira setengah dosis normal).
dengan penyakit ginjal. Tetapi kenyataan dalam klinik menun-
jukkan bahwa efek samping obat seringkali meningkat pada 4. Biotransfonnasi obat pada payah ginjal [1,3,6]
penderita dengan gangguan ikatan protein plasma atau hipo- Biotransformasi obat mungkin normal, dipercepat atau
albuminemia. Misalnya pada suatu program monitoring obat, diperlambat pada penderita dengan payah ginjal, tergantung
efek samping fenitoin tercatat pada 11,4% dari 88 penderita pada cara biotransformasinya. Oksidasi obat umumnya normal
dengan kadar albumin serum kurang dari 3 g/100 ml, tetapi atau dipercepat, reduksi diperlambat, konyugasi dengan
hanya pada 3,8% dari 234 penderita dengan kadar albumin glukuronid, sulfat, atau glisin normal, sedangkan asetilasi
serum yang normal (> 4g/100 ml). Hal yang serupa didapat- umumnya diperlambat, dan juga hidrolisis diperlambat (lihat
kan pada penderita yang mendapat diazepam maupun klor- Tabel 4 ).
diazepoksid. Dengan demikian jelaslah bahwa persamaan
dalam kadar rata-rata ( "average " ) obat bebas saja tidak men-
jamin persamaan intensitas efek obat. Fluktuasi yang lebih 5. Metabolit yang aktif pada payah ginjal [3,7]
besar dalam kadar plasma obat bebas pada penderita dengan
gangguan ikatan protein plasma ternyata memegang peran- Hasil biotransformasi obat, meskipun sebagian besar tidak
an dalam meningkatkan insidens efek samping pada penderi- aktif, tapi ada sebagian yang aktif. Metabolit yang aktif ini
ta-penderita ini, yakni karena kadar puncak obat bebas yang akan terakumulasi pada payah ginjal bila ekskresi ginjal me-
tercapai pada penderita-penderita ini lebih tinggi. Oleh karena rupakan cara eliminasi utama untuk metabolit tersebut, atau
itu, pemberian obat-obat ini pada penderita dengan penyakit bila biotransformasi selanjutnya dari metabolit ini terhambat

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


• Normeperidin adalah metabolit dari meperidin.dengan efek
analgesik yang lebih rendah tetapi efek konvulsan yang lebih
Cara biotrans-
Obat Efek Keterangan tinggi. Eliminasinya secara ekskresi ginjal atau hidrolisis, ke-
formasi
dua cara ini dihambat pada uremia. Normeperidin terakumu-
lasi pada penderita dengan payah ginjal yang mendapat me-
Oksidasi Umum Normal
Digitoksin peridin dosis berulang, dan menimbulkan tremor atau kejang-
Propranolol
Normal atau kejang pada beberapa penderita di antaranya.
cepat
Fenitoin Cepat • 2 - hidroksiklorpropamid, metabolit dari klorpropamid,
Kinidin Normal atau mempunyai aktivitas yang sama dengan klorpropamid dan
lambat biasanya diekskresi dalam urin. Ekskresinya yang lambat
Reduksi Kortisol Lambat Turunkan dosis pada payah ginjal menyebabkan perpanjangan efek klorpro-
Konyugasi pamid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
- Glukuronid Normal
- Sulfat Normal • Digoksin adalah metabolit yang aktif dari digitoksin. Pada
- Glisin Normal penderita dengan uremia, pemberian digitoksin dapat me-
- Asetilasi INH Normal atau nimbulkan akumulasi metabolit yang minor ini sampai men-
lambat capai kadar terapi.
Hidralazin
Prokainamid Larnbat Turunkan dosis • Hidroksiamobarbital, metabolit dari amobarbital, mempu-
PAS nyai potensi hipnotik kira-kira 1/3 kali amobarbital. Aku-
Sulfisoxazol mulasi metabolit ini pada penderita dengan payah ginjal yang
Hidrolisis Insulin Lambat Dosis tetap (ada in- mendapat amobarbital diperkirakan menjadi penyebab ter-
hibitor insulin da- ganggunya fungsi kognitif pada penderita tersebut.
lam plasma)
Prokain Lambat Turunkan dosis • Asetilsulfa, metabolit dari sulfa, tidak mempunyai aktivi-
(jumlah enzim es- tas antibakteri tapi mempunyai efek toksik yang sama de-
terase dalam plas- ngan sulfa. Pada penderita dengan payah ginjal, terjadi aku-
ma menurun) mulasi sulfa bebas dan asetilsulfa dalam plasma, tapi kadar
* Dimodifikasi dari Reidenberg & Drayer [3] sulfa bebas dalam urin sangat menurun. Akumulasi dalam
plasma disertai dengan peningkatan efek toksik, sedangkan
kadar sulfa bebas yang rendah dalam urin mengurangi aktivi-
tas obat ini pada pengobatan infeksi saluran kemih.
pada payah ginjal. Akumulasi metabolit ini dapat mencapai
kadar yang tinggi meskipun bila merupakan metabolit yang • Polineuropati perifer yang terjadi pada pemberian nitro-
minor. Bila metabolit mempunyai aktivitas farmakologik yang furantoin pada penderita dengan payah ginjal diduga akibat
sama dengan obatnya, akan terjadi peningkatan intensitas efek akumulasi metabolitnya yang toksik.
obat. Tetapi bila aktivitas farmakologik metabolit ini berbeda
dari obatnya, maka akan terlihat efek yang berbeda, baik seca- 6. Ekskresi obat pada payah ginjal [1,3,5,8,9,10]
ra kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa contoh yang pen- Obat diekskresikan melalui filtrasi glomerulus, dan untuk
ting dalam klinik ialah : obat-obat tertentu disusul dengan sekresi aktif di tubuli prok-
• N - asetilprokainamid, metabolit dari prokainamid, mem- simal dan/atau reabsorpsi pasif di tubuli distal. Contoh obat-
punyai aktivitas antiaritmia yang sama dengan prokainamid, obat dengan ekskresi ginjal sebagai cara eliminasinya yang
dan dieliminasi dari tubuh hampir seluruhnya melalui ekskresi utama dapat dilihat dalam Tabel 5. Obat-obat tersebut dieli-
ginjal. Akumulasinya pada payah ginjal menimbulkan pening- minasi dari tubuh terutama sebagai bentuk utuhnya dalam
katan intensitas efek prokainamid. urin. Obat-obat demikian akan terakumulasi dalam tubuh
penderita payah ginjal, sehingga terjadi peningkatan intensitas
• Oksipurinol, metabolit dari alopurinol, ikut memberikan efek farmakologik dan toksisitasnya. Oleh karena itu, dosis
efek terapi pada pemberian alopurinol. Keduanya mengham- obat-obat ini harus dikurangi sesuai dengan penurunan fungsi
bat enzim xantin oksidase dan menurunkan kadar asam urat ginjal penderita.
dalam darah maupun dalam urin. Penderita dengan payah gin-
jal yang mendapat alopurinol dosis penuh memperlihatkan
insidens efek samping yang tinggi, yang mungkin disebabkan Tabel 5 . Obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal*
oleh akumulasi oksipurinol.
Penisilin Digoksin
• Klorofenoksi - isobutirat (KFI), metabolit dari klofibrat, Sefalosporin Prokainamid
rupanya yang memberikan efek terapi pada pemberian klo- Aminoglikosida Metildopa
fibrat. Biasanya metabolit ini mengalami konyugasi dengan Kolistin Sulfinpirazon
Polimiksin B Fenobarbital
glukuronat dan keduanya dikeluarkan dalam urin. Pada payah - Tetrasiklin Antikolinergik amonium kuatemer
ginjal, kedua zat ini terakumulasi, dan konyugat glukuronid Sulfa Klorpropamid
ini dalam kadar yang tinggi akan terhidrolisa kembali menjadi Etambutol Asam etakrinat
KFI. Pada kadar yang tinggi, KFI menimbulkan miopati (ke- Sikloserin Tiazid
5 -fluorositosin
lemahan otot disertai dengan nyeri tekan) akibat efek toksik Nitrofurantoin
langsung pada otot rangka. Karena itu pada penderita dengan Metotreksat
payah ginjal, klofibrat sebaiknya tidak diberikan atau dosisnya Azatioprin
harus diturunkan dan penderita dimonitor untuk gejala-gejala
klinik miopati. * Dimodifikasi dari Reidenberg [6] dan Reidenberg & Drayer [3].

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 35


(a) Filtrasi glomerulus Tabel 6. Obat-obat yang disekresi aktif oleh tubuli proksimal*
Membran glomerulus bertindak sebagai saringan dengan
pori-pori berukuran 75 - 100 Angstrom (1 Angstrom = 10-8 Obat-obat asam Oba-obat basa

cm), sehingga dapat meloloskan semua molekul kecil yang ter- Prokain
Asetazolamid Penisilin
larut dalam cairan plasma, termasuk obat-obat yang pada Klorpropamid Sefaloridin Prokainamid
umumnya berupa molekuk-molekul kecil. Karena membran Hidroklorotiazid Sulfa Morfin
glomerulus yang utuh tidak dapat melewatkan protein dan Furosemid Metotreksat Mekamilamin
Dopamin
molekul-molekul besar lainnya, maka obat-obat yang terikat Spironolakton Dapson
Neostigmin
Asam etakrinat Metabolit :
pada protein plasma juga tidak dapat difiltrasi. Dengan demi- Nitrofurantoin — glukuronid Kinin
kian banyaknya obat yang difiltrasi oleh glomerulus tergan- Salisilat — sulfat (eter) Tiamin
tung pada laju filtrasi glomerulus ("glomerular filtration rate" Fenilbutazon. — hipurat
Indometasin
= GFR), kadar obat dalam plasma, dan derajat ikatan obat Probenesid
bebas yang dapat difiltrasi), dan juga pada keutuhan glomeru-
lus. * Dimodifikasi dari Carfuny [9] dan Brater & Thier [5]
Gangguan fungsi glomerulus dapat berupa berkurangnya
keutuhan membran glomerulus sehingga dapat meloloskan dengan disertai peningkatan efek sampingnya.
protein plasma, seperti yang terjadi pada sindroma nefrotik, Gangguan fungsi sekresi pada tubuli proksimal ini, sebagai-
tapi pada umumnya berupa penurunan GFR. Lolosnya protein mana halnya dengan gangguan fungsi filtrasi pada glomerulus
ke dalam urin pada sindroma nefrotik ternyata membawa serta akan mengakibatkan berkurangnya ekskresi obat.
obat-obat yang terikat kuat padanya, sehingga meningkatkan
ekskresi obat-obat tersebut, hal ini telah terbukti untuk (c) Reabsorbsi pasif di tubuli ginjal
fenitoin dan klofibrat. Di tubuli ginjal, terutama tubuli distal terjadi reabsorbsi
Penurunan GFR mengakibatkan berkurangnya ekskresi obat dari lumen tubuli kembali ke dalam darah. Reabsorbi
obat, dan seringkali memperpanjang waktu paruh obat yang ini merupakan proses difusi pasif melintasi membran sel tubuli
eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal. Perubahan ini dari kadar yang tinggi dalam lumen tubuli distal ke kadar
penting dalam klinik bila ekskresi ginjal memberikan kontri- yang rendah dalam kapiler peritubuler, yang terjadi pada
busi lebih dari 33% dalam eliminasi obat yang bersangkutan molekul-molekul obat dalam bentuk nonionik yang relatif
secara keseluruhan, dan bila indeks terapi obat tersebut larut dalam lemak. Bentuk ionik obat tidak dapat berdifusi
sempit. Misalnya ampisilin diekskresi terutama oleh filtrasi melintasi membran sel yang sebagian besar terdiri dari lemak.
glomerulus tapi indeks terapinya besar sekali sehingga dosis- Demikian juga metabolit obat lebih polar sehingga lebih sukar
nya hanya perlu diturunkan pada payah ginjal yang berat untuk melintasi lemak membran.
(GFR kurang dari 10 ml/min.). Ampisilin juga diekskresi Reabsorsi pasif ini dipengaruhi oleh laju aliran urin dan
melalui empedu sehingga bila eliminasi ginjal menurun, elimi- oleh pH urin. Pembentukan urin yang cepat menurunkan
kadar obat dalam tubuli ginjal dan mengurangi waktu untuk
nasi nonrenal ini akan meningkat. Demikian juga dengan
furosemid, eliminasi nonrenalnya akan meningkat pada pende- berdifusi dari lumen, sehingga ekskresi obat meningkat. Hal ini
terjadi misalnya pada fenobarbital. Ekskresi obat-obat asam
rita payah ginjal. Kanamisin juga diekskresi terutama me-
lalui ginjal tapi indeks terapinya sempit, maka dosisnya harus dengan pKa (derajat ionisasi) antara 3,0 - 7,5 dipengaruhi
oleh pH urin. Bila pH urin meningkat, obat-obat ini lebih ba-
selalu diturunkan pada semua derajat payah ginjal.
nyak terdapat dalam bentuk ionik yang tidak dapat berdifusi
(b) Sekresi aktif di tubuli proksimal sehingga lebih banyak diekskresi. Misalnya pada keracunan
Proses sekresi di tubuli proksimal ini merupakan transport salisilat, alkalinisasi urin akan meningkatkan ekskresi obat ini.
aktif obat ke dalam lumen tubuli. Meskipun hanya obat bebas Obat-obat basa yang ekskresinya dipengaruhi oleh pH urin
yang disekresi, tetapi karena proses sekresi ini berjalan dengan mempunyai pKa antara 5,0 - 12,0, terutama yang pKa-nya
cepat sekali (sebagai proses aktif) maka cepat sekali disusul antara 6,0 - 11,0. Peningkatan pH urin akan meningkatkan
dengan disosiasi obat dari ikatan proteinnya. Dengan demikian bentuk nonionik dari obat-obat ini, yang dapat direabsorpsi
proses sekresi aktif ini tidak dibatasi oleh ikatan obat dengan sehingga ekskresinya berkurang. Misalnya amfetamin, efedrin,
protein plasma. pseudoefedrin, kinin dan kinidin.
Ada 2 sistem transport, satu untuk obat-obat asam dan satu
lagi untuk obat-obat basa. Obat-obat asam saling berkompe-
7. Efek farmakodinamik obat pada payah ginjal [1,5,11]
tisi untuk disekresi oleh sistem transport untuk asam,
obat-obat basa berkompetisi untuk sistem transport untuk Pada payah ginjal terjadi berbagai perubahan dalam efedrin,
basa, dan kedua sistem transport ini tidak saling mengganggu. nisme homeostatik yang mengakibatkan perubahan dalam
Contoh obat-obat yang disekresi oleh tubuli proksimal dapat respons terhadap obat. Perubahan-perubahan tersebut antara
dilihat pada Tabel 6 . lain :
Kompetisi antara obat-obat asam dapat menimbulkan in- (a) Hiperkalemia, yang umum terjadi pada payah ginjal, akan
teraksi yang penting dalam klinik. Misalnya, probenesid akan meningkatkan iritabilitas miokard terhadap katekolamin sehing-
meningkatkan kadar penisilin dalam plasma dan memperpan- ga dapat terjadi aritmia.
jang masa kerjanya, hal ini dimanfaatkan untuk pengobatan
gonorea. Tetapi pemberian probenesid bersama nitrofurantoin (b) Hipokalemia, yang juga dapat terjadi selama diet rendah
akan menurunkan kadar nitrofurantoin dalam urin sehingga kalium, akibat pemberian diuretik, maupun pada beberapa
merugikan pengobatan dengan antiseptik saluran kemih ini. penyakit ginjal, akan meningkatkan sensitivitas miokard
Demikian juga dengan pemberian metotreksat bersama salisi- terhadap toksisitas digitalis. Demikian juga bila terjadi hiper-
lat akan meningkatkan kadar metotreksat dalam plasma, natremia.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


(c) Hipervolemia atau hipovolemia yang dapat terjadi akan me- • Berat molekul (BM) : obat-obat dengan berat molekul
ningkatkan atau menurunkan respons vasomotor terhadap ka- kurang dari 500 mudah didialisis, sehingga kecepatan dia-
tekolamin dan o bat-obat vasopresor lainnya. lisisnya hanya dibatasi oleh kecepatan aliran darah dan
cairan dialisis. Obat-obat dengan berat molekul yang lebih
(d) Uremia akan menimbulkan berbagai perubahan, antara tinggi sukar didialisis (karena dialisis merupakan proses
lain : difusi melintasi membran semipermeabel, dimana kecepat-
• Peningkatan kepekaan susunan saraf pusat terhadap de- an difusi berbanding terbalik dengan berat molekul), misal-
presi oleh barbiturat dan narkotik karena uremia sendiri nya vankomisin yang mempunyai BM = 1800.
menimbulkan somnolens, malaise, dan sebagainya. Asi- • Ikatan protein : obat-obat dengan ikatan protein yang kuat
demia yang terjadi pada payah ginjal menyebabkan aku- sukar didialisis (karena dialisis adalah proses difusi pasif
mulasi obat-obat asam seperti barbiturat di otak (lihat lintas membran, sehingga hanya obat bebas yang dapat ber-
pembahasan pada "Distribusi obat pada payah ginjal") difusi dan kecepatan difusi sebanding dengan kadar obat
• Gangguan koagulasi akibat gangguan fungsi trombosit bebas tersebut), misalnya propanolol dengan ikatan pro-
oleh uremia. Akibatnya penderita menjadi lebih sensitif tein 94%.
terhadap antikoagulan. Juga aspirin akan meningkatkan • Volume distribusi (Vd ) : obat-obat dengan volume distri-
tendensi perdarahan pada penderita ini, disamping aspirin busi yang besar didialisis dengan lambat (karena kadarnya
sendiri dapat secara langsung menimbulkan perdarahan dalam darah rendah sedangkan proses difusi pasif memerlu-
pada mukosa lambung. kan perbedaan kadar sebgai "driving force"), seperti di-
• Penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin, dan juga goksin dengan Vd = 250 — 300 l.
neuropati perifer.
(b) Faktor pada hemodialisis :
(h) Retensi magnesium, yang dapat terjadi pada payah ginjal,
• Kecepatan aliran darah ke dalam mesin dialisis.
akan menjadi hipermagnesemia bila penderita ini mendapat
antasid mengandung Mg dalam dosis tinggi. Hipermagnesemia • Kecepatan aliran cairan dialisis.
dapat menyebabkan somnolens, koma, aritmia jantung, atau • Jenis dan luas permukaan membran dialisis.
kematian. (c) Faktor pada dialisis peritoneal
(i) Penderita payah ginjal kurang responsif terhadap obat-obat • Suplai darah dan permeabilitas membran kapiler di perito-
yang bekerja langsung pada ginjal seperti diuretik. Demikian neum : diturunkan oleh adanya penyakit vaskuler siste-
juga terhadap urikosurik, penderita ini tidak sensitif. mik, dan dapat ditingkatkan oleh obat-obat vasoaktif se-
(j) Penderita payah ginjal lebih peka terhadap efek nefrotok- perti isoproterenol yang diberikan intraperitoneal. Penya-
sik dari obat-obat seperti analgesik, aminoglikosida, sefalori- kit vaskuler terutama mempengaruhi dialisis dari obat-obat
din sefalotin, polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, litium, sul- dengan BM yang lebih besar. Isoproterenol i.p. dapat me-
fa, tetrasiklin, dan lain-lain. Tetrasiklin menyebabkan pening- ningkatkan dialisis obat-obat, baik yang menurun akibat
katan BUN yang hebat pada penderita dengan gangguan fungsi penyakit vaskuler maupun yang normal.
ginjal (akibat efek antianaboliknya), dan ini seringkali dapat Dialisis peritoneal kurang efektif dalam mengeliminasi
memperburuk fungsi ginjal tersebut. obat-obat dengan BM < 500 dibandingkan dengan hemodiali-
sis, meskipun dialisis peritoneal berlangsung lebih lama. Dalam
8. Pengaruh dialisis pada obat-obat yang diberikan pada pen- mengeliminasi obat-obat dengan BM yang lebih besar, dialisis
derita payah ginjal [ 10 ,12 ,13 ] peritoneal mungkin sama efektifnya dengan hemodialisis
Dialisis merupakan tindakan terapi untuk mengeliminasi meskipun secara lebih lambat. Karena komposisi cairan dalam
"waste metabolites" yang terakumulasi pada payah ginjal de- rongga peritoneum lebih banyak dipengaruhi oleh isi saluran
ngan cara difusi dari tubuh ke dalam cairan dialisis. Pada cema dibandingkan dengan plasma perifer, maka dialisis peri-
hemodialisis, darah dilewatkan melalui mesin dialisis dimana toneal lebih efisien dalam mengeliminasi obat-obat oral yang
"waste metabolites" berdifusi melalui membran dialisis ke diakumulasi dalam usus maupun toksin-toksin yang berasal
dalam cairan dialisis sebelum kembali ke dalam tubuh. Pada dari usus.
dialisis peritoneal, cairan dialisis dimasukkan ke dalam rongga Obat-obat yang dieliminasi cukup banyak dan cukup cepat
peritoneal dimana "waste metabolites" berdifusi melalui mem- selama dialisis biasanya diganti penuh sebesar dosis penunjang
bran peritoneum ke dalam cairan dialisis tersebut sebelum di- setelah dialisis selesai (lihat Tabel 7 ); obat-obat demikian tidak
keluarkan lagi dari tubuh. Dengan demikian dapat diperkira- diberikan pada waktu-waktu pemberian yang jatuhnya tepat
kan bahwa dialisis yang dilakukan sebagai terapi pada payah sebelum dialisis maupun selama dialisis. Bila mungkin, dilaku-
ginjal dapat (i) mengeliminasi obat yang diberikan kepada pen- kan pengukuran kadar plasma obat untuk menyesuaikan besar-
derita ini atau (ii) mempengaruhi aktivitas farmakologik suatu
obat meskipun tidak mengeliminasi obat tersebut, sebagai aki-
bat dari perbaikan kelainan-kelainan metabolik yang ditimbul- Tabel 7. Obat-obat yang memerlukan penggantian dosis setelah dialisis*
kan oleh dialisis pada penderita ini.
Aminoglikosida Aspirin, asetaminofen
Sefalosporin Fenobarbital, litium
A. Eliminasi obat selama dialisis Penisilin Prokainamid, kinidin
Kloramfenikol Metildopa, diazoksid
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan eliminasi Sulfa, trimetoprim Na nitroprusid
obat selama dialisis adalah : Flusitosin Aminofilin
Etambutol, INH, Sikloserin
(a) Faktor obat : Metotreksat, azatioprin,
Metronidazol 5—fluorourasil, siklofosfamid
• Kelarutan dalam air : obat-obat yang sukar larut dalam air Kinin
sukar didialisis (karena cairan dialisis adalah air), misalnya
glute timid. *
Dimodifikasi dari Bennett [10] dan Maher [12]

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 37


nya dosis pengganti. Pada umumnya, obat-obat yang meng- menit, formula tersebut memberikan nilai yang terlalu tinggi.
alami eliminasi cukup banyak selama dialisis adalah obat-obat- Tetapi, untuk maksud perhitungan dosis, perbedaannya dapat
dengan eliminasi ginjal yang tinggi. diabaikan.

B. Pengaruh dialisis terhadap aktivitas obat 2. Dosis penunjang


Dialisis dapat mempengaruhi aktivitas obat meskipun tidak Dosis obat yang harus disesuaikan pada payah ginjal adalah
mengeliminasi obat tersebut. Contoh yang paling banyak di- dosis penunjang ("maintenance dose" = DM). Maksudnya ada-
kenal dan dipelajari mengenai efek ini adalah timbulnya atau lah untuk memperoleh kadar plasma yang menyamai kadar
meningkatnya intoksikasi digitalis sebagai akibat perbaikan plasma pada penderita dengan fungsi ginjal yang normal. Un-
yang cepat dari hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, tuk menyesuaikan dosis penunjang ini biasanya digunakan per-
hipermagnesemia dan asidemia oleh dialisis. Efek dari perbaik- hitungan menurut persamaan Giusti - Hayton sebagai berikut :
an kelainan-kelainan metabolik oleh dialisis ini terhadap aktivi-
tas obat-obat lain umumnya tidak diketahui. Perubahan-peru-
bahan dalam pH, kadar protein atau urea dapat mempengaruhi
aktivitas farmakologik obat-obat.
Pada penderita payah ginjal dapat terjadi keracunan akibat dimana G = faktor koreksi Guisti - Hayton
akumulasi "metabolic loads " yang berasal dari obat. Contoh- = konstante kecepatan eliminasi obat
nya adalah hiperkalemia yang berasal dari kalium penisilin,
= ke pada penderita payah ginjal
hipernatremia dari natrium karbenisilin, dan hiperkalsemia,
hipermagnesemia serta alkalosis yang berasal dari antasid. = ke pada penderita dengan fungsi ginjal normal
Beban nitrogen berasal dari amonium klorida atau dari efek
antianabolik kortikosteroid atau tetrasiklin. Asidosis dapat = fraksi obat yang diekskresi utuh dalam urin
berasal dari berbagai jenis obat seperti etanol, paraldehid, fen- (fraksi eliminasi ginjal terhadap eliminasi total obat)
formin , nitrofurantoin, metenamin mandelat, dan lain-lain. dalam keadaan dimana fungsi ginjal normal
Kelainan metabolik yang berlebihan akibat pemberian obat- = ClCr pada penderita payah ginjal
obat ini pada penderita payah ginjal seringkali memerlukan
tindakan dialisis yang lebih awal dari seharusnya. = ClCr pada penderita dengan fungsi ginjal normaL

Selanjutnya, penyesuaian dosis penunjang (DM) dapat dila-


PENYESUAIAN DOSIS OBAT PADA PAYAH GINJAL
kukan dengan 3 cara, yakni :
[9,10,13]
(a) Dosis per kali tetap, interval dosis (T) diperpanjang
Perhitungan dosis obat untuk penderita payah ginjal hanya
didasarkan atas 2 hal, yakni :(a) penurunan eliminasi obat
melalui ginjal, atau penurunan fungsi ginjal dalam
mengli-as bat, yang dinyatakan dalam penurunan klirens kreatinin
o
penderita, dan (b) besarnya eliminasi ginjal terhadap eliminasi
total obat yang bersangkutan dalam keadaan fungsi ginjal
normal. Dengan demikian, perhitungan dosis tersebut mempu- (b) Interval dosis (T) tetap, dosis per kali diperkecil
nyai banyak asumsi dan limitasi dalam penggunaannya.

1. Fungsi ginjal
Eliminasi obat melalui ginjal berbanding lurus dengan laju
filtrasi glomerulus (GFR) atau fungsi ginjal, yang ditentukan
dengan mengukur klirens kreatinin (ClCr). Klirens kreatinin (c) Gabungan caza (a) dan cara (b) : interval dosis diper-
sebanding dengan produksi kreatinin dan berbanding terbalik panjang dan dosis per kali diperkecil.
dengan kreatinin serum (CCr), sedangkan produksi kreatinin
sebanding dengan berat badan (massa otot adalah sumber krea- Sebagai contoh dapat diambil gentamisin. Dosis penunjang
tinin) dan berbanding terbalik dengan umur, maka klirens obat ini pada pdnerita dengan fungsi ginjal yang normal ada-
kreatinin dapat dihitung dari kreatinin serum menurut formula lah 1- 1,7 mg/kg setiap 8 jam, atau untuk penderita dengan
dari Cockcroft & Gault (1976) sebagai berikut : berat badan 60 kg adalah 60 - 100 mg tiap 8 jam. Berapakah
dosis obat ini pada penderita payah ginjal dengan CICr 33 ml/
Untuk pria : menit?

Jawab :
Untuk wanita :

• Gentamisin hampir seluruhnya dieliminasi melalui ginjal


dimana ClCr dalam ml/menit, umur dalam tahun, berat badan
dalam kg, dan CCr dalam mg/dl.
Formula tersebut di atas cukup akurat untuk menghitung
klirens kreatinin, kecuali untuk wanita hamil, dan mungkin
juga untuk penderita dengan edema atau asites, diperoleh nilai
yang terlalu tinggi. Demikian juga untuk penderita dengan • Dosis penunjang gentamisin :
payah ginjal yang hebat, yakni dengan Clcr kurang dari 10 ml/ (a) 60 — 100 mg tiap 8 x 3 jam = 60 — 100 mg tiap 24 jam

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


(b) 1/3 x (60 — 100 mg) tiap 8 jam = 20 — 33.3 mg tiap antibiotik aminoglikosida, penyesuaian dosis pada payah gin-
8 jam jal hanya dilakukan bila diperlukan pengurangan dosis lebih
(c) 1/2 x(60 x 100 mg) tiap 8 x 2 jam = 30 — 50 mg tiap 16 dari 33%. Hal ini disebabkan karena variasi dalam absorpsi,
jam. distribusi dan biotransformasi obat-obat biasanya mencapai
Cara (a) praktis, sehingga menyenangkan penderita maupun 33%, dan batas-batas kadar terapi biasanya cukup lebar
dokternya, tetapi fluktuasi antara kadar puncak dan kadar sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis. Dengan demi-
nadir (minimal) besar sekali, dengan kadar yang terlalu tinggi kian, penyesuaian dosis ini tidak diperlukan bila (a) eliminasi
selama berjam jam dan kadar yang terlalu rendah (dibawah ka- ginjal dari obat yang bersangkutan kurang dari 33% dan meta-
dar terapi) juga selama waktu yang lama. Meskipun perpan- bolit-metabolitnya tidak aktif, atau (b) fungsi ginjal masih
jangan waktu dibawah kadar terapi ini secara teoritis dapat me- sedikitnya 67% dari normal, atau secara praktisnya bila GFR
nyebabkan kegagalan dalam terapi infeksi, tetapi hal ini masih masih di atas 30 ml/menit.
belum terbukti dalam klinik maupun secara eksperimental. Telah diuraikan sebelumnya bahwa payah ginjal dapat me-
Dengan cara (b) fluktuasi antara kadar puncak dan kadar nimbulkan berbagai perubahan dalam berbagai proses farmako-
nadirnya minimal. Cara ini dipilih untuk obat-obat dengan ba- kinetik maupun dalam efek farmakodinamik obat. Tetapi
tas-batas kadar terapi ("therapeutic window") yang sempit. telah diuraikan pula bahwa perhitungan dosis obat untuk pen-
Obat-obat ini menimbulkan efek toksik bila batas atas kadar derita payah ginjal hanya didasarkan atas perubahan klirens
terapinya dilampaui, dan tidak efektif (penyakitnya tidak kreatinin (ClCr ) penderita dan besarnya fraksi eliminasi gin-
terkontrol) bila batas bawah kadar terapinya tidak tercapai, jal terhadap eliminasi total obat yang bersangkutan dalam
seperti misalnya digoksin, teofilin, fenitoin, dan lain-lain. Da- keadaan normal. Dengan demikian, penyesuaian dosis untuk
lam hal gentamisin dan aminoglikosida yang lain, diperlukan penderita payah ginjal didasarkan atas berbagai asumsi, antara
kadar nadir yang rendah sekali untuk mengurangi efek nefro- lain :
toksik dan ototoksik yang ditimbulkan oleh obat-obat ini. Ka- (1) tidak ada perubahan dalam bioavailabilitas obat
dar nadir di atas 2 ug/ml untuk gentamisin menyebabkan obat (2) tidak ada perubahan dalam volume distribusi obat
ini yang telah memasuki korteks ginjal maupun telinga dalam (3) tidak ada perubahan dalam metabolisme obat
sukar untuk berdifusi kembali ke dalam darah, sehingga me- (4) tidak ada metabolit yang aktif/tosik
ningkatkan efek nefrotoksik dan ototoksiknya. Pada hewan (5) kecepatan biotransformasi obat di hati maupun ekskresi
percobaan telah ditunjukkan bahwa aminoglikosida yang di- obat di ginjal tidak tergantung pada dosis (mengikuti
berikan lebih sering dalam dosis lebih kecil dapat menimbul- "first-order kinetics")
kan efek nefrotoksik yang lebih tinggi. Dengan demikian, (6) respons farmakologik obat tidak berubah
cara (b) ini tidak dipilih untuk aminoglikosida. (7) fungsi ginjal stabil (tidak berubah dengan waktu)
Dalam klinik biasanya dilakukan cara (c) yang mengga- (8) klirens obat melalui ginjal berbanding lurus dengan klirens
bungkan perpanjangan interval dosis dengan pengurangan kreatinin, baik untuk obat yang ekskresi utamanya mela-
dosis per kali. Demikian juga untuk aminoglikosida, biasanya lui filtrasi glomerulus maupun yang melalui sekresi aktif
dilakukan cara (c) ini. Kembali pada contoh di atas, dosis di tubuli. Asumsi ini tampaknya benar karena klirens
penunjang gentamisin pada penderita payah ginjal dengan BB obat-obat yang disekresi aktif seperti penisilin, karbeni-
60 kg dan ClCr 33 ml/menit adalah 30 — 50 mg tiap 16 jam, silin, prokainamid, dan asam para-amino hipurat (PAH)
dan sehabis tiap hemodialisis atau dialisis peritoneal. tampaknya sebanding dengan klirens kreatinin,
dimanapun letak kerusakan ginjalnya.
3. Dosis awal (9) tidak ada variasi interindividual dalam absorpsi, distribusi
dan biotransformasi obat, dalam respons terhadap kadar
Dosis awal ("loading dose" = DL) diperlukan agar pende- tertentu obat dalam plasma, dalam fungsi fisiologik dan
rita dapat mencapai kadar terapi, yakni kadar "steady- keadaan patologik.
state"-nya , dengan cepat. Tanpa dosis awal, kadar "steady- Bila salah satu diantara asumsi-asumsi tersebut tidak benar,
state" ini baru akan dicapai setelah 4 - 5 kali waktu paruh dosis yang diperhitungkan tidak lagi tepat. Karena obat-obat
obat. Dengan demikian dosis awal terutama diperlukan untuk pada umumnya dapat menyalahi satu atau lebih diantara
obat-obat seperti antibiotik dan glikosida jantung, yang pe- asumsi-asumsi tersebut, maka penyesuaian dosis dengan cara
nyakitnya perlu segera diatasi, lebih-lebih bila waktu paruhnya perhitungan di atas hanya berguna sebagai perkiraan pertama,
memanjang akibat payah ginjal. yang harus diikuti dengan penyesuaian lebih lanjut sesuai
Besarnya dosis awal biasanya tidak diubah pada payah gin- dengan respons klinik penderita dan/atau kadar plasma obat-
jal,kecuali : nya.
(a) untuk digoksin, dosis awal perlu diturunkan sampai kira- Petunjuk terperinci mengenai pemilihan dan modifikasi
kira separuhnya, karena volume distribusi obat ini pada dosis untuk masing-masing obat yang sering digunakan pada
payah ginjal menurun sampai kira-kira separuhnya akibat penderita payah ginjal, termasuk efek toksik yang dapat ditim-
penurunan ikatannya dengan protein jaringan (lihat bab bulkannya, dapat dilihat dalam "review" yang lengkap oleh
"Distribusi Obat pada Payah Ginjal"). Bennett dkk. [14] .
(b) bila terjadi dehidrasi atau deplesi cairan sehingga terjadi
penurunan vofume distribusi, maka dosis awal perlu di-
turunkan untuk obat-obat yang indeks terapinya sempit,
seperti glikosida jantung dan antibiotik aminoglikosida. KEPUSTAKAAN

1.Wright N, Robson JS. Renal diseases. Dalam : Drug Treatment :


4. Petunjuk umum dan limitasi Principles and Practice of Clinical Pharmacology and Therapeu-
tics, Avery GS (Ed), Ed 2, Bab 21, hal 800-845. Adis Press, Syd-
Kecuali untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit ney, 1980.
dan eliminasi utama melalui ginjal, seperti digoksin dan 2. Reidenberg MM. The binding of drugs to plasma proteins and the

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 39


interpretation of measurements of plasma concentrations of drugs 490 — 496, 1977.
in patients with poor renal function. Amer J Med 62 : 466—470, 9. Rowland M, Tozer TN (Ed). Clinical Pharmacokinetics : Concepts
1977. and Applications, Bab 16, hal 230—245. Lea & Febiger, Philadel-
3. Reidenberg MM, Drayer DE. Drug therapy in renal failure. Ann Rev phia, 1980.
Pharmacol Toxicol 20 : 45 — 54, 1980. 10.Bennett WM. Drug prescribing in renal failure. Med Progr 6 (1) :
4.Gibaldi M. Drug distribution in renal failure. Amer J Med 62 : 471— 69—84, 1979.
474, 1977. 11.McQueen EG. Pharmacological basis of adverse drug reactions.
5.Brater DC, Thier SO. Renal disorders. Dalam : Clinical Pharma- Dalam : Kepust no 1, Bab 7, hal 202—235.
cology : Basic Principles in Therapeutics, Melmon KL, Morrelli 12.Maher JF. Principles of dialysis and dialysis of drugs. Amer J Med
HF (Ed), Ed 2, Bab 7, hal 349—387. Macmillan, New York, 1978. 62: 475—481, 1977.
6. Reidenberg MM. The biotransformation of drugs in renal failure. 13.Shargel L, Yu ABC (Ed). Applied Biopharmaceutics and Pharmaco-
Amer J Med 62 : 482—485, 1977. kinetics, Bab 16, hal 187—203. Appleton—Century—Crofts, New
7.Drayer DE. Active drug metabolites and renal failure. Amer J Med York, 1980.
62: 486—489, 1977. 14. Bennett WM, Singer J, Golper T, Feig P, Coggins CJ. Guidelines for
8.Cafruny EJ. Renal tubular handling of drugs. Amer J Med 62 : drug therapy in renal failure. Ann Intem Med 86 : 754—783, 1977.

THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC WITH


CONVENIENT t.i.d. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS

KALMOXILIN (AMOXYCILLIN TRIHYDRATE)


®

THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC OFFERING :

• CONVENIENT T.I.D. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS


• OUTSTANDING ORAL ABSORPTION
• LOW INCIDENCE OF SIDE—EFFECTS
• LOW TOXICITY SUPPLIED AS.:
• HIGH CURE RATE CAPSULES 250 MG
TABLETS 125 MG
AT A REALISTIC, ECONOMICAL PRICE. SYRUP 125 MG/5ML

®
MAKE USE OF THE MANY BENEFITS OF K A L M O X I L I N !!

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Penyakit Ginjal pada Kehamilan
Enday Sukandar
Sub. Bagian Ginjal & Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNPAD /RS. Hasan Sadikin
Bandung.

PENDAHULUAN hamilan dan bagaimana mekanismenya?


3. Apakah kehamilan perlu segera diakhiri (terminasi) untuk
Keadaan ginjal selama kehamilan harus mendapat perhatian
mencegah penyulit-penyulit pada ibu dan janin?
khusus, karena terdapat perubahan-perubahan fisiologik seper-
ti renal blood flow dan glomerulo-filtration rate, laktosuri dan 4. Apakah kehamilan dapat dilanjutkan dengan pengawasan
glikosuri, proteinuri ortostatik, dilatasi ureter dan pelvis, re- seksama dan pemberian obat-obatan?
tensi natrium dan air, penurunan asam urat dalam darah, dan 5. Bila penyakit ginjal ini ditemukan sebelum kehamilan, apa-
penurunan tekanan darah pada trimester l dan II. kah kehamilan kontraindikasi? Apakah dianjurkan meng-
Selama kehamilan normal, penjernihan (clearance) ginjal ikuti program KB (Keluarga Berencana) dan bagaimana
lebih efektif pada posisi tiduran (supine) daripada posisi ber- caranya?
diri atau duduk. Bila pasien menderita sembab dan istirahat Pada kesempatan simposium ini penulis membatasi pada pe-
tiduran selama 24 jam, diuresis lebih efektif daripada pasien nyakit-penyakit ginjal yang biasa dijumpai di klinik NEFRO-
rawat jalan sekalipun dengan pemberian diuretik. Glomerulo- LOGI dan mungkin dijumpai juga di klinik OBSTETRIK &
filtration rate naik mencapai 50% dari normal pada kehamilan GINEKOLOGI: infeksi saluran kemih dan ginjal non-tbc,
minggu ke-12 dan persisten sampai akhir dari kehamilannya. gagal ginjal akut, dan glomerulonefritis kronik. Pada setiap
Renal plasma flow juga meningkat bersamaan dengan kenaik- pembahasan materi akan didahului dengan ilustrasi tentang
an GFR. pengetahuan nefrologi supaya para teman sejawat terutama
Pada permulaan kehamilan konsentrasi serum asam urat dokter umum dengan mudah dapat memahaminya.
akan menurun sampai 25% dari konsentrasi serum asam
urat di luar kehamilan. Hal ini berhubungan dengan kenaikan
GFR. Bila umur kehamilan meningkat, konsentrasi serum asam PIELONEFRITIS AKUT
urat akan meningkat secara perlahan-lahan sampai mendekati
konsentrasi serum asam urat di luar kehamilan. Hiperurikemi Di klinik Pielonefritis Akut (PNA) mempunyai 2 bentuk (1)
sering ditemukan pada kehamilan dengan penyulit preeklamp- yaitu :
si/eklampsi. Keadaan hiperurikemi bukan akibat produksi (a). Bentuk uncomplicated
asam urat meningkat, tetapi semata-mata berhubungan dengan Pada PNA bentuk uncomplicated ini tidak terbukti mempu-
gangguan reabsorpsi tubulus. nyai penyakit atau kelainan saluran kemih yang dapat merupa-
Glikosuri fisiologik pada kehamilan harus dibedakan kan faktor predisposisi untuk timbulnya infeksi.
dengan diabetes mellitus karena mempunyai implikasi terapeu- (b). Bentuk complicated
tik yang berlainan. Glikosuri fisiologik pada kehamilan ini Pada PNA bentuk ini telah terbukti mempunyai faktor pre-
berhubungan dengan kenaikan GFR dan gangguan reabsorpsi disposisi seperti:
tubulus. — lesi-lesi obstruksi atau non-obstruksi yang menimbulkan
Selama kehamilan normal terdapat kenaikan hemodinamik stasis urin
ginjal dan diikuti dengan kenaikan tekanan vena renalis. Ke- — kelainan struktur saluran kemih baik kongenital atau di-
naikan tekanan vena renalis ini akan menyebabkan proteinuri dapat
terutama pada posisi ortostatik. Pada pasien-pasien yang telah — menyertai perjalanan penyakit ginjal kronik termasuk pre-
menderita penyakit parenkhim ginjal, faktor kehamilan ini eklampsi/eklampsi dan penyakit sistemik seperti diabetes
inungkin akan memperberat kebocoran protein melalui urin. mellitus.
Penurunan tekanan darah fisiologik (10—15 mm Hg) biasa- Kedua bentuk PNA ini harus dikenal karena mempunyai kait-
nya terdapat pada kehamilan trimester l dan 11. Perubahan ini an dengan cara pengelolaan maupun terapi yang adekwat. Pe-
bahwamenimbulkan konsekwensi batasanhipertensi dan klasi- meriksaan pielografi intravena rutin pada setiap PNA bentuk
fikasi hipertensi (vertikal) berlainan selama kehamilan dan di complicated. Pemberian antibiotik saja tidak cukup untuk
luar kehamilan. Hal ini sangat penting, mengingat hipertensi terapi PNA bentuk complicated, harus dilanjutkan dengan
merupakan salah satu presentasi klinik dari glomerulonefritis koreksi faktor predisposisi. Etiologi mikroorganismenya juga
kronik dan pielonefritis kronik. berlainan pada kedua bentuk PNA ini. Escherichia Coli me-
Semua perubahan fisiologik tersebut di atas harus dipahami rupakan mikroorganisne utama (80%) pada PNA bentuk un-
bila kita para klinisi mengelola setiap penyakit ginjal selama complicated. Sebaliknya infeksi campuran Escherichia Escheri-
kehamilan. Masalah lain yang sangat penting dan perlu di- chia Coli dengan Klebsiella, Proteus, Aerobacter dan Serratia;
jawab : sering ditemukan pada PNA bentuk complicated.
1. Apakah kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan dari pe- Pielonefritis Akut (PNA) merupakan penyulit infeksi se-
nyakit ginjal dan bagaimana mekanismenya? lama kehamilan dengan insidens bervariasi antara 1—7% (2, 3,
2. Apakah penyakit ginjal dapat mempengaruhi prognosa ke - 4). Insiden PNA meningkat sesuai dengan umur dan jumlah

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 41


paritas (4, 5, 6). Pielonefritis selama kehamilan mempunyai Pada kasus-kasus yang tidak klasik, febris merupakan keluh
bentuk complicated karena terdapat 2 faktor predisposisi yaitu an pertama dan keluhan satu-satunya sehingga tidak jarang
obstruksi non-mekanis (dilatasi ureter) karena pengaruh hor- dirawat dengan diagnosa klinis tifus abdominalis. Diagnosa
monal selama kehamilan dan Sindrom Vena Ovarium kanan. pielonefritis baru dicurigai bila dijumpai kelainan analisa urin
Walaupun PNA selama kehamilan mempunyai bentuk compli- rutin.
cated, Escherichia Coli merupakan mikroorganisme utama Diagnosa bakteriologik dari urin seperti pengecatan Gram
hampir 80%. biakan, jumlah kuman per ml urin dan uji kepekaan terhadap
Basiluri asimptomatik mempunyai peranan penting dalam macam-macam antibiotik standar, sangat penting untuk pe-
genesis pielonefritis selama kehamilan (1, 2, 3, 4, 5, 6). Basiluri doman pengobatan dan tindak lanjut. Biakan urin dan jumlah
asimptomatik ini dapat menyebabkan basiluri simptomatik kuman untuk menentukan diagnosa basiluri significant harus
diulang berturut-turut 3 kali (4). Penentuan sumber infeksi
(pielonefritis) kira-kira 35 -40% dari seluruh kasus.
saluran kemih atau sumber basiluri asimptomatik harus rutin
Penyulit Pielonefritis Akut pada setiap pasien (1, 2, 3, 4, 5, 7). Berbagai cara atau metoda
Pada dewasa ini pielonefritis selama kehamilan (obstetrik) penentuan sumber infeksi telah dikemukakan dalam kepusta-
jarang menyebabkan penyulit fatal seperti kematian maternal kaan seperti terlihat pada tabel berikut (9). Pemeriksaan Anti-
(3, 4, 5, 8). Penyulit-penyulit gawat yang pernah dilaporkan body-Coated-Bacteria (ACB) merupakan uji atau test yang
seperti syok septik, retardasi pertumbuhan janin, kelainan tidak invasif, dapat dikerjakan selama rawat jalan. Berbagai
kongenital, prematuritas, dan kematian janin semata-mata klinik Obstetri & Ginekologi di luar negeri rutin melakukan
akibat keterlambatan mendapat pengobatan yang adekwat pemeriksaan ACB pada setiap pasien yang mempunyai basiluri
(4, 5, 7). Penelitian prospektif juga menyangkal hubungan asimptomatik selama prenatal care (4, 7, 8)
antara pielonefritis dengan hipertensi maternal (8). Pielonefri-
tis Akut selama kehamilan (Obstetrik) tidak menyebabkan pe- Pengobatan
nurunan faal ginjal GFR (Glomerulo-Filtration-Rate), tetapi Pengobatan Pielonefritis Akut (PNA) harus agresif dengan
dapat memperburuk prognosa preeklampsi/eklampsi (6). antibiotik yang potent tetapi aman untuk ibu dan bayi/janin
Diagnosa Pielonefritis Akut (2, 4). Untuk pengobatan awal sebelum diketahui hasil peme-
Pada kasus-kasus yang klasik diagnosa Pielonefritis Akut PNA riksaan bakteriologik biasanya diberikan golongan ampisilin
tidak sulit. Pasien dengan keluhan-keluhan infeksi saluran ke- (2, 3, 4, 5, 8). Untuk kasus-kasus yang berat terutama dengan
mih bagian atas seperti febris sampai menggigil, sakit ketok sepsis, ampisilin 2 gram diberikan intravena selama 2 hari
pertama dan dilanjutkan per oral (1). Lama pemberian antibio-
atau spontan di daerah sudut kostovertebral. Biasanya dida-
tik masih kontroversi di antara para ahli. Beberapa ahli meng-
hului dengan keluhan-keluhan infeksi saluran kemih bagian
anjurkan pemberian antibiotik selama kehamilan (5), malah
bawah seperti pollakisuri, disuri, dan hematuri, sakit dianjurkan sampai 2 minggu masa nifas (7). Ahli lain memberi-
di daerah supra pubis.

Localizing the Site of Infection in the Urinary Tract *

M e th o d Comment

A. Direct
1. Ureteric catheterization Problem of instrumentation: moreover, presence of bac-
teria does not prove parenchymal involvement
2. Neomycin bladder washout Same as No.1; may give erroneous results if reflux present
(Fairley technique)
3. Renal biobsy Yield low
4. Leucocyte casts Present in nonbacterial inflammatory diseases

B. Indirect
1. Renal concentrating ability Can only be utilized when GFR is normal. Some claim that
bladder infections can affect concentration
2. a) Specific serum antibodies a) Titers vary considerably in pregnancy, and patients with
b) Specific urine antibodies bladder infection may demonstrate increments in titers
3. Urinary enzyme excretion
(e.g., ß-glucuronidase)
4. Characterization of urinary protein
5. White cell provocation tests Nonspecific; results disappointing
(e.g., steroids-endotoxin)
6. Fibrin degradation products (presence in urine sug-
gests upper tract disease)
7. "Glitter" cells
8. Effect of a single course of antibiotics Infections of both the upper and lower urinary tract may
be resistant to treatment
9. Water loading test (effects of diuresis on successive In pregnancy "physiologic" dilatation of ureters would
bacterial counts ) make this test difficult to perform.

* Modified from Brumfitt, W.: Bacteriological aspects of renal disease.In Renal Disease edited by D. Black. Oxford, Blackwell
Scientific Publications, 1972.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


kan antibiotik cukup selama 2 minggu, tetapi yang penting nal waktu atau masa ini sangat penting karena mempunyai
follow-up rutin dan teratur sampai masa nifas (4). hubungan dengan etiologi maupun patogenesanya.
Eradikasi setiap basiluri asimptomatik memegang peranan Klasifikasi GGA obstetrik berdasarkan etiologi dan patogenesa
penting untuk mencegah timbulnya basiluri simptomatik (pie- sebagai berikut:
lonefritis) (2, 3, 7). 1. Kehamilan muda (minggu ke-12--18)
a) Abortus spontan/kriminil
KEPUSTAKAAN • Hipovolemi
- Perdarahan per vaginam
1. Papper S. Clinical Nephrology (2 nd ed.). Little Brown. Pp 255- - Kehilangan cairan dan elektrolit, misal: hipereme-
258, 1978 sis gravidarum
2. de Wardener HE. 'fhe Kidney (4 th ed.). Churchill Livingstone pp • Pengumpulan (pooling) darah di daerah splanchnicus,
352-355,1973. misal: septikemi
3. Ferris TI. The Kidney and Pregnancy dalam Strauss and Welt's
b) Kehamilan ektopik yang terganggu
Disease of the Kidney (3 rd ed.), Early Le & Gottschalk (ed.), 1976.
4. Lindheimer MD & Katz Al. Kidney Function and Disease in Kidney, • Hipovolemi, misal: perdarahan interna
Lea& Febiger Phill. pp 112--119, 1977. 2. Kehamilan lanjut (minggu ke-35 -40)
5. Cunningham FG et al. Acute Pyelonephritis of Pregnancy. A Clinical a) Hipovolemi
Review. Obstet Gynaecol 46 : 112, 1973. • Perdarahan, misal: abruptio placenta
6. Whalley PJ et al. Transient renal dysfunction associated with acute b) Pooling darah
pyelonephritis. Obstet Gynaecol 46 : 1974, 1975.
• Septikemi, misal: chorioamnionitis
7. Harries RE & Gillstrop LC. Prevention of recurrent Pyelonephritis
during pregnancy. Obstet Gynaecol 44: 657, 1974. c) Koagulasi intravaskuler
8. Gilstrap LC et al. Renal Infection and Pregnancy Outcome. Am J • Preeklampsi / eklampsi
Obstet Gynaecol 141 : 709, 1981. • Reaksi transfusi darah
• Kematian janin
3. Masa nifas
a) Hipovolemi
GAGAL GINJAL AKUT (GGA) OBSTETRIK
• Perdarahan, misal: atoni uterus dan retensi plasenta.
b) Pooling darah
Sampai sekarang GGA masih merupakan problim untuk
para klinikus dengan angka mortalitas masih cukup tinggi (in- • Septikemi, misal: infeksi puerpuralis
terne 35%, bedah 65%, obstetrik 10- 25%) walaupun sudah c) Gagal Ginjal Akut Idiopati
terdapat kemajuan dalam bidang patofisiologi maupun peng- Penyakit ini sangat jarang dan tidak akan dibahas.
obatan (1, 2, 3, 4). Pada umumnya angka mortalitas GGA
obstetrik lebih rendah dibandingkan dengan GGA non-obste- Klasifikasi histopatologi
trik mungkin karena usia pasien-pasien relatif lebih muda, Gagal Ginjal Akut (GGA) obstetrik mempunyai 4 bentuk
diagnosa dini lebih cepat diketahui sehingga pengobatan lebih berdasarkan kelainan histopatologi sebagai berikut:
adekwat (5). Tetapi angka mortalitas GGA obstetrik makin 1. Nekrosis Tuber Akut (NTA) :
meningkat bila disertai sepsis, nekrosis kortikal dan pada - hipovolemi
pasien-pasien yang sebelumnya telah menderita penyakit ginjal - septikemi
kronik (2, 5). 2. Nekrosis Kortikal Akut (NKA) :
Insidens GGA obstetrik relatif lebih rendah dibandingkan - septikemi
dengan insidens GGA non-obstetrik, 1 di antara 2000-5000 - preeklampsi /eklampsi
kehamilan (1, 2, 4, 6). Distribusi insidens GGA obstetrik me- 3. Endoteliosis kapiler glomerulus :
ningkat pada kehamilan minggu ke-12-18 dan pada minggu - preeklampsi/eklampsi
terakhir yaitu minggu ke-35- 40 (6, 8, 11). Distribusi ini mem- 4. Penebalan subendotelial disertai sembab jaringan ikat yang
punyai hubungan dengan patogenesa GGA. menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah arteri
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia angka ke- intralobaris, arteri arcuate
sakitan (mobiditas) dan mortalitas GGA obstetrik yang ber- - GGA Idiopati masa nifas.
hubungan dengan perdarahan, sepsis dan mungkin preeklampsi Nekrosis Tubuler Akut (NTA) lebih sering dijumpai pada GGA
atau eklampsi, masih cukup tinggi. Beberapa faktor non medis obstetrik dibandingkan dengan GGA non-obstetrik (5, 6, 10,
yang perlu mendapat perhatian seperti masalah transportasi, 11). Beberapa peneliti menemukan insidens Nekrosis Kortikal
sarana Puskesmas (penyediaan macam-macam larutan terma- Akut (NKA) 10-30% dari semua kasus GGA obstetrik diban-
suk plasma buatan dan obat-obatan) masih belum memadai, dingkan dengan NKA pada GGA non-obstetrik (11). Grunfeld
peranan paraji masih cukup potensial untuk sebagian besar JP dkk. (5) melaporkan 57 kasus GGA obstetrik yang terdiri
masyarakat, faktor finansial dari pasien-pasien, dan faktor dari : nekrosis kortikal 19 kasus, renal thrombotic microangio-
ketidaktahuan (ignorance). Kita mengharapkan dengan keleng- pathy 4 kasus, endoteliosis glomerulus 3 kasus, dan Nekrosis
kapan sarana Puskesmas yang memadai, ketrampilan para Tubuler Akut yang mempunyai hubungan dengan endoteliosis
pengelola kesehatan, dan pengertian dari masyarakat, dapat glomerulus 1 kasus, dan 2 kasus dengan ginjal normal.
mengurangi angka kesakitan maupun kematian GGA obste- Menurut hemat penulis mengenal dan memahami klasifikasi
trik.
GGA obstetrik berdasarkan etiologi dan patogenesa sangat
penting untuk :(a) mengurangi angka morbiditas dan mortali-
Etiologi & patogenesa tas GGA obstetrik terutama yang mempunyai hubungan de-
Gagal Ginjal Akut (GGA) obstetrik dapat dijumpai pada ngan hipovolemi dan septikemi, (b) pedoman untuk pengobat-
kehamilan muda, kehamilan lanjut dan pada masa nifas.Menge- an yang lebih rasional.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28,1982 43


Patofisiologi dapat menyebabkan terjadinya nekrosis tubuler akut. Insidens
nekrosis tubuler akut pada pasien-pasien preeklampsi/eklampsi
Mekanisme oliguri pada Nekrosis Tubuler Akut (NTA) yang cukup tinggi, mencapai 50-60%.
mempunyai hubungan dengan hipovolemi dan nefrotoksin
masih belum diketahui pasti. Beberapa hipotesa telah dikemu-
Manifestasi klinik
kakan dalam kepustakaan (15): teori obstruksi tubulus, teori
back-leak, teori vaskuler, teori renin angiotensin, dan teori Gagal Ginjal Akut (GGA) dapat lolos dari pengamatan ka-
pembengkakan sel. Teori vaskuler dan renin-angiotensin me- rena tertutup oleh gejala-gejala penyakit dasarnya yang berat
megang peranan penting dalam patogenesa oliguri, seperti ter- seperti septikemi, syok dan koagulasi intravaskuler. Pengawas-
lihat pada skema berikut (7). an jumlah diuresis (walaupun tidak mutlak) dapat membantu
untuk mengenal sedini mungkin kemungkinan terdapat penu-
Mekanisme terjadinya Nekrosis Tubuler Akut (NTA) pada
runan GFR. Tidak jarang, pasien-pasien GGA yang berhubung-
septik syok tidak diketahui pasti (11), walaupun telah dicu-
an dengan infeksi dan hipovolemi tidak terdapat oliguri tetapi
rigai beberapa faktor : iskemi akibat pengaruh hipotensif infek-
poliuri. Keadaan ini dikenal sebagai non-oliguric acute renal
si, hemoglobinuri karena pengaruh proses hemolisis dari infeksi
failure. Grunfeld DP dkk (5) melaporkan 57 pasien GGA Ob-
clostridia, zat-zat nefrotoksik seperti lisol yang sering diguna- stetrik: 16 dengan poliuri dan 47 pasien dengan oliguri.
kan untuk abortus, dan gangguan koagulasi. Aktivasi sistem Gejala overhydration disertai hiponatremi sering merupakan
pembekuan (koagulasi) pada syok septik dapat ditimbulkan manifestasi klinik pertama dari pasien-pasien GGA obstetrik
oleh endotoksin atau mungkin akibat proses hemolisis masif maupun GGA yang berhubungan dengan pembedahan (7, 10,
intravaskuler seperti yang terdapat pada infeksi clostridia.
15). Gejala overhydration in semata-mata akibat pengawasan
Endotoksin ini langsung mempengaruhi trombosit dan aktivasi
intake cairan oral atau par enteral yang tidak seksama.
faktor Hageman. Jadi endotoksin ini menyebabkan rangkaian
Pemeriksaan kimia darah seperti serum kreatinin dan urea-
reaksi koagulasi, fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen, N, asam urat dan penentuan indeks urin sangat penting untuk
dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan iriversibel. menegakkan diagnosa GGA. Diagnosa pasti hanya dengan pe-
Mekanisme GGA pada preeklampsi/eklampsi masih belum meriksaan histopatologi ginjal.
diketahui pasti, mungkin mempunyai hubungan dengan iskemi Hiperkalemi merupakan keadaan darurat medik, dapat me-
ginjal. Hipotesa mekanisme preekiampsi/eklampsi seperti ter- nyebabkan fibrilasi ventrikuler dan akhirnya cardiac arrest.
lihat dalam skema (8). Penurunan aliran darah uteroplasental Klinis keadaan hiperkalemi sulit dikenal kecuali pemeriksaan
menyebabkan perubahan prostaglandin E uterine dan sintesa serum kalium K+ dan monitoring elektrokardiogram.
renin dan terdapat pelepasan renin uterine dan kemungkinan
terjadi penurunan sekresi prostaglandin E Timbulnya deposit- Diagnosa GGA obstetrik
deposit fibrin dalam glomeruli ini menyebabkan penurunan Diagnosa GGA obstetrik tidak sulit (11). Setiap oliguri atau
GFR dan retensi natrium Na + . Gambaran kelainan histopato- anuri yang ditemukan pada pasien-pasien yang mempunyai
logi anatomi dijumpai pembengkakan sel endoteliosis glome- kecenderungan timbulnya hipovolemi (perdarahan), septikemi;
ruli yang menyebabkan obliterasi lumen kapiler dan akhirnya dan keadaan koagulasi intravaskuler atau hiperkoagulabel se-
terjadi nekrosis sel-sel tubulus. Endapan-endapan fibrin dapat perti pada preeklampsi/eklampsi/kehamilan normal; harus
juga menyebabkan koagulasi intravaskuler dalam sirkulasi gin- dicurigai kemungkinan telah menderita Gagal Ginjal Akut
jal dan inenimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah post- (GGA). Diagnosa klinis ini diperkuat dengan pemeriksaan in-
glomerulus sehingga terjadi iskemi dan mungkin diikuti nekro- deks GFR seperti serum kreatinin & urea-N dan penjernihan
sis kortikal. Perdarahan yang sering menyertai pasien-pasien kreatinin.
preeklampsi/eklampsi mungkin juga merupakan faktor yang Bila sarana penunjang diagnostik memungkinkan, maka
pemeriksaan indeks diagnostik urin atau urinary diagnostic
indices sangat penting (12). Penentuan perbandingan atau
ratio osmolaritas dalam urin dan plasma merupakan indikator
laboratorium yang sangat berguna untuk menentukan diagnosa
GGA obstetrik stadium awal (11, 12).
Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA obstetrik dan GGA non-obstetrik
tidak berbeda (7, 8, 10, 11, 13, 14) : memenuhi kebutuhan
cairan yang adekwat, memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit, diit mengontrol infeksi, dan dialisa.
Pemberian cairan parenteral (feeding, transfusi darah, cairan
lainnya) harus dimonitoring dengan pemasangan CVP (central
venous pressure).
Dialisa (peritoneal maupun hemodialisa) merupakan tindak-
an pilihan pertama untuk pasien-pasien GGA obstetrik (11, 14,
15). Retensi toksin uremi atau dialysable substances dapat
melewati selaput plasenta, maka beberapa peneliti menganut
prinsip dialisa dini atau dialisa profilaktik. Selama dialisa harus
dihindarkan gangguan perfusi uteroplasental yang dapat me-
nyebabkan penyulit fatal. Hansel dkk. 1982 (15) berhasil
melakukan hemodialisa pada GGA obstetrik. Dilaporkan se-
orang wanita Turki, umur 21 tahun dengan kehamilan 21
minggu, menderita GGA, dengan etiologi yang tidak diketahui

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Hemodialisa dikerjakan 2 kali/hari dengan interval 12 jam. lebih luas yang akan berakhir dengan stadium terminal "end-
Setelah hari ke-6, terdapat penurunan serum kreatinin dan stage kidney". Beberapa faktor yang dapat memperburuk faal
BUN (kreatinin 2,8 mg/dl dan BUN 22 mg/dl), kemudian ginjal tetapi dapat dicegah atau dikendalikan seperti infeksi
hemodialisa dikerjakan 1 kali/hari sampai hari ke-12. Kehamil- saluran kemih, hipertensi berat, kehilangan cairan dan elektro-
an dapat dipertahankan sampai impartu dan tidak terdapat lit karena berbagai sebab, payah jantung kongcstif, obat-obat
kelainan pada janin. nefrotoksik (2, 4). 1)i lain pihak memang kita tidak dapat
Beherapa ahli ginekologi dan obstetrik cenderung untuk mencegah kemungkinan timbulnya eksaserbasi akut dari
segera mengakhiri atau terminasi kehamilan pada GGA obste- penyakit dasarnya.
trik yang terdapat pada akhir kehamilan (11, 13, 14). Apakah faktor kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan
penyakit dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) atau sebaliknya
apakah faktor Sindrom Nefritik Kronik (SNK) dapat mem-
KEPUSTAKAAN pengaruhi kehamilan? Masalah inilah yang akan penulis bahas
1. Smith K et al. Renal Failure of Obstetric Origin. An analysis of 70 walaupun bersumber dari kepustakaan luar negeri. Kebanyak-
paticnts. Lancet 2 : 351, 1965. an tulisan hasil penelitian retrospektif atau kasuistik dan sa-
2. Hall JW et al. lmmediate and long-term prognosis in Acute Renal ngat jarang penelitian-pcnelitian prospektif. Sepengetahuan
Failure . Ann lntern Med 73 : 515, 1970. penulis di lndonesia sendiri belum pernah dilaporkan hubung-
3. Scott RB et al. Why the persistently high mortality in Acute Renal an penyakit ginjal kronik dengan kehamilan.
Failure. Lancet 2 : 75 ,1972.
4. Harkins JL et al. Acute Renal Failure in Obstetric. Am J Obstet
Gynaecol 118 : 331, 1974.
5. .Jean-Piere Grunfeld et al. Acute Renal Failure in Pregnancy. Kid- ETIOLOGI
ney Int 18 : 179, 1980. Etiologi Glomerulonefritis Kronik (GK) seperti terlihat
6. Smith K et al. Renal Failure in Obstetric Origin. Brit Med 13u11 24:
49, 1968. pada gambar berikut (2) :
7. Ferris TF. The Kidney and Pregnancy dalam Strauss & Welt's
Diasease of the Kidney, 3rd ed. Vol. 111 (Early & Gottschaik)
pp 1321, 1978.
8. Papper S. Clinical Nephrology (e nd ed.), Little Brown & Co.
pp 146, 1978.
9. Wardle EN. Pre-eclamptic Toxaemia: A Reappraisal. Nephron
vol. 20, no. 5 pp. 241, 1978.
10. De Wardner. Renal Disturbances in Pregnancy dalam The Kidney
(4th Ed.), Churchill Livingstone, pp 350, 1973,
11. Lindheimer MD & Katz Al. Kidney Function and Disease in Preg- Penyakit sistemik
nancy. Lea & Febiger Phill. pp 106, 1977. Progresi dari Glome-
• SLE rulonefritis
12. Miller TR et al. Urinary Diagnostic Indices in Acute Renal Failure.
• Henoch-Schoenlein pasca streptokok
Ann Intern Med 89 : 47, 1978. pulpura
13. Chugh KS et al. Acute Renal Failure in ()bstetric Origin. Ani Ob- • Hemolitik-Uremi
stet Gynaecol 48: 642, 1976.
14. Kleinknecht D et al. Uremic and Non-Uremic Complications in
Acute Renal Failure : Evaluation of early and frequent dialysis
on prognosis. Kidney lnt 1 : 190. 1972.
15. Hensel A et al. Successful Hemodialysis for Acute Renal Failure
in Late Pregnancy. Am J Nephrol 2 : 98, 1982.
Penyakit ginjal idiopati dengan etiologi yang masih belum
diketahui tidak jarang merupakan penyebab dari Sindrom Ne-
fritik Kronik (SNK). Pada beberapa penderita kelainan ginjal
dapat merupakan presentasi klinik pertama dari penyakit
GLOMERULONEFRITIS KRONIK sistemik (5).
Istilah Glomerulonefritis Kronik (GK) kurang tepat karena
tidak seluruhnya murni suatu inflamasi. Beberapa klinisi lebih PRESENTASI KLINIK
sering memakai istilah Sindrom Nefritik Kronik (SNK) karena
presentasi klinik (clinical presentations) dan etiologinya ber- Di klinik Sindrom Nefritik Kronik dapat muncul dengan
variasi (1, 2, 3). Pada penyakit ini ditandai dengan kerusakan/ 1 di antara 6 macam presentasi klinik (1 , 6).
destruksi parenkhim ginjal progresif dan kronik yang akan ber-
1. Proteinuri dengan atau tanpa hematuri
akhir dengan "end-stage kidney".
Beberapa penderita tanpa keluhan untuk selama bertahun-
Presentasi klinik dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) ber- tahun dan baru diketahui menderita penyakit ginjal kronik
variasi dari tanpa keluhan dan dijumpai pada pemeriksaan fisik hanya berdasarkan pemeriksaan laboratorium rutin yakni
rutin (hipertensi) atau pemeriksaan laboratorium rutin (pro- analisa urin rutin. Setiap kunjungan prenatal dari mulai ke-
teinuri dengan atau tanpa hematuri) sampai timbulnya stadium hamilan muda sampai impartu, analisa urin rutin sangat pen-
akhir "end-stage kidney" dengan Sindrom Uremi. Jadi perja- ting sebagai uji pendahuluan (screening test) untuk penyakit
lanan penyakit dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) bervariasi ginjal.
dan indiyidual. Apakah pola perjalanan penyakit dari Sindrom
Nefritik Kronik (SNK) ini dapat kita kendalikan sehingga da- Strategi pengelolaan setiap penderita dengan proteinuri asimp-
pat dihindarkan kemungkinan destruksi parenkhim ginjal tomatik, sbb. :

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 45


PROTEINURI 2. Hipertensi
Hipertensi ringan sampai berat dengan atau tanpa penyulit
dapat merupakan presentasi klinik pertama dari glomerulone-
fritis kronik.
Hipertensi apa pun juga sebabnya dapat mempertinggi ang-
ka morbiditas dan mortalitas baik material maupun fetal (3,9,
10). Masalah yang sulit dan masih merupakan perdebatan di
antara para klinisi yaitu kriteria hipertensi selama kehamilan.
Selama kehamilan normal secara fisiologis selalu terdapat
penurunan tekanan darah 10—15 mm Hg. Keadaan fisiologis
ini harus diketahui untuk menentukan adanya hipertensi
maupun derajat hipertensi selama kehamilan.
Parameter untuk derajat hipertensi yang sudah kita ketahui
di luar kehamilan berbeda dengan parameter derajat hipertensi
selama kehamilan (lihat tabel).
Klasifikasi hipertensi selama kehamilan menurut American
College of Obstetricians and Gynecologist sbb. :
(a) Preeclampsia-Eclampsia (hypertension peculiar to preg-
nancy).
(b) Chronic Hypertension (whatever cause) di antaranya hi-
pertensi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kro-
nik.
(c) Chronic Hypertension with Superimposed Preeclampsia.
(d) Late or transient hypertension.

3. Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik ini merupakan presentasi klinik yang
sering dijumpai di klinik. STRAUCH & HAYSLETT (1974)
melaporkan 13 dari 25 pasien glomerulonefritis selama keha-
milan dengan presentasi Sindrom Nefrotik (12).

4. Sindrom Nefrotik Akut


Bahan jaringan biopsi ginjal (lebih baik biopsi terbuka atau surgical) Sindrom Nefritik Akut (SNA) ditandai dengan oliguri, pro-
dibagi 3 bagian: teinuri dan hematuri, hipertensi, sembab dan bendungan sir-
— bahan disimpan dalam konservant larutan formalin 10% untuk kulasi.
pemeriksaan mikroskop cahaya.
Sindrom Nefritik Akut ini dapat merupakan eksaserbasi
— bahan jaringan dengan konservant larutan gluthealdehyde untuk
pemeriksaan mikroskop elektron.. akut dari penyakit dasarnya atau merupakan presentasi klinik
— bahan jaringan segar dan diawetkan dengan es kering untuk peme- pertama dari suatu glomerulonefritis akut.
riksaan immunopatologi. Selama kehamilan sangat jarang dijumpai pasien-pasien de-
ngan Sindrom Nefritik Akut (6, 9, 10, 11).
Etiologi penyakit sistemik:
— SLE
— diabetes mellitus
— gout 5. Preeklampsi — eklampsi
— amiloidosis Kira-kira 35% dari pasien-pasien preeklampsi atau eklamp-
— hipertensi si mempunyai dasar glomerulonefritis kronik (6, 9, 11). Peran-
an biopsi ginjal prepartum atau post partum sangat menentu-
kan untuk mencari dasar dari preeklampsi/eklampsi.
Cara pengiriman bahan pemeriksaan ini sangat penting untuk
interpretasi kelainan histopatologi.
Classification of Severity of Hypertension in Gravid Woman.
Pola pengelolaan proteinuri asimptomatik di luar kehamilan
seperti di atas berlaku juga kehamilan kecuali pemeriksaan
A. By Blood Pressure
pielogram intravena. Pemeriksaan pielogram intravena kontra-
indikasi pada kehamilan muda, trimester I(7). DIASTOLIC (mm Hg)

Biopsi ginjal prepartum tidak merupakan kontraindikasi, First Two Trimesters Third Trimester
morbiditas prepartum dan di luar kehamilan sama (8, 9, 10). Mild 80 90
Menurut KincaidSmith, mengenal macam-macam lesi histo- Moderate 100 110
patologik sangat penting dibandingkan dengan klinis untuk Severe 120 130
menentukan prognosa glomerulonefritis selama kehamilan.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


B. By Other Clinical Criteria Kelas A GFR Normal Serum kreatinin normal
CARDIAC FUNDOSCOPY RENAL Kelas B GFR 50—80% (N) Serum kreatinin normal— 2,4 mg%
Kelas C GFR 20— 50% (N) Serum kreatinin 2,5—4,9 mg%
Mild Kelas D GFR 10-20% (N) Serum kreatinin 5,0--7,9 mg%
Normal cardiac size, Normal or mi- Normal GFR
normal ECG nimal (KW) (30—50% Kelas E GFR 5—10% (N) Serum kreatinin 8—12 mg%
increment in Kelas F GFR 5% (N) Serum kreatinin 12 mg%
pregnancy Apakah pasien-pasien dengan GGK dapat menjadi hamil?
Moderate Cardiac enlargement Spastic/sclero- GFR decrea- Pada umumnya pasien dengan GGK berat atau Sindrom Uremi
may be present, ECG tic changes sed to (N), seringkali menjadi infertil (3, 6, 9, 11, 13).
evidence of LVH ; (KW I, 11) filtration
few symptoms friction may
be increased

Severe Cardiac enlargement As above, and Decreased SINDROM NEFROTIK PADA KEHAMILAN
usually evident, ECG occasionally GI R
evidence of hyper- hemorrhages & Increased
trophy and ischemia exudates (KW filtration Definisi
some symptoms III ) friction Menurut para klinisi Sindrom Nefrotik (SN) merupakan
rangkaian manifestasi klinik dan laboratorium (proteinuri ma-
Accelerated As above, plus symp- F'rank hemor- Rapidly de-
and ma- toms of cardiac fai- rhages and exu- creasing GFR sif, hipoalbuminemi, sembab dan mungkin disertai hiperlipide-
lignant lure, angina pains, dates, papilede- hematuria, mi) dengan aneka ragam etiologi (1, 2, 3, 4).
and/or encephalopa- ma (KW IV, ma- proteinuria Proteinuri masif lebih dari 3,5 gram perhari per 1,73 m2
thy lignant phase) luas permukaan badan adalah kriteria dasar dari Sindrom Ne-
frotik. Dengan demikian sebagian besar manifestasi klinik
Sindrom Nefrotik tergantung dari derajat proteinuri.

6. Gagal Ginjal Kronik (GGK) Etiologi


Manifestasi klinik GGK bervariasi tergantung dari derajat Pada umumnya Sindrom Nefrotik disebabkan oleh macam-
dari penurunan faal ginjal GFR. Grafik berikut menggambar- macam penyakit : glomerulonefritis primer (idiopati), glome-
kan hubungan antara manifestasi klinik dengan GFR (2) : rulonefritis sekunder akibat penyakit sistemik, gangguan sir-
kulasi mekanik, infeksi (hepatitis B virus, bakteri, parasit),
efek samping atau allergi terhadap macam-macam obat, penya-
kit keganasan (1, 2, 3, 4, 5). Walaupun etiologi Sindrom Ne-
Clinical
frotik sangat banyak, di klinik sebagian besar (75—80%) mem-
Evidence
of Renal punyai hubungan dengan glomerulonefritis idiopati dengan eti-
Failure ologi tidak diketahui (4). Prognosa dan pengobatan SN Idio-
pati semata-mata tergantung dari lesi-lesi histopatologi. Nefro-
pati Lesi Minimal mempunyai respon yang baik terhadap
kortikosteroid dibandingkan dengan lesi-lesi lain dan mem-
punyai prognosa baik.
Proteinuri masif pada trimester ke-III dari kehamilan dapat
ditemukan juga pada penyulit kehamilan: pre-eklampsi dan
eklampsi (6, 9, 11, 12), cyclic nephrotic syndrome of preg-
nancy (11). Perbedaan dengan pre-eklampsi dan eklampsi
sangat penting, mempunyai implikasi terapeutik dan prognosa
yang berlainan.
Etiologi cyclic nephrotic syndrome of pregnancy tidak
diketahui, diduga mempunyai hubungan dengan kompleks
immun (6, 11). Pelepasan "sensitizing antigen" dari fetal atau
plasenta menyebabkan deposit atau pengendapan kompleks
immun pada glomeruli. Hipotesa ini diragukan karena deposit
kompleks immun tidak dijumpai pada pemeriksaan immuno-
Glomerulo-Filtration-Rate (GFR) patologi (immunofluoresensi).

Diagnosa banding
Pasien-pasien dengan Diminished Renal Reserve dan Renal Sindrom Nefrotik (SN) yang ditemukan pada trimester ke-
Insufficiency mungkin lebih sering dijumpai di klinik bila di- III dari kehamilan harus dibedakan dengan pre-eklampsi/
lakukan pemeriksaan lebih teliti. Setiap pasien hipertensi dan eklampsi dan cyclic nephrotic syndrome of pregnancy.
anemi, hiperurikemi pada pemeriksaan laboratorium harus
dicurigai telah menderita GGK. 1. Pre-eklampsi/eklampsi
Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal (GFR) menurut Proteinuri masif lebih dari 3,5 gram/hari/1,73 m 2 luas per-
International Committee for Nomenclature and Nosology of mukaan badan sering dijumpai pada pre-eklampsi/eklampsi
renal Disease (22) sbb. : (6, 9). Perbedaan SN Idiopati yang ditemukan pada trimester

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 47


ke-III dari kehamilan dengan pre-eklampsi/eklampsi sangat Patofisiologi Sindrom Nefrotik selama kehamilan.
penting, mempunyai implikasi terapeutik dan prognosa yang
berlainan. Permeabilitas Glomerulus Meninekat
Klinis SN Idiopati (kecuali Nefropati Lesi Minimal) sulit
dibedakan dengan pre-eklampsi/eklampsi. Hipertensi, proteinu-
ri masif "unselective", kenaikan serum asam urat, yang selalu
dijumpai pada pre-eklampsi/eklampsi dapat juga ditemukan
pada SN Idiopati bukan lesi minimal misal Nefropati Membra-
nosa (NM) atau Nefropati Proliferatif (NP). Pada SN Idiopati
lesi minimal (Nefropati Lesi Minimal —NLM) tidak ditemukan
hipertensi, proteinuri "selective", dan serum asam urat normal.
Dalam menghadapi keragu-raguan terutama bila ditemukan
tekanan darah diastolik antara 80—95 mm Hg, peranan biopsi
ginjal pre-partum sangat penting (8, 9). Jaringan ginjal diperik-
sa dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron , immuno-
patologi. LINDHEIMER & KATZ (9) menganjurkan biopsi
ginjal pre-partum secara terbuka. Kelainan histopatologi renal
dari pre-eklampsi/eklampsi khas dinamakan capillary glomeru-
lar endothelliosis (6, 9, 11, 18, 19).

2. Cyclic Nephrotic Syndrome of pregnancy


Klinis sulit dibedakan dengan SN Idiopati lesi minimal.
Anamnesa yang teliti sangat penting, keluhan sindrom nefrotik
ditemukan setiap kehamilan dan remisi setelah partus. Peme-
riksaan immunopatologi tidak ditemukan deposit kompleks
immun pada glomeruli seperti pada SN Idiopati lesi minimal.
Bentuk SN ini mempunyai prognosa baik dan remisi setelah
partus.

Patofisiologi dan manifestasi klinik (lihat skema)


Faktor kehamilan dapat memperberat Sindrom Nefrotik
dan menambah insidens penyulit :

1. Proteinuri
Selama kehamilan normal terdapat kenaikan hemodinamik
renal, diikuti dengan kenaikan tekanan vena renalis (17). Se-
tiap kenaikan tekanan vena renalis (trombosis vena renalis
atau payah jantung kongestif refrakter) dapat menyebabkan
proteinuri ringan sampai berat (1, 2, 3, 15). Dengan demikian,
faktor kehamilan sendiri yang disertai kenaikan tekanan vena
renalis dapat memperberat proteinuri dari SN Idiopati.

2. Hipoalbuminemi
Terapi
Pada setiap SN, hipoalbuminemi terutama disebabkan pro-
teinuri masif. Faktor-faktor lain yang memperberat hipoalbu- Terapi SN Idiopati selama kehamilan atau di luar kehamilan
minemi seperti katabolisme albumin dalam sel-sel tubulus, pada prinsipnya tidak berbeda, walaupun terdapat beberapa
malnutrisi, protein losing enteropathy dan faktor kehamilan. modifikasi. Modifikasi terapi ini sangat penting karena yang
Setiap kehamilan normal selalu terdapat penurunan konsen- kita hadapi 2 insan yaitu maternal dan fetal (janin).
trasi serum albumin 0,5—1,0 gram % (6, 9, 10, 18, 19). Jadi
faktor kehamilan akan mempengaruhi derajat hipoalbuminemi. 1. Peranan istirahat
Menurut beberapa peneliti derajat hipoalbuminemi akan Istirahat mutlak di tempat tidur terutama untuk penderita
mempengaruhi retardasi pertumbuhan janin (9), tidak jarang berat dengan anasarka sangat penting. Istirahat ini untuk me-
terdapat prematuritas (9, 18), dan gangguan nerologik atau ngurangi proteinuri ortostatik.
pertumbuhan mental bayi (19).
2. Diit
3. Sembab Diit kaya protein (3 gram per-kg berat badan) terutama
Derajat hipoalbuminemi sejajar dengan retensi cairan in- protein hewani yang mempunyai nilai biologis tinggi. Pantang
terstisial (sembab). Bila konsentrasi serum albumin kurang dari garam natrium dapat mengurangi sembab.
1,5 gram % selalu disertai anasarka. 3. Infus albumin
4. Hiperkholesterolemi Indikasi infus albumin miskin garam bila (a) pasien dengan
Kholesterol dan asam lemak bebas meninggi selama keha- penurunan faal ginjal akibat oligemi, (b) hipotensi postural.
milan. Infus albumin ini dapat diberikan 2 kali seminggu.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


4. Diuretik 29 kali kehamilan, hanya 4 pasien berakhir dengan abortus
Pemberian diuretik tidak boleh rutin pada SN dengan keha- spontan. Dari-5 pasien renal transplantation (5 kali kehamilan)
milan, dapat menimbulkan efek samping pada maternal mau- tanpa mengalami penyulit selama kehamilan sampai impartu.
pun fetal Oanin). Diuretik dapat menyebabkan gangguan per-
fusi uteroplasenta, circulatory collapse, dan serangan trom- 2. Golongan pasien dengan penurunan faal ginjal GFR
boemboli. Diuretik golongan tiazid pada bayi dapat menyebab- Sebagian besar pasien dengan insufisiensi ginjal menjadi in-
kan hiponatremi dengan Apgar score buruk, trombositopeni fertil atau steril (3, 9, 12, 13, 14). Bila ureum darah lebih dari
dan ikterus. 60 mg% atau serum kreatinin lebih dari 3 mg% yang dijumpai
Pada kasus-kasus berat terutama dengan anasarka dapat di- pada trimester I jarang sampai impartu, sering terdapat penyu-
berikan hanya golongan furosemid yang aman untuk janin. lit perdarahan atau abortus. Bila pasien dengan azotemi dan
hipertensi sebelum kehamilan, fetal survival rate turun kurang
5. Kortikosteroid dari 40% dan insidens preeklampsi/eklampsi naik mencapai
Golongan kortikosteroid memperlihatkan respon yang baik 75% (13). Bila terdapat gagal ginjal selama kehamilan, hemodi-
untuk SN Idiopati lesi minimal di luar kehamilan. Pada dewasa alisa harus segera dilakukan dan gestasi mungkin dapat diper-
ini beberapa peneliti menganjurkan takaran rendah 30 mg per- tahankan dengan sempurna. Resiko kematian janin tetap tinggi
hari intermittent (20). bila azotemi tidak terkontrol dengan hemodialisa. Pada pasien-
Golongan kortikosteroid dan faktor kehamilan sendiri me- pasien demikian, sebaiknya kehamilan segera diakhiri.
rupakan faktor-faktor yang mempunyai sifat hiperkoagulasi
3. Golongan pasien berdasarkan kelainan histopatologi ginjal
(6,9).
Menurut hemat penulis, kortikosteroid ini tidak perlu rutin Menurut Kincaid-Smith (8) prognosa kehamilan dari pasien
diberikan pada SN Idiopati walaupun lesi minimal selama ke- dengan glomerulonefritis kronik tidak hanya tergantung dari
hamilan. Kortikosteroid hanya diberikan pada kasus-kasus gambaran klinik saja, yang penting dari macam kelainan histo-
khusus seperti lupus nephropathy (5). patologi ginjal. Hipotesa ini disokong oleh peneliti lain (12)
bahwa perjalanan kehamilan dari pasien-pasien dengan koeksis-
Tindak lanjut
tensi penyakit ginjal berhubungan dengan dasar lesi ginjal
1. Analisa urin rutin pada setiap PNC (pre natal case)
dan mungkin dengan GFR dan tekanan darah. Strauch & Hays-
2. Pengukuran berat badan
lett mempelajari 41 kehamilan dari 25 pasien dengan penyakit
3. Monitoring tekanan darah 2 kali sehari
ginjal. Klasifikasi penyakit dari setiap pasien berdasarkan biop-
4. Biakan urin
si ginjal. Glomerulonefritis kronik dengan lesi minimal mem-
Prognosa punyai prognosa baik, jarang terdapat penyulit-penyulit keha-
milan. Glomerulonefritis dengan lesi histopatologi berat de-
Prognosa SN Idiopati selama kehamilan baik. Terminasi ke- ngan pembentukan bulan sabit (crescent), kehamilan jarang
hamilan tidak perlu. sampai impartu. Sering terdapat penyulit perdarahan atau
abortus. Pada lesi membranosa mungkin terdapat sembab yang
Pengaruh Penyakit Parenkhim Ginjal Kronik (Glomerulonefri- berat selama kehamilan.
tis Kronik atau Sindrom Nefritik Kronik) pada kehamilan.
Dalam membahas masalah ini penulis membagi pasien pasien Walaupun data-data penyulit selama perjalanan kehamilan
berdasarkan gambaran klinik (laboratorium) dan kelainan his- telah banyak dilaporkan, masalah yang sulit mengenai meka-
topatologi ginjal: nismenya. Sampai sekarang belum diketahi pasti mekanisme
penyulit-penyulit kehamilan dari pasien-pasien dengan glome-
1. Golongan pasien tanpa penurunan faal ginjal GFR rulonefritis kronik.
Yang termasuk golongan pasien ini terutama dengan pro-
teinuri ringan (asimptomatik) sampai berat (sindrom nefrotik) Pengaruh kehamilan pada perjalanan penyakit dari pasien Glo-
dengan atau tanpa hipertensi. Menurut laporan retrospektif merulonefritis Kronik atau Sindrom Nefritik Kronik
dari beberapa peneliti, insidens preeklampsi/eklampsi bervaria-
si antara 7—35% pada pasien-pasien dengan proteinuri asimpto- 1. Golongan pasien tanpa penurunan faal ginjal GFR
matik (6, 9, 11). Insidens preeklampsi/eklampsi meningkat, Pada golongan pasien dengan proteinuri asimptomatik atau
mencapai 87% disertai kematian janin tinggi bila disertai proteinuri berat (sindrom nefrotik) tanpa hipertensi, kehamil-
insufisiensi ginjal sebelum konsepsi (kehamilan) (13). Menurut an tidak merupakan kontraindikasi dan tidak akan menyebab-
WARDENER (3) kira-kira 1/3 dari golongan pasien proteinuri kan penurunan faal ginjal. Proteinuri mungkin bertambah be-
asimptomatik mengalami penyulit-penyulit kehamilan dengan rat akibat perubahan-perubahan fisiologik dari kehamilan.
kematian janin tinggi. Indikasi terminasi kehamilan biasanya Infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) sering merupa-
pada minggu ke-33 karena bahaya perdarahan makin besar kan penyulit dari pasien-pasien dengan sindrom nefrotik.
bila kehamilan dipertahankan. Sebaliknya, peneliti lain (13) Bila glomerulonefritis kronik ini disertai gejala hipertensi
berpendapat bahwa pasien-pasien dengan riwayat glomerulo- sebelum kehamilan, hampir 50% dari pasien akan memperlihat-
nefritis kronik, sindrom nefrotik, pielonefritis kronik, dan kan penurunan faal ginjal GFR (3). Mekanisme penurunan faal
"renal transplantasion " ; tidak akan menyebabkan penyulit- ginjal tidak diketahui mungkin faktor hipertensinya yang
penyulit kehamilan asal tidak disertai hipertensi atau insufisien- tidak terkendalikan. Menurut hemat penulis, kehamilan sendiri
si ginjal sebelum konsepsi. Peneliti ini menekankan pentingnya yang mempunyai sifat hiperkoagulasi mungkin mempunyai
interval antara onset penyakit ginjal dan konsepsi (kehamilan). peranan dalam mekanisme kerusakan ginjal.
Bila onset penyakit ginjal lebih dari 3 tahun sebelum konsepsi,
kemungkinan besar kehamilan akan menderita penyulit-penyu- 2. Golongan pasien dengan penurunan faal ginjal GFR
lit. KLOCKARS dkk (13) melaporkan 20 pasien glomerulone- Seperti diketahui derajat penurunan faal ginjal bervariasi
fritis kronik (tanpa hipertensi dan insufisiensi ginjal) dengan dari tingkat ringan sampai berat dengan sindrom uremi. Go-

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 49


longan pasien dengan derajat penurunan faal ginjal yang ter- Hampir 50% dari pasien-pasien menderita Sindrom Nefrotik
masuk kelas C sampai F tidak merupakan masalah, karena terutama pada lesi membranosa. Satu pasien dengan lesi histo-
telah infertil. Masalah yang mungkin sering dihadapi yaitu patologi ginjal berat (lesi proliferatif dengan pembentukan
golongan pasien dengan derajat penurunan faal ginjal kelas A bulan sabit atau crescent) mengalami azotemi, dilakukan abor-
dan B yang klinis sulit dikenal. Bila golongan pasien kelas A tus terapeutik dan diteruskan dengan transplantasi ginjal.
dan B diketahui sebelum kehamilan diharuskan mengikuti pro-
gram keluarga berencana dengan sterilisasi. Pemberian kontra- KEPUSTAKAAN
sepsi oral kontraindikasi, karena obatobat tersebut menyebab-
kan keadaan kehamilan semu (pseudopregnancy). 1. Glassock RJ & Bennet CM. Glomerulopathies dalam The Kidney.
Brenner BM & Rectors Jr (ED), Saunder 1976.
Kehamilan sering menyebabkan penurunan mendadak faal
2. Papper S. Clinical Nephrology (2 nd). Litt. Br. & Co, 1978.
ginjal GFR, penambahan proteinuri dan kenaikan hipertensi
3. de Wardener HE. The Kidney. An outline of Normal and Abnor-
sebelum kehamilan minggu ke-20 (3). Beberapa ahli ginekologi mal Structure and Function (4 th ed). Churchill Livingstone, pp
mengambil sikap segera mengakhiri kehamilan, abortus tera- 350, 1973.
peutik (3, 6, 9, 12, 13). 4. Gabriel R. Glomerulopathy in Post Graduate Nephrology. Butter
Pada dewasa ini hemodialisa atau peritoneal dialisa meme- well, pp 57, 1974.
gang peranan penting untuk memperbaiki prognosa kehamilan 5. Suki WN & Eknoyan G. The Kidney in Systemic Disease. John
dan janin dari pasien-pasien dengan gagal ginjal (9, 23). Willey, 1976.
6. Pitchard JA & Mac Donald DC. Medical and Surgical Illnesses
3. Golongan pasien berdasarkan kelainan histopatologi ginjal during Pregnancy and the Puerpurium dalam William's Obstetric
Pada umumnya kelainan histopatologi ginjal dari suatu glo- (16 th ed.), 1981.
7. Bushong SC. Health Physics in Radiologic Science for Technolo-
merulopati mempunyai korelasi dengan manifestasi klinik
gist. Mosby 1975.
maupun prognosanya (1, 2, 3, 15, 21). Seperti telah dibahas 8. Kincaid-Smith P. et al. Kidney Disease and Pregnancy. Med.J
di atas, prognosa kehamilan dari wanita dengan koeksistensi Aust 54: 1155, 1967.
glomerulonefritis kronik tergantung dari macam lesi ginjal, 9. Lindheimer MD & Katz Al. Kidney Function and Disease in Preg-
mungkin dengan faal ginjal GFR dan tekanan darah (3, 12). nancy. Lea & Febiger Phill., pp 106, 1977.
Sekarang, bagaimana pengaruh kehamilan terhadap perjalan- 10. Bear RA. Pregnancy in patient with renal disease. A study of 44
an penyakit dari glomerulonefritis kronik yang telah diketahui cases. Obstet Gynecol 48 : 13, 1976.
sebelum konsepsi atau kehamilan? STRAUCH & HAYSLETT 11. Ferris TF. Kidney and Pregnancy dalam Strauss & Welt's Disease
of the Kidney (3 rd ed), edited by Early & Gottschalk CW, pp
(12) melaporkan 15 pasien glomerulonefritis kronik idiopati
1321, 1979.
dengan 31 kehamilan. Pengaruh kehamilan terhadap perjalan-
12. Strauch BS & Hayslett. Kidney Disease and Pregnancy. Brit Med J
an penyakit ginjalnya seperti terlihat pada tabel berikut. 4 : 578, 1974.
13. Klockars M et al. Pregnancy in patients with renal disease, Acta
Med Scand 207 : 207, 1980.
15 Pasien Glomerislonefritis Kronik dengan 31 kehamilan. 14. Berl T & Schrier R. Renal function in pregnancy dalam Renal
and Electrolytes Disorder edited by Schrier RW, Lit. Br. & Co
Histopatologi Jumlah Perjalanan Penyakit Ginjal pp 373, 1976.
ginjal 15. Hutt M. Proteinuria and the Nephrotic Syndrome in Renal and
Hematuri Normal Electrolytes Disorder Edited by Schrier RW, Litt. Br. & CO,
S.N. Azotemi
pp 393, 1976.
16. Kaplan et al. Healed Acute and Chronic Nephritis in Pregnancy
Mild PGN 9 2 – 1 6 Am J Obstet Gynecol 83 : 1519, 1969.
Severe PGN 1 – 1 – – 17. Davison HM & Dunlop W. Renal Hemodynamics and Tubular
Function in Normal Human Pregnancy, Obstet Gynecol Surgery
Chronic PGN 8 5 – – 2
vol.6 no.4, 1981.
( 1 pasien Hipertensi pada masa nifas ) 18. Studd JWW & Blainey JD. Pregnancy and the Nephrotic Syndrome
Brit Med J I: 1976, 1969.
MPGN 5 2 – – 3
19. Weisman SA et al. Nephrotic Syndrome in Pregnancy. Am J Ob-
MGN 8 5 – – 2
stet Gynecol 117 : 867, 1973.
( 1 pasien dengan abortus ) 20. Sukandar E. Nefrologi Klinik (cetakan ke-2), 1981.
21. Blainey JD et al. Proteinuria and the Nephrotic Syndrome dalam
Jumlah 31 14 1 1 13 Renal Disease (4 th ed.), edited by Black SD & Jones, Oxford :
Blackwell, 1979.
22. A Handbook of Kidney Nomenclature and Nosology prepared by
International Committee for Nomenclature and Nosology of Renal
PGN = Proliferative Glomerulonephritis, MPGN = Membrano-Proli- Disease.
ferative Glomerulonephritis, MGN = Membranous Glomerulonephritis, 23. Hensel A. et al. Succesful Hemodialisis for Acute Renal Failure
SN = Sindrom Nefrotik. in Late Pregnancy. Amer J Nephrol 2: 98, 1982.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Penyakit Ginjal yang Utama pada Anak di RS
Dr. Pirngadi Medan
Chairul Yoel, Rusdidjas, Leonard Napitupulu,
Rafita Ramayati dan Mansur Karo-karo
Bagian Ilmu KesehatanAnak
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi
Medan.

PENDAHULUAN 4. Hiperkholesterolemia (kadar kholesterol darah lebih dari


Pola penyakit ginjal dan tractus urinarius anak berbeda- 220 mg%) 2
beda pada tiap daerah. Penyakit ginjal dan tractus urinarius 5. Massive proteinuria (secara Esbach, lebih dari 2000 mg/M /
banyak ditemukan pada anak, tetapi sebahagian besar mempu- 24 jam)
nyai kondisi yang relatif benigne dan hanya sebahagian kecil Semua penderita, baik kasus inisial maupun relaps diberikan
saja yang akan menjurus ke penyakit yang lebih progresif (3). pengobatan yang sama yakni cara yang dianjurkan oleh Lee
Untuk membeda-bedakan hal tersebut di atas adalah me- (18).
rupakan tugas dokter. Heale (3) di Melbourne mengemukakan
beberapa penyakit ginjal dan tractus urinarius anak yang sering • Tahap-I : 60 mg Prednison/M2 /24 jam (3 dosis) sampai 5
ditemukan dalam praktek sehari-hari sebagai berikut : hari urine pagi bebas protein, maksimal pemberian 28 hari
1. Acute Glomerulonephritis post-Streptococcal kemudian dilanjutkan dengan
2. Nephrotic Syndrome • Tahap-II: 80 mg Prednison/M2 /Single morning dose every
3. Recurrent hematuria alternate day selama 2 minggu, disambung dengan
4. Asymptomatic hematuria/proteinuria • Tahap-III: 40 mg Prednison/M 2/Single morning dose every
5. Urinary tract infection, reflux and obstruction alternate day selama 2 minggu, dan diakhiri dengan
6. Hypertension and chronic renal failure (3)
White (9) mengemukakan bahwa sindroma nefrotik merupa- • Tahap-IV: 20 mg prednison/M 2 /Single morning dose every
kan penyakit ginjal anak yang terbanyak ditemukan di daerah alternate day selama 2 minggu.
tropical Africa.
Di Sub Bagian Nefrologi Anak RS dr. Pirngadi, Medan, se- Penderita dinyatakan remisi apabila:
lama periode Agustus 1979 sampai dengan Aprfl 1981, pola 1. Dijumpai urine pagi yang bebas protein selama 5 hari ber-
kasus-kasus rujukan penyakit ginjal dan tractus urinarius ada- turut-turut.
lah sebagai berikut : 2. Adanya perbaikan klinis dan laboratorium (edema meng-
—Sindroma nefrotik 30% hilang, kadar albumin dan kholesterol darah menunjukkan
—UTI 27% perbaikan).
—Acute Glomerulonephritis 11%
—Urolithiasis 4% Penderita dinyatakan relaps apabila ditemukan kembali pro-
—Lain-lain 28% teinuria (++) selama tiga hari berturut-turut.
Terlihat bahwa kasus yang paling banyak dirujukkan adalah Untuk evaluasi hasil pengobatan digunakan kasus-kasus
Sindroma Nefrotik. Hal ini mungkin karena gejala edema yang yang dapat diikuti selama lebih dari 24 minggu (6 bulan).
menonjol mudah terlihat oleh orang tua penderita sehingga Biopsi renal hanya dapat dilakukan pada satu kasus. Keada-
segera dibawa berobat ke dokter. an ini disebabkan oleh sukarnya memperoleh izin dari orang
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk menguraikan peng- tua dan juga oleh ketiadaan fasilitas.
alaman kami dalam penanganan Sindroma Nefrotik di Sub
Bagian Nefrologi Anak RS dr. Pirngadi Medan dari bulan Agus- HASIL
tus 1979 sampai bulan April 1981 menurut regimen kortiko- Dari 94-kasus yang dirujuk ke Bagian Nefrologi Anak FK
steroid alternate day (8). USU/RS dr. Pirngadi Medan sejak Agustus 1979 sampai de-
ngan April 1981 didapatkan 28-kasus yang didiagnosa Sin-
BAHAN & CARA droma Nefrotik (30%). Kasus laki-laki lebih banyak dari pe-
Penelitian dilakukan secara retrospektif terhadap kasus- rempuan dengan perbandingan 3:1. Penderita termuda berusia
kasus Sindroma Nefrotik yang dirujuk ke Sub Bagian Nefro- 1 tahun sedangkan penderita tertua berusia 13 tahun. Umur
logi Anak Fakultas Kedokteran USU/RS dr. Pirngadi, Medan, rata-rata untuk seluruh kasus adalah 6.25 tahun dengan kasus
sejak Agustus 1979 sampai dengan April 1981. terbanyak pada kelompok umur 3—6 tahun. (Tabel 1).
Sebagian kasus merupakan kasus inisial, yakni kasus yang Edema dijumpai pada 100% kasus, dapat berupa edema
baru pertama kali menderita Sindroma Nefrotik. Sebagian lagi periorbital (85.7%), pretibial (75%) dan ascites (64.3%).
adalah penderita relaps yang sebelumnya telah pernah didiag- Proteinuria dijumpai pada semua penderita. Massive proteinu-
nosa dan dirawat sebagai Sindroma Nefrotik. Diagnosa ditegak- ria dijumpai pada 94% kasus. Kadar protein urine rata-rata
kan berdasarkan adanya: 5456.6 mg/M2 /24 jam (2057—10.204 mg/M 2 /24 jam). Kadar
1. Edema, baik periorbital, pretibial, asites maupun anasarka albumin darah rata-rata adalah sebesar 1.52 g% (0.73—3.2 g%).
2. Proteinuria (++) atau lebih (secara kwalitatif) Kadar kholesterol darah rata-rata adalah 498.6 mg% (300—
3. Hipoalbuminemia (kadar albumin darah kurang 2 g%) 1.132 mg%). Anemia dijumpai pada 30% kasus (Tabel-2).

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 51


Tabel 1. Distribusi umur dan kelamin penderita Dalam evaluasi hasil pengobatan, sebagian besar kasus yang
telah remisi hanya datang kontrol dalam waktu yang relatif
singkat sehingga perjalanan penyakit selanjutnya tidak dike-
tahui jelas. Dari 28-kasus hanya sebanyak 9(32%) yang datang
kontrol teratur lebih dari 24 minggu. Lima kasus merupakan
kasus inisial sedang empat lainnya kasus relaps.
Follow-up berlangsung rata-rata 40 minggu (26—71 ming-
gu). Setelah pemberian Prednison remisi dicapai rata-rata
dalam 2.6 minggu pada kasus inisial. Lama status remisi ini
bisa bertahan rata-rata 18 minggu (5—40 minggu). (Tabel 4a).

Tabel4a. Evaluasi hasil pengobatan pada 5 kasus inisial

Keterangan : I= inisial R= Relaps T = Total Follow up remisi lama dalam kali status
No. (minggu) tercapai status remisi relaps akhir
Tabel 2. Gambaran klinis dan laboratorium penderita
1. 26 2 20 1x remisi
Kasus Kasus Total (%) 2. 27 2 5 2x relaps
Gambaran klinis-lab inisial relaps
3. 28 2 12 3x remisi
4. 53 3 16 3x relaps
1. Edema 20/20 8/8 28/28 (100) 5. 71 4 40 2x remisi
– periorbital 17/20 7/8 24/28 (85.7)
– pertibial/dorsal
pedis 17/20 4/8 21/28 (75)
– ascites 14/20 4/8 18/28 (64.3) Pada 4-kasus relaps, remisi dicapai sesudah pemberian pred-
2. Ptoteinuria (++) 20/20 8/8 28/28 (100) nison ± 3,5 minggu dan lamanya dalam status remisi ± 17,8
3. Massive pxoteinuria minggu (Tabel 4b).
(lebih 2gm/M 2 /24 jam) 13/14 2/2 15/16 (93.7)
4. Hypoalbuminaemia Tabel4b. Evaluasi hasil pengobatan pada 4 kasus relaps
(kurang 2 gm%) 11/16 2/3 13/19 (68.4)
5. Hypercholesterolaemia No. relaps follow up remisi lama dalam kali
(lebih 220 mg%) 15/15 3/3 18/18 (1000) kali ke (minggu) tercapai status remisi relaps

6. Anemia (Hb kurang 1. 4 27 3 6 1x


10 gn%) 3/14 2/3 5/17 (29.4)
2. 4 55 4 11 2x
3. 2 28 4 30 1x
4. 2 51 3 24 1x

Sebanyak 20 dari 28 penderita sindroma nefrotik inisial dan Status akhir : semua remisi
relaps mencapai remisi dalam 4 minggu pertama pengobatan.
Tiga kasus mencapai remisi masing-masing 10, 11 dan 16 Selama evaluasi terhadap 9 penderita ini hanya tercatat
minggu setelah pengobatan. Kasus yang disebut terakhir (16 2 penderita yang menunjukkan gejala-gejala Cushingoid berupa
minggu) mencapai remisi setelah pemberian cyclophospha- moon face.
mide. Selama kontrol dalam masa 34 minggu, kasus ini sekali-
DISKUSI
pun tidak pernah menunjukkan tanda-tanda relaps.
Kasus-kasus drop-out sebanyak 5 orang yakni: 3 kasus yang Dari respons penderita terhadap regirnen Prednison yang
hanya berkunjung satu kali dan 2 kasus lainnya drop-out pada diberikan ternyata 71.5% penderita mencapai remisi dalam
minggu ke-8 sebelum mencapai remisi, semua kasus drop-out 4 minggu pertama pengobatan. Jumlah ini diperkirakan me-
tidak dimasukkan dalam analyse. rupakan sindroma nefrotik dengan minimal changes. Interna-
tional Study of Kidney Disease in Children (1981) melaporkan
bahwa anak dengan Primary Nephrotic Syndrome yang mem.
Tabel 3. Lama mencapai remisi setelah pengobatan Prednison berikan respons dalam 8 minggu pertama pengobatan inisial
steroid intensif hampir 100% dapat dipastikan dengan Minimal
Kasus Inisial Kasus Relaps Total (%) Changes Nephrotic Syndrome (6).
Pada kasus-kasus yang diteliti digunakan regimen kortiko-
steroid altemate day yang dianjurkan oleh Lee (8). Pemilihan
1. Jumlah kasus 20 8 28 (100) pemakaian regimen ini ialah karena jumlah keseluruhan Pred-
2. Remisi di bawah nison lebih kecil dan lamanya waktu penggunaan lebih singkat
4 minggu 13 7 20 (71.5) dibandingkan dengan regimen yang lain. Korticosteroid telah
3. Remisi di atas digunakan dalam pengobatan sindrome nefrotik selama dua de-
4 minggu 3 0 3(10.7) kade terakhir ini. Berbagai penelitian mencoba mencari regi-
4. Drop-out 4 1 5(17;8) men yang paling aman dan dapat memberikan remisi yang
lama.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Pada tahun 1965 Soyka dan Saxena telah menganjurkan dengan biopsi belum dapat dikerjakan pada semua kasus
pemberian steroid secara alternate day (10). karena fasilitas dan izin orang tua yang sulit diperoleh.
Interval 48 jam menekan secara adekwat mekanisme immu- 3. Pengobatan dilakukan menurut regimen kortikosteroid
nizing yang merupakan latar belakang sebagian besar penyebab every alternate day sesuai dengan yang dianjurkan Lee (8).
sindroma nefrotik; sebaliknya interval ini tidak sampai meng- 4. Remisi tercapai pada 71.5% penderita dalam 4 minggu per-
ganggu atau mengurangi reaksi sistim hypophysis-suprarenal. tama pengobatan dan bertahan selama rata-rata 18 minggu.
Penggunaan cyclophosphamide pada seorang penderita yang Sesuai laporan yang dibuat oleh ISKDC (1981), angka ini
tidak memberikan respons setelah 16 minggu mendapat steroid diperkirakan sebagai penderita dengan sindroma nefrotik
ternyata memberikan hasil remisi yang cukup baik dan ber- Minimal changes.
tahan lama (selama kontrol 34 minggu). Hal ini sesuai dengan 5. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas regimen
laporan yang dibuat oleh ISKDC (1979). Garin dkk (2) menge- steroid yang digunakan pada penderita sindroma nefrotik.
mukakan bahwa penderita sindroma nefrotik yang sering re-
laps, pada penelitian mereka menunjukkan remisi yang lebih
KEPUSTAKAAN
lama setelah mendapat regimen cyclophosphamide. Akhir-
akhir ini perhatian cukup besar diberikan terhadap pengguna- 1. Arneil GC. 164 Children with Nephrosis. Lancet 2: 1103–10,
an cyclophosphamide pada penderita-penderita sindroma ne- 1961.
frotik yang steroid dependent dan yang sering-sering relaps. 2. Garin EH et al. Pattern of response to prednison in idiopathic
Sekalipun preparat ini mampu mengurangi frekwensi relaps, minimal lesion nephrotic syndrome as a creterion in selecting
namun efek sampingannya yang cukup serius (cyto-toxic) patients for cyclophosphamide therapy. J Med 92: 304–8; 1978.
perlu dipertimbangkan sebelum pemakaian. Sebaiknya peng- 3. Heale WF. Renal Disease in Children: Detection and investigation.
gunaan dibatasi pada kasus-kasus tertentu saja. Mother & Child Jan/Feb pp 14 – IDI 1981.
Evaluasi hasil-hasil pengobatan steroid pada penelitian ini 4. Hoft C, N Acker K. Het nefrotisch syndroom. Kindergeneesk.
hanya dapat dilakukan pada 32% kasus. Kurangnya pengertian Aanwinsten op diagnostisch en therapeutisch gebeid p.: 314 (Agon
Elsevier, Amsterdam/Brussel 1964).
orang tua. terhadap penyakit ginjal yang diderita anaknya, 5. International study of Kidney disease in children: Nephrotic
menyebabkan pelaksanaan follow up yang teratur menjadi syndrome in children: A randomized trial comparing two pred-
sukar. Untuk mengambil kesimpulan yang berarti mengenai nison regimens in steroid responsive patient who relaps early.
efektiftas regimen steroid: yang diberikan perlu penelitian J Ped 95: 239–243, 1979.
lebih jauh. 6. International study of Kidney disease in children: The primary
Untuk memperoleh hasil pengobatan yang optimum perlu nephrotic syndrome in children identification of patients with
kerja sama antara orang tua, penderita dan dokter yang meng- minimal change nephrotic syndrome from initial response to pred-
obatnya. nison. J Ped 98: 561–564, 1981.
7. International study of Kidney disease in children: Prospective,
controled trial of cyclophosphamide therapy in children with the
KESIMPULAN nephrotic syndrome. Lancet ii: 423–437, 1979.
1. Penderita sindroma nefrotik merupakan 30% dari kasus- 8. Lee John YK. A steroid regimen for idiopathic nephrotic syn-
kasus rujukan ke sub Bagian Nefrologi Anak Fakultas Ke- drome. Mod Med Asia 14 (9): 21–22, 1978.
9. White RHR. Diseases of the Kidney and urinary tract. In Jelliffe
dokteran USU/RS. Dr. Pirngadi Medan, selama periode
DB ed. Diseases of children in the sub-tropics and tropics. 2 nd ed.
Agustus 1979 s/d April 1981. Edward Arnold (Publishers) Ltd, pp 355 -376, 1970.
2. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemerik- 10. Soyka LF. Saxena MK. Steroid therapy for nephrotic children.
saan laboratorium, namun diferensiasi kelainan glomerulus JAMA 192: 225, 1965.

Pengelolaan Penderita dengan Keluhan


Hematuria
Djoko Raharjo dan Firdaoessaleh
Bagian llmu Bedah Sub. Bagian Urologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta.

PENDAHULUAN Secara klinik hematuri dibagi menjadi 2 golongan yaitu


hematuri makroskopik (= makrohematuri) dan hematuri mi-
Hematuri atau ditemukannya darah dalam urine merupakan kroskopik (= mikrohematuri). Hematuri makroskopik ialah
suatu gejala yang penting dalam bidang urologi. Hematuri se- kencing bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telan-
lalu menyebabkan penderita mencari pertolongan dokter. Se- jang. Makrohematuri sudah dapat terjadi apabila terdapat 1 cc
orang yang menderita hematuri harus diperiksa selengkapnya darah dalam 1 liter urine. Mikrohematuri ialah hematuri yang
untuk mengusahakan agar penyebab dan kalau dapat lokalisasi hanya dapat dikenal dengan menggunakan mikroskop. Apabila
perdarahan dapat diketahui. Apabila kita meninjau kemung- dengan pembesaran 500 kali pada sedimen urine ditemukan
kinan penyebab hematuri maka setiap penderita dengan hema- lebih dari sepuluh erythrocyt maka akan memberikan test
turi harus kita anggap suatu keadaan yang serius. benzidin positif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 53


Perkiraan asal hematuri - Amyloidosis
Dengan pemeriksaan tiga gelas secara kasar dapat diperkirakan - Kummelstiel - Wilson
asal dari hematuri. - TBC ginjal (15% dari kasus)
Cara: sewaktu miksi dipisahkan urine menjadi porsi I, II dan - Purpura Henoch Schonlein
III. Apabila darah ditemukan pada porsi 1 kemungkinan besar - Purpura trombositopeni
berasal dari urethra, apabila ditemukan pada porsi 1 dan II - LE yang mengenai ginjal
perdarahan dari vesika urinaria. Apabila ditemukan pada ke- - Endokarditis bakteriel sub akut.
tiga porsi kemungkinan darah berasal dari ginjal, perdarahan 7. Hematuri yang disebabkan oleh gangguan vaskularisasi gin-
dari ginjal sering menyebabkan diketemukannya silinder eri- jal
throcyt. — Emboli arteri renalis atau cabangnya
— thrombose vena renalis
Penyebab hematuri — Hypertensi
Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dari ginjal, — Orthostasis, setelah bekerja fisik berat, pada keadaan
ureter, vesika, batu prostat dan urethra, glans penis + praepu- shock atau decompensasio cordis.
tium. Secara sederhana penyebab hematuri dapat dibagi men- 8. Hematuri yang disebabkan oleh gangguan masa pembekuan
jadi: atau perdarahan: Hemofili, thrombocytopeni, thrombopati,
1. Hematuri yang berasal dari daerah glans penis praeputium, dosis anticoagulansia yang berlebihan, setelah pengobatan
urethra prostat dan vesika (lower urinary tract). Hematuri dengan Butazolidin.
yang berasal dari daerah ini merupakan kurang lebih 90% 9. Hematuri esensial (idiopatik) yaitu hematuri yang tidak da-
dari semua hematuri. Hematuri di daerah ini dapat disebab- pat ditemukan sebabnya meskipun sudah dicari dengan
kan oleh : cara-cara diagnostik yang ada.
— balano posthitis
— urethritis Pengelolaan penderita Hematuri
— cystin (terutama hemorrhagi) Mengingat hematuri merupakan gejala yang penting dan serius
— prostatitis dan dapat disebabkan oleh kelainan dari ginjal sampai praepu-
— pembesaran prostat jinak, carcinoma prostat tium, maka pada setiap penderita dengan hematuri haruslah
— tumor vesica urinarius dan batu diperiksa secara intensif dan sistematis. Tergantung pada fasi-
trauma. litas yang tersedia maka sistematik pemeriksaan terhadap
2. Hematuri yang berasal dari ureter. Biasanya terjadi hanya penderita hematuria dapat disusun sistematik yang lazim biasa-
pada satu sisi ureter yang paling sering penyebabnya ialah nya ialah seorang penderita hematuri harus diperiksa sebagai
batu kadang-kadang (sangat jarang) dapat juga disebabkan berikut:
oleh tumor atau trauma. 1. Anamnesis:
3. Hematuri yang berasal dari pyelum yang paling sering di- — Ditanyakan mengenai sifat hematuri apakah makro atau
sebabkan oleh batu radang, tumor, kelainan pembuluh mikro atau bergumpal.
darah di daerah fornix (jarang) atau trauma. — Apakah baru pertama kali atau sudah sering, hilang timbul.
4. Hematuri yang berasal dari ginjal yang khas ditemukannya — Apakah disertai dengan nyeri.
silinder eritrosit pada sediment. Penyebab hematuri ini — Apakah disertai dengan tanda-tanda infeksi seperti panas,
dapat oleh: menggigil.
— Apakah pernah kencing batu.
• Trauma — Apakah ada trauma.
• Tumor seperti Grawitz dan pada anak-anak tumor Wilms. — Apakah menggunakan obat-obat secara berlebihan dan da-
Pada tumor Grawitz 60% memberikan gejala hematuri lam jangka waktu yang lama.
di samping rasa nyeri dan teraba tumor. — Kemunduran gizi.
Haemangioma dapat juga memberikan perdarahan.
• Kelainan kongenital: — Polycystic kidney memberikan 2. Pemeriksaan fisik :
hematuri pada 28—40% kasus. — Kista ginjal soliter bisa — Meraba adanya pembesaran ginjal dengan palpasi bimanuel.
juga memberikan hematuri. — Hydronephrosis kadang- — Meraba daerah suprasymphisis.
kadang dapat menimbulkan hematuri. — Inspeksi pada genitalia externa terutama di daerah meatus
dan praeputium.
— Pemeriksaan toucher rektal terutama untuk mengevaluasi
5. Hematuri yang disebabkan oleh penyakit parenchym ginjal: prostat dan palpasi bimanual di daerah prostat dan vesika.
• Glomerulonefritis akuta biasanya seminggu dengan ma-
krohematuri kemudian disusul dengan mikrohematuri. 3. Pemeriksaan laboratorium:
• Glomerulonefritis khronis biasanya mikrohematuri. — Pemeriksaan urine lengkap, kultur + test resistensi, cytologi
• Pyelonefritis akut: Biasanya suatu makrohematuri, apa- urine pemeriksaan basil tahan asam.
bila terjadi makrohematuri ingat kemungkinan nekrosis —Pemeriksaan darah Hb, Leuco, Differensial,laju endap darah,
papil. test mekanisme pembekuan dan masa perdarahan.
• Pyelonefritis khronis: Biasanya terjadi mikrohematuri — Pemeriksaan "tumor markers " .
dengan kadang-kadang tiba-tiba muncul makrohematuri. — Pemeriksaan fungsi ginjal dan fungsi hati.
• Nefritis interstitialis akut: Biasanya ditemukan mikro- 4. Pemeriksaan Radiologi :
hematuri. Pemeriksaan foto polos dan pyelografi intravena.
6. Hematuri yang disebabkan oleh kelainan metabolisme atau Dengan indikasi tegas:
penyakit lain yang juga mengenai ginjal misalnya pada — pemeriksaan retrograde pyelografi (sekaligus endoskopi).

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


— pemeriksaan arteriografi renal 6. Biopsi ginjal
— cystografi Apabila ada indikasi yang kuat yang menunjukkan hematuri
— ultrasonografi. berasal dari parenchym ginjal perlu diadakan biopsi untuk
konfirmasi kelainan secara patologi anatomik.
5. Pemeriksaan Endoskopi:
Berguna untuk: melihat adanya kelainan-kelainan di dalam
urethra, prostat, vesika dan menentukan perdarahan dari Dengan melakukan prosedur pemeriksaan tersebut di atas se-
traktus urinarius bagian atas (upper urinary tract) dan dari cara sistematik diharapkan dapat diketahui sebab dan lokalisasi
sisi mana; bila ada indikasi dapat sekaligus dilakukan son- dari hematuri sehingga dapat diberikan pengobatan yang rasio-
dage ureter untuk membuat pyelografi retrograd. Pada nal.
waktu mengerjakan endoskopi sebaiknya penderita diberi-
kan narkose umum agar tidak kesakitan dan apabila pada Apabila dengan pemeriksaan tersebut di atas tetap tidak di-
pemeriksan endoskopi ditemukan kelainan seperti tumor temukan kelainan maka penderita tersebut dimasukkan dalam
atau batu dapat sekaligus dilakukan biopsi atau litotripsi. golongan idiopatik.

KEPUSTAKAAN
1, Alken CE. Haematuria. In: Leifaden der Urologie. Stuttgart: Georg 6. Mengele K. Nieren funktionsunter suchung. Laboratoriums diagnos-
Thieme verlag, 1970. tik. Berlin: Verlag August Steinkopt, 1969.
2, Boer PW. Urogenitale Tuberculose. In: Urologische Capita Selecta. 7. Siegel VA, Gloor J. Bos-artige Geschwultze. In: Lehrbuch der
Leiden: Staflen's Wettenschappelijke. Uitgeversmaatschappij; N.V. Kindesurologie. Stuttgart: Georg Thieme Verlag, 1971. pp. 102–
pp. 126–170, 1968. 117,
3. Freed SZ. Hypernephroma. In: Current Urologic Therapy; W.B. 8. Sturdy DE. Renal Tumours. In: Essensial of Urology, Bristol: John
Saunders Co. pp.65 -67, 1985. Wright & Sons Ltd., 1974; pp. 74–82
4. Hoefaker JW. Overhet nier carcinoom. Proefschrift. Kreps Repro 9. Wickham JEA. Diseases of Renal Artery, veins and lymphatics. In:
Puppel, pp. 44–60, 1974. ppCo, 1974 John Blandy ed. Urology vol. I Blackwell Scientiifc, London, 1976.
5. Klekn LA, Bennet AH. Renal vein Thrombosis. In: Campbell's pp. 348–367.
Urology vol. III W.B. Saunders Co. pp. 1983–4, 1979.

Pengobatan dan Pencegahan Batu Saluran


Kemih (BSK) Berulang
Harun Rasyid Lubis, * Rustam Effendi Ys, * Burhanuddin Nasution, **
Nurmansyah T,** Hasanui Arifin, *** Ahmad Yusuf.***
* Bagian llmu Penyakit Dalam, ** Bagian Patologi Klinik, *** Bagian Gizi
Fakultas Kedokteran USU / RS Dr. Pirngadi
Medan

PENDAHULUAN masalah batu kalsium ini, termasuk para penulis di Indonesia


Robertson dkk. (1) telah membuktikan di Inggris bahwa (5,6,7). Jenis batu lainnya seperti batu asam urat, cystin, mau-
Batu Saluran Kemih (BSK) insidensnya meningkat dengan ada- pun struvite carbonat belum ada laporan di kepustakaan Indo-
nya peningkatan konsumsi protein hewani. Oleh karena itu nesia. Dalam tulisan ini perhatian utama masih pada batu
besar sekali kemungkinan bahwa masalah BSK ini akan men- kalsium.
jadi masalah yang semakin besar di Indonesia, sehubungan
DASAR-DASAR PENGOBATAN
dengan perbaikan taraf hidup rakyat dengan adanya Program
Perbaikan Gizi yang dilancarkan oleh Pemerintah. Harus pula Wax dan Frank mengemukakan bahwa BSK dapat keluar
diingat bahwa Indonesia terletak pada kelompok Negara di- spontan bila diameter batunya kecil. Bila diameter kurang dari
dunia yang dilewati oleh Sabuk batu (Stone belt) (2). Telah 4 mm, maka kemungkinan keluarnya batu secara spontan
dikemukakan pula bahwa kelompok masyarakat yang cen- adalah 82%, bila 5 - 10 mm 36%. Dari 18 batu dengan diame-
derung untuk memperoleh batu justru golongan masyarakat ter lebih 10 mm, hanya 2 yang keluar spontan. Bila batu ada
yang termasuk "elite" seperti para dokter dan para perwira pada 1/3 distal dengan diameter kurang dari 5 mm, maka 85%
angkatan bersenjata. Di antara para dokter, para ahli bedah dapat keluar spontan (8).
dan anestesi dikenal mempunyai kecenderungan yang lebih Menurut Buchanan indikasi pembedahan BSK ialah bila ada
tinggi.
. (3) obstruksi ataupun staghorn calculi. Batu yang diameternya
Sekitar 90% dari BSK adalah batu yang mengandung kalsi- lebih 6 mm sering juga harus dioperasi bila sulit keluar spontan
um (4). Oleh karena itu banyak perhatian ditujukan kepada (9). Dalam penanggulangan batu-batu yang lebih kecil ini,

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 55


maka kami melakukan tindakan diuresis paksa menurut me-
Terhadap batu urat yang memberi gejala kolik, dapat pula
tode Sesia, dengan indikasi sbb: batu ureter 1/3 distal atau
dilakukan tindakan berikut: Penderita diberi infus larutan Na-
1/3 tengah, belum ada penyumbatan total, dan fungsi ginjal
bikarbonat 84 mEq yang dimasukkan kedalam 500 ml garam
masih baik, dan belum ada hydronephrosis. Kontra indikasi
metode ini antara lain:ada penyumbatan total,hydronephrosis fisiologis. Larutan ini diberikan 4-6 unit/hari dan penderita
diberi suntikan furosemide 40-60 mg, 3 - 4 kali sehari. Allopu-
dan kegagalan fungsi ginjal, adanya payah jantung, dll.
rinol diberikan peroral 300-400 mg sehari. Pengalaman kami
PROTOKOL menunjukkan tindakan ini cukup baik, walaupun belum meru-
pakan penelitian yang terkontrol. Penulis lain juga menganjur-
Jam 07.°° : pasien diberi suntikan Furosemide 20—
kan tindakan yang sama. (12).
40 mg IM.
08.°° - 09.°° : diberi minum 1 liter air. PENCEGAHAN BATU TERULANG
09.°° - 10.°° : diberi minum 1 liter air dan di injeksi 75% dari BSK akan terulang kembali walau tenggang waktu
1 ampul Prostigmin. IM. dapat mencapai 9 - 10 tahun (3). Akan tetapi pengulangan ini
10.°° - 11.°° : diberi minum 1 liter air dan diberi sun- dapat terjadi dengan cepat (13). Masalah ini mendapat perhati-
tikan spasmolytic (Baralgin). an yang sangat luas dari para penyelidik dan banyak kemajuan
11.°° - 12. °° : diberi minum 1 liter air. yang telah dicapai. Penanggulangan masalah ini sangat diten-
tukan oleh berbagai faktor risiko yang harus dicari pada pen-
Metode ini diulang berkali-kali, sebanyak 1 - 2 kali seminggu. derita. Robertson dan Peackock mengemukakan beberapa
HASIL faktor risiko untuk pembentukan batu Ca-oxalat/phosphat
(14). Faktor risiko tsb. terdiri dari: ( lihat Skema )
Kami memperoleh hasil sbb:
Dari skema ini dapat dilihat berbagai faktor risiko di dalam
1. Serangan kolik biasanya menghilang setelah 1 - 2 kali
tindakan. pembentukan batu saluran kemih.
Pencegahan batu berulang dapat didasarkan pada penyeli-
2. Setelah rata-rata 3 kali prosedur pengobatan, hasil eva-
dikan faktor-faktor risiko tersebut pada masing-masing pen-
luasi menunjukkan hilangnya batu, ataupun sumpatan,
atau penderita melapor keluarnya batu pada 73% dari derita.
penderita (10). KALSIUM
Sidabutar dkk. (11) melakukan diuresis paksa dengan cara Kebanyakan penderita batu kalsium adalah idiopatik, yang
lain yaitu: Dengan pemberian sekurang-kurangnya 4 liter air dapat terjadi pada keadaan hypercalciuria maupun normocal-
sehari dan pemberian suntikan IV 40-60 mg Furosemide pada ciuria (13). Hypercalciuria sendiri terdiri dari 3 jenis yaitu:
pagi hari setelah minum banyak. Penderita diberi Buscopan resorptive, absorptive dan renal leak. Pada resorptive hypercal-
peroral 3 X 1 tablet sehari dan disuruh berolahraga. ciuria dasarnya adalah hyperparathyroidisme primer, sedang
Kasus yang dipilih adalah penderita yang ukuran batunya pada absorptive hypercalciuria terjadi peningkatan absorpsi Ca
tidak lebih dari 1 X 0,5 cm dan letak batu 2/3 distal, tanpa di usus. Pada renal leak, tubuli ginjal tidak mampu memperta-
adanya obstruksi berat ataupun nonfunctioning kidney serta hankan tingkat reabsorpsi yang normal pada filtrasi glomeru-
tidak terdapat adanya infeksi akut. Selama 10 hari, tindakan lus. Frekwensi hypercalciuria pada penderita batu sangat ber-
ini memberikan hasil 46,1% batu keluar spontan atau tanda- variasi. Yendt ER menemukan 41,9% (15). Smith dkk menge-
tanda penyumbatan hilang pada BNO/IVP, 27% batu posisinya mukakan bahwa 50-75% penderita dengan diet yang normal
turun, dan 27% batu menetap. menunjukkan hypercalciuria (16). Peackock dkk mengemuka-
Dalam prakteknya, batu yang lebih besar dari kriteria terse- kan bahwa untuk dapat dikenal adanya hypercalciuria, maka
but diatas selalu dilakukan tindakan diuresis paksa, oleh masukan kalsium dalam makanan sehari-hari haruslah sekitar
karena banyak penderita yang enggan untuk dilakukan tindak- 800 mg/hari (17). Di Jakarta Gultom dkk, menemukan 41,6%
an operasi, akan tetapi hal ini tidak kami anjurkan bila ukuran dari kasus yang dimajukan adalah idiopathic hypercalciuria
batu melebihi 1 X 1 cm. (5).

Skema Faktor Resiko

Faktor Resiko Sekunder : Faktor resiko Primer :

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Penemuan kami di Medan, angka ini jauh lebih kecil, yaitu Tabel II : Ekskresi Ca pada penderita Hypercalciuria (dengan diet
hanya didapati 5 dari 66 kasus (7,6%) sebagai idiopathic sehari-hari) setelah diberi pembatasan Calsium :
hypercalciuria. Jumlah kasus hypercalciuria sendiri adalah 13
dari 66 kasus (20%) (6). Pada seri lainnya, kami juga mempe-
roleh angka yang rendah (7). Hal ini mungkin karena masukan
kalsium pada makanan sehari-hari penderita memang rendah.
Dalam usaha meneliti kembali persoalan/masalah ini kami
telah memeriksa lagi 30 kasus batu kalsium, 14 pria, 16 wanita
yang berumur antara 19 - 64 tahun. Dari hasil pemeriksaan
kami peroleh hasil sbb:

1. Diet sehari-hari penderita mengandung kalsium rata-rata


440,94 ± 234,74 mg. 6 orang diantaranya menderita
hypercalciuria. Jadi. didapati 20% penderita hypercalciuria
dengan diet sehari-hari. Dalam analisa diet, 3 orang menun-
jukkan masukan kalsium yang tinggi yaitu 782 mg dan 983 * Kasus No.5 kesalahan protokol
mg per 24 jam, serta 823 mg. Seharusnya diberi diet rendah Calcium, ternyata ditinggikan.
2. Pada pemberian diet rendah kalsium, maka pada 3 kasus
kalsium urine tetap tinggi dan pada 3 kasus lainnya men-
jadi normal. OXALAT
3. Rata-rata seluruh kasus dengan diet sehari-hari ekskresi Hyperoxaluria sangat besar pengaruhnya dalam pembentuk-
kalsium urine 166 ± 96,7 mg/ 24 jam. Dari 6 orang yang an kristal kalsium oxalat. Oxalat dalam makanan umumnya
dengan diet sehari-hari menunjukkan hypercalciuria, ter- berasal dari sayur-sayuran dan minuman ringan (soft drinks).
nyata yang mempunyai masukan calcium 600 mg/hari Hanya 3- 4% dari oxalat yang dimakan diabsorpsi, sehingga
didapati pada 5 kasus. bagian terbesar dari oxalat dalam urine berasal dari dalam
4. Penderita dengan ekskresi kalsium rendah, diberi minuman tubuh (endogen). Absorpsi di ususpun banyak dipengaruhi
yang mengandung kalsium 2 X 250 mg/hari sehingga oleh jumlah kalsium dalam makanan. Bila Ca tinggi maka
masukan kalsium/hari berkisar antara 665-1.200 mg. absorpsi oxalat pun berkurang, sebaliknya bila Ca makanan
Rata-rata ekskresi Ca adalah 126,8 ± 55 mg/24 jam, dan merendah maka absorpsi oxalat meningkat sehingga oxalat
sesudah pembebanan kalsium ekskresi berkisar 187,3 ± dalam urine meninggi. Selanjutnya hal ini segera dipengaruhi
83. Peningkatan ini sangat bermakna (p <.0,005). 8 orang saturasi Ca-oxalat di urine (18). Bagaimana pun masalah oxalat
menunjukkan hypercalciuria . ini masih belum seluruhnya jelas, oleh karena pemeriksaan
5. 14 orang (46,7%). penderita akhirnya digolongkan sebagai oxalat dalam darah dan urine secara teknis memang sukar.
penderita hypercalciuria. Dari 14 ini 3 orang mempunyai Di Indonesia ,penelitian mengenai peranan oxalat ini belum
kadar kalsium darah yang tinggi. Jadi 11 orang (36,7%) pernah dilakukan.
menderita absorptive hypercalciuria. Gambaran ke 14 pen-
derita dapat dilihat pada tabel berikut: pH URINE
Pada hatu kalsium, pH urine yang tinggi merupakan faktor
Tabel I: Penderita hypercalcuria setelah pembebanan Calsium risiko yang penting. pH ini banyak tergantung pada keseim-
bangan di dalam makanan. Diet yang tinggi protein hewani
memberi urine yang asam, sedangkan sayuran memberi urine
yang alkalis. Pada renal tubular acidosis (RTA) maupun
hyperperathyroidesme, pH yang tinggi mendorong terbentuk-
nya batu kalsium phosphat. Pada batu Ca yang idiopatik pH
urine kurang berperan, tetapi bila urine lebih alkalis, kom-
ponen phosphat akan lebih tinggi, sedangkan bila urine asam
maka batu mungkin mendapat campuran asam urat (18).

ASAM URAT
Berbagai laporan telah menunjukkan pentingnya asam urat
didalam proses pembentukan batu. Sumber asam urat ini teru-
tama adalah endogen, walaupun diet tinggi purine juga meru-
pakan faktor yang penting. Pada kejadian batu Ca-oxalat, asam
urat berperan mengurangi fungsi acid mucopolysacharide yang
dibentuk oleh mukosa saluran kemih, sebagai inhibitor terben-
Dari table terlihat hypercalciuria yang didapat umumnya tuknya kristalisasi (18). Diet yang tinggi purine selalu pula
bersifat absorptive. membuat pH urine asam disamping meningkatnya ekskresi
6. Penderita dengan hypercalciuria pada diet sehari-hari 6 asam urat, sehingga dapat menimbulkan kristalisasi asam urat
orang, mempunyai ekskresi calcium urine rata-rata = 332,8 (19). Smith dkk (20) mendapatkan bahwa rata-rata asam urat
± 72,9 mg/24 jam dengan intake calcium rata-rata 750,4 ± darah penderita batu kalsium lebih tinggi dari kontrol, Pada
147,8 mg/hari. Sesudah pembatasan/diet rendah calcium penelitian kami kelainan metabolisme asam urat didapati
ternyata ekskresi urine rata-rata = 245,6 ± 67 mg/hari. pada 7 penderita dari 30 kasus (23,3%), dan 2 orang di antara-
Penurunan ini bermakna (p< 0,05). nya bersamaan dengan hypercalciuria. Hyperuricosuria pada

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 57


penderita batu kalsium juga telah dikemukakan oleh Coe dan 3. Di Medan, pada diet sehari-hari jarang didapati hypercal-
Kavalagh, yaitu sebanyak 38% dari 145 kasus (21). Hodgkin- ciuria, tetapi dengan penambahan masukan kalsium pada
son juga mengemukakan kelainan metabolisme asam urat pada makanan , didapati hypercalciuria menyerupai pola di
penderita batu kalsium dan erat hubungannya dengan diet daerah lain.
tinggi purine (22). 4. Pada penderita hypercalciuria diet rendah kalsium dan/atau
Penelitian kami di Medan juga mengungkapkan hal yang pemberian thiazide, dapat mencegah berulangnya BSK.
sama (6 7). Pada 20 kasus batu dengan idiopathic hypercalciu- 5. Peningkatan volume urine atau pemberian allopurinol bagi
ria yang dilaporkan oleh Cultom dkk, juga dijumpai 6 kasus penderita yang sesuai juga merupakan cara mencegah ber-
(30%) dengan hyperuricemia, hyperuricosuria maupun kedua- ulangnya BSK.
duanya (5). Demikian juga Sukahatya dan Ali dari Surabaya 6. Pemakaian sodium cellulose phosphate atau orthophos-
mendapatkan 58,2% dari 291 kasusnya mempunyai kadar phate belum dilakukan oleh karena tidak tersedianya bahan
asam urat darah melebihi 7 mg%, walaupun 25% dari batu tersebut di pasaran.
yangdilakukan analisa kimia adalah batu urat (23). 7. Mengenai oxalat sebagai faktor risiko pada penderita belum
Dengan berbagai pengamatan dari faktor-faktor risiko diatas dapat ditentukan disini.
maka pedoman pengobatan dan pencegahan batu kalsium 8. Peranan oxalat pada penderita BSK belum dapat diperlihat-
dapatlah dibuat. Pak CYC (24) menguraikan kemungkinan- kan oleh karena pemeriksaannya sulit dilakukan. Oleh
kemungkinan pengobatan selektif terhadap unsur-unsur yang karena itu peranan oxalat baik sebagai faktor risiko pada
mendasari patogenesis batu kalsium ini, yaitu: urine maupun jumlahnya didalam makanan sehari-hari
1. Na-cellulose phosphate 2 - 3 X sehari 5 gram. Untuk pen- belum dapat didiskusikan untuk masyarakat Indonesia.
derita dengan absorptive hypercalciuria, type I dimana
hypercalciuria menetap pada diet yang rendah maupun
tinggi kalsium. KEPUSTAKAAN
2. Thiazide untuk absorptive hypercalciuria type I.
3. Thiazide untuk "renal leak"
4. Orthophosphat untuk absorptive hypercalciuria dengan 1. Robertson WG, Peacock M and Hodgkinson A. Dietary Changes
hypophosphatemia. and the Incidence of urinary Calculi in the U.K. between 1958
and 1976. J Chronic Dis. 1979; 32(6): 469-76.
5. Allopurinol untuk penderita yang hyperuricosuria. 2. Ismadi M. Penelitian tentang Urolithiasis, dengan perhatian khusus
6. Thiazide dan Allopurinol untuk penderita dengan hypercal- terhadap sifat-sifat biokimiawi air kencing. Thesis FK—UGM, 1976
ciuria dan hyperuricosuria. 3. Leading Article. Renal stones in Top People, Brit Med J 1971, 2:
7. Diet rendah Ca dan banyak minum (secukupnya) untuk 668—9.
membuat urine diatas 2 L/hari untuk absorptive hypercal- 4. Papper S. Kidney stones, in: Clinical Nephrology, 2 nd ed. Boston:
ciuria type II dan yang tanpa kelainan metabolisme. Little Brown and Co. 1978; 345-65.
5. Gultom P. Suling RC. Sidabutar RP. Gambaran Ca darah dan Ca
Ketujuh metode ini telah terbukti efektif mencegah pem- output urine pada penderita Batu Calcium di Rumah Sakit DGI
bentukan batu terulang. Penulis lain juga mendapat hasil yang Tjikini; Naskah lengkap KOPAPDI III. Bandung, 1975, 444—52.
baik dengan beberapa metode ini. Coe dan Kavalagh melapor- 6. Lubis HR, Nasution B, Moehadsjah OK, Silalahi M dan Siregar A.
kan keefektivan pengobatan dengan thiazide untuk penderita Penelitian beberapa faktor Patogenetik Batu Calcium saluran
dengan hipercalciuria, allopurinal untuk hyperuricosuri dan kemih. Naskah Lengkap KOPAPDI IV. Medan, 1978, 1330—81.
gabungan keduanya untuk gabungan faktor risiko tersebut. 7. Lubis HR, Moehadsjah OK, Nasution B, Siregar A. Penelitian be-
Akan tetapi mereka tidak memperoleh hasil yang baik atau berapa faktor Patogenetik Batu Ca saluran kemih, MKN-USU
memuaskan untuk penderita tanpa kelainan metabolisme 1979; 9(1): 9-18.
dengan banyak minum disertai diet rendah Ca dan purine (21). 8. Wax SH and Frank. In: A retrospective study of upper urinary
Pak dkk telah mengemukakan bukti-bukti keuntungan banyak tract calculi. J Urol 1965, 28—32.
9. Buchanan JD. Renal calculi. In: A picture series on clinical Ne-
minum pada pengelolaan BSK (25). phrology, eds: AJF. d'Apice, GJ Becher, P Kincaid Smith. Dept
Di Indonesia studi mengenai pengobatan batu terulang ini of Nephrology, Royal Melboume Hospital, 1979, 34—44.
baru dilakukan oleh Sidabutar dkk di Jakarta dengan memakai 10. Lubis HR, Oebit IC, Silalahi M, Moehadsjah OK. Penanggulangan
Chlortalidone 25 - 50 mg/hari. Dalam pengamatan selama 4 batu ureter dengan metode Sesia. MKN—USU, 1978; 8: 5—11.
tahun pada 140 penderita maka serangan ulangan batu me- 11. Sidabutar RP, Darmasaputra I, Tanjong A, Suling RC. Forced Di-
nurun dari 1,27 kali per penderita per tahun menjadi 0,04 uresis sebagai terapi batu traktus urinarius; Naskah lengkap KO-
kali per penderita per tahun (13). PAPDI IV. Medan, 1978, 1339—43.
Studi mengenai allopurinol belum ada yang terkontrol, 12. Henneman PH. Management of renal stones by physician urologist
walaupun cara pengobatan ini telah luas dilakukan oleh para collaboration. Mod Med. Asia 1979; 15(2): 10—5
13 Sidabutar RP. Nephrolithiosis in Asian manual of Nephrology.
ahli di Indonesia. Studi mengenai pemakaian Na-cellulose SEAMIC, Tokyo 1981, 97—104.
phosphate dan orthophosphate juga belum pernah ada, mung- 14. Robertson WG and PeacockthM. Risk factors in Calcium stone for-
kin oleh karena kedua zat ini tidak mudah diperoleh di pasar- mation; Proceeding of VII Int Congr Nephr Montreal, 1978,
an. 363-9.
15. Yendt ER. Renal calculi. CMAJ 1970, 102, 479—88.
16. Smith LH. Calcium containing renal stones. Kid Int 1978; 13(5):
KESIMPULAN 383-9.
17. Peacock M. Hodgkinson A, Nordin BEC. Importance of dietary
1. Batu-batu kecil kurang dari 1 cm dapat dicoba dengan di- calcium in the defmition of hypercalciuria. Brit Med. J. 1967;
uresis paksa untuk mempercepat pengeluarannya. 469—71.
2. Untuk pencegahan batu terulang perlu diperhatikan faktor- 18. Peacock M, Robertson WG. Metabolic factors in calcium stone
faktor risiko yang ada dalam urine antara lain: kalsium, disease, Proceeding of the VII th Int Congr Nephr. Montreal: 1978,
oxalat, uric acid, pH dan volume urine. 372—7.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


19. Smith LH, Van den Bergh CJ, Wilson DM. Nutrition and urolithia- Brit J Urol 1976; 48: 1-5.
sis, N Engl JM 1978;87-9. 23. Sukahatya M dan Ali M. Batu ginjal, Naskah lengkap KOPAPDI
20. Smith MJV, Hunt LD, King Jr. Js and Boyce WH. Uricemia and III. Bandung; 1975, 406-12.
urolithiasis. J Urol 1969; 637-47. 24. Pak CYC, Peters P, Hurt G et al. Is selective therapy of recurrent
21. Coe FL and Kavalagh AG. Hypercalciuria and hyperuricosuria Nephrolithiasis Possible. Am J Med 1981; 71: 615 -22.
in patients with calcium urolithiasis, N Engl J Med 1974; 1344- 25. Pak CYC, Sakhaee K, Crouther C, Brinkley L. Evidence justifying
50. a high fluid intake in treatment of Nephrolithiasis. Ann Int Med
22. Hodgkinson A. uric acid Disorders in Patients with calcium stones. 1980;(July) 36-8.

Peranan Asam Jengkol pada Keracunan Buah Jengkol


Oen L.H.
Bagian Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta

Keracunan jengkol atau kejengkolan merupakan salah satu


sebab payah ginjal akut (acute renal failure), akan tetapi
kematian yang disebabkan oleh keracunan ini jarang sekali
terjadi.
Penetapan diagnosis keracunan jengkol bagi seorang dok-
ter yang pemah melihat kasus keracunan jengkol dan pernah
mencium bau khas jengkol memang tidak terlalu sulit. Anam-
nesa yang cukup teliti akan mengungkapkan bahwa gejala- asam jengkol cystine
gejala keracunan timbul beberapa waktu setelah memakan
buah jengkol. Pengobatannyapun tidak terlalu sulit. Dalam Asam jengkol memiliki titik leleh (Melting point) setinggi
rumah sakit diusahakan agar diuresis dapat berlangsung kem- 300 — 330" C (decomp). Membentuk kristal-kristal tak ber-
bali melalui pemberian cairan melalui infus yang dibuat sedi-
warna, yang berbentuk jarum atau gelondong (spindle).
kit alkalis dengan natrium bikarbonat.
Asam jengkol tidak berbau. Bau jengkol yang khas tidak dise-
Dewasa ini telah disepakati oleh para peneliti bahwa kera-
cunan jengkol disebabkan oleh pengendapan kristal-kristal babkan oleh asam jengkol, akan tetapi oleh hasil uraian asam
asam jengkol di dalam saluran-saluran traktus urogenitalis, jengkol (5).
sehingga menyebabkan penyumbatan mekanis. Kristal-kristal Sebagai asam amino, asam jengkol bersifat amfoter, yaitu
asam jengkol yang berbentuk jarum-jarum tajam dalam sedi- dapat larut dalam asam atau alkali. Akan tetapi oleh karena
men urin memang pathognomonis untuk jenis keracunan ini memiliki struktur kimia yang mirip sekali dengan cystine,
akan tetapi kristal-kristal ini tidak selalu dapat ditemukan (1). yang juga suatu asam amino berunsur belerang, maka seperti
Apakah asam jengkol itu ?? Asam jengkol atau djenkol- juga cystine asam jengkol tidak atau sulit sekali larut dalam
zuur (Belanda), djenkolic acid (Inggeris) atau Djenkolsaure air dengan kurun pH biologik (6).
(Jerman) adalah sejenis asam amino berunsur belerang (S)
Timbul pertanyaan : Kalau asam jengkol sulit larut dalam air
yang terdapat di dalam buah jengkol dalam bentuk bebas;
dengan pH biologik (7.4), bagaimana asam jengkol ini dapat
tidak sebagai unsur dalam protein atau bentuk terikat lain(2).
diangkut oleh darah dari usus ke ginjal untuk diekskresikan?
Asam-asam amino dalam alam memang merupakan unsur-
unsur penyusun protein. Akan tetapi ditemukan juga dalam Dari penelitian-penelitian dengan cara ultrafiltrasi dan
alam asam-asam amino yang tidak merupakan bagian dari dialisa keseimbangan (equilibration dialysis) diperoleh bukti-
protein, yaitu asam-asam amino non-protein, seperti citrulline, bukti bahwa asam jengkol di dalam darah terdapat dalam ben-
ornithine dsb (3). tuk larut, yaitu terikat dengan albumin serum (7).
Bila seseorang memakan buah jengkol, maka asam jengkol Ditemukannya berbagai zat yang seharusnya tidak larut
akan ikut termakan. Oleh karena di dalam buah sudah ber- dalam air akan tetapi dapat diangkut dalam keadaan larut oleh
bentuk asam amino bebas, maka untuk penyerapannya tidak darah memang bukan hal yang baru. Telah diketahui sejak
perlu mengalami hidrolisa, seperti asam-asam amino yang me- lama, bahwa zat-zat yang hanya dapat larut dalam lemak
rupakan unsur-unsur protein. Ini dapat dilihat dari fakta atau pelarut-pelarut lemak, seperti caroten, bilirubin, steroid
bahwa dalam waktu yang cukup singkat, kadang-kadang ku- dan berbagai jenis obat bereaksi dengan protein dalam darah
rang dari dua jam setelah memakan buah jengkol, asam amino membentuk kompleks yang larut dalam darah, sehingga
ini sudah dapat ditemukan di dalam urin pemakan buah (4). memungkinkan pengangkutannya (8). Ikatan semacam ini
Untuk lebih memahami pengendapan kristal-kristal asam bukan merupakan ikatan kimia, akan tetapi lebih berupa
jengkol di dalam gindjal perlu diketahui lebih dahulu beberapa ikatan fisik yang mudah terurai kembali tergantung dari sua-
sifat kimia asam jengkol . sana lingkungan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 59


Apa yang terjadi didalam ginjal ??? Dalam ginjal molekul infus dengan maksud membangkitkan kembali diuresis. Pe-
asam jengkol dapat melewati membran semipermeabel dari nambahan natrium bikarbonat akan mempermudah larutnya
glomerulus. Albumin sendiri tidak dapat melewati membran kembali kristal-kristal asam jengkol untuk diekskresikan de-
ini oleh karena memiliki molekul yang terlampau besar. Jadi ngan urin.
kompleks albumin serum dan asam jengkol berdisosiasi sehing-
ga menghasilkan albumin serum dan asam jengkol bebas dan KEPUSTAKAAN
asam jengkol yang bebas ini melewati membran glomerulus 1. Van Veen AG, Hyman AJ. Het giftige bestanddeel van de djengkol-
dan terdapat dalam ultrafiltrat glomerulus. boon. Geneesk Tydsxhr Nederl Indie 1933; 73: 991 — 997.
Masih terdapat kemungkinan bahwa selain filtrasi lewat 2. LH Oen, Kusumahastuti T, W Tadjal. Bentuk dan distribusi asam
glomerulus terjadi juga sekresi asam jengkol secara aktif lewat jengkol dalam buah jengkol. Gizi Indonesia 1972; IV:2 — 5.
tubuli ginjal, akan tetapi hal ini masih perlu pembuktian lebih 3. Lehninger A. Biochemistry. 2nd ed. New York : Wort Publications
lanjut. Inc. 1975; p 77.
Asam jengkol yang sekarang terdapat dalam ultrafiltrat 4. LH Oen, E Setiadi, W Tadjal. Asam jengkol dalam urine pemakan
buah jengkol. Maj. Kedokt Indon 1972; 22: 103 — 107.
mudah sekali menghablur menjadi kristal oleh karena tidak
5. Oen LH, HK Wullur, S Parwati. Isolasi enzim yang dapat mengurai-
terdapat lagi protein yang membuatnya lebih larut seperti kan asam jengkol menjadi suatu zat dengan bau jengkol. Denpasar,
terjadi di dalam darah. Apalagi di dalam perjalanan selanjutnya Bali: Kongres 11 dan Seminar Ilmiah III , Ikatan Ahli Ilmu Faal 1972.
terjadi penyerapan kembali sejumlah air oleh bagian menurun 6. LH Oen, W Simamora, Kusumahastuti T. Sintesa asam jengkol dari
dari lekuk Henle. Kesemuanya ini menyebabkan asam jengkol rambut manusia. Maj Kedokt Indon 1972; 22: 74 — 78.
mencapai titik kejenuhan (oversaturated) dan mengendaplah 7. LH Oen, E Setiadi. Binding of Djengkolic Acid to Serum Albumin
asam jengkol sebagai kristal-kristal berbentuk jarum-jarum as a Means of its Transportation. lOth International Congress of
yang tajam. Biochemistry, Hamburg, W Germany; 1976.
Dengan ini dapat difahami sekarang mengapa pengobatan 8. Harper et al. Review of Physiological Chemistry, 16th ed. Los Altos,
keracunan jengkol dilakukan dengan pemberian cairan melalui California: Lange Medical Publication, 1977; p. 570.

Analisa Batu Saluran Kemih Bagian Atas di


Medan dan Sekitarnya
Burhanuddin Nst *, Adi Koesoema Aman *, Harun Rasyid Lubis **
Rustam Effendi Ys **, M. Silalahi ** , Usul Sinaga ***
* Bagian Patologi Klinik, ** Bagian llmu Penyakit Dalam, *** Bagian Ilmu Bedah.
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi,
Medan.

PENDAHULUAN Adanya infeksi yang menginduksi terbentuknya batu sa-


luran kemih telah banyak dibicarakan patogenesenya (8).
Menurut para penulis, komposisi Batu Saluran Kemih (BSK)
Umumnya kuman-kuman yang menginduksi terjadinya batu
yang paling banyak adalah kalsium (1-3). Telah banyak pene-
tersebut tergolong ke dalam bakteri yang memecah urea (urea
litian mengenai patogenese terjadinya BSK. Dalam pencegahan
splitter).
batu terulang, mutlak harus diketahui komposisi batu yang
Pada penelitian selanjutnya sebanyak 57 kasus, kami telah
keluar, oleh karena itu data mengenai analisa kimia batu di-
meneliti komposisi dari batu campuran tersebut beserta infeksi
berbagai daerah perlu diketahui.
yang mengikutinya.
Kami telah melaporkan hasil penelitian mengenai analisa
batu saluran kemih pada tahun 1979 (1). Dari 133 penderita BAHAN DAN CARA
batu, 74 adalah BSK bagian atas dan 64 adalah batu kandung Batu-batu yang dianalisa adalah batu saluran kemih bagian atas
kemih. Patogenese dari kedua jenis lokasi batu ini berbeda oleh baik yang keluar spontan maupun yang berasal dari operasi.
karena itu perlu diketahui komponen masing-masing. Dari Pasien-pasien yang diteliti adalah yang berobat jalan di R.S. dr.
74 BSK bagian atas yang dianalisa ternyata diperoleh kompo- Pirngadi maupun R.S. swasta di Medan. Pasien-pasien ini
sisi sebagai berikut: Ca-oxalat 22 (29,73%), asam urat 6 umumnya telah diperiksa berdasarkan suatu protokol profile
(8,11%), cystine ( - ), batu campuran 46 dari 74 (62,16%). batu saluran kemih. Dalam profile ini turut dilakukan kultur
Ternyata batu campuran mempunyai persentase yang sangat urine sebanyak 2x sebelum tindakan Sesia maupun operasi.
tinggi. Satu Minggu sebelum kultur diambil, segala obat antibiotika
Unsur-unsur kimiawi di dalam urine yang memegang pe- dihentikan. Batu dianalisa komponen-komponennya secara
ranan penting didalam proses pembentukan batu saluran kimiawi. Jenis batu ditentukan berdasarkan kriteria tertentu
kemih adalah kalsium, oxalat, fosfat, asam urat, magnesium, sesuai dengan metode yang dipakai. Telah dianalisa batu sa-
amonium, karbonat dan sistin. Selain itu unsur-unsur lain yang luran kemih bagian atas dari 131 penderita (74 + 57 kasus).
memegang peranan adalah pH air seni dan infeksi saluran Yang terdiri dari 101 pria dan 30 wanita, yang berumur 17 -
kemih (4 - 7). 73 tahun.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Batu Ca. oxalat Batu campuran

Kultur (+) Kultur (—) Jumlah Kultur (+) Kultur (—) Jumlah

E. coli Urea E. coli Uiea


splitter splitter

4 — 7 11 2 32 12 46 57

HASIL Dari data diatas juga terlihat bahwa infeksi saluran kemih
Dari 131 batu yang dianalisa ternyata semuanya mengandung memegang peranan besar sebagai penyebab batu saluran
kalsium. Lima puluh tujuh penderita yang ada, 40 pria, 17 kemih. Dari 46 pasien dengan batu campuran, 74% menderita
wanita dilakukan pemeriksaan kultur urine dan analisa batu. infeksi saluran kemih dan dari 11 pasien batu metabolik-36%
Dari 57 kasus batu ini 19 kasus tidak ada pertumbuhan bak- juga disertai infeksi saluran kemih.
teri. Tujuh dari 19 kasus ini batunya adalah kalsium oxalat Sedangkan pada penelitian YEA Wickham, batu metabolik
(metabolik), sedangkan 12 kasus lainnya batu campuran. Tiga dengan infeksi persentasenya lebih rendah (lihat tabel II).
puluh delapan dari 57 kasus ini dijumpai pertumbuhan bakteri
pada kultur urinnya. Analisa batu dari 38 kasus ini terdiri dari Tabel II : Persentase infeksi pada berbagai jenis batu.
4 batu kalsium oxalat murni dan 34 batu campuran. Ke 4 batu
kalsium oxalat murni ini pada kulturnya didapati pertumbuh- Batu campuran Batu metabolik
Peneliti Jumlah kasus + infeksi
an E. coli yang bermakna sedangkan 34 batu campuran lainnya
didapati 2 dengan infeksi E. coli dan 32 infeksi bakteri yang Burhanuddin Nst. 46 74% 36%
memecah urea (urea splitters), sehingga dari ke 57 batu yang dkk.
dianalisa tersebut diatas didapat 11 (19%) Ca-ocalat murni dan YEA Wickham 100 70% 19%
46 (81%) batu campuran (lihat tabel).
Dari 46 pasien dengan batu campuran 34 (74%) dijumpai kasus Perbedaan ini mungkin disebabkan karena jumlah kasus pada
menderita infeksi saluran kemih, 12 kasus (26%) steril, se- penelitian kami masih sedikit. Hubungan yang jelas terdapat
dangkan 11 pasien dengan batu metabolik, 4 kasus (36%) men- antara infeksi saluran kemih dengan batu campuran (x 2 = 4.07
derita infeksi saluran kemih, 7 kasus (64%) steril. ; P=< 0,05). Hal ini juga didapati oleh YEA Wickham (x 2 =
Terlihat hubungan yang bermakna antara infeksi dan batu 21.09 ; P = < 0,001).
campuran (X 2 = 4.07 P<0,05) Dapat dikatakan bahwa batu campuran diikuti dengan in-
Batu campuran terutama terdiri dari sebagian besar magnesium siden infeksi yang tinggi dibandingkan dengan batu metabolik.
amonium fosfat, dan kalsium fosfat, beserta sejumlah kecil Data-data tersebut diatas, sangat perlu diperhatikan dalam
ion-ion lain, sedangkan batu metabolik adalah batu yang pada penanggulangan maupun pencegahan batu saluran kemih.
analisa kimia terdiri dari kalsium oxalat, asam urat dan sistin
yang hampir murni dengan sedikit bercampur dengan ion-ion
KEPUSTAKAAN
lainnya.
1. Aman AK, Nasution B, Lubis HR. Analisa batu sistem saluran kemih
PEMBICARAAN di Bagian Patologi Klinik R.S. dr. Pirngadi Medan. MKN 1982; 6(4):
Dari data-data 57 batu tersebut diatas ternyata batu campuran 2. Wickham YEA. Matrix and the infective renal calculus. Brit J Urol
1976; 47: 727—732.
mempunyai persentase yang tertinggi yaitu 81%, sedangkan 3. Lavan SN, Posen S. Urinary Calculi Clinical, Biochemical and radio-
batu metabolik hanya 19%. Ditinjau dari keseluruhan batu logical studies in 619 patients. Med J Aust 1971; 2: 1049—61.
yang dianalisa yaitu 131 batu, maka batu campuran adalah 4. Hodgkinson A. Relation between oxalic acid, calcium, Magnesium
70.2% dan batu metabolik 29.8%. Hal ini tidak banyak ber- and creatinine excretion in normal men and male patient with Ca
beda dengan penelitian YEA Wickham (2) (lihat tabel I). oxalate kidney stones. Clin Sci Molecular Med 1974; 46: 357—67.
5. Langanga TS. Urinary Tract Calculi. Clinical Chemistry Principle
Tabel I: Perbandingan hasil penelitian. and Technics. 2 ed. New York: Harper & Row Publisher, 1974.
pp 1570—80.
Peneliti Jumlah kasus Batu campuran Batu metabolik 6. Nasution B, Lubis HR, Tann G, Arif S. Beberapa Aspek Biokimia
pada penderita batu saluran kemih. Seminar Nefrologi dan urologi,
Burhanuddin Nst. 70.2% 29.8% Medan, 1977.
131
dkk. 7. Pcacock M, Roberson WG. Renal Calculus, Medicine 1980 ; 27 :
1372—79
YEA Wickham 100 73% 27% 8. Griffith DP. Infection Induced Renal Calculi Kidney International,
1982; 21: 422—430.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 61


Mikro-organisme Penyebab lnfeksi Saluran
Kemih (ISK) di Sumatera Utara
Sofyan Lubis,* Rahmat sjah* Edhie Djohan Utama,* Yushar ** Harun Rasyid Lubis **
* Bagian Mikrobiologi, ** Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedoktemn USU RS. Dr. Pirngadi,
Medan

PENDAHULUAN positip, diperoleh 3 yang memberi hasil false negatip; sedang-


kan dari 17 bahan SPA dengan hasil kultur negatip tidak di-
Infeksi bekteri pada saluran kemih dapat dijumpai pada
jumpai adanya false positip.
semua kelompok umur, baik wanita maupun pria. Keparahan
infeksinya sangat bervariasi, mulai dari infeksi yang tak terdu- Bakteriuria bermakna dari bahan MSU berarti jumlah kuman
ga (unsuspected cases) sampai infeksi sistemik yang parah.
100.000 per mm urine.
Pemeriksaan bakteriologik pada penderita ISK ini mempu-
nyai arti yang penting baik dari segi diagnostik maupun Dari tabel 3 dan 4 terlihat bahwa :
untuk pengontrolan terapinya. * dari 11 bahan SPA dengan hasil biakan positip, temyata
hanya memberikan 6 (55 %) dengan bekteriuria bermakna
Jumlah mikroorganisme yang diisolasi sebagai penyebab
dan 3 (27 %) dengan bakteriuria tak bermakna dari bahan
ISK ini bergantung ke pada spesimen urine yang diperiksa.
MSU yang segera diambil sesudah dilakukan SPA.
Walaupun telah disepakati bahwa spesimen urine yang ter-
baik adalah yang berasal dari suprapublic aspiration (SPA), * dari 17 bahan SPA dengan hasil biakan negatip, temyata
memberikan 5 (29 %) bekteriuria tak bermakna dan 0 (0 %)
tapi dalam batas-batas tertentu urine yang berasal dari MSU bakteriuria bermakna dari bahan MSU yang diambil segera
(midstream urine) masih tetap merupakan bahan pemeriksaan sesudah dilakukan SPA.
dengan reliabilitas yang tinggi, kalau prosedur pengambilan,
penampungan dan pengirimannya ke laboratorium memenuhi
syarat-syarat tertentu.
Yang harus dipertimbangkan ialah bagaimana cara yang PEMBAHASAN
terbaik untuk menafsirkan hasil, biakan urine MS yang positip Pemeriksaan bakteriologi dari urine untuk menegakkan
sehingga dengan tegas dapat dibedakan antara bakteriuria diagnosa ISK penting sekali dilakukan. Urine merupakan
bermakna dan tidak bermakna. medium yang paling baik untuk pertumbuhan kuman patogen
Dalam makalah ini kami akan membahas secara singkat yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Dengan dijumpainya
tentang mikroorganisme yang menjadi penyebab ISK dan kuman patogen dalam spesimen urine (voided urine ataupun
sampai sejauh mana MSU tersebut dapat dipakai untuk mene- urine kateterisasi) belumlah berarti diagnosa ISK sudah dapat
gakkan diagnosa ISK. ditegakkan; sebab masih harus dipertimbangkan faktor-faktor
PERMASALAHAN lainnya, misalnya terjadinya kontaminasi sewaktu pengambilan
Pada orang yang beragama Islam, spesimen urine yang atau penampungan urine.
berasal dari MSU yang dipakai untuk pemeriksaan bakterio- Spesimen urine yang berasal dari MSU paling banyak dipa-
logik dari ISK umumnya bukanlah "the first voided morning kai untuk tujuan ini oleh karena reliabilitasnya cukup tinggi
urine" seperti yang diajurkan, sebab sebelum pengambilan dan bila dilakukan berturut-turut 2 — 3 kali maka reliabilitas
urine ini biasanya pasien telah berkemih sebelum bersuci/ akan lebih tinggi lagi (1,2).
wudhuk untuk mengerjakan sembahyang/shalat subuh, dan
umumnya telah meminum beberapa gelas air sesudah sholat. Tabel 1. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari bahan urine
Jadi apakah dalam hal ini kita masih berpegang kepada jumlah MSU yang diambil di Bag. Mikrobiologi FK USU menurut
bakteri yang ≥ 100.000 cfu/ml urine untuk menetapkan jenis kelamin.
adanya bakteriuria bermakna seperti yang dikemukakan Kelamin
oleh Kass ? Mikroorganisme Jumlah %
Pr lk
Pemeriksaan spesimen urine yang berasal dari bahan SPA
merupakan jalan keluar, tapi belum memecahkan masalah ini E. Coli 49 13 62 31
secara keseluruhan, sebab terdapatnya beberapa hambatan Klebsiella 17 11 28 14
kecil yang mesti diselesaikan lebih dahulu. Proteus 13 10 23 11,5
14 24 12
Dari hasil pemeriksaan bakteriologik spesimen urine (MSU) Pseudomonas 10
9 5 14 7
di Bagian Mikrobiologi FK USU periode 1979-1981, telah Staph. albus
15.5
Staph. aureus 23 8 31
berhasil diisolasi sejumlah mikroorganisme sebagai penyebab 4 2 6 3
Streptococcus
ISK, yang distribusinya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Lain-lain 8 4 12 6
Penelitian terpisah untuk membandingkan hasil biakan
urine yang berasal dari MSU "seketika" dan bahan SPA Jumlah 133 67 200 100
yang melakukan di Sub. Bag. Nephrologi & Hipertensi Bag.
Penyakit Dalam FK USU/SR dr. Pirngadi Medan dapat dilihat Dari tabel 1 terlihat bahwa perbandingan wanita : pria = 123 : 67 (2:1)
pada tabel 3 & 4. Dari 11 bahan SPA dengan hasil kultur dan distribusi kuman sesuai dengan kepustakaan yang ada.

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Tabel 2. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari bahan urine M su yang diambil laupun pada pembiakan dijumpai jumlah
di Bag. Mikrobiologi FK USU menurut umur (tahun) dan jenis kelamin. yang lebih kecil dari 100.000.
Sebenarnya dengan memeriksa bahan yang
berasal dari SPA (Supra pubic aspiration)
masalah ini sudah dapat dipecahkan, tapi
pengambilan bahan SPA ini masih agak sulit
dan terdapatnya hambatan-hambatan psikolo-
gis. Disamping itu perlu sekali terdapat saling
pengertian antara dokter dan pasiennya.
Beberapa penulis (3,4) menganggap tidak ter-
dapat halangan apapun kecuali kontraindikasi
dalam pengambilan SPA ini.
Dari distribusi kuman pada tabel 1 & 2,
ternyata tidak terdapat perbedaan yang berarti
Dari tabel 2 terlihat bahwa frekuensi bakteriuria pada wanita terbanyak sekitar umur dengan hasil penelitian Iswara dkk (5), ataupun
19 — 40 tahun, dan pada laki-laki cenderung meningkat dengan bertambahnya umur. penelitian ditempat lain (6,7).

Tabel 3. Perbandingan hasil pemeriksaan urine dari bahan SPA dan MSU Untuk menentukan jumlah kuman yang bermakna selain
yang diambil di Sub. Bag. Nephrologi & Hipertensi Bag. Penya- kriteria Kass pada MSU yang bukan merupakan urine pertama
kit Dalam FK USU/RS dr. Pirngadi Medan. pagi hari, Bag. Mikrobiologi FK USU Medan, sedang melaku-
kan penelitian dengan memasukkan "faktor koreksi" seperti
tang dikemukakan Utama dkk. (8).

KESIMPULAN

Pada urine yang bukan kencing pertama pagi hari dapat


Dari tabel 3, terlihat insidensi terbanyak pada kehamilan 26 — 34 diambil kesimpulan :
minggu ( 64 % ).
1. Bakteriuria bermakna dari bahan MSU jelas menunjukkan
satu ISK; tapi dengan cara pemeriksaan MSU saja, belum
Tabel 4. Perbandingan hasil pemeriksaan urine dari bahan SPA dan MSU dapat mendeteksi semua ISK, dalam hal inilah diperlukan
yang diambil di Sub. Bag. Nephrologi & Hipertensi Bag. Penya- pemeriksaan bahan SPA.
kit Dalam FK USU/RSU dr. Pirngadi Medan.
2. Bakteriuria tak bermakna dari bahan MSU beluni tentu
dapat memikirkan suatu keadaan ISK, maka untuk ini
masih perlu dipikirkan dan diteliti jumlah kuman dalam
MSU selain dari kriteria Kass.
3. Distribusi kuman dan insidensi yang dijumpai dalam pene-
litian ini tidak berbeda dengan keputusan yang ada.

MSU yang diambil ini sebaiknya adalah first voided KEPUSTAKAAN


moming urine, karena urine ini sudah semalam (overnight)
berada didalam kandung kemih. Urine yang diambil sesudah- 1. Kass EH. Asymptomatic Infenctions of the Urinary Tract. Trans
Assosc. Physicians, 69 : 56 — 64; 1956.
nya sebenarnya tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang diper- 2. Kunin CM. Detection, Prevention and Management of Urinary
lukan oleh karena biasanya pasien telah berkemih dan memi- Tract Infection 3rd ed. Lea & Febinger, Phuladelphia;1979.
num beberapa gelas air. Jadi dalam hal ini sudah terjadi peng- 3. Puji Raharjo dkk. Nilai SPP di RS Dr. Tjipto Mangunkusumo Dja-
enceran didalam kandung kemih sehingga kuman yang dijum- karta. Naskah Lengkap KOPAPDI II, 1973, Surabaya.
pai akan lebih sedikit. 4. Tangjong A dkk. Pengalaman punksi suprapubik untuk menegakkan
Untuk menilai sejauh mana MSU " seketika" ini masih diagnosa infeksi saluran kencing. Naskah Lengkap KOPAPDI II,
dapat dipakai dalam menentukan bakteriuria bermakna 1973, Surabaya.
menurut kriteria yang diajukan oleh Kass, telah dilakukan 5. Iswaza R, Sinaga, HP. Mikroorganisme yang ditemukan pada urine
penelitian pendahuluan untuk membandingkan hasil biakan dari penderita-penderita dengan persangkaan infeksi non-spesifik
dari MSU " seketika" dengan urine dari SPA. Sebab tidak pada saluran air seni. Naskah Lengkap KOPAPDI 11, 1973, Surabaya.
6. Tanzil HOK dkk. Penilaian Pelbagai Tjara Pemeriksaan Air Kemih
jarang kita akan menjumpai jumlah kuman yang kurang dari Untuk menentukan adanya bakteriuria. MKI 22 : 220 — 229; 1972.
100.000 cfu/ml urine sedangkan sebenarnya pasien mende- 7. Winarto dkk. Prevalensi Kuman pada penderita dengan Bakteriuria.
rita ISK. Simposium Urinalisa & Aplikasi Klinik. IAPI, 1981.
Dari hasil penelitian pendahuluan ini kita masih belum 8. Utama ED dkk. Kecepatan Pertumbuhan Bakteri Tertentu Didalam
dapat mengambil kesimpulan berapakah sebenamya kuman Urine Pada suhu kamar dan Pengaruhnya Terhadap Pemeriksaan
per ml urine yang masih termasuk bakteriuria bermakna wa - Bacterial Count Urine, 1982.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 63


Infeksi Saluran Kemih Pasca Kateterisasi

Harun Rasyid Lubis, Manuasa Pinem, Mangara Silalahi


Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi
Medan

Pendahuluan dilakukan pemeriksaan pembiakan urine aliran pertengahan 2


Infeksi saluran kemih merupakan kejadian yang sangat kali berturut untuk menetapkan adanya Infeksi Saluran Kemih
sering dijumpai dalam bidang nefrologi dan urologi. Kass (ISK). Disebut ISK bila bakteriuria 10 5 kuman/ml urine.
mengemukakan 15 - 20% wanita pasti mngalami peristiwa ini 3. Penderita wanita yang menderita ISK dengan hasil pembiak-
didalam riwayat hidupnya (1). Pengeluaran air seni melalui an urine yang positif (bermakna) dilakukan wawancara untuk
kateter juga merupakan tindakan yang sering diperlukan untuk mengetahui riwayat keteterisasi di masa lampau.
menolong penderita. Tata cara yang aseptis merupakan syarat 4. Sebanyak 10 penderita yang mendapat kateterisasi menetap
mutlak untuk tindakan ini agar infeksi dapat dicegah. Akan dilakukan pembiakan urine setiap hari, dimulai dari urine
tetapi tata cara yang aseptis inipun ataupun chemopropylaxis awal kateterisasi sampai pada akhir dimana kateter dicabut.
tidak dapat sama sekali menghilangkan kemungkinan terjadi- Penderita adalah para wanita yang mengalami pembedahan
nya infeksi. Ini sehubungan dengan bentuk anatomis muara caesar dan dirawat di Recovery Room Bagian Bedah Obstetri
urethra yang tidak dapat dicapai antisepticum sehingga cairan Ginekologi R.S. Dr Pirngadi Medan, dan umumnya telah men-
yang ada di dalam muara urethra tersebut dapat didorong oleh dapat kemoterapi/antibiotika pencegahan dengan procain
kateter ke vesica urinaria sehingga urine kandung kemih yang penicillin 1,2 juta, chloromycetin 1-2 gr/hari ataupun kanamy-
dasarnya steril itu dapat terkontaminasi (2). Instrumentasi cin 1⁄2-1gr/hari. Sample urine untuk pembiakan diambil dengan
saluran kemih pun memberi resiko yang besar untuk menye- syringe disposible 10 cc diisap dengan menembus dinding
babkan terkontaminasinya urine kandung kemih (3). Infeksi kateter. Kateterisasi seluruhnya adalah tertutup, memakai
urine kandung kemih dapat menimbulkan akibat-akibat Foley bag catheter. Sample urine didalam syringe segera di-
lanjutan bahkan sampai mungkin menimbulkan pyelonefritis bawa ke laboratorium. Bila ada kelambatan maka sample di-
dan akhirnya kegagalan ginjal (4). Bila infeksi kandung kemih masukkan ke dalam lemari es pada temperatur 4°C, paling
ini adalah symtomatis, tentu penderita ataupun dokternya lama 24 jam.
akan bertindak, akan tetapi sering pula terjadi infeksi asymto-
matis sehingga dapat menimbulkan bahaya latent (5). Hasil
Tindakan kateterisasi menetap juga sering diperlukan untuk 1. Dari 1146 wanita yang diwawancarai diperoleh hasil sbb.:
menolong penderita. Tindakan ini lebih-lebih lagi mengantar-,
kan penderita kepada bahaya ISK, karena disamping melalui Tabel 1 : Wanita - wanita yang di wawancarai dan gejala I.S.K.
lumen kateter, bakteri dapat juga masuk melalui cairan di-
antara dinding luar kateter dan mukosa uretra (2.7). Kejadian Gejala ISK Riwayat (+) Riwayat (—) Jumlah
penyakit-penyakit ginjal dan saluran kemih pasca kateterisasi
ini telah banyak dilaporkan di kepustakaan. ISK pasca kate- 630
Gejala (+) 262 368
terisasi ini pula merupakan porsi terbesar dari infeksi noso-
Gejala (—) 82 434 516
comial. Ini semua menyebabkan para ahli memberikan reko-
Jumlah 344 802 1146
mendasi, mengenai pemakaian kateter ini baik didalam indikasi
yang harus betul-betul tajam, teknik yang secermat mungkin
harus aseptik dan atraumatik maupun didalam perawatan
kateter menetap (8). Dilihat bahwa sekitar 30% dari wanita yang diwawancarai per-
Di Medan/Sumatera Utara, tindakan kateterisasi ini sangat nah mengalami kateterisasi, dan jumlah anak rata-rata 5 orang
banyak dilakukan terutama pada wanita-wanita yang akan (jarak 1 - 12).
bersalin. Kami mencoba untuk melihat seberapa jauh tindakan Indikasi kateterisasi yang diperoleh pada 344 wanita tersebut
kateterisasi ini ada, dan akibat-akibatnya pada wanita-wanita terlihat pada tabel 2.
di Medan dan Sumatera Utara.
Bahan dan Cara Tabel 2 : Indikasi pada 344 wanita dengan iiwayat kateterisasi.
1. Untuk melihat prevalensi penderita yang pernah dikateter,
kami mewawancarai 1064 wanita dewasa sampai umur 50 Indikasi Jumlah Persentase
tahun, mengenai riwayat kateterisasi dan keluhan-keluhan
miksi berupa dysuria dan pollakisuria (ayang-ayangan). Wanita-
wanita ini adalah penderita yang datang berobat ke poliklinik • Partus biasa 275 81%
bagian penyakit dalam RS Dr Pirngadi Medan, dan yang ber- • Kesulitan miksi 42 11,2%
obat ke praktek swasta para penulis, maupun yang mengantar post partum
keluarganya untuk berobat. • Operasi 27 7,8%
2. Sebahagian wanita yang mempunyai riwayat kateterisasi

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


2. Sebanyak 74 wanita dengan riwayat kateterisasi pembiakan suatu penyakit yang berat akibatnya (9). Kejadian ISK sesudah
urine memberikan hasil sebagai berikut. (tabel 3). suatu kateterisasi tunggal, oleh beberapa penulis dikemukakan
2%, sedang bila kateterisasi berulang kejadian meningkat
Tabel 3 : Hasil biakan urine dan distribusi kuman, wanita yang per sampai 10%. Kejadian kateterisasi menetap pada umumnya
nah dikateter.
dianggap 98 - 100%. (10, 11). Setelah instrumentasia untuk
Hasil biakan urine Jumlah Persentase micturating cystography, Maskel dkk menemukan infeksi pada
30%kasus 2 hari setelah tindakan (2).
Tidak bermakna 40 54% Didalam hasil wawancara ini dilihat bahwa sekitar 30% dari
Bermakna : E. Coli 19 wanita tersebut pernah mendapat kateterisasi dan sekitar
Stap. Aureus 9 81% dari padanya adalah untuk indikasi partus biasa.
Stap. Albus 2 Kita tidak mendapat data teratur untuk membandingkan
Proteus Sp 2 angka ini, akan tetapi kita mendapat kesan angka ini tinggi.
Pseudomonas Sp 1 Adalah menarik bahwa urinary symtom berupa dysuria, polla-
Klebsiella Sp 1 34 46% kisuria syndrom pada yang pemah dikateter adalah 3 kali
lebih banyak dari yang tanpa keluhan. Sedang yang tidak
Jumlah 74 100%
mempunyai riwayat kateterisasi, dysuria, pollakisuria syndrom
ini hampir sama banyaknya. Akan tetapi harus diingat bahwa
3. Sejumlah penderita ISK. Yang diwawancarai akan riwayat hanya sekitar 50% penderita syndroma ini yang benar-benar
kateterisasi memberi hasil sebagai berikut. (tabel 4). menderita ISK (12). Begitupun ISK pasca kateterisasi sering
asym tomatis (9). Jumlah penderita yang menunjukkan bak-
Riwayat kateter teriuria sesudah kateterisasi yaitu 54%, adalah satu jumlah
Jumlah Persentase
yang tinggi dibanding dengan kepustakaan. Hal ini sejalan pula
Positif dengan prevalensi riwayat kateterisasi yang tinggi pada pende-
35 61%
rita dengan bakteriuria yang bermakna. Kass menyatakan
Negatif 22 39% bahwa instrumentasi merupakan penyebab hanya pada 20%
penderita bakteriuria (1). Pada umumnya penderita dengan
Jumlah 57 100% riwayat kateterisasi ini dilakukan pembiakan setelah berapa
lama kateterisasi tersebut dilakukan. Konsekwensi jangka
panjang dari kateterisasi pada wanita dalam persalinan ber-
4. Pola pertumbuhan kuman pada 10 penderita kateterisasi variasi. Kunin mengutip laporan Brumfitt, bahwa bakteriuria
menetap (indwelling catheter) terlihat pada tabel 5. sesudah kateterisasi tunggal adalah 9,1% pada persalinan biasa
dan 22,8% pada persalinan yang sulit, sedang yang tanpa kate-
ter adalah 4,7%. Gillipie dikutip pula sebagai melaporkan
No. Hari 0 Hari I Hari II Hari III Hari IV Jenis kuman angka 28% untuk yang dikateter tanpa aseptik, 5,5% bila
memakai antiseptik (chlorhexadine) dan hanya 1,5%bila tanpa
kateterisasi (12). Sementara itu beberapa laporan mengemu-
1. * T.S 105 10 5 105 10 5 E. Coli kakan bahwa setahun, kateter yang menetap, 25% penderita
† T . A .P 10 5 105 105 10 5
2. E. Coli pasca bedah gynekologis menunjukkan bakteriuria. Laporan
3. T.S 105 10 5 10 5 10 5 E. Coli lain menunjukkan 1/3 dari 155 penderita pasca bedah pros-
4. 105 105 10 5 10 5 10 5 Pseudomonas tatektomi menunjukkan bakteriuria sesudah 6 bulan (5). Dari
5. T.S 10 5 105 105 105 E. Aerogenes perbandingan dengan angka-angka kepustakaan diatas dapat
6. 10 5 10 5 10 5 10 5 10 5 Klebsiella sp disimpulkan bahwa kejadian bakteriuria pasca kateterisasi di
7. T.A.P 105 10 5 10 5 105 E. Coli Medan/Sumatera Utara ini tinggi.
8, 10 5 105 105 105 10 5 Proteus Vulga Hasil pemeriksaan serial pembiakan urin pada kateterisasi
menetap, yang menunjukkan telah berkembangnya kuman
9. T.A.P 10 5 10 5 105 105 E. Aerogenes
pada 24 jam sesudah pemasangan kateter, walaupun pengaliran
10. 105 105 10 5 10 5 10 5 Prt. Mirabilis
urine adalah system tertutup, menunjukkan pula pertumbuhan
kuman yang berbeda dengan kepustakaan.
Penderita 1–5 mendapat PP 3 x 1,2 juta i.m. hari O–V Pada system pengaliran yang tertutup resiko perkembangan
Penderita 6 mendapat PP 3 x 1,2 juta dan SM 1 gr/hari hari 0–V bakteriuria adalah 5-10% setiap hari akan tetapi pada yang ter-
Penderita 8 mendapat garamycin 4 x 80 mg/hari hari 0–V buka bakteriuria telah timbul 90% dalam 48 jam dan dalam
Penderita 9 dan 10 mendapat PP 3 x 1,2 juta dan Kanamycin 1 g/hari. 4 hari 95% (13). Pada kesepuluh penderita ini bakteriuria telah
* T.S = tidak significant tumbuh dalam 24 jam pada seluruh kasus. Sedang pada awal
† T.A.P = tidak ada pertumbuhan kuman pun 4 dari 10 kasus telah menunjukkan bakteriuria dengan
micro organisme pseudomonas sp, proteus sp, dan klebsiella
sp. Pemakaian antibiotika prophylaksis pada kateterisasi
menetap ini kelihatannya tidak berdaya guna. Martin dan
Pembicaraan
Bookrajian juga memperoleh hasil yang kurang memuaskan
Tindakan kateterisasi sering dianggap sebagai prosedur yang dengan memakai penicillin/streptomysin dan chloramphenicol
bersahaja, yang bila dilakukan secara hati-hati, atau dengan tin- (10). Mereka menemukan bahwa irigasi dengan neomysin dan
dakan prophylaxis memakai kemoterapuetika, infeksi dapat polymixin memberi hasil pencegahan yang baik, akan tetapi
dicegah. Akan tetapi ternyata bahkan dengan tehnik yang akhir-akhir ini regim inipun sudah kurang memadai (14).
sangat hati-hati sekalipun infeksi urine kandung kemih tidak Dari perbandingan hasil penelitian ini dengan angka-angka
jarang dijumpai dengan akibat lanjutan seperti pyelonefritis, didalam literatur, kami mendapat kesimpulan bahwa prevalensi

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 65


ISK pasca kateterisasi di Medan/Sumatera Utara adalah tinggi. di rumah sakit. Mungkin sekali faktor teknik pemasangan
Dari pengamatan pribadi melihat tata cara pemasangan kateter maupun pemeliharaan kateter yang tidak sempurna ini yang
baik kateterisasi berulang maupun menetap, kami mendapat menyebabkan tingginya prevalensi ISK pasca kateterisasi.
kesan bahwa tehnik pemasangan kurang sempurna. Papper
mengemukakan bahwa tata cara yang tepat untuk memasang Kesimpulan
kateter termasuk diantaranya adalah, penderita berbaring di 1. Prevalensi kateterisasi pada wanita bersalin di Medan/
tempat tidur, tuala yang steril diletakkan di atas paha dan di Sumatera Utara adalah sekitar 30% dan sekitar 75% dari yang
bawah kemaluan genitalia dicuci sebersih-bersihnya, bila perlu mempunyai riwayat kateterisasi ini pernah mengeluh tanda-
dengan antiseptik 3 atau 4 kali, pemasangan kateter harus tanda dysuria-pollakisuria syndrome.
pakai sarung tangan steril dan meatus atau labia dibuka sele- 2. Prevalensi ISK pada usia subur sampai 50 tahun adalah
bar-lebarnya. Pada kateter yang menetap beberapa pedoman lebih tinggi dibanding dengan angka kepustakaan.
dikemukan sebagai berikut (13). 3. Pertumbuhan kuman di dalam kateter menetap juga
1. Pasang secara baik, aseptik dan atraumatik. sangat cepat, walaupun dipakai system tertutup. Antibiotika
2. Perineum harus dicuci dengan sabun 2x sehari. prophylaktis kelihatannya tidak berpengaruh banyak pada per-
3. Sambungan dengan kantong penampung jangan dibuka tumbuhan ini.
kecuali bila tersumbat atau untuk irigasi. 4. Mungkin sekali seluruh hal ini ditimbulkan oleh teknik
4. Urine untuk pembiakan diaspirasi melalui pipa. pemasangan dan pemeliharaan kateter yang tidak memenuhi
5. Kantong pengumpul harus terletak leibh rendah dari syarat-syarat yang dianjurkan kepustakaan.
kandung kemih.
6. Kateter yang berfungsi baik dapat dipertahankan 2 Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala Bagian Obstetri
minggu. dan Gynecology F.K. USU/RS Pirngadi Medan yang telah mengirimkan
penderita dirawat di Recovery Room RS Pirngadi Medan untuk dipakai
7. Bila ada infeksi yang symtomatis diberi antibiotika.
sebagai bahan penelitian, juga kepada pimpinan Lab Mikrobiologi F.K.
Kami melihat tata cara seperti dianjurkan ini tidak merupakan UISU yang,.telah bersedia melakukan pemeriksaan bakteriologis pene-
kebiasaan di dalam pemasangan ataupun pemeliharaan kateter litian ini.

KEPUSTAKAAN

7. Feingold Ds. Hospital acquired infection. N Engl J Med 1970;


1. Kass EH. Recent advances in Pyelonephritis and Bacteriuria. In:
Proceedings of the First Asia Pacific congress of Nephrology, 283: 1384—91.
Tokyo, 1979, 81—84. 8. Stamm WE. Guidelines for Prevention of catheter Associated Uri-
2. Kass EH, Schueiderman LJ, Entry of Bacteria into urinary tracts nary tract Infections. Ann Int Med 1975; 82: 386—90.
of patients with inlying catheters. N Engl. J. Med 1957; 256: 9. Beeson PB. The Case against the Catheter. Am J Med 1958; 24:
556—7 1—3.
3. Mashell R, Pead L, Vinnicomb J. Urinary Infection after Mictura- 10. Martin CM, Bookrajian EN. Bacteriuria after Indwelling Urinary
ting Cystography. Lancet 1978; ii: 1191—2 Catheterization. Arch Int Med. 1962; 110: 703—11.
4. Gonich P, Falkner B, Swartri A, Pariser R. Bacteriuria in the cathe- 11. Levin J. The Incidence and Prevention of Infection after Urethral
terized Patient cystitis or Pyelonephritis. JAMA 1975; 233: 253— Catheterization. Ann Int Med 1964; 60: 914—21.
5 12. Kunin, CM. Detection, Prevention and Management of Urinary
5. Khoo OT. Problem Urinary tract Infection. Med Prog 1975; 2: Infection, 3rd ed. Philadelphia: Lea & Febriger, 1979, 12.
27—8. 13. Papper S. Clinical Nephrology, 2 nd Ed. Boston: Little Brown &
6. Sanfard JP. Hospital acquired urinary tract Infection. Ann Int Med Co, 1978, 559—60.
1964;60: 903—14. 14. Eickhoff TC. Nosocomial Infections. N Engl J Med 1982; 306:
1545—46.

Masalah BakteriuriaAsimptomatik pada Kehamilan


(Laporan Pendahuluan)
P. Simanjuntak, * H. Hutapea, * B. Ratur Sembiring, * T.M. Hanafiah *
Nurmansyah Thaher, ** Arfian Burhan; ** Harun Rasyid Lubis, *** Yushar. ***

* Bagian Obstetri dan Ginekologi, ** Bagian Patologi Klinik, *** Bagian Ilmu
Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi,
Medan.

PENDAHULUAN terjadinya dilatasi ureter, stasis dan obstruksi (1). Kepustakaan


Infeksi saluran kemih mudah terjadi pada wanita hamil, melaporkan bahwa insidensi infeksi saluran kemih ini pada
karena urine wanita hamil membantu pertumbuhan kuman, wanita hamil mencapai 7% (2). Biasanya infeksi yang nyata
disebabkan bertambahnya bahan-bahan nutrient disamping terjadi antara kehamilan 26—36 minggu, dengan puncak insi-

66 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


den pada kehamilan 30–32 minggu. Infeksi saluran kemih – Kriteria yang dipergunakan untuk bakteriuria ialah :
pada wanita hamil ini menjadi lebih menarik, setelah Kass dan
kawan-kawan, menjumpai asimptomatik bakteriuria sejak 2 1. Bermakna :
dasawarsa yang lalu, yang bisa menjadi simptomatik bakteriu- a. Jika dijumpai 100.000 atau lebih kuman pada mini-
ria, dimana dihubung-hubungkan dengan meningkatnya mal 1 x kultur.
pielo- efritis akut, anemia, kelahiran prematur dan terlambatnya
n b. 50.000– kurang 100.000, tapi dijumpai kuman yang
pertumbuhan fetus dalam rahim (3,4). Asimptomatik bakte- serupa pada 2 x kultur MSU berturut-turut, meskipun
riuria (bakteriuria tanpa gejala) dalam kehamilan sering dilu- hanya 1 kultur dengan jumlah lebih 50.000.
pakan'sebagai salah satu penyebab komplikasi kehamilan pada 2. Kontaminasi :
ibu dan janin seperti pielonefritis (UTI pada ibu), abortus, a. Kurang dari 10.000 kuman pada 1 x kultur.
prematuritas, dismaturitas, kematian janin dalam kandungan b. 10.000 — kurang 100.000, dengan kuman yang ber-
(KJDK), hipertensi dalam kehamilan (HDK), solutio placentae lainan pada 2 x kultur MSU berturut-turut.
dan sebagainya. Walaupun etiologi prematuritas yang merupa-
kan penyebab penting kematian perinatal itu belum diketahui 3. Ragu-ragu :
dengan pasti, namun bakteriuria tanpa gejala dapat menyebab- a. 10.000 — kurang 50.000, dengan kuman serupa pada
kannya. 2 x kultur, sehingga kultur diulangi. Jika hasil masih
Yang dimaksud dengan asimptomatik bakteriuria ( serupa, dianggap bermakna.
tbakteriu- anpa gejala) adalah dijumpainya basiluria yang bermakna,
dengan jumlah 100.000 atau lebih kuman pada 1 ml MSU
segar yang belum disentrifuger, yang pada kultur akan meng- HASIL
hasilkan 1.000 koloni atau lebih. Kass berpendapat bahwa Selama masa Mei — Juli 1982 ini, telah diperiksa 186 wani-
asimptomatik bakteriuria, dijumpai pada 6—7% wanita hamil ta hamil, dan data-data yang masuk baru dari 170 orang. Dari
(5). Perdefmisi, bakteriuria tanpa gejala adalah terdapatnya 170 orang wanita hamil ini, semuanya adalah wanita hamil
bakteri yang berkembang biak aktif dalam saluran kencing yang tidak mempunyai keluhan miksi, dan 17 (10%) di antara-
tanpa disertai gejala-gejala infeksi (Sarwono, hal. 445). Angka nya menderita bakteriuria yang bermakna, (lihat tabel).
100.000 bakteri per ml air kencing yang bersih, segar dan dari
aliran pertengahan dipakai sebagai batas diagnosis bakteriuria Umur penderita antara 21 — 38 tahun, rata-rata 28 tahun.
tanpa gejala. Bakteriuria tanpa gejala diperkirakan menyebab- Umur kehamilan antara 22 — 36 minggu, terbanyak 26 — 28
kan 25—35% pielonefritis akut pada wanita hamil (6). Oleh minggu. Jumlah kehamilan antara 1 — 9, rata-rata 4. Jumlah
karena insidensi bakteriuria tanpa gejala pada wanita hamil persalinan antara 0 — 6, rata-rata 3. Riwayat pernah menda-
di Medan dan sekitarnya belum pemah diteliti, berikut ini pat kateter 6(35%), sedang 4 orang yang lupa dianggap tidak
akan kami laporkan hasil sementara penelitian yang dilaku- pemah mendapat kateter. Distribusi kuman adalah E. coli
kan secara prospektif tentang bakteriuria tanpa gejala yang 10 (59%), Klebsiella 5 (29%) dan Alkaligenes 2 (12%).
dilakukan di RSPM, mulai Mei 1982 sampai dengan Juli 1982.

Tabel :
BAHAN DAN CARA
Umur Keha- Jum- Riwa- Hasil
— Penelitian ini dilaksanakan dengan keija sama antara Bagian No. Umur Kehamil- milan lah yat
Obstetri dan Ginekologi, Bagian Penyakit Dalam dan Urt (tahun) an n persa- kate - 11
(minggu) linan ter MSU — I MSU —
Bagian Patologi Klinik FK USU/RSPM.
—Setiap ibu hamil pengunjung poliklinik ibu sehat Bagian 1. 26 32—34 4 3 + tapb 100.000KL
Obgin, yang baru pertama kali datang, dilakukan anamnese 2. 23 26—28 2 1 ± 100.000KL. tapb
mengenai keluhan-keluhan miksi, bad obstetric history 3. 25 — 5 3 + 150.000EC. 15.000EC.
(BOH) dan riwayat kateterisasi disamping pemeriksaan 4. 31 32—34 7 5± 100.000EC. tapb
lain sehubungan dengan kehamilannya. Ibu-ibu hamil ini 5. 21 26—28 1 0 — 150.000AG. tapb
kemudian dikirim ke Sub. Bagian Nephrologi dan Hiper- 6. 29 26—28 5 4 + 150.000EC. 100.000EC.
tensi Bagian Penyakit Dalam, untuk diambil MSU (mid 7. 26 22—24 3 2 + tapb 100.000AG.
stream urine). 8. 35 32—34 7 6 + 150.000EC. tapb
9. 23 26—28 1 0 — tapb 100.000KL.
—Pengambilan MSU dilakukan 2 hari berturut-turut, setelah 10. 26 34—36 1 0 — 100.000KL. 50.000KL
terlebih dahulu dilakukan pembersihan perineal dengan 11. 30 24—26 6 5 + 150.000EC. 150.000EC.
sabun dan diawasi/dilaksanakan oleh 2 orang petugas yang 12. 38 28—30 9 6 — 100.000KL. tapb
sudah dilatih untuk itu MSU ini bukan urine pertama pagi 13. 31 24—26 7 6 — 150.000EC. 150.000EC.
hari, ditampung langsung pada botol steril yang sudah di- 14. 25 28—30 2 1 — 50.000EC. 50.000EC.
sediakan oleh Bagian Patologi Klinik, dan bahan urine ini 15. 30 32—34 3 2 + 100.000EC. 5.000KL.
segera dikirim ke Bagian Patologi Klinik untuk segera di- 16. 25 24—26 6 4 + 15.000EC. 50.000EC.
17. 29 34—36 1 0 — 50.000RC. 100.000EC.
kultur.
—Pertanaman dilakukan dengan kultur media Mac Conkey Keterangan : ± = lupa.
dan agar darah selama 24 jam pada inkubator dengan tem- + = riwayat kateterisasi ada.
peratur 37°C. — = riwayat kateterisasi tidak ada.
tapb = tidak ada pertumbuhan bakteria.
— Hasil-hasil pemeriksaan kemudian ditabulasi di Sub.Bag. KL = Klebsiella.
Nephrologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan akhimya di- EC = Escherichia coIi.
nilai oleh ketiga Bagian. AG = Alkaligenes.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 67


TABEL I. UMUR DENGAN BTG PEMBICARAAN

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) % — tase Pada kehamilan, Kass pada 1960 mendapatkan bahwa
bakteriuria sebesar 6 — 7% dapat terjadi mulai timur keha-
<25 3 18 milan 8 minggu. Selain itu juga dikatakannya bahwa sebagian
25 — 30 8 47 dari bakteriuria itu tidak disertai gejala-gejala infeksi dari
30 — 35 5 29 saluran kemih. Juga dihubungkannya perhitungan bakteri
35 — 40 1 6 dalam air kemih dan gejala-gejala klinis, dan mengemukakan
>40 0 0 konsep "significant bacteriuria", yaitu bila jumlah bakteri
dalam tiap ml urine adalah 100.000 atau lebih, yang kemudian
<25 — 40 17 100
hari dapat menyebabkan terjadinya " symptomatic bacteriu-
Dari tabel — I, terlihat insidensi BTG tertinggi pada umur 25 — 35 ria". Selain dari itu, Kass juga mengatakan bahwa bakteriuria
tahun (73%). terjadi lebih sering pada wanita tua dari pada yang muda, multi
gravida (biasanya lebih dari 3 kehamilan) lebih banyak dari
TABEL II. JUMLAHKEHAMILAN DENGAN BTG pada primi gravida (7). Bawono dkk. mengatakan bahwa umur
dan paritas mempunyai pengaruh terhadap timbulnya
Gravida ke Jumlah (Orang) % — tase bakteriuria. Pada penyelidikannya dijumpai 9,5% kehamilan
dengan bakteriuria berakhir dengan abortus dan 23,8% ber-
1 4 24 akhir dengan partus prematurus (8).
2 2 12
3 . 2 12 Pada wanita dijumpai significant bacteriuria mencapai 2 —
4 1 6 4% pada penderita yang mendapat kateterisasi, setelah dilaku-
5 2 12 kan pengamatan selama 1 — 5 hari. Kepustakaan juga menga-
6 2 12
>6 4 24 takan bahwa dengan memasukkan urethral catheter, akan me-
nyebabkan masuknya kuman ke dalam kandung kemih, dan
1 — >6 17 100 oleh karenanya dengan dipergunakannya alat ini merupakan
salah satu faktor yang penting yang mempertinggi insidensi
Dari tabel — II, belum nampak hubungan Graviditas dengan BTG infeksi saluran kemih pada wanita hamil (9). Dari laporan
yang ada, dikatakan bahwa pasien-pasien yang mendapat metal
TABEL IIL UMUR KEHAMILAN DENGAN BTG kateter, ternyata kuman tidak memasuki saluran kemih mela-
lui lumen kateter, tetapi melalui peri-urethral sewaktu pema-
Jumlah kehamilan sangan kateter tersebut. Oleh karena itu, metal colonization
Jumlah (Orang) % — tase
(Minggu) oleh bakteri-bakteri yang potensial patogenik, merupakan satu
risk faktor akibat kateterisasi, untuk terjadinya bakteriuria
22 — 24 1 6
(10). Pada penyelidikan kami, dijumpai 6 orang (35%) pende-
24 — 26 3 18
26 — 28 rita asimptomatik bakteriuria pernah mendapat kateterisasi
4 24
28 — 30 2 sebelumnya. Jika 4 kasus yang ragu-ragu dianggap pemah
12
30—32 0 0 dapat kateterisasi maka insidensi bakteriuria tanpa gejala yang
32 — 34 5 28 35% ini akan menjadi 59%. Apakah faktor kateterisasi meru-
34 — 36 2 12 pakan penyebab yang penting dari asimptomatik bakteriuria,
perlu penyelidikan selanjutnya. Mengingat hal ini maka pemba-
22 — 36 17 100% tasan pemakaian kateter pada kehamilan, persalinan, dan nifas
sudah perlu dipertimbangkan sebagai pengganti kateterisasi,
Dari tabel — III, terlihat insidensi terbanyak pada kehamilan 26 — 34 diuresis dapat dirangsang dengan jalan mobilisasi dini, meng-
minggu ( 64%).
alirkan air dekat pasien, dan sebagainya.
TABEL IV. PARITAS DENGAN BTG Insidensi bakteriuria walaupun dikatakan oleh sementara
kepustakaan berkisar antara 2 — 10% (11,12), kebanyakan
Jumlah persalinan Jumlah orang % — tase mengatakan berkisar sekitar 4 — 8% (3). Di Indonesia,
Bawono, Biran Affandi dan Yunizaf mengatakan insidensi
0 4 23
bakteriuria pada wanita hamil sebanyak 25,3%, sedangkan
1 2 12
2 2 12 Soehatno dan Bambang Subagyo mendapatkan insidensi
3 2 12 bakteriuria pada wanita hamil sebanyak 9,18%. Insidensi
4 2 12 bakteriuria pada wanita hamil ini juga dipengaruhi oleh fak-
5 2 12 tor-faktor sosio ekonomi, bangsa dan sickle-cell trait disamping
6 3 17 faktor umur dan paritas yang telah disebutkan di atas. Di
>6 0 17 Amerika Serikat insidensi paling tinggi dijumpai pada wanita
Negro. Beberapa penyelidik menjumpai insidensi bakteriuria
0 —> 6 17 100 pada wanita yang mampu sekitar 2 — 3% dibandingkan 6—
10% pada wanita yang tidak mampu. Juga dijumpai pada
Dari tabel — IV, belum jelas adanya hubungan paritas dengan BTG.
Parkland Memorial Hospital (Whalley et al, 1965; Pritchard
Dari 170 kasus primigravida dibandingkan dengan multi gravida adalah et al, 1973), asimptomatik bakteriuria 2x lebih banyak pada
sebagai berikut : wanita Negro yang hamil dengan sickle cell trait dibanding-
1. Primigravida 43 kasus; dengan 4 BTG (+). = 9 % kan dengan wanita Negro yang hamil dengan butir darah
II. Multigravida 127 kasus; dengan 13 BTG (+). = 10 % merah tanpa sickle hemoglobin, pada status sosio ekonomi

68 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


yang sama. Pada penyelidikan kami dijumpai insidensi asimp- sedini mungkin penderita-penderita asimptomatik bakteriuria,
tomatik bakteriuria adalah 10%. Selain itu karena ada dugaan akan dapat menurunkan insidensi acute pyelonephritis pada
bahwa estrogen bisa mengakibatkan perubahan-perubahan trimester ketiga dari 30% menjadi 3% (17).
anatomik pada saluran kemih yang. dapat meningkatkan ke-
pekaan terhadap infeksi yang memungkinkan asimptomatik KITA DI MEDAN/INDONESIA
bakteriuria dikemudian hari menimbulkan sequele yang Diperlukan pelayanan Obstetrik yang baik untuk mencapai
serius, maka oleh W. Pangemanan dkk. telah dikemukakan tujuan pre/antenatal care. Dengan mencegah atau mengurangi
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik komplikasi asimptomatik bakteriuria dalam kehamilan baik
antara prevalanece bakteriuria pada wanita yang memakan pada si ibu maupun si anak yang akan mengurangi angka ke-
pil kontrasepsi oral dibandingkan dengan yang tidak mema- matian perinatal, maka diharapkan bahwa ibu-ibu akan lebih
kan pil kontrasepsi oral. Prevalence bakteriuria secara kese- mendapat motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam program
luruhan adalah 13,4% (13). Soeharto S dan Prajitno Prabo- KKB demi tercapainya Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
wo mengemukakan ahwa pada wanita pemakai pil kontra- Hal ini tentunya apabila kaum ibu-ibu tadi sudah berkeyakinan
sepsi oral dijumpai prevalence bakteriuria sebesar 15,65%, bahwa dengan pelayanan Obstetrik yang semakin baik, maka
sedangkan pada bukan pemakai sebesar 13,9%. Meskipun anak yang dilahirkanpun akan berkwalitas yang baik yaitu
perbedaan ini tidak bermakna, masih terlihat kecenderung- fisik, mental maupun kecerdasannya sehingga si ibu secara
an peningkatan prevalensi bakteriuria pada wanita pemakai pil mantap dapat menerima NKKBS atau Catur Warga. Jika ada
kontrasepsi oral (14). keterbatasan fasilitas dan dana screening untuk memeriksakan
Distribusi kuman yang dilaporkan oleh beberapa kepus- semua ibu hamil terhadap kemungkinan asimptomatik bakte-
takaan adalah E. coli (41—71%), Klebsiella (11—13%) dan riuria dalam kehamilan, maka prioritas perlu diberikan kepada
kasus-kasus risiko tinggi terhadap UTI yaitu :
kuman-kuman lainnya seperti Proteus, Pseudomonas, Entero-
— multiparitis
bakter dan Staphylococcus dengan persentase yang sedikit.
— golongan sosio-ekonomi rendah
Kami mendapatkan E. coli (59%), Klebsiella (29%) dan Alkali-
— diabetes mellitus
genes (12%).
— Anemia (sickle cell)
Infeksi ginjal yang sering dijumpai pada wanita hamil ada- — riwayat UTI sebelumnya
lah acute pyelonephritis, tapi bisa juga sebagai subclinical — keluhan gangguan miksi pada waktu yang lalu.
pyelonephritis yang diperkirakan 30% berasal dari asimpto- Untuk pemastian masaalah bakteriuria tanpa gejala dalam ke-
matik bakteriuria. Infeksi ginjal ini mempertinggi resiko ter- hamilan, seperti yang telah dikemukakan di atas, maka Bagian
jadinya abruptio placentae sampai 5—10 kali, kelahiran pre- Obstetri & Ginikologi, Bagian Penyakit Dalam dan Bagian
matur 4—5 kali, dan perinatal loss 5—10 kali. (15). Richard Patologi Klinik FK USU/RS dr. Pirngadi Medan akan melan-
L. Naeye melaporkan bahwa perinatal mortality rate pada jutkan penelitian ini dengan kasus yang lebih banyak dan
matemal urinary tract infections waktu hamil dengan kelain- protokol baru untuk melihat " outcome" kasus-kasus asimp-
an placentae dan fetus adalah 42 per 1000 kelahiran, diban- tomatik bakteriuria yang mendapatkan pengobatan dibanding-
dingkan 21 per 1000 kelahiran pada ibu-ibu yang non kan dengan golongan asimptomatik bakteriuria pada keha-
infected (16). Dengan ditemukan dan diobati secara baik milan yang tidak mendapat pengobatan.

KEPUSTAKAAN

1.Lindheimer MD, Katz Al. The aptient with kidney disease and 10.Caribaldi RA, Burke JP, Britt MR, Miller WA, Smith CB. Meatal
hypertension in pregnancy. In: Manual of nephrology. Boston: colonization and catheter associated bacteriuria. New Eng J Med
Little Brown and Co., 1981; 201 — 19. 1980; 316 — 18.
2.Alano FA. Urinary tract infection in woman. J Paediatr Obstet 11.Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Gynaecol, 1982; 9 — 12. FK UI, 1976; 444 — 53.
3. Mackay EV. Urinary tract infection in pregnancy, J Paediatr Obstet 12.Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Gynaecologic and Obstetric Urology.
Gynaecol, 1980; 15 — 18. Philadelphia: WB Saunders Co., 1978; 406 — 22.
4.Walters WAW, Humphrey MD. Common Medical disorders in 13.Wim Pangemanan, R. Prajitno Prabowo, Soeharto S. Bakteriuria
Pregnancy and their treatment. Medical program, 1981; 21 - 38. dan pil kontrasepsi oral di RS dr. Soetomo, Seri penerbitan naskah
5.Turner GC. Bacilluria in Pregnancy. Lancet 1961; 1062 — 64. simposium/diskusi panel KOGI IV Yogyakarta, 1979;
6.Little PJ. Treat ment of bacteriuria of Pregnancy. Medical Progress, 14.Soeharto S., Prajitno Prabowo. Bakteriuria dan Pil Kontrasepsi
1978;45 — 46. Oral, Majalah Kedokteran Indonesia, 1970; 281 — 85.
7. Soehatno, Bambang Subagyo. Bakteriuria asimptomatik pada ke- 15.Wren BG. Renal diseases associated with pregnancy, J Paediatr
hamilan dalam Naskah Lengkap KOGI III, Medan, 1976; 535 — 39. Obstet Gynaecol, 1981; 20 — 25.
8.Bawono, Biran Affandi dan Yunizaf. Bakteriuria dalam kehamilan 16. Naeye RL. Causes of the excessive rates of perinatal mortality and
dalam Naskah Lengkap KOGI II Surabaya, 1973; 603 — 07. prematurity in pregnancies complicated by matemal urinary-tract
9.Brumfitt W, Davies BI, Rosser E. Urethral catheter as a cause of infections. New Wngl J Med, 1979; 819 — 23.
urinary tract infection in pregnancy and puerperium. Lancet 1961; 17.Reller LB. The patient with urinary tract infection. In: Manual of
1059 — 62. Nephrology diagnosis and therapy, Asian edition. Boston: Little
Brown & Co., 1981; 99 — 113.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 69


Manifestasi Klinis Prostatitis
Ashar Tanjung, Alwinsyah Abidin, Harun Rasjid Lubis
Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU / RS Dr. Pimgadi
Medan

PENDAHULUAN Ilmu Penyakit Dalam FK—USU/RS dr. Pirngadi Medan dan


Prostat adalah merupakan suatu organ, dijumpai pada pria di praktek partikulir selama bulan Januari 1982 sampai dengan
berbentuk buah berangan (chest nut) terdiri dari dua bagian Juni 1982.
yaitu otot dan kelenjar, mengelilingi permukaan urethra dan
mengeluarkan cairan berbentuk susu yang merupakan bagian BAHAN DAN CARA PENYELIDIKAN
semen untuk membawa sel sperma kepada wanita waktu Penderita adalah pria yang berumur 15 tahun sampai
sanggama. Bila organ ini mengalami inflamasi atau infeksi dengan 50 tahun yang berobat ke Subbag. Nefrologi Bagian
maka timbullah prostatitis. Ilmu Penyakit Dalam FK—USU/RSPM dan praktek partikulir
Dalam klinik prostatitis ini tidak jarang dijumpai baik selama periode 6 bulan yang disangkakan penderita prostatitis
disebabkan non-bakterial (prostatosis) atau oleh bakteri dengan gejala-gejala demam, menggigil, tanda-tanda irritative
sendiri yang bersifat akut atau kronis. Menurut hasil penye- voiding (urgency, frequency, nocturia, dysuria), perasaan
lidikan kuman penyebab bakterial prostatitis tidak berbeda sakit (di pinggang bawah, perineum, supra pubic, scrotum,
dalam tipe dan prevalensinya dengan kumam penyebab penis, paha bagian dalam), sakit sesudah ejakulasi, hemosper-
infeksi saluran kemih (ISK)(2). Patogenese timbulnya bakte- mia, kelemahan umum (general malaise), sakit sendi (arthral-
rial prostatitis sampai sekarang belum jelas diketahui, tetapi gia) dan otot (myalgia).
dugaan bisa berasal dari urethra yang terinfeksi, reflux dari Kemudian dilakukan pemeriksaan fisis, urinalisa dan pera-
urine yang terinfeksi ke dalam saluran prostat, invasi bakteri baan prostat secara rectal dimana didapat umumnya penderita
usus secara langsung atau secara limfogen dan akibat infeksi menunjukkan adanya pembesaran prostat.
secara hematogen (3). Juga terhadap seluruh penderita ditanyakan apakah pernah
menderita batu saluran kemih, gonorrhoe atau pemah menda-
Gejala-gejala dari suatu prostatitis akut sangat khas yaitu pat pemasangan kateter sebelumnya.
berupa menggigil secara tiba-tiba, demam, sakit di daerah Mulanya ada 56 penderita yang dimasukkan dalam peneli-
pinggang dan perineum, kelemahan umum, sakit sendi dan tian ini dimana kemudian dilakukan pemeriksaan secara bakte-
otot juga sering dijumpai, maupun tanda-tanda irritative riologis untuk menetapkan diagnosa. Temyata sesudah peme-
voiding (urgency, frequency, nocturia, dysuria). Perabaan
riksaan bakteriologis hanya ada 44 penderita saja yang bisa
prostat secara rectal membesar, indurasi, panas dan nyeri. dibuktikan menderita bakterial prostatitis dimana 13 pende-
Prostatitis kronis manifestasi klinisnya tidak khas, tetapi rita di antaranya juga menderita ISK. Kemudian terhadap 13
sering menimbulkan ISK berulang. Sungguhpun penderita
penderita ini dilakukan pemeriksaan BNO/IVP dan faal ginjal
didiagnosa secara tiba-tiba bila dijumpai bakteriuria asimto-
(ureum dan creatinin darah), maka 4 di antaranya telah me-
matik, umumnya penderita mengeluh tanda irritative voiding
nunjukkan tanda pielonefritis kronis (PNK) dengan faal
(frequency, urgency, nocturia), perasaan sakit di daerah
ginjal yang sudah terganggu.
(supra . pubic, perineum, tulang belakang, scrotum, penis serta
di daerah paha bagian dalam) ataupun sakit sesudah ejakulasi
maupun hemospermia. Demam atau menggigil jarang dijum- CARA PENGAMBILAN SPESIMEN DAN PEMERIKSAAN
pai, kecuali bila ada eksaserbasi akut dari infeksi kronis. BAKTERIOLOGIS
Perabaan prostat secara rectal umumnya membesar tetapi
tidak spesifik (1,5). Pemeriksaan bakteriologis dilakukan di Bagian Mikrobiolo-
Dengan pemeriksaan secara anamnese, fisis, urinalisa mau- gi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
pun urografi dan cystografi diagnosa prostatitis sering belum (FK—UISU) Medan dengan memakai metode Meares dan
jelas, begitu juga pemeriksaan mikroskopis expressat prostate. Stamey. Dalam metode ini urine yang dikeluarkan (voided
Hal ini disebabkan bakteri yang bukan berasal dari prostat urine) dan sekresi expressat prostat dibagi ke dalam :
sering mengkontaminasi cairan prostat sewaktu melewati (a) VB—1 : 10 ml pertama dari voided urine.
urethra pada massage prostat. Meares dan Stamey telah mem- (b) VB—2 : MSU sebelum dilakukan massage prostat.
buat cara diagnosa yang lebih praktis dan tepat dari suatu (c) EPS : sekresi expressat prostat.
bakterial prostatitis, yaitu dengan menentukan apakah infeksi (d) VB—3 : 10 ml pertama voided urine segera setelah
berasal dari saluran kemih atau prostat dengan melakukan massage prostat.
pembiakan kuman secara kwantitatif yang berasal dari urethra, Cara pengambilan spesimen adalah sebagai berikut :
kandung kemih dan sekresi expressat prostat (2). (lihat Gambar — 1)
Di Indonesia suatu penyelidikan tentang prostatitis masih a. Mulanya penderita dipersiapkan sebaiknya dengan kandung
jarang dilakukan dan oleh karena itulah para penulis ingin kemih yang penuh.
melaporkan beberapa aspek dari gambaran klinis prostatitis b. Persiapkan kulit seperlunya.
dari penderita yang berobat jalan ke Subbag. Nefrologi Bagian c. Glans penis dibersihkan dengan detergent.

70 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


d. Kumpulkan 10 ml urine pertama dalam botol steril (pem- HASIL PENYELIDIKAN
biakan urethra). TABEL I. DISTRIBUSI UMUR PENDERITA PROSTATITIS
e. Tampung MSU dalam botol steril setelah penderita disuruh
kencing kira-kira 200 ml (pembiakan kandung kemih). UMUR (tahun) JUMLAH PERSENTASE
f. Suruh penderita berhenti kencing dan lakukan massage
prostat. 20 1 2,27
g. Sewaktu massage prostat kumpulkan cairan prostat ke da- 20 – 29 10 22,74
lam botol steril dengan mulut lebar (pembiakan prostat). 30 – 39 18 40,90
h. Suruh penderita kencing lagi dan kumpulkan 10 ml urine 40 – 49 15 34,09
50 – 59 – –
(pembiakan prostat).
i. Lakukan pembiakan seluruh spesimen di atas. Jumlah 44 100
TEKNIK PEMBIAKAN
Umur yang termuda adalah 16 tahun dan tertua 47 tahun.
0,1 ml dari tiap spesimen dilakukan pembiakan (kultur) Umur terbanyak dijumpai berkisar 20 – 39 tahun (63,64%).
pada lempeng agar darah dan Mac Conkey agar dan kemudian TABEL II. FAKTOR PREDISPOSISI 44 PENDERITA PROSTATITIS
di di-inkubasikan selama 24—48 jam pada suhu 37°C dalam
lemari penanaman. FAKTOR
Kalau kuman tumbuh dilakukan perhitungan koloni dan PREDISPOSISI JUMLAH PERSENTASE
kemudian dikalikan 10 untuk memberikan perhitungan secara
kwantitatif. Identifikasi kuman selanjutnya dilakukan seperti Riwayat Gonorrhoe 7 15,91
yang lazim di Bagian Mikrobiologi FK—UISU Medan. Passage batu 9 20,45
Riwayat pemasangan
kateter 2 4,55
Tidak jelas 26 59,09

Jumlah 44 100

Pada tabel dapat dibaca faktor predisposisi terjadinya prostatitis secara


berturut dengan passage batu 20,45%, riwayat Gonorrhoe 15,91%, dan
riwayat pemasangan kateter 4,55%.
Faktor predisposisi tidak jelas : 59,09%.

TABEL III. PERSENTASE ISK/PNK BERSAMAAN DENGAN


44 PENDERITA PROSTATITIS

PENDERITA JUMLAH PERSENTASE

ISK 13 29,55
PNK 4 9,09

Pada tabel dilihat bahwa 29,55% dari 44 penderita Prostatitis juga


menderita ISK dimana sekitaz sepertiga (9,09%) dari padanya menun-
jukkan PNK.

TABEL IV. DISTRIBUSI KUMAN PENYEBAB 44 PENDERITA


PROSTATITIS

JENIS KUMAN JUMLAH PERSENTASE

Gram positive : 26 55,31


Garnbar 1: Lokalisasi infeksi dengan porsi-porsi biakan dari saluran
Staph. aureus 22 46,80
kemih pria. (Dikutip dari kepustakaan 5).
Staph. citreus 1 2,13
Staph. albus 3 6,38
Gram negative : 21 46,69
E. coli 10 21,28
KRITERIA DIAGNOSA Pseudomonas sp. 4 8,51
Diagnosa : E. aerogenes 2 4,26
Klebsiella sp. 2 4,26
(a) Prostatitis bila jumlah kuman/ml dalarn EPS + VB—3 lebih Proteussp. 2 4,26
besar dari jumlah VB—1 + VB—2 sedikit-sedikitnya 1 N. gonorrhoeae 1 2,13
logaritma.
(b) Disamping prostatitis juga ada ISK bila jumlah koloni Jumlah 47 100
kuman 100.000 atau lebih per ml urine dengan kuman
yang sejenis dalam keempat spesimen. Kuman penyebab pada satu penderita bisa dijumpai lebih dari satu
Dengan kriteria ini seperti disebutkan di atas tadi ada 44 kuman.
Pada tabel dapat dilihat juga bahwa penyebab paling banyak adalah
penderita yang jelas bakterial prostatitis di mana 13 di antara- kuman Gram positive yaitu Staphylococcus sp. 55,31%, sedangkan
nya bersamaan dengan ISK, juga lebih lanjut ternyata 4 di kuman Gram negative 44,69% yang terdiri dari : E. coli 21,28%, Pseu-
antaranya sudah menunjukkan pielonefritis kronis dengan faal domonas sp. 8,51%, E. aerogenes 4,26%, Klebsiella sp. 4,26%, Proteus
ginjal yang sudah terganggu. sp. 4,26%, dan Neisseria gonorrhoeae 2,13%,

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 71


TABEL V. MANIFESTASI KLINIS DARI 44 PENDERITA Sedangkan faktor predisposisi gonorrhoe dijumpai pada
PROSTATITIS 15,91% penderita, dimana kuman Gonococcus bisa langsung
menyebabkan prostatitis seperti yang dijumpai pada seorang
GEJALA JUMLAH PERSENTASE penderita atau timbul sebagai post-gonococcal infection oleh
kuman Staphylococcus aureus, E. coli dan lain-lain akibat
Demam 3 6,8 tidak sempumanya pengobatan yang diberikan pada penderita.
Menggigil 3 6,8 Gejala klinis yang paling banyak dijumpai adalah low back
Low back pain 26 59,07
Perimeal pain 15 34 pain 59,07%, urgency 40,90%, frequency 38,64%, general
Supra pubic pain 13 29,54 malaise 36,36%, kemudian disusul dengan dysuria 34%, sakit
Penile 6 13,64 sendi dan sakit otot 27,27%, sedangkan demam hanya 6,8%.
Sorotal 5 11,36 Kalau dilihat gejala-gejala di atas ini umumnya dijumpai pada
Inner thigh pain 2 4,55 penderita prostatitis kronika. Para penulis lain umumnya juga
Postejaculatory pain 3 6,8
General malaise 16 36,36 mendapatkan gejala yang paling sering didapati pada prostatitis
Arthralgia 12 27,27 kronika adalah gejala-gejala yang disebutkan di atas sedangkan
Myalgia 12 27,27 demam hanya dijumpai bila ada exacerbasi akut dari penyakit
Urgency 18 40,90 (2,3,4).
Frequency 17 3 8,64
Nocturia 15 34 Bagaimana hasil pengobatan pada penyelidikan ini belum
Disuria 15 34 bisa kami laporkan disebabkan penyelidikan terhadap pende-
Hemospermia 1 2,27 rita masih berlangsung tetapi umumnya sesuai dengan hasil test
Ostruksi 6 13,64 kepekaan terhadap penderita yang kami berikan gabungan tri-
methoprim (TMP) dan sulfamethoxasole (SMX) berupa Co-
Gejala klinis yang pling banyak dijumpai adalah low back pain 59,07%, trimoxasole. Penulis lain juga memberikan gabungan obat
urgency 40,90%, frequency 38,64%, nocturia 34%, dysuria 34%,
yang perineal pain 34%, myalgia dan arthralgia 27,27%; sedangkan tersebut pada pengobatan prostatitis, disebabkan obat ini
paling sedikit adalah demam, menggigil, post ejaculatory pain masing- disamping mempunyai efek bakterisidal yang luas terhadap
masing 6,8%, inner thight pain 4,55% sedang hemospermia 2,27%. kuman Gram positive dan negative juga mempunyai sifat
fisis-kemis menguntungkan karena difusi obat dari plasma
PEMBICARAAN ke dalam cairan prostat cukup besar sehingga konsentrasinya
Dari 56 penderita yang mulanya disangka menunjukkan dalam cairan tersebut menjadi tinggi.
gejala prostatitis dengan pembesaran prostat ternyata hanya Uji klinis yang telah dilakukan terhadap prostatitis kronis
44 penderita terbukti secara bakteriologis jelas menderita ini menunjukkan bahwa sangat diperlukan level obat yang
bakterial prostatitis. Sedangkan 12 penderita lagi kemung- cukup tinggi dalam cairan prostat bukan dalam jaringan dan
kinan prostatitis non-bakterial (prostatosis), atau prostatitis hasil pengobatan dengan mempergunakan gabungan TMP
disebabkan oleh penyebab yang jarang dijumpai misalnya oleh dan SMX ini juga cukup memuaskan. Dimana dosis obat
tuberkulosis, parasit, jamur, mikoplasma, chlamydia dan viral yang digunakan adalah 2 x sehari yang mengandung 160 mg
(3). TMP dan 800 mg SMX selama 12 minggu (2,3,4).
Diagnosa disamping secara bakteriologis juga dapat diban-
tu dengan pemeriksaan serologis terutama terhadap E. coli KESIMPULAN
dimana Meares telah mendapatkan 82% E. coli yang didapati Telah dilakukan penyelidikan terhadap 44 penderita
pad cairan prostat menunjukkan kenaikan titer antibodi 1: prostatitis dengan umur terbanyak berkisar 20 — 39 tahun.
320 atau lebih secara test agglutinasi bakterial atau dengan Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Gram
mempergunakan teknik immunofluerescent untuk melihat positive (Staphylococcus sp.) sedangkan kuman Gram negative
coating antibodi bakteri dari urine (dikutip dari 3). (E. coli) hanya menduduki tempat kedua, sedangkan faktor
Pada penyelidikan ini umur penderita terbanyak berkisar predisposisi terjadinya prostatitis ini dijumpai 20% sesudah
20 — 39 tahun (63,64%). Penderita dengan umur di atas 50 passage batu, 16% postgonococcal infection, 4% pasca kate-
tahun dianggap merupakan penderita dengan pembesaran terisasi. Sekitar 60% tidak jelas diketahui.
prostat (prostate hypertrophy). Kuman penyebab adalah Gram ISK yang menyertai prostatitis dijumpai pada ±. 30% pen-
positive (terutama Staphylococcus sp.) lebih banyak bila derita dan sepertiga di antaranya sudah menunjukkan tanda
dibandingkan dengan kuman Gram negative (terutama E. coli) pielonefritis kronis dan faal ginjal terganggu.
yakni masing-masing 55,31% dan 44,69% dengan distribusi Gejala klinis secara berturut paling banyak dijumpai adalah
kuman tidak berbeda dengan distribusi kuman penyebab ISK. low back pain, frequency, general malaise, dysuria, perineal
Hasil ini hampir sama dengan apa yang didapat oleh Drach pain, sakit sendi dan sakit otot.
dimana Staphylococcus sp. adalah kuman penyebab terba-
nyak prostatitis (dikutip dari 2). Sedangkan penyelidikan KEPUSTAKAAN
lain misalnya Meares dan Smith justru mendapatkan kuman 1. Krupp MA. Prostatitis. In: Current Medical Diagnostic & Treatment.
Gram negative (E. coli) sebagai penyebab terbanyak (3,6). Maruzen Asian Edition, 553-554,1981.
ISK yang menyertai prostatitis pada penyelidikan ini di- 2. Meares EM. Prostatitis: Diagnosis and Treatment. Med Prog 1978;
5(9): 31-41.
jumpai sekitar 29,55% dimana sepertiga daripadanya sudah 3. Meares EM. Prostatitis . Kidney International, 1982; 20: 289-298.
menunjukkan tanda-tanda pielonefritis kronis dengan gang- 4. Montague DK. Recurrent UTI trouble some but treatable. Modern
guan faal ginjal. James dalam suatu penyelidikan yang mereka Med Asia 1978; 14(12): 34-38.
lakukan mendapatkan bahwa sekitar 52% penderita dengan 5. Reller LB. The Patient with Urinary tract infection. Manual of
Nephrology, Diagnosis and Therapy. Edit. by Robert W. Schrier,
ISK berulang temyata adalah penderita prostatitis (6). MD. Asian Edition Medical Sciences International Ltd., 99-113,
Faktor predisposisi timbulnya prostatitis pada penyelidik- 1981.
an ini didapat 20,45% oleh batu, 4,55% akibat pemasangan 6. Smith JW, Jones JR, Reed WP et al. Recurrent Urinary Tract
kateter dimana faktor predisposisi ini juga didapat pada ISK. Infection in men. Ann Intern Med 1979; 91: 544-548.

72 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Gangguan Miksi pada Hipertrofi Prostat
Basuki Chitra, Usul Sinaga, Jusuf Wibisono
Bagian Ilmu Bedah
Fakultas KedokteranUSU/ RS.Dr. Pirngadi,
Medan

PENDAHULUAN Pancaran air seni lemah , aliran air seni kecil dan penderita
Gangguan miksi merupakan keluhan yang sangat menggang- harus menunggu sebentar untuk memulai buang air kecil.
gu penderita. Pada penderita laki-laki usia tua diatas 50 tahun Pada suatu saat daya kontraksi otot detrusor melemah, masa
umumnya yang menyebabkan gangguan miksi adalah hiper- kontraksi jadi lebih pendek, otot-otot jadi menipis, masa
trofi prostat. Menurut Blandy pada hakekatnya semua pria dekompensasi telah terjadi. Saat ini daya pompa kandung
yang sehat yang berusia diatas 40 tahun cenderung untuk kemih untuk mengalirkan air seni keluar tubuh lebih kecil
menderita hipertrofi prostat, dan hanya kira-kira 10% dari dari pada daya tahanan outflow, sehingga pengosongan kan-
mereka ini yang akan menampilkan gejala-gejala hipertrofi dung kemih tidak sempurna, sisa air seni masih ada tertinggal,
prostat, disertai dengan gangguan-gangguan miksi kelak di yang kita sebut air seni sisa (residual urine).
kemudian hari. (1). Adanya air seni sisa terjadi statis, dan ini mudah menghim-
Selanjutnya dikatakan bahwa tidak ada satu suku bangsa- bau peradangan dan mengakibatkan edema submucosa kan-
pun didunia ini yang kebal terhadap penyakit ini, hanya ber- dung kemih, akibat infiltrasi dari plasma cel, lymphocytes
beda di dalam jumlah persentase saja. (1) Menurut Brows dan polymorpho nuclear cells. Pembentukan batu mudah
dkk suku bangsa Negro tercatat dalam persentase kecil, dan terjadi. Pada saat ini gangguan buang air kecil bisa lebih hebat
penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui. Keti- lagi, rasa nyeri, pedih, berdarah, dan panas seperti terbakar
dakseimbangan antara hormon estrogen — androgen dalam sewaktu buang air kecil. Pada masa dekompensasi ini air
darah mungkin memegang peranan penting pada proses terja- seni sisa makin lama makin bertambah banyak. Dengan demi-
dinya hipertrofi prostat. (4) kian daya tampung dari kandung kemih jadi lebih kecil.
Hiperplasia dari pada lobus prostat, kadang kala mengaki- Hajat buang air kecil jadi lebih sering, sedang daya kontraksi
batkan meningginya tahanan outflow air seni dari leher kan- otot detrusor sudah melemah. Penderita harus mengedan un-
dung kemih ke dalam saluran urethra, akibat gangguan meka- tuk buang air kecil, tetapi pancaran air seni tetap lemah,
nisme pembukaan dan pencorongan (funneling) dari leher aliran air seni kecil sekali, menetes dan akhirnya bisa ter-
kandung kemih sewaktu buang air kecil, dan akhirnya menga- tahan pengeluaran air seni dari subtotal menjadi total. Ada
kibatkan gangguan miksi. (4) Korelasi antara besarnya prostat dua macam masa dekompensasi yaitu masa dekompensasi
dengan hebatnya gejala-gejala gangguan miksi dan banyak- akut dan masa dekompensasi kronis. Pada masa dekompen-
nya residual urine tidak jelas. (4) sasi kronis kandung kemih bisa terisi 1000 — 3000 cc air seni,
Prostat yang besar tidak selalu mengakibatkan gangguan miksi, dengan demikian kandung kemih membesar dan meregang
sebaliknya pada fibrotik prostat dimana prostatnya kecil dengan hebatnya sehingga daya kontraksi menghilang dan
dapat timbul gangguan miksi yang hebat. mengakibatkan overflow incontinence.

PATOFISIOLOGI (5) GEJALA—GEJALA


Kandung kemih yang berfungsi sebagai waduk air seni Gejala-gejala gangguan buang air kecil pada hipertrofi/hiper-
dan juga sebagai pompa alam untuk memompakan air seni plasia prostat yang bisa meninggikan tahanan outflow air
keluar tubuh harus berkontraksi lebih kuat untuk mengim- seni dari leher kandung kemih adalah sebagai berikut :
bangi sesuatu tahanan outflow pada leher kandung kemih. — bolak-balik berhajat buang air kecil yang mendesak, baik
Seiring dengan ini maka otot detrusor kandung kemih menga- siang maupun malam hari, bahkan malam hari lebih sering.
lami hipertrofi, akibatnya terbentuk trabekula, cellula dan — memulai buang air kecil harus menunggu sejenak dan
divertikula. Sedangkan tekanan didalam kandung kemih me- mengeden
ninggi, bisa dari 20 — 40 cm air menjadi 50 — 100 cm air — pancaran lemah dan aliran kecil
atau lebih sampai melampaui tahanan outflow. Keadaan ini — adanya air seni sisa (residual urine)
kita sebut masa kompensasi. — rasa nyeri, pedih, berdarah dan panas seperti terbakar
Pada masa ini otot detrusor lebih sensitif sehingga dengan sewaktu buang air kecil bila telah diitingi peradangan.
penambahan sejumlah kecil saja dari air seni penderita lang- — aliran air seni dapat tertahan subtotal sampai total.
sung berhajat untuk membuang air kecil yang mendesak,
tanpa bisa ditunda seketikapun. Sungguhpun pancaran dan PENYULIT—PENYULIT
aliran air seni masih biasa. Hal ini terjadi berulang-ulang, Penyulit-penyulit yang dapat ditimbulkan oleh hipertrofi/
siang dan malam bahkan pada malam hari lebih sering. Bila hiperplasia prostat terhadap sistem saluran air seni ;
proses berlangsung terus dan tahanan outflow lebih meningkat, — pembentukan trabekula otot detrusor kandung kemih.
maka daya kontraksi dan tekanan didalam kandung kemih — adanya cellule/sakula, divertikula.
harus lebih tinggi lagi untuk mengimbangi daya tahanan de- — radang kandung kemih
ngan demikian gangguan buang air kecilpun bertambah. — pembentukan batu

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 73


Gambar 1 : Penyulit-penyulit hipertrofi prostat (Blandy J.P. Surgery of Benign Prostate)

— terjadinya hidroureter, hidronefrosis. Prostatektomi suprapubik transvesikalis lebih banyak kami


— pyelonefritis kerjakan dari pada cara yang lain. Dengan membuka kandung
— pyonefrosis kemih seluruh keadaan ataupun kelainan yang dijumpai dalam
kandung kemih dapat dilihat dan ditanggulangi.
Sedangkan penyulit-penyulit yang bisa terjadi diluar sistem
saluran air seni :
— hernia inguinalis TABEL I. Jumlah penderita dengan gangguan miksi pada hipertrofi
— haemorroid. prostat yang dirawat di RS Dr. Pirngadi(1976 — 1981) dikelompokkan
menurut umur.

PENANGGULANGAN Umur Jumlah Persentase


Penanggulangan buang air kecil ini dan langkah lanjut untuk (tahun)
menghindari penyulit diatas, kita tanggulangi dengan cara : 34 26,9
50 — 59
1. Terapi paliatif : 60 — 69 42 33,3
— drainase (katerisasi, pungsi, systostomi) 70 — 79 27 21,5
— duduk berendam dalam air hangat kuku. 80 — 89 20 15,9
— dinasehatkan jangan minum alkohol secara berlebihan. diatas 90 3 2,4
— buang air besar dan hubungan seksual secara teratur.
126 100,0
2. Terapi operatif (prostatektomi)
Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan : KESIMPULAN
a. Prostatektomi terbuka : Gangguan buang air kecil/miksi pada laki-laki tua usia dia-
— Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer) tas 50 tahun kebanyakan disebabkan oleh hipertrofi prostat.
— Prostatektomi retropubik (Terence Millin) — Gangguan buang air kecil oleh hipertrofi prostat yang tidak
— Prostatektomi perinealis (Young) ditanggulangi akan menimbulkan penyulitan-penyulit yang
b. Prostatektomi tertutup : dapat membahayakan jiwa penderita.
— Reseksi transuretral. — Sedangkan penyebab yang pasti dari hipertrofi prostat
— Bedah beku masih belum jelas.
— Penangggulangan buang air kecil yang disebabkan oleh
GAMBARAN KASUS hipertrofi prostat pada prinsipnya adalah drainase dari
Penderita-penderita dengan gangguan buan air kecil pada kandung kemih yang tertahan dan selanjutnya dipersiapkan
hipertrofi prostat yang dirawat di RS Dr. Pirngadi Medan da- untuk tindakan operatif.
lam masa pengamatan selama 6 tahun (1976 — 1981) adalah — Telah dirawat 126 kasus dengan gangguan buang air kecil
sebanyak 126 kasus. Dari keseluruhan kasus diatas, atas dasar di RS Dr. Pirngadi (1976 — 1981) akibat prostat hipertrofi
anamnestis keluhan-keluhan ternyata bahwa penderita-pende- dan 56 kasus telah dilakukan tindakan operatif.
rita ini menderita gejala-gejala gangguan buang air kecil seperti
yang disebutkan diatas tadi sebelum/sewaktu mereka berobat KEPUSTAKAAN
di RS Dr. Pirngadi. Yang terbanyak dari penderita ini adalah 1. Blandy J. Lecture Notes on Urology 1976 (199 — 206)
kelompok umur antara 60 — 69 tahun. 2. Blandy J. Surgery of the Benign Prostate, Journal of the Irish
med. ass. 1977.
Tindakan operasi yang dilakukan terhadap penderita yang 3. Barnes W.R. Urology Medical Outline Series 198 (293 — 309).
bersedia dioperasi yaitu dengan cara : 4. Dunphy W. Current Surgical Diagnosis Treatment 1981 (793 —
Prostatektomi Suprapubik transvesikalis : 51 kasus 825) , 5th ed.
Prostatektomi retropubik : 5 kasus 5. Smith DR. General Urology, 8th ed. 1975 (112 — 119)

74 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Uropati Obstruktif
Menam Ginting
Bagian llmu Bedah
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi
Medan.

Saluran air kemih adalah sesusunan alat tubuh yang berpe- PENDAHULUAN
ran untuk membentuk dan menyalurkan air kemih, terdiri dari Obstruksi lintas air kemih menyebabkan gerak alir air
ginjal, piala, ureter, kandung kemih dan uretra. Air kemih kemih tertahan (retensi). Hal ini dapat teijadi di sepanjang
adalah cairan hasil produksi ginjal dari darah, mengandung lintasan dari hulu pada piala sampai ke muara pada uretra.
bahan sisa hasil pertukaran zat yang larut di dalam air untuk Gangguan penyumbatan ini bisa disebabkan olelr kelainan
dibuang keluar dari tubuh. Kaitan lintasan dan gerak alir air mekanik di dalam liang, pada dinding atau tindisan dari luar
kemih sebagai berikut : terhadap dinding lintasan atau disebabkan kelainan dinamik
(neuromuskuler) yang masing-masing bisa karena kelainan
dibawa lahir atau diperdapat. Selanjutnya penyumbatan ini
bisa menyumbat sempurna (total) atau tidak sempurna (sub-
total) dengan masing-masing bisa tampil dengan mendadak,
menahun atau berulang timbul.
Adanya rintangan penyumbatan lintas air kemih meng-
akibatan gerak alir tertahan sehingga air kemih pada hulu
sumbatan terbendung dan menumpuk seluruhnya pada pe-
nyumbatan total. Pada penyumbatan sub-total melewatkan
sebagian air kemih dan menahan sebagian lain yang berangsur-
angsur menumpuk. Tumpukan air kemih ini meregangkan
lintasan pada hulu obstruksi sehingga melebar. Bagian hulu
saluran ini berusaha meningkatkan tenaga dorong untuk
mengungguli hambatan sumbatan dengan menambah kuat-
kontraksi jaringan otot dinding saluran agar penyaluran air
kemih dapat berlangsung sempuma seperti biasanya (kom-
pensasi). Bila keadaan ini berlangsung lama, tenaga dorong
mengkompenser menjadi lelah hingga tak berdaya lagi
Cairan darah yang dialirkan ke dalam ginjal mengalami sederet- mendorong air kemih dengan sempurna seperti biasa (de-
an proses: filtasi, resorpsi, sekresi dan homeostatis pada pem- kompensasi).
bentukan air kemih ini, kemudian produksi ini dilimpahkan Selanjutnya pada perlangsungan obstrusi biasanya meng-
ke dalam piala buat mengatur pengaliran selanjutnya. Bertolak undang kehadiran bakteri dan pembentukan batu yang me-
dari piala dengan dorongan gerakan peristaltik disertai pengaruh nyebabkan penyulit-penyulit yang lebih memberatkan
gaya-berat yang berkala, air kemih disalurkan melalui penyalur keadaan. Rentetan kejadian makin ke hulu melibatkan ginjal
ureter buat selanjutnya dipercikkan masuk ke dalam kandung sehingga terjadi gangguan faal ginjal, hidronefrosis, pielo-
kemih (efflux). Pada kesempatan ini kandung kemih terisi oleh nefritis atau pyonefrosis.
Obstruksi yang lebih ke hulu dekat kepada ginjal, harnbat-
percikan-percikan ureter sehingga berangsur-angsur penuh
an yang lebih sempurna dan berlangsung sudah lama melibat-
mencapai daya muat kandung kemih, yang setelah itu kandung kan kerusakan ginjal lebih cepat.
kemih mengerrut memompa air kemih sampai habis ke uretra
Bagaimana meningkatkan ke-
(afflux) untuk dibuang ke alam bebas sebagai siraman
mampuan agar mengetahui dan
pancaran buang air kecil. Pada persambungan ureter-kandung
melola — "GEJALA, TANDA
kemih, ureter berjalan miring masuk sepanjang dinding kan-
dan PENYULIT yang se-DINI
dung kemih sehingga berperan seakan-akan katub yang mele-
MUNGKIN" — sebagai daya-upaya membangun DIGANOSTIK
watkan aliran air kemih dari ureter ke kandung kemih saja
,DINI adalah menjadi permasalahan untuk dipecahkan dalam
dan mencegah pengaliran sebaliknya (reflex).
pembenahanmenuju ke TERAPI DINI dengan tujuan sasaran
Pada persambungan kandung kemih-uretra terdapat otot
PROGNOSA yang baik bagi si penderita, s e m o g a!
sfmkter yang hanya terbuka sewaktu kandung kemih menge-
rut memompakan isinya keluar. Sewaktu kandung kemih
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
menampung, air kemih dipercikkan dari ureter ke dalam kan-
dung kemih (efflux), sedang persambungan kandung kemih — Obstruksi pada saluran kemih menyebabkan gangguan gerak
uretra tertutup rapat. Sewaktu kandung kemih memompa, alir. Pada bahagian hulu saluran yang Iangsung berwatas de-
persambungan ureter — kandung kemih tertutup, air kemih ngan penyumbatan berusaha meningkatkan tenaga pendorong
dialirkan dari kandung kemih ke uretra (afflux), lazim dina- untuk menyalurkan air kemih dengan memperkuat kontraksi
makan air kecil. otot dinding saluran untuk mengungguli rintangan. Semakin

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 75


jauh ke hulu dari tempat penyumbatan semakin berkurang nai persambungan ureter-kandung kemih maka faal sebagai
pengaruh-pengaruh akibatnya, akan tetapi lama-kelamaan katub menjadi inkompeten dan bisa menyebabkan reflux.
secara berangsur melibatkan seluruh saluran kemih termasuk d. Mukosa.
ginjal. Memperhatikan gerak alir air kemih yang dimulai dari Bila terjadi infeksi yang akut terjadi hiperemi dan edema
piala ginjal ke-ureter, kandung kemih dan uretra, maka dapat- yang menyebabkan reflux. Pada infeksi khronis mukosa
lah terjadi sebagai berikut : obstruksi di uretra melibatkan menjadi tipis dan pucat.
kandung kemih, dan bila timbul "gangguan kompetensi katub Masa kompensasi ini dapat dibagi keadaannya dalam 2 tahap,
ureter — kandung kemih" hingga menyebabkan berbalik — alir yaitu :
(reflux) dari kandung kemih ke ureter, hal ini melibatkan (a) Tahap berlebih peka
ureter dan piala yang berlanjut terus merusak ginjal. Hal yang Pancaran dan besar aliran air kemih masih seperti biasanya
sama dapat berlangsung sedemikian rupa bila ada penyumbat- karena daya pompa masih sanggup mengatasi rintangan yang
an pada ureter atau piala ginjal. Bagaimana kelanjutannya ke- ada, hanya saja otot detrusor menjadi berlebih peka. Dengan
jadian yang timbul pada hulu saluran kemih akibat dari suatu regangan yang sedikit saja pada waktu menampung air kemih
obstruksi, diturunkan sebagai berikut : dari ureter telah merangsang hajat untuk buang air kecil sedang
1. KULUP bagi keadaan yang biasa masih dapat mengurungkannya karena
Penyempitan liang kulup menyebabkan kulup mengem- kandung kemih masih bisa melembek dan menampung air
bung sewaktu buang air kecil. Bila keadaan ini berlarut-larut kemih lebih banyak. Dengan demikian gejala dini dari penyum-
mengakibatkan radang balanopostitis atau batu di liang kulup batan atau penyempitan pada leher kandung kemih dan uretra
dengan penyulit-penyulitnya. ialah hajat buang air kecil yang bolak-balik dan mendesak
pada waktu siang ataupun pada malam hari.
2. URETRA
Penyempitan atau penyumbatan pada uretra menyebabkan (b) Tahap kompensasi
bagian hulunya melebar sehingga dinding uretra tersebut men- Bila penyumbatan atau penyempitan berlarut-larut terus,
jadi tipis, kadang menimbulkan divertikel dan bisa pecah yang maka disamping buang air kecil yang bolak-balik dan men-
mengalirkan air kemih di sekitamya. Pipa semprot manipun desak, mengedan sejenak, memulai buang air kecil harus me-
bisa melebar. Pada setempat bisa terjadi batu dan infeksi nunggu sejenak sampai kuat kontraksi otot cukup kuat meng-
sebagai penyulit-penyulitnya. atasi rintangan. Pancaran dan besar aliran air kemih semakin
berkurang terlebih-lebih menjelang pengosongan kandung
3. KANDUNG KEMIH
Penyumbatan atau penyempitan saluran kemih pada leher kemih.
kandung kemih dan uretra menyebabkan gangguan lintas B. MASA DEKOMPENSASI
pembuangan air kemih sehingga kandung kemih mengada-- Pada rintangan yang meningkat atau berlarut-larut dan
kan usaha dengan meningkatkan daya pompa ditunjang de lagi diperberat oleh infeksi bisa menimbulkan terjadinya
ngan pengerutan persambungan ureter-kandung kemih untuk air kemih sisa sampai 500 mililiter atau lebih. Hal ini di-
melebarkan leher kandung kemih. Dengan peningkatan daya sebabkan oleh kontraksi otot detrusor yang jadi lebih singkat
pompa ini, maka tekanan hidrostatis di dalam kandung me- untuk memompakan air kemih dengan sempurna sehingga
ningkat dari 20 — 40 cm air menjadi 50 — 100 cm air atau bersisa (residu).
lebih. Keadaan ini biasanya terdapat pada penyempitan uretra Masa dekompensasi berlangsung sebagai berikut :
pada anak laki-laki pada pangkal dan pada anak perempuan
pada ujung dan pada laki-laki tua oleh karena pembesaran (i) Dekompensasi akut
prostat atau pada sindroma prostatismus sans prostate. Pada Dapat terjadi dengan mendadak otot detrusor tak kuasa lagi
waktu dini kandung kemih masih dapat memenuhi faalnya mengkompenser, karena pengisian tiba-tiba yang banyak dari
dengan sempurna karena otot-detrusornya menjadi hipertrofi ureter ke dalam kandung kemih atau otot ini teregang sekali.
dan jika berlarut-larut berlangsung ototnya menjadi tipis dan Akibatnya, terganggu pengaliran kemih, secara mendadak ter-
lemah hingga tak dapat memenuhi faalnya lagi dengan sem- henti kendatipun kandung kemih belum kosong sempurna
dan meninggalkan air kemih sisa. Penghambatan aliran kemih
purna . Keadaan berobah dari kompensasi menjadi dekom-
dalam keadaan ini terhalang total dan tiba-tiba.
pensasi.
(ii) Dekompensasi khronis
A. MASA KOMPENSASI Pengosongan kandung kemih berangsur-angsur bertambah
a. Kandung kemih seperti balok-balok (trabekulasi). sulit dan akibatnya air kemih bisa semakin bertambah banyak
Sewaktu kandung kemih berisi penuh berkas otot detrusor dan daya tampung menjadi berkurang. Hajat buang air kecil
menjulang ke permukaan mukosa seperti balok, demikian semakin bertambah sering dan sesewaktu bisa terhalang total.
juga halnya dengan segitiga kandung kemih, keadaan mana Dengan kehilangan daya pompa kandung kemih terjadilah
menambah rintangan percikan ureter ke kandung kemih. beser limpahan kepenuhan (inkotinensia pardoksa).
b. Sellula 4. URETER
Tekanan dalam kandung kemih yang tinggi sewaktu me- Lintasan ureter yang miring melalui dinding kandung kemih
mompa mendorong mukosa di antara tonjolan balok-balok untuk bermuara ke dalam rongga kandung kemih, berperan
berkas otot sehingga merupakan lekukan kantong-kantong seakan-akan katub yang melalukan kemih mengalir dari ureter
kecil. masuk ke dalam rongga kandung kemih, sebaliknya meng-
c. Divertikula halangi pengaliran kembali (melalukan efflux dan meng-
Bisa tekanan yang tinggi ini lebih mendorong mukosa se- halangi reflux). Meskipun tekanan di dalam kandung kemih
hingga menyembul keluar ke permukaan sehagai kantong. tinggi sewaktu memompa, namun tidak disalurkan berbalik
Kantong ini tidak mengandung otot huat memompa isinya, ke dalam ureter, piala dan seterusnya ke ginjal, hal ini dise-
karena itu mudah terkena infeksi. Bila divertifikula menge- babkan kompetensi persambungan ureter — kandung kemih.

76 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Pada keadaan dekompensasi kandung kemih di mana dijum- an hidrostatis. Sungguhpun hambatan pengaliran air kemih
pai persambungan ureter — kandung kemih menjadi in- secara total, namun ginjal masih membentuk air kemih terus.
kompeten, tekanan ini disalurkan ke dalam ureter, piala dan Air kemih ini pada piala diresorbir oleh tubuli, pembuluh
seterusnya ke ginjal. Juga pada kandung kemih yang ber- limfatis, pembuluh darah balik atau merembes ke dalam antar
balok-balok, edema dan meradang dapat mengakibatkan peran jaringan ginjal. Hidronefrosis yang sebelah berakibat faalnya
katub tak kompeten lagi. Rentetan akibat-akibat dari ber- terganggu, untuk memenuhi kebutuhan karena gangguan ini,
balik alir ini terjadi dengan hal yang sama dijumpai seperti ginjal yang normal di sebelah lain menjadi hipertrofi kompen-
pada penyumbatan ureter atau piala ginjal. Pada hulu pe- satoris. Bila kedua buah ginjal hidronefrotis, maka kedua buah
nyumbatan atau penghalangan alir air kemih otot dinding ginjal mengusahakan faalnya maksimal.
ureter menjadi hipertrofis dalam usaha meningkatkan gerak
peristaltik mendorong air kemih. Berpapasan dengan sumbat-
an di bagian hulu ureter melebar (dilatasi) karena pelonggokan PENEMUAN—PENEMUAN KLINIK
air kemih. Gerakan peristaltik yang meninggi ini menyebab- Umumnya keluhan-keluhan utama menyangkut gangguan
kan ureter bertambah panjang (elongasi) sampai berliku-liku. saluran kemi adalah SAKIT. GANGGUAN BUANG AIR
Lama-kelamaan di sekitar ureter terbentuk jaringan ikat dan KECIL dan KELAINAN AIR KEMIH. Ketiga keluhan utama
kerutan jaringan ini menyebabkan penekikan (angulasi) yang ini disertai juga dengan keluhan lain apakah kelainan sistem
menambah kesulitan pengaliran air kemih. Bila pengaliran air antara lain gangguan saluran pencernaan makanan, demam,
kemih ini sedemikian terus berkelanjutan maka otot dinding menggigil, anemi, adanya bengkakan dan lain-lain. Anamnesa
ureter dan piala menjadi lemah dan terjadi dekompensasi. berperan penting dalam pemeriksaan. Dengan menaruh per-
Pelebaran ureter (ureteriksasi, hidro-ureter) kemudian melibat- hatian dan menanggapi keluhan-keluhan yang dikemukakan
kan piala ginjal (pielektasi) untuk selanjutnya mengikut-serta- si penderita, begitupun dalam mengajukan pertanyaan kepada-
kan ginjal (hidro-nefrosis) yang keseluruhannya menjadi hidro- nya agar mendapat kelengkapan bagaimana perjalanan penya-
ureteropiélo-nefrosis , yaitu suatu atrofi ginjal yang disebab- kit yang diderita apakah timbulnya mendadak, menahun atau
kan oleh penyumbatan saluran yang tidak menyumbat sem- berulang kambuh, sebab penampilan mendadak bisa terjadi
purna (sub-total), di mana sebagian air kemih masih lewat dan dari penyakit yang menahun. Dari kesan-kesan anamnesa yang
selainnya tertahan. Pada penyumbatan yang sempurna (total) diperoleh dapat memberi tuntunan (pesan) buat pemeriksaan
terjadi atrofi primer ginjal. Penyumbatan semakin ke hulu yang lebih lanjut untuk dijejaki. Dengan berencana dilaksana-
dengan menyumbat hampir sempurna dan berlangsung lama, kan pemeriksaan berturut-turut dari gejala dan tanda, labora-
dengan cepat merusak ginjal. toria, sinar-x dan pemakaian alat periksa.
5. GINJAL
Dalam keadaan normal tekanan di dalam rongga piala 1. Gejala dan tanda.
kecil sekali mendekati nol. Pada penyumbatan disaluran ureter
atau berbalik alir dari kandung kemih ke ureter (reflux) 1. Gangguan pada pipa pembuangan dan penampung-pemom-
mengakibatkan piala dengan kalises melebar disebabkan te- pa. (Uretra dan kandung kemih).
kanan hidrostatis yang meninggi. Terjadinya kerusakan ginjal Gejala utama dari bagian saluran kemih ini ialah hajat buang
atrofi hidronefrosis, tergantung kepada letak, sifat dan lama- air kecil yang bolak-balik dan mendesak, mengeluarkan air
nya sumbatan saluran aliran kemih. Disamping itu tergantung kemih dengan aliran yang kecil dan pancaran tidak jauh dan
juga kepada bentuk piala yang berada di dalam atau di luar akhir buang air kecil menetes-netes, pada keadaan yang telah
ginjal. Piala yang berada di dalam rangkulan ginjal lebih dini lama meninggalkan air kemih sisa (residu). Melihat dan meraba
mengakibatkan kerusakan ginjal daripada piala yang diluar uretra dan daerah kemaluan apakah ada sesuatu kelainan
ginjal, karena tekanan hidrostatis yang tinggi. Pada penyum- berupa pembengkakan atau pengerasan. Melakukan raba rek-
batan atau berbalik alir air kemih pada ureter yang seterusnya tal untuk mengetahui tonus sfmkter, pembesaran prostat,
melibatkan piala ginjal, mula-mula otot dinding piala menjadi pembengkakan pada rektum dan rongga panggul, demikian
hipertofis dalam usaha mendorong air kemih. Bila kejadian juga halnya diperlukan pemeriksaan raba vaginal.
ini berlarut-larut otot ini menadi lemah dan berakhir dengan 2. Gangguan pada pipa penyalur, pengatur alir dan pembentuk
kelumpuhan dekompensasi. Perobahan yang pertama terjadi (Ureter, piala dan ginjal).
pada kalises. Bentuk kaliks yang normal cekung oleh penon- Gejala utama dari saluran ini ialah perasaan sakit pada daerah
jolan papil ginjal ke piala. Papil ini terdiri dari pipa-pipa pe- pinggang atau pada sepanjang lintasan ureter, kadang air kemih
ngeluaran/pembuangan tempat bermuaranya satuan ginjal berdarah dan disertai gejala-gejala saluran pencernaan makan-
(nefron). Pada tekanan hidrostatis yang meninggi di dalam an. Dengan adanya infeksi menyebabkan demam-menggigil
rongga piala, bentuk cekung kalises ini berobah jadi ceper dan dan kandung kemih berlebih peka terduga adanya berbalik
bila lebih lanjut menjadi cembung. Perobahan ini disebab- alir kandung kemih ke ureter (refluks). Jika ada hidronefrosis
kan oleh iskhemi, nekrosis dan absorpsi jaringan, sedang dapat diraba sebagai pembengkakan di daerah pinggang. Men-
jaringan di antara papil adalah bagian akhir yang rusak. Te- jadi perhatian adanya gejala dan tanda uremia. Melakukan raba
kanan hidrostatis yang tinggi bila terus berlangsung menye- rektal dan vaginal akan memberi kesan tentang kelenjar pros-
babkan ginjal tertinggal merupakan suatu kantong berdin- tat, leher rahim dan kandung kemih yang masing-masing dapat
ding tipis berisi cairan yang terdiri dari air dan elektrolit atau memberikan gangguan kepada ureter, sedemikian juga halnya
cairan nanah karena infeksi. Dengan peningkatan tekanan dengan bengkakan pada rongga panggul.
hidrostatis di dalam piala yang mendekati tekanan filtrasi Obstruksi saluran kemih dengan pemaparan di atas beraneka
glomeruli, 30 mm air raksa, menyebabkan berkurangnya pem- ragam, tergantung kepada hubungan mana paling menonjol.
bentukan air kemih dan gangguan pemekatan. Hidronefrosis Penyumbatan yang erat berhubungan dengan aliran dari kan-
adalah suatu jenis atrofi ginjal dengan mengandung penum- dung kemih ke uretra seperti pembesaran prostat, penyempit-
pukan cairan yang terjadi karena desakan oleh tingginya tekan- an uretra dan batu leher kandung kemih, prostatismus sans

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 77


prostate menampilkan gejala desakan hajat buang air kecil 8. sistoskopi dan sistogram yang menunjukkan adanya diver-
yang bolak-balik dengan aliran kemih yang kecil dan pancaran tikula dan trabekulasi.
tidak jauh pada siang dan malam hari. Sesuatu infeksi saluran kemih yang hanya sedikit atau tak
Air kemih berdarah yang disebabkan penyebab obstruksi se- menolong dengan pengobatan medik atau berulang kambuh,
perti batu kemih dan tumbuhan pada saluran. Bengkakan pada perhatian dilemparkan kepada kemungkinan adanya penyum-
perut disertai dengan senak pada ulu hati pada hidronefrosis. batan atau keadaan berbalik alir kandung kemih-ureter (ref-
Gejala dan tanda yang timbul sebagai penyulit obstruksi lux).
dengan tidak ada atau sedikit air kemih, mual, muntah-mun-
tah, menceret, kejang otot, gangguan kesadran, menguap- PENYULIT
nguap ngantuk karena kegagalan ginjal. Adanya penyulit in-
feksi ginjal yang tersumbat dengan menggigil, demam dan Umumnya setiap halangan air kemih mengundang keha-
sakit pada daerah pinggang. diran bakteri yang sulit dibrantas sekalipun hambatan saluran
telah disingkirkan. Bakteri yang sering adalah pemecah ureum
seperti bakteri proteus, stafilokok, yang menyebabkan kemih
II. Laboratorium menjadi lindi sehingga garam-garam lindi mengendap biasa-
Pada perlangsungan penyakit yang menahun dijumpai anemi. nya pada kandung kemih dan ginjal. Gangguan faal ginjal,
Pada infeksi yang menahun lekosit meninggi atau hanya sedikit pielonefritis, hidronefrosis dan pyonefrosis adalah penyulit-
saja. Kegagalan ginjal memberikan gambaran darah kreatinin penyulit akhir yang sangat memberatkan sisakit.
meninggi, ureum meninggi, fosfor meninggi, sedang kalsium
menurun demikian juga kalsium. Air kemih mengandung zat TERAPI
putih telor, darah atau sel-sel nanah dan bakteri pada bakteriuri
dan pyuri. Tindakan dalam pengobatan obstruksi saluran kemih di-
arahkan kepada : (1) penyingkiran penyumbatan untuk peng-
III. Sinar X. Foto ikhtisar kesan besar ginjal, keadaan tulang- aliran kemih yang tak-terhalang. (2) pemberantasan infeksi.
belulang, setiap pengapuran atau batu. Urogram ekskretoris
buat melihat funksi dan lintasan air kemih, seperti pelebaran 1. Saluran kemih terdiri dari susunan alat tubuh :
saluran,penyumbatan, tumbuhan dan menunjukkan batu yang
tidak menahan sinar. Terlintas dugaan adanya refluks kan-
dung kemih — ureter bila gambar menunjukkan pelebaran
ureter yang bertahan pada bagian bawah, bagian yang melebar
pada ureter, keseluruhan ureter tergambar jelas, hidronefrosis
dengan penyempitan ureter-kandung kemih, gambaran pe-
nyembuhan penderita pielonefritis, kalises melebar dan
korteks menipis. Pada kandung kemih tampak divertikula atau
permukaan yang tidak rata. Sistografi retrograde buat melihat
perubahan-perubahan pada dinding kandung kemih karena
hambatan pengaliran dari kandung kemih ke uretra seperti
trabekulasi dan divertikula, keadaan katub ureter-kandung
kemih tidak kompeten yang menggambarkan ureter dan piala
karena refluks atau bila disuruh buang air kecil lebih jelas.
Urografi retrograde dapat memberikan gambaran yang lebih
baik dari ekskretoris, tetapi banyaknya bahan yang dimasuk-
kan memberikan penilaian yang bisa keliru.
IV. Alat periksa
Kateter dapat memberi kesan adanya rintangan dan menge- Obstruksi Uretero-vesikalis : dilatasi, . elngongasi, angulasi
luarkan air kemih sisa. Sistoskopi membawa peran menegak- "HIDRO—URETER/URETEREKTASI " , melanjut, terjadi :
kan dan memastikan penyebab obstruksi. —Gangguan funksi ginjal, kegagalan ginjal
—Pielonefritis
—Pyonefrosis
DIAGNOSA
— Hidronefrosis.
Menegakkan diagnosa obstruksi saluran kemih berdasar- 2. Adanya kaitan yang erat dan saling pengaruh mempenga-
kan diketemukannya atau dapat diketengahkannya sesuatu ruhi :
obstruksi :
1. melihat dan meraba sesuatu penyumbatan.
2. memasang kateter, berkesan adanya sesuatu rintangan dan
adanya air kemih yang tertahan.
3. urogram ekskretoris menunjukkan adanya bagian yang me- 3. Pada hulu obstruksi saluran kemih saluran berusaha meng-
lebar dan pengaliran yang lambat. ungguli hambatan dengan meningkatkan daya dorong dari
4. urogram retrograde menunjukkan penumpukan bahan kontraksi otot (kompensasi) dan jika berlarut-larut tak
kontras yang menumpuk abnormal, kuasa lagi (dekompensasi) dan akibatnya air kemih menum-
5. sitoskopi dapat melihat adanya penyumbatan. puk atau bersisa (residu).
6. diketemukannya batu pada foto atau kesan pada sentuhan 4. Kerusakan pada ginjal : dini atau lambat bergantung kepada
atau dapat diraba. letak, jenis dan lama penyumbatan. Letak yang lebih ke
7. diketemukannya bengkakan yang langsung menindis atau hulu, jenis sumbatan hampir total dan sudah berlangsung
bermukim pada saluran. lama dengan dini melibatkan ginjal.

78 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Ralat CDK Nomor 28 (Simposium Penyakit Ginjal)
Dalam naskah dr. Gani Tambunan, halaman 79 dan 80, terdapat kesa-
lahan cetak yang sangat mengganggu. Untuk itu, bab Pendahuluan, Bahan
dan Cara Kerja, dan Kriteria Diagnosa Sitologi, kami cetak sekali lagi.
Ralat ini dapat dilepaskan dari majalah ini dan diselipkan pada CDK No-
mor 28.

Diagnosa Tumor Prostat dengan Biopsi Aspirasi Transrektal


Gani Tambunan
Bagian Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran USU
Medan.

PENDAHULUAN

Diagnosa dini karsinoma prostat sulit ditentukan oleh perineum dengan akurasi diagnostik yang cukup baik. Metode
karena pada stadium permulaan gejala klinik sangat minimal ini sederhana dan jarang menimbulkan komplikasi, namun
ataupun asimptomatik. Palpasi rektum secara rutin pada memerlukan anastesi.
usia di atas 40 tahun dianjurkan untuk membantu menemu- Tigapuluh tahun setelah Ferguson, Franzen (1960) melaku-
kan karsinoma prostat sedini mungkin. Pembesaran prostat kan biopsi aspirasi transrektal pada prostat dengan hasil yang
terutama adanya nodul di bagian posterior merupakan per- memuaskan. Prosedur tehnik lebih sederhana, dan dapat di-
tanda kemungkinan karsinoma prostat. Akan tetapi Jewett lakukan tanpa anastesi. Akurasi diagnostik lebih tinggi dan
mengemukakan bahwa akurasi diagnostik palpasi prostat tidak menimbulkan komplikasi yang berarti. Sejak penemuan
hanya mencapai 50 persen (1, 2, 10). Franzen biopsi aspirasi transrektal semakin luas dipergunakan
Untuk mempertinggi akurasi diagnostik karsinoma prostat oleh Urologist di negara Eropah terutama di negara Scandina-
oleh beberapa penulis dilaporkan hasil penelitian dengan via (14, 16). Di Indonesia penggunaan biopsi aspirasi transrek-
mempergunakan metode tertentu antara lain : pemeriksaan tal sebegitu jauh belum pernah dilaporkan.
sitologi sekresi prostat (Pap's smear), biopsi perineal ataupun Makalah ini merupakan laporan pendahuluan hasil peme-
transrektal dengan mempergunakan jarum Silverman dan riksaan biopsi aspirasi transrektal pada tumor prostat disertai
biopsi aspirasi perineal ataupun transrektal dengan memper- tinjauan beberapa kepustakaan. Sekalipun jumlah kasus yang
gunakan jarum halus. dilaporkan relatif sedikit namun diharapkan tulisan ini dapat
Pada mulanya dengan berhasilnya Papanicolaou dan Trout dipergunakan sebagai bahan tambahan untuk menentukan
(1943) mendeteksi karsinoma pada haspuan terlepas (Exfo- pola diagnostik yang sederhana dari tumor prostat, terutama
liative cytology) timbul harapan bahwa karsinoma prostat karsinoma serta bahan dasar penelitian lebih lanjut.
dapat dideteksi pada stadium dini. Akan tetapi menurut
penelitian beberapa penulis pemeriksaan sitologi sekresi pros-
BAHAN DAN CARA KERJA
tat memberi hasil yang tidak memuaskan (10, 14, 16).
Biopsi perineal ataupun transrektal dengan memperguna- Penderita yang diperiksa merupakan kasus rujukan selama
kan jarum Silverman yang bertujuan untuk pemeriksaan his- lebih kurang 1 tahun (1981 — 1982) terdiri dari 9 kasus
topatologi jaringan. Sekalipun hasilnya akurat namun pada dengan sangkaan klinis hiperplasia prostat dan dua kasus
pengambilan jaringan sering diperoleh sediaan yang tidak op- diduga merupakan karsinoma prostat. Pada 5 kasus dilaku-
timal, rapuh sehingga sulit diinterpretasi. Pengambilan sediaan kan konfermasi histopatologik dari sediaan prostatektomi se-
dilakukan di bawah anastesi (10, 11). dang selebihnya tidak dikonfermasi dengan histopatologik.
Ferguson (1930) melaporkan biopsi aspirasi prostat melalui Prosedur tehnik transrektal biopsi aspriasi dilakukan menurut
metode Franzen. Aparat terdiri dari : 1. alat pemegang (grip) di atas obyek glas dan selanjutnya dibuat sediaan hapusan
dibuat dari bahan metal berbentuk pistol buatan Comeco kering (dry-air smear). Semua sediaan dipulas dengan Meyer
(Swedia), 2. "disposable syiringe" 10cc (Siring), 3. jarum halus Grunwold Giemsa (M.G.G.).
dengan ukuran panjang 22 cm dan diameter bagian distal
0,6 — 0,7 mm sedang proximal lebih tebal sehingga jarum ter-
sebut menjadi kenyal, 4. penuntun jarum, berbentuk tuba KRITERIA DIAGNOSA SITOLOGI
ukuran panjang ± 17 cm diameter tuba di bagian proximal
lebih besar dibanding dengan distal. Diagnosa sitologik biopsi aspirasi prostat digolongkan atas
Pada bagian distal berbentuk setengah cincin sesuai dengan 3 katagori : negatif, positif dan mencurigakan. Kriteria sito-
logik masing-masing katagori disesuaikan menurut Alfthan
ukuran jari telunjuk, 5. objek glas; 6. sarung tangan. Siring
(1), Bishop dan Oliver (3), Estopesti (8) dan Zajicek (14).
dipasang pada alat pemegang. Demikian juga jarum halus di-
Katagori negatif disebut juga "benign lesion" termasuk di
persatukan pada siring dimana posisi piston berada di bagian antaranya hiperplasia prostat dan prostatitis. Sitomorfologi
distal. hiperplasia terdiri dari kelompok sel yang satu lapis (non-stria-
Tangan kiri yang ditutupi dengan sarung tangan "dibenahi"
tified) yang relatif banyak. Bentuk sel bulat atau poligonal
dengan alat penuntun jarum dimana bentuk setengah cincin
yang monoton tersusun menyerupai konfigurasi "honey-
di bagian distal mengelilingi ujung jari telunjuk.
comb" dengan nukleoli tidak menonjol. Hubungan sel satu
Penderita disuruh berbaring dengan posisi litotomi. Sebagai
sama lain erat dan jarang dijumpai sel terpisah. Pinggir kelom-
pemeriksaan pendahuluan pada setiap kasus dilakukan palpasi
pok sel pada umumnya rata (smooth). Pada prostatitis kelom-
prostat untuk mengetahui besar, bentuk, konsistensi dan pok sel epitel relatif sedikit disertai adanya sel-sel radang
kemungkinan keberadaan nodul pada prostat. Pemeriksaan
lekosit ataupun lomfosit dan makrofak.
pendahuluan ini penting sebagai petunjuk menentukan daerah
Katagori positif pada umumnya merupakan karsinoma
sasaran biopsi aspirasi.
Alat penuntun jarum yang dibenaki pada jari telunjuk kiri dengan derajat diferensiasi baik (well-differentiated), diferensi-
asi sedang (moderately-differentiated) dan diferensiasi rendah
dimasukkan ke dalam rektum sampai ujung jari telunjuk
meraba sasaran pada prostat. Dengan bantuan alat yang berada (poorly differentiated). Kriteria sitomorfologik karsinoma se-
cara umum adalah berdasarkan populasi sel epitel yang relatif
di pertengahan penuntun yang "duduk" pada thenar tangan,
banyak, berkelompok, ikatan sel satu sama lain rapuh, susunan
posisi cincin di bagian distal, terutama tempat jarum dapat
sel tidak teratur, inti relatif besar, pleomorfik hiperkhromasi
diatur sesuai dengan keperluannya. Tangan kanan memasuk-
dan nukleoli yang menonjol.
kan .jarum melalui penuntun sampai ujung jarum teraba jari
telunjuk dan dituntun pada daerah sasaran. Pada waktu jarum Pada karsinoma dengan derajat diferensiasi baik kelompok
didorong menembus mukosa rektum, terasa perobahan sel epitel tersusun membentuk asini ataupun "sheet". Di seki-
resistensi jaringan yang merupakan salah satu petunjuk bahwa tar sel yang berkelompok banyak dijumpai sel epitel yang me-
ujung jarum berada pada daerah sasaran. Pegangan piston nyebar. Pada karsinoma diferensiasi sedang, populasi sel relatif
ditarik dengan tiba-tiba ke arah proximal semaksimal mungkin lebih banyak, dengan konfigurasi asini tidak menonjol dan
untuk menimbulkan tekanan negatif pada siring. Pada posisi sifat pleomorphik sel lebih nyata, populasi sel di sekitar
piston demikian, jarum digerakkan mundur maju sambil kelompokan sel epitel lebih banyak.
merubah arah 2 — 4 kali. Setelah aspirasi selesai pegangan Karsinoma diferensiasi rendah ditandai dengan adanya
piston dilepaskan diikuti dengan penarikan jarum melalui kelompokan sel epitel dengan pleomorfik yang lebih nyata,
alat penuntun. konfigurasi asini menghilang dan dispersi sel epitel lebih
Bahan aspirasi yang berada dilumen jarum dikeluarkan atau menonjol.
diteteskan di atas objek glas dengan prosedur sebagai berikut : Katagori mencurigakan mirip dengan hiperplasia dengan
jarum aspirasi dilepaskan (disconnected) dan siring diisi dengan perbedaan bahwa pinggir kelompokan sel epitel tidak teratur
udara. Kemudian jarum dihubungkan kembali dengan siring dan di sekitaz kelompokan sel epitel tersebut dijumpai sel
dan piston didorong perlahan-lahan. Bahan aspirasi menetes epitel yang atipik.
5. Atrofi ginjal karena sumbatan ialah primer dan hidronef- atau pyelostomi, nefrostomi atau nefro-pyelos-
rosi. Bila satu ginjal obstruktif maka ginjal yang satu lagi tomi.
menjadi hipertrofi kompensatoris; bila kedua-duanya ber-
usaha maksimal. Penderita penyakit saluran kemih RS—Pirngadi, Medan
Obstruksi saluran kemih menyebabkan hambatan aliran kemih,
sehingga air kemih berlonggok di hulu sumbatan. Persambung- 1976 — pertengahan 1980. (4,5 tahun)
an ureter-kandung kemih berperan seakan-akan katup. Pada
obstruksi uretra atau leher kandung kemih, akibat-akibatnya No. Diagnosa Jumlahkasus•
terbatas pada uretra di bagian hulu sumbatan dan kandung
kemih saja selama peran katup ini masih kompeten. Jika 1. Batu kandung kemih 149
katup tidak kompeten lagi (inkompeten) seperti dengan 2. Hiperplasi prostat 98
adanya trabekula, divertikula, radang atau edema, maka akibat 3. Batu pada ureter 63
4. Hidrokel testis 31
obstruksi melibatkan ureter , piala dan ginjal. Hal yang serupa 5. Batu piala ginjal 29
dijumpai bila ada obstruksi pada uretra atau piala. Bertolak 6. Batu ginjal 25
dari lokasi pelonggokan air kemih pada hulu sumbatan dapat 7. Karsinoma penis 7
disimpulkan sebagai berikut : 8. Tumor testis 6
1. Obstruksi pada uretra dan leher kandung kemih, perlong- 9. Tumor kandung kemih 2
gokan pada kandung kemih saja selama katup kompeten. 10. Kriptorkhismus 2
2. Obstruksi pada butir 1 di atas, bila katup inkompeten,
perlonggokan air kemih pada kandung kemih dan dengan 412 kasus
adanya "reflux" juga terlibat ureter, piala dan ginjal.
3. Obstruksi pada ureter atau piala, perlonggokan di hulu Dari 412 kasus ini, menyebabkan gangguan obstruksi adalah
sumbatan pada ureter, piaia dan ginjal. no. 1 (149), no. 2 (98), no. 3 (63), no. 5 (29), no. 6 (25) dan
Usaha-usaha penyingkiran. obstruksi yang penyebabnya bera- no. 9 (2), berjumlah : 366 kasus (88,8%) yang masing-masing
neka macam memiliki masalah penyingkiran khusus (kausal), disebabkan :
hanya bagaimana memulihkan pengaliran kemih (simptomatis) — batu kandung kemih 149 kasus : 36,2 %
dengan mengharapkan mengurangnya penyulit dan menim- — batu ginjal, piala dan ureter (117 kasus) : 28,4 %
bulkan perbaikan secara keseluruhan penanggulangannya — hiperplasi prostat 98 kasus : 23,8 %
adalah sama. Setelah itu dilanjutkan buat menyingkirkan — tumor kandung kemih 2 kasus : 0,5 %
obstruksi dan pembrantsan infeksi. 88,8% dari seluruh kasus menampilkan gangguan obstruksi.
Butir 1 dan 2 diatas yang menyangkut obstruksi pada uretra Berturut-turut batu kandung kemih, batu pada bagian lain
dan leher kandung kemih : saluran, kemudian hiperplasi prostat dengan jumlah yang me-
nonjol sekali.
A. Memasang kateter untuk diagnosa penyebab Batu kandung kemih yang tersebut di atas ini terdiri dari orang
sumbatan dan terapi. dewasa yang sebabnya adalah sekunder karena gangguan aliran
B. Bila tak berhasil pada A, dilakukan funksi atau pada saluran dari leher kandung kemih ke muara, sedang pada
sistostomi. anak-anak adalah primer. Pada negara-negara yang sudah ber-
Butir 3 : A. Melakukan kateterisasi ureter. kembang baik penderita batu kandung kemih pada anak-anak
B. Bila kateterisasi ureter tidak berhasil atau meno- jarang atau tidak ada sama sekali. Pada negara yang sedang
long, dilakukan di atas sumbatan ureterostomi berkembang jumlah penderita masih tinggi.

Diagnosa Tumor Prostat dengan Biopsi Aspirasi Transrektal


Gani Tambunan
Bagian Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran USU
Medan.

PENDAHULUAN Untuk mempertinggi akurasi diagnostik karsinoma prostat


oleh beberapa penulis dilaporkan hasil penelitian dengan
Diagnosa dini karsinoma prostat sulit ditentukan oleh mempergunakan metode tertentu antara lain : pemeriksaan
karena pada stadium permulaan gejala klinik sangat minimal sitologi sekresi prostat (Pap's smear), biopsi perineal ataupun
ataupun asimptomatik. Palpasi rektum secara rutin pada transrektal dengan mempergunakan jarum Silverman dan
usia di atas 40 tahun dianjurkan untuk membantu menemu- biopsi aspirasi perineal ataupun transrektal dengan memper-
kan karsinoma prostat sedini mungkin. Pembesaran prostat gunakan jarum halus. Pada bagian distal berbentuk setengah
terutama adanya nodul di bagian posterior merupakan per- cincin sesuai dengan ukuran jari telunjuk, 5. objek glas; 6.
tanda kemungkinan karsinoma prostat. Akan tetapi Jewett sarung tangan. Siring dipasang pada alat pemegang. Demikian
mengemukakan bahwa akurasi diagnostik palpasi prostat juga jarum halus dipersatukan pada siring dimana posisi piston
hanya mencapai 50 persen (1, 2, 10). berada di bagian distal.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 79


Tangan kiri yang ditutupi dengan sarung tangan "dibenahi" via (14, 16). Di Indonesia penggunaan biopsi aspirasi transrek-
dengan alat penuntun jarum dimana bentuk setengah cincin tal sebegitu jauh belum pernah dilaporkan.
di bagian distal mengelilingi ujung jari telunjuk. Makalah ini merupakan laporan pendahuluan hasil peme-
Penderita disuruh berbaring dengan posisi litotomi. Sebagai riksaan biopsi aspirasi transrektal pada tumor prostat disertai
pemeriksaan pendahuluan pada setiap kasus dilakukan palpasi tinjauan beberapa kepustakaan. Sekalipun jumlah kasus yang
prostat untuk mengetahui besar, bentuk, konsistensi dan dilaporkan relatif sedikit namun diharapkan tulisan ini dapat
kemungkinan keberadaan nodul pada prostat. Pemeriksaan dipergunakan sebagai bahan tambahan untuk menentukan
pendahuluan ini penting sebagai petunjuk menentukan daerah pola diagnostik yang sederhana dari tumor prostat, terutama
sasaran biopsi aspirasi. karsinoma serta bahan dasar penelitian lebih lanjut.
Alat penuntun jarum yang dibenaki pada jari telunjuk kiri
dimasukkan ke dalam rektum sampai ujung jari telunjuk BAHAN DAN CARA KERJA
meraba sasaran pada prostat. Dengan bantuan alat yang berada Penderita yang diperiksa merupakan kasus rujukan selama
di pertengahan penuntun yang " duduk" pada thenar tangan, lebih kurang 1 tahun (1981 — 1982) terdiri dari 9 kasus
posisi cincin di bagian distal, terutama tempat jarum dapat dengan sangkaan klinis hiperplasia prostat dan dua kasus
diatur sesuai dengan keperluannya. Tangan kanan memasuk- diduga merupakan karsinoma prostat. Pada 5 kasus dilaku-
kan jarum melalui penuntun sampai ujung jarum teraba jari kan konfermasi histopatologik dari sediaan prostatektomi se-
telunjuk dan dituntun pada daerah sasaran. Pada waktu jarum dang selebihnya tidak dikonfermasi dengan histopatologik.
didorong menembus mukosa rektum, terasa perobahan Prosedur tehnik transrektal biopsi aspriasi dilakukan menurut
resistensi jaringan yang merupakan salah satu petunjuk bahwa metode Franzen. Aparat terdiri dari : 1. alat pemegang (grip)
ujung jarum berada pada daerah sasaran. Pegangan piston dibuat dari bahan metal berbentuk pistol buatan Comeco
ditarik dengan tiba-tiba ke arah proximal semaksimal mungkin (Swedia), 2. "disposable syiringe" 10cc (Siring), 3. jarum halus
untuk menimbulkan tekanan negatif pada siring. Pada posisi dengan ukuran panjang 22 cm dan diameter bagian distal
piston demikian, jarum digerakkan mundur maju sambil 0,6 — 0,7 mm sedang proximal lebih tebal sehingga jarum ter-
merubah arah 2 — 4 kali. Setelah aspirasi selesai pegangan sebut menjadi kenyal, 4. penuntun jarum, berbentuk tuba
piston dilepaskan diikuti dengan penarikan jarum melalui ukuran panjang ± 17 cm diameter tuba di bagian proximal
alat penuntun. lebih besar dibanding dengan distal.
Bahan aspirasi yang berada dilumen jarum dikeluarkan atau Katagori negatif disebut juga "benign lesion" termasuk di
diteteskan di atas objek glas dengan prosedur sebagai berikut : antaranya hiperplasia prostat dan prostatitis. Sitomorfologi
jarum aspirasi dilepaskan (disconnected) dan siring diisi dengan hiperplasia terdiri dari kelompok sel yang satu lapis (non-stria-
udara. Kemudian jarum dihubungkan kembali dengan siring tified) yang relatif banyak. Bentuk sel bulat atau poligonal
dan piston didorong perlahan-lahan. Bahan aspirasi menetes yang monoton tersusun menyerupai konfigurasi "honey-
di atas obyek glas dan selanjutnya dibuat sediaan hapusan comb " dengan nukleoli tidak menonjol. Hubungan sel satu
kering (dry-air smear). Semua sediaan dipulas dengan Meyer sama lain erat dan jarang dijumpai sel terpisah. Pinggir kelom-
Grunwold Giemsa (M.G.G.). pok sel pada umumnya rata (smooth). Pada prostatitis kelom-
pok sel epitel relatif sedikit disertai adanya sel-sel radang
lekosit ataupun lomfosit dan makrofak.
KRITERIA DIAGNOSA SITOLOGI Katagori positif pada umumnya merupakan karsinoma
Diagnosa sitologik biopsi aspirasi prostat digolongkan atas dengan derajat diferensiasi baik (well-differentiated), diferensi-
3 katagori : negatif, positif dan mencurigakan. Kriteria sito- asi sedang (moderately-differentiated) dan diferensiasi rendah
logik masing-masing katagori disesuaikan menurut Alfthan (poorly differentiated). Kriteria sitomorfologik karsinoma se-
(1), Bishop dan Oliver (3), Estopesti (8) dan Zajicek (14). cara umum adalah berdasarkan populasi sel epitel yang relatif
Pada mulanya dengan berhasilnya Papanicolaou dan Trout banyak, berkelompok, ikatan sel satu sama lain rapuh, susunan
(1943) mendeteksi karsinoma pada haspuan terlepas (Exfo- sel tidak teratur, inti relatif besar, pleomorfik hiperkhromasi
liative cytology) timbul harapan bahwa karsinoma prostat dan nukleoli yang menonjol.
dapat dideteksi pada stadium dini. Akan tetapi menurut Pada karsinoma dengan derajat | diferensiasi baik kelompok
penelitian beberapa penulis pemeriksaan sitologi sekresi pros- sel epitel tersusun membentuk asini ataupun "sheet ". Di seki-
tat memberi hasil yang tidak memuaskan (10, 14, 16). tar sel yang berkelompok banyak dijumpai sel epitel yang me-
Biopsi perineal ataupun transrektal dengan memperguna- nyebar. Pada karsinoma diferensiasi sedang, populasi sel relatif
kan jarum Silverman yang bertujuan untuk pemeriksaan his- lebih banyak, dengan konfigurasi asini tidak menonjol dan
topatologi jaringan. Sekalipun hasilnya akurat namun pada sifat pleomorphik sel lebih nyata, populasi sel di sekitar
pengambilan jaringan sering diperoleh sediaan yang tidak op- kelompokan sel epitel lebih banyak.
timal, rapuh sehingga sulit diinterpretasi. Pengambilan sediaan Karsinoma diferensiasi rendah ditandai dengan adanya
dilakukan di bawah anastesi (10, 11). kelompokan sel epitel dengan pleomorfik yang lebih nyata,
Ferguson (1930) melaporkan biopsi aspirasi prostat melalui konfigurasi asini menghilang dan dispersi sel epitel lebih
perineum dengan akurasi diagnostik yang cukup baik. Metode menonjol.
ini sederhana dan jarang menimbulkan komplikasi, namun Katagori mencurigakan mirip dengan hiperplasia dengan
memerlukan anastesi. perbedaan bahwa pinggir kelompokan sel epitel tidak teratur
Tigapuluh tahun setelah Ferguson, Franzen (1960) melaku- dan di sekitar kelompokan sel epitel tersebut dijumpai sel
kan biopsi aspirasi transrektal pada prostat dengan hasil yang epitel yang atipik.
memuaskan. Prosedur tehnik lebih sederhana, dan dapat di-
lakukan tanpa anastesi. Akurasi diagnostik lebih tinggi dan
HASIL KERJA
tidak menimbulkan komplikasi yang berarti. Sejak penemuan
Franzen biopsi aspirasi trahsrektal semakin luas dipergunakan Diagnosa sitologik dari 11 kasus biopsi aspirasi transrektal
oleh Urologist di negara Eropah terutama di negara Scandina- tumor prostat tercantum pada tabel I.

80 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Tabel I: Diagnosa sitologik biopsi aspirasi transrektal. Biopsi aspirasi dilakukan tanpa anastesi atau kamar bedah.
Pada umumnya keluhan penderita tidak ada yang berarti
No. No. Sediaan U mur Klinis Sitologik Histopatologi bahkan pada 3 kasus tidak keberatan dilakukan biopsi ulang-
an. Menurut hasil penelitian beberapa penulis (Franzen dkk.
1. 021/80 68 hiperplasia negatif hiperplasia 1960; Espoti 1966) penggunaan biopsi aspirasi transrektal
prostat prostat mendapat respons yang baik dari para penderita (7,10).
2. 022/80 68 hiperplasia suspek — Komplikasi biopsi aspirasi transrektal jarang dijumpai
prostat dan kalaupun ada sifatnya ringan. Menurut hasil penelitian
3. 087/81 55 tumor ganas positif — Zajicek (1960) pada 3002 kasus ditemukan 12 kasus (0,4
prostat persen) dengan komplikasi di antaranya 2 kasus hematuri
4. 089/81 65 hiperplasia negatif hiperplasia ringan yang timbul segera setelah biopsi aspirasi sedang yang
prostat prostat
lainnya berupa epidimitis akut, prostatovesiculitis, hemos-
5. 114/81 60 hiperplasia negatif hiperplasia
prostat prostat permia dan sistitis yang timbul beberapa hari kemudian
6. 223/81 54 hiperplasia negatif — (14). Penulis tidak menyelidiki komplikasi, namun dari
prostat keluhan subjektif penderita tidak menunjukkan komplikasi.
7. 237/82 55 hiperplasia negatif — Pada 3 kasus biopsi aspirasi harus diulang kembali oleh karena
prostat pada pengambilan pertama tidak diperoleh sediaan. Kegagal-
8. 245/82 55 hiperplasia negatif — an pengambilan pertama kemungkinan disebabkan sasaran
prostat yang terkena jarum merupakan myomatik padat, seperti
9. 249/82 60 hiperplasia negatif hiperplasia yang dikemukakan oleh Ferguson (9). Alfthan dkk. (1) dan
prostat prostat Ekman dkk. (6), melaporkan bahwa pada 5 persen kasus
10. 250/82 110 hiperplasia negatif hiperplasia biopsi aspirasi transrektal tidak diperoleh sediaan sedang
prostat prostat
11. 282/82 60 suspek tumor negatif — Bishop dan Oliver (2) melaporkan sediaan yang "Unsatisfied"
ganas 16,4 persen. Kegagalan biopsi aspirasi transrektal tergantung
juga pada faktor ketrampilan operator. Namun dibanding
dengan biopsi jarum Veerm Silverman kemampuan biopsi
aspirasi transrektal untuk memperoleh sediaan lebih baik
Sembilan kasus dengan diagnosa klinis sebagai hiperplasia (1, 10).
prostat ternyata pada diagnosa sitologik dikatagorikan negatif Warna bahan aspirasi merupakan hal yang penting di-
pada 8 kasus dan mencurigakan 1 kasus. evaluasi. Pada 9 kasus bahan aspirasi berwama merah (fluid
Pada lima kasus negatif dilakukan pemeriksaan histopatologik sanguinous) dan pada pemeriksaan sitologik merupakan
yang merupakan hiperplasia prostat jinak. Selebihnya tidak negatif 8 kasus dan suspek 1 kasus sedang pada 1 kasus ber-
dilakukan pemeriksaan histopatologik. Satu kasus dengan warna putih abu-abu dengan pemeriksaan sitologi merupa-
diagnosa klinis mencurigakan karsinoma pada pemeriksaan kan negatif 1 kasus dan positif 1 kasus. Menurut banyak pe-
sitologik dikatagorikan negatif. Pada kasus ini juga tidak nulis pada "benign lesion" bahan aspirasi sebagian besar
dilakukan pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan sitologik disertai darah sedang karsinoma tanpa darah (7, 8, 14).
pada 1 kasus dengan diagnosa klinis tumor ganas prostat di- Diagnosa sitologik pada 9 kasus yang dikatagorikan negatif
katagorikan positif karsinoma. merupakan hiperplasia dengan sitomorfologi berupa "honey-
Materi aspirasi "fluid sanguinous" dijumpai pada 9 kasus comb like appeazance" pinggir kelompokan sel teratur dan
dengan diagnosa sitologik masing-masing negatif 8 kasus tidak dijumpai sel-sel radang. Ternyata pada 5 kasus diag-
dan suspek 1 kasus, sedang materi tanpa darah dijumpai 2 nosa histopatologik sesuai dengan diagnosa sitologik.
kasus, dengan diagnosa sitologi positif karsinoma 1 kasus dan Pada kasus yang dikatagorikan mencurigakan, kelompokan
negatif 1 kasus. Biopsi aspirasi pada 8 kasus dilakukan 1 kali sel epitel menyerupai hiperplasia, kecuali pinggir yang tidak
dan pada 3 kasus 2 kali. teratur dengan sel yang atipik. Oleh penulis DeGaetani dkk.
(5) kelainan ini dikatagorikan sebagai hiperplasia atipik yang
sering didiagnosa sebagai karsinoma prostat.
DISKUSI
Satu kasus dengan diagnosa sitologik positif merupakan
Kesebelas kasus yang merupakan bahan penelitian pada kazsinoma prostat berdiferensiasi baik berdasarkan adanya
tulisan ini relatif sedikit untuk dipergunakan sebagai bahan cluster sel epitel tersusun berupa asini, inti hiperchromatik
perbandingan. Namun demikian sebagai titik tolak pem- akan tetapi pleomorfik tidak nyata dan nukleoli jelas dikenal.
bahasan mengenai beberapa masalah yang berkaitan dengan Pada sekitar asini tampak satu-satu sel epitel yang terpisah.
biopsi aspirasi transrektal tumor prostat baik ditinjau dari Sitomorfologik kasus ini kurang lebih sama dengan kriteria
aspek klinik maupun sitologik didasarkan pada hasil peneli- yang dikemukakan oleh Alfthan (1), Bishop (3), Estopesti
tian. (8), dan Zajicek (14).
Merupakan indikasi biopsi aspirasi transrektal pada 11 Akurasi diagnostik tulisan ini tidak dapat ditentukan,
kasus adalah hiperplasia prostat pada 9 kasus, suspek tumor namun menurut penelitian beberapa penulis akurasi diag-
ganas 1 kasus dan tumor ganas 1 kasus. Diagnosa klinis dida- nostik biopsi aspirasi transrektal pada tumor prostat tinggi
sarkan pada adanya pembesaran prostat dan gejala klinik berkisar antara 85 — 96 persen (1, 6, 7, 13, 14). False positif
lainnya. Menurut Anderson dkk. dan Ferguson, pembesaran jarang dijumpai, sedang false negatif dapat dijumpai sekali-
prostat terutama pada usia di atas 40 tahun merupakan indi- pun jumlahnya relatif sedikit.
kasi biopsi aspirasi transrektal untuk deteksi dini karsinoma Selain dari pada deteksi karsinoma biopsi aspirasi dapat
(2, 9). Pada pembesaran prostat oleh karena proses radang juga dipergunakan untuk mengetahui respon pengobatan
tidak dianjurkan untuk mempergunakan biopsi aspirasi hormonal pada karsinoma prostat (2, 7, 10, 14). Perobahan
transrektal namun bukanlah merupakan kontra indikasi (14). sel epitel berupa adanya degenerasi sel inti piknotik atau-

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 81


pun hialinisasi dan adanya squamous metaplasia sel epitel 9.Ferguson RS. Prostatic Neoplasma. Their diagnosis by needle
kelenjar merupakan pertanda bahwa pengobatan hormon puncture and aspiration Am J Surg 1930; 9 : 507 — 511.
memberi respon yang baik (2,7). 10.Franzen S, Giertz and Zajicek. Cytological Diagnosis of Prostatic
by Transrectal Aspiration biopsy : Preliminary report. Br J Urol
KEPUSTAKAAN 1960; 32 : 193 — 196.
11.Kaufman JJ, Rosenthal M and Goodwin WE. Methods of Diagnosis
1. Alfthan O, Klintrup HE, Koivuniem IA and Taskinen E. Cytological of Carcinoma of the Prostate of Comparison of clinical impression
Aspiration Biopsy and VEEM— SILVERMAN Biopsy in the Diagno- Prostatic Smear, needle biopsy, open perineal biopsy and Trans-
sis of Prostatic Carcinoma. Am Chir Gyn Feun 1970; 59: 226—229. rectal biopsy. J Urol 1954; 72 : 450 — 465.
2.Anderson L, Jonsson G and Brunk U. Puncture Biopsy of the Pros- 12.Kelsey DM, Kohler FP, Mackinney CC, and Klinet S. Outpatient
tate in the Diagnosis of Prostatic Carcinoma. Scand J Utol Neprol needle Aspiration Biopsy of the Prostate. J Urol 1976; 116 : 327 —
1967;1 : 227 — 234. 28.
3. Bishop D and Oliver JA. A Study of Transrectal Aspiration Biopsies 13.Klinet TS, Kelsey DM and Kohler FP. Prostatic Carcinoma and
of the Prostate, with Particular Regard to prognostic Evaluation. needle Aspiration Biopsy. Am J Clin Pathology 1981; 67 : 131 —
J. Urol 1977; 117 : 313 — 315. 133.
4.Davis JM. Carcinoma Prostate as presenting as Disease of the rectum 14.Koss LG. Diagnostic Cytologica and Its Histopathology Bases Third
Brith J Urol 1960; 32 : 197 — 203. Edition Vol. II. Philadelphia — Toronto: JB Lippincott Co, 1976.
5.DeGaetani CF and Trentini GP. Atypical Hyperplasia of the Prostate 15. Linsk JA, Axillrod HD, Solyn R and Delaverdac. Transrectal Cyto-
A Pittfall in the cytologic Diagnosis of carcinoma. Acta Cytologica logic Aspiration in the Diagnosis of Prostatic Carcinoma. J Urol
1978; 22 : 483 — 486. 1972; 108 : 455 — 459.
6.Ekman H, Hedberg K, and Persson PS. Cytological versus Histolo- 16.Murphy GP. The Diagnosis of Prostatic Cancer. Cancer 1976; 37 :
gical Examination of needle biopsy specimen in the Diagnosis of 589 — 596.
Prostatic Cancer. Brit J Urol 1967; 39 : 544 — 48. 17. Puigvert A, Elizalde C and Matz JA. Perineal Implantation of
7.Esposti PL. Cytologic Diagnosis of Prostatic Tumors with the Aid Carcinoma of the Prostate Following needle biopsy : A Case Report
of Transrectal Aspiration Biopsy. A Critical Review of 1.110 Cases J Urol 1972; 107 : 821 — 824.
and a Report of morphologic and Cytochemical studies. Acta 18. Ramzy I and Larson V. Prostatic Duct Carcinoma : Exfoliative
cytologica 1966;10 : 182 — 186. cytology. Acta cytologica 1977; 21 : 417 — 420.
8. Espoti PL. Cytologic Malignancy Grading of Prostatic Cazcinoma by 19. Soderstrom N. Fine — needie Aspiration Biopsy. New York —
transrectal Aspiration Biopsy. Scand J Urol Nephrol 1971; 5: 199— London: Grune & Stratton, 1966.
209.

Pengelolaan pada Ruda Paksa Traktus Urogenitalis


Talib Bobsaid
Seksi Urologi Bagian llmu Bedah
Fakultas Kedokteran UNAIR / RS Dr. Soetomo
Surabaya.

PENDAHULUAN GINJAL
Dengan makin meningkatnya mekanisasi dalam pelbagai Ginjal adalah organ yang terlindung, baik oleh tulang-
bidang industri, makin padatnya arus lalu lintas dengan pel- tulang ruas belakang, tulang iga, otot dinding perut, otot
bagai bentuk kendaraan dan makin meningkatnya kontak erektospina serta organ perut sendiri. Di samping itu ginjal
badan dalam pelbagai jenis olah raga maka insiden ruda paksa adalah organ yang mobil dan dibungkus oleh suatu kapsula
pada organ traktus urogenitalis makin meningkat pula. berlemak yang disebut kapsula dari Gerota. Ginjal mengan-
Semua bentuk ruda paksa yang memberikan hematuria dung sejumlah darah (20% dari Cardiac output) dan air
yang mikro maupun makro serta perdarahan melalui urethra kemih. Pada ruda paksa, kekuatannya disebarkan ke segala
hendaknya diteruskan dengan pemeriksaan yang lebih teliti arah dan pembungkus lemak dari ginjal menahan dan melin-
dan terarah berupa pembuatan intra venus pyelogram dan dungi ginjal agar tidak terjadi "Splitting". (lihat Gambar 1)
cystourethrogram. Terbatasnya sarana pemeriksaan ini di
daerah tidaklah berarti kita mengurangi kewaspadaan akan Ruda paksa pada ginjal dibagi atas :
ruda paksa pada organ ini, lebih-lebih bila didapatkannya 1. Minor — kontusio
tanpa ruda paksa, baik berupa hematoma, adanya massa, — subkapsuler hematoma
rasa nyeri serta tanda-tanda seperti yang kami sebutkan di atas — superfisial laseratio
tadi. Tidak terdapatnya hematuria tidaklah dapat diartikan 2. Intermediate — laseratio renalis (baik dari parenchym mau-
bahwa tidak ada kerusakan organ-organ traktus urogenital pun dari sistem "collecting").
akibat ruda paksa. Seperti kita ketahui bahwa kerusakan or- 3. Mayor — fragmentasi ginjal
gan-organ traktus urogenital tidak berdiri sendiri, melainkan — pedicle terputus (lihat Gambar 2)
menyertai ruda paksa dari organ lain seperti organ intra-abdo-
minal, maka tidak jarang penderita datang di tempat kita Pada kontusio atau laseratio ringan selalu terjadi edema ringan
dalam keadaan yang gawat, umpama shock. Dalam hal yang setelah terjadi ruda paksa. Perdarahan yang terjadi akan meng-
demikian tentunya semua pemeriksaan Radiologi ditang- alir ke dalam pelvis ginjal dan ini yang menimbulkan pem-
guhkan sampai keadaan gawat penderita dapat diatasi. bentukan bekuan darah atau kolik ureter bila bekuan ini

82 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Gambar 1.

Gambar 2 .

diteruskan pengalirannya ke bawah. Di samping itu bekuan dan absces bila ada invasi kuman-kuman. Dari pengamatan
darah akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Trombus klinis terbukti bahwa gangguan dari fungsi ginjal, sering kali
darah dan kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan lebih besar dari kerusakan jaringan ginjal tersebut. Edema,
kematian jaringan ginjal. Pada ruptura ginjal yang lengkap bekuan darah yang menekan dan menyumbat aliran darah
akan terjadi extravasasi dari air kemih setelah ginjal berfung- serta adanya konstruksi pembuluh darah memberikan penje-
si kembali. Dengan extravasasi ini, maka akan terkumpul air lasan-penjelasannya tentang kerusakan dan gangguan fungsi
kemih di luar jaringan ginjal yang akan menimbulkan cellulitis ginjal ini.

Cermin Dunia Kedoktcran No. 28, 1982 83


DIAGNOSA 1. total istirahat di tempat tidur dengan observasi ketat
berupa pengukuran tensi, nadi, Hb serta evaluasi ten-
Tanda-tanda utama dari ruda paksa pada ginjal adalah
tang besar dan perubahan-perubahan dari massa di
rasa nyeri pada daerah sudut Kosto vertebral dengan atau
daerah sudut kostovertebra (4). Ini berlangsung kurang
tanpa tanda-tanda hematoma, mass dan adanya hematuria
lebih 7 — 10 hari (3).
(3). Hematuria hampir selalu menyertai ruda paksa ini walau-
2. antibiotika yang adekuat
pun demikian tidaklah berarti bahwa tidak adanya hematuria
3. coagulantia
tidak ada ruda paksa pada ginjal ini. Kadang-kadang hematuria
Tindakan operasi kita lakukan bila perdarahan terjadi terus
terjadi setelah beberapa saat dari timbulnya ruda paksa tadi.
menerus dan menjurus menghebat sehingga mengancam jiwa
Hematuria yang terjadi dapat berupa hematuria yang mikros-
penderita.
kopis dan makroskopis. Dan ini tidak mempunyai hubungan
dengan derajat kerusakan dari ginjal. Pada kerusakan ginjal "intermediate " dimana terdapat
Ini sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Mahmood dari ekstravasasi terdapat dua pandangan yang berbeda. Pandangan
102 penderitanya di mana 45 penderitanya memberikan hanya pertama bersikap konservatif dengan observasi ketat. Pandang-
mikroskopis hematuria dengan pelbagai bentuk kerusakan, an ini berdasarkan pada kenyataan bahwa pada extravasasi
44 penderita dengan makroskopis hematuri dan 10 penderita akan terjadi tamponade retroperitoneal yang selanjutnya
tanpa hematuria (2). akan menghentikan perdarahan selanjutnya. Disamping itu
Demikian pula laporan dari Bright et al, yang hampir mem- jaringan ginjal mempunyai kemampuan regenerasi untuk
berikan gambaran yang serupa (1). Karenanya perlu ditegas- memperbaiki dirinya yang besar sekali (3).
kan sekali lagi bahwa derajat kerusakan tidak selalu digam- Pandangan yang kedua bersikap lebih agressip dimana kita
barkan dengan besar atau kecilnya perdarahan dan bahkan dapat dengan segera memperbaiki ginjal, baik menjahit kem-
tanpa tanda-tanda hematuripun, ginjal dapat mengalami keru- bali atau melakukan partial nephrektomi, sehingga dengan
sakan yang parah (terputusnya pedicle ginjal). demikian kemungkinan infeksi dari cairan extravasasi dapat
Bila kita menghadapi penderita dengan persangkaan ruda dicegah, dan lamanya perawatan di rumah sakit dapat diper-
paksa pada ginjal selalu diusahakan mendapatkan air kemih singkat.
yang dikeluarkan oleh penderita sendiri guna pemeriksaan.
Bila ini tak berhasil dan yakin tidak ada kerusakan urethra KASUS—KASUS
maka kita lakukan kateterisasi dengan Foley Cath. No. 16. 1. Laki-laki 16 tahun dipukul teman pada pinggang kiri. 1 hari kemu-
Pembuatan IVP hampir selalu dikerjakan kecuali bila keada- dian penderita miksi berdarah. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
nyeri yang sangat pada daerah sudut kostovertebra kiri, tanpa adanya
an penderita sangat gawat (shock karena perdarahan) di mana tanda-tanda suatu massa. Pembuatan IVP dilakukan segera dimana
penderita segera dibawa ke kamar operasi dan ini terutama didapatkan gambazan kesuraman dari sistem calyc.
terjadi pada penderita dengan ruda paksa yang "multiple", Diagnosa : Kontusio renal dan dilakukan perawatan konservatip dan
disertai dengan umpamanya ruptura limpha (25%) atau hati observasi.
(40%) (3). Hari kedua air kemih menjadi jernih dan penderita dipulangkan hari
kesebelas.
Pada rumah sakit yang lengkap dengan peralatan Radiologinya
2. Laki-laki 14 tahun terpelanting dari Bus Kota.
pemeriksaan IVP ini dapat dilanjutkan dengan selektip arterio- 1 jam kemudian dibawa ke Unit Gawat Darurat dan didapatkan nyeri
grafi terutama pada ginjal yang tidak memberikan bayangan pada sudut Kostovertebra serta miksi berdarah. Pada pemeriksaan fisis
kontras pada pembuatan IVP-nya. Untuk mengurangi pem- didapatkan adanya luka lecet pada daerah tersebut serta adanya massa.
buatan arteriografi, maka beberapa penulis menganjurkan Pada pembuatan IVP yang dilakukan segera, yang tampak hanya ke-
pembuatan infusion pyelogram dimana dapat memberikan suraman dari gambaran Calyc, tanpa tanda-tanda suatu extravasasi.
Diagnosa : Kuntosio/Laceratio superfisial.
gambaran ginjal hampir-hampir 95% dari kasus ruda paksa Terapi : Konservatip dan observasi.
ini dibandingkan dengan hanya 50 — 60% dengan IVP biasa Hari kedua air kemih penderita menjadi jernih kembali, massa tidak
(1,2,4). bertambah besar dan selanjutnya tidak menunjukkan tanda-tanda
Pyelogram retrograde hampir tidak digunakan lagi pada dari suatu keradangan. Penderita dipulangkan hari kesebelas setelah
air kemih tidak mengandung darah lagi pada pemeriksaan di bawah
ruda paksa ginjal ini (2). Dengan pembuatan IVP yang baik ini mikroskop.
maka kita dapat menilai keadaan ginjal pada sisi yang tak ter-
3. Seorang anak gadis 6 tahun ditabrak becak dan 2 jam kemudian
kena ruda paksa, menilai derajat dan macam kerusakan ginjal, miksi berdarah. Pada pemeriksaan fisis di UGD didapatkan rasa nyeri,
ada dan tidaknya ekstra vasasi, serta non vizualisation dari dan massa di daerah sudut Kostovertebra kanan. Pada IVP didapatkan
ginjal yang bersangkutan. kesuraman dari kontras pada Calyc serta persangkaan adanya extra-
vasasi dari kontras.
PENGELOLAAN Diagnosa : Ruptura ginjal (intermediate trauma).
Terapi : Observasi dan ternyata dalam waktu 12 jam kemudian terjadi
Pengelolaan penderita dengan ruda paksa pada ginjal ini penurunan Hb serta massa yang makin membesar sesudah pemberian
tergantung dari diagnosa yang kita tegakkan serta keadaan transfusi darah.
umum penderita. Sebagai dasar dari pengelolaan adalah " life Explorasi transperitoneal di mana didapatkan robekan yang luas dari
ginjal kanan terutama daerah hilus. Karena perdarahan yang terus
saving" dan mencegah timbulnya penyulit di kemudian hari. menerus maka dilakukan nephrektomi dari ginjal kanan.
Dari laporan yang ditulis oleh beberapa penyelidik ternyata
kerusakan ginjal yang terbanyak, terjadi dalam bentuk kon-
tusiorenal. RINGKASAN
Shannon melaporkan 80 — 85% dari semua kasus ruda Bermacam bentuk dan kerusakan ginjal akan kita lihat
paksa ginjal berbentuk kontusio renalis ini. Demikian pula pada ruda paksa dari ginjal baik di rumah sakit besar atau
dengan apa yang telah dilaporkan dari University Hospital di kecil. Kerusakan ringan (minor) umumnya cukup dirawat
Cleveland (74%) (3). secara konservatif, sedangkan pada kerusakan yang interme-
Bila diagnosa kontusio renal telah ditegakkan, maka terapi diate cukup dilakukan perawatan konservatip dengan obser-
yang diberikan adalah : vasi yang ketat. Tindakan pembedahan hanya dilakukan bila

84 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


perdarahan terjadi secara terus menerus, sehingga membahaya-
kan jiwa penderita atau timbulnya keradangan serta absces
akibat extravasasi. Bila keadaan penderita yang terancam
kematian, maka perlu segera ditangani dengan melakukan
tindakan pembedahan untuk melakukan reparasi kalau mung-
kin atau membuang ginjal sebagian atau seluruhnya.
Untuk menyelamatkan ginjal maka sebelum membuka
Kapsula dari Gerota, terlebih dulu dilakukan Kontrol Pedicle
sehingga perdarahan dapat dihentikan untuk sementara. Di
Klinik yang besar dapat pula dilakukan pemeriksaan arterio-
grafi pada penderita yang pada IVP-nya tidak memberikan
bayangan kontras serta keadaan penderita yang cukup stabil.

1. perdarahan per urethra


2. retensio urinae
3. prostaat yang melayang pada
pemeriksaan colak dubur.
Untuk kepastiannya maka dilakukan pemeriksaan tambahan
berupa urethrogram retrogrone untuk melihat extravasasi
dari kontras.
Di Surabaya kami tidak lagi melakukan kateterisasi dari bawah
dengan alasan-alasan :
1. menambah trauma pada urethra dimana ruptur yang
partial berubah menjadi total.
2. memasukkan infeksi
3. bisa memberikan penafsiran yang salah (false positip)

PENGELOLAAN
Seperti diketahui penderita dengan ruptura urethra posteri-
or mengalami retensio urine maka sebagai tindakan penyela-
mat adalah melakukan diversi dari jalannya air kemih. Ini
URETHRA POSTERIOR berguna untuk menghindari dari ruptura dengan kontaminasi
air kemih dengan menyebabkan timbulnya cellulitis dan
PENDAHULUAN absces sehingga menyebabkan timbulnya jaringan cicatrix
yang lebih hebat. Setelah keadaan menjadi tenang (3 minggu)
Sebagaimana diketahui dengan bertambah ramainya arus maka dapat dilakukan perbaikan dari tempat ruptura dengan
lalu lintas dengan pelbagai jenis kendaraan maka angka ruda jalan mengadakan reanastomosis dari kedua fragment urethra
paksa pada urethra posterior inipun meningkat pula sebagai tadi.
penyulit dari patah tulang panggul. Inipun sesuai dengan
laporan dari penulis barat (11,87%). RINGKASAN
Urethra posterior letaknya terlindung dalam rongga panggul
dan pada patah tulang panggul akan terjadi perubahan dari Ruptura urethra posterior perlu dipikirkan pada penderita
lingkaran panggul yang menyebabkan bergesernya urethra dengan ruda paksa pada perut bawah yang mengakibatkan
posterior terhadap 2 tempat fiksasinya. patah tulang panggul.
Perdarahan per urethra adalah tanda utama pada ruptura
MEKANISME KERUSAKAN urethra ini.
Tindakan penyelamat utama adalah melakukan supra pubik
1. Fraktur pelvis diametrik cystostomi.
2. Fraktur rami bilateral
3. Diastase symphisis pubis KEPUSTAKAAN
4. Ruda paksa langsung dengan tulang yang patah. 1. Bright TC. Significance of hematuria after trauma. J Urol 1978;
102 : 455 — 6.
DIAGNOSE 2. Hai. Mahmood A, Pontes JE. Surgical Management of major renal
trauma. J Urol 1977; 118 : 7 — 9.
Pada setiap ruda paksa daerah perut bawah yang menye- 3. Harrison JH, Perl Mutter AD. Major Urological Emergencies. Sur-
babkan patah tulang panggul perlu diteliti kemungkinan ada- gical Clin North Am 1966; 46(3) : 685 — 711.
4. Shanon RD. Management of Genito Urinary Trauma. Surgical Clin
nya ruptura urethra posterior. Talib Bobsaid & M. Sjaifuddin North Am 1979; 59(3) : 395 — 407.
Noer di Surabaya melaporkan bahwa dari 219 penderita 5. Syaifuddin Noer, Bobsaid Talib. Ruptura urethra posterior akibat
dengan rupra urethra posterior sebagai penyulitnya (V). patah tulang panggul. Bahan Penelitian Bagian I. Bedah FK Unair
Tanda-tanda Klasik yang dikenal adalah : 1982.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 85


Horseshoe Kidney
Achmad Effendi *, Jacobus Tarigan *, Harun Rasyid Lubis. **
* Bagian Anatomi dan ** Bagian llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU/ RS.Dr. Pirngadi
Medan.

PENDAHULUAN pada minggu ke-8 sampai ke-10 kehidupan embryo, biasanya


pada pole bawahnya di dekat daerah bifurcatio aortae (4).
Suatu bentuk anomali pada ginjal, horseshoe kidney, ialah
Dalam pertumbuhannya, ginjal bergerak menuju ke-cranial
penggabungan kedua ginjal kanan dan kiri oleh bagian yang
sambil berputar 90 derajat, tetapi apabila terjadi penyatuan
disebut isthmus, melalui kedua pole (extremitas) atas atau pada pole bawahnya maka ginjal tersebut tidak akan menca-
bawah. Yang terbanyak penyatuan kedua pole bawah, sedang- pai tempatnya yang normal, terhalang pada isthmusnya oleh
kan kedua pole atas hanya sekitar 5 — 10% (3). Besamya
arteri messenterica superior. Karena kedua pole bawahnya
isthmus sangat bervariasi, kadang-kadang merupakan bagian
bersatu, maka masing-masing ginjal tidak dapat melakukan
yang lengkap terdiri dari jaringan ginjal (parenchymatous rotasi 90 derajat, sehingga pelvis renalis yang seharusnya meng-
tissue), tetapi pada beberapa kasus, hanya merupakan bagian hadap ke medial jadi menghadap ke depan dan letak ureter
kecil yang terdiri dari jaringan ikat (fibrous tissue) (1). Dari di depan isthmus (2). Juga letak kedua ginjal menjadi lebih
hasil autopsi, anomali ini tidak jarang dijumpai, meliputi berdekatan dan sumbu memanjangnya arahnya sejajar atau
1 : 600 sampai 1 : 800 dari seluruh kasus (3). menguncup ke bawah (6). Letak ginjal normal di dalam cavum
Letak kedua ginjal relatip lebih berdekatan dan lebih ren-
abdominis pada posisi berdiri di antara vertebra lumbalis I
dah dari biasa, 40% diantaranya mencapai ketinggian normal
dan vertebra lumbalis N dimana ginjal kanan biasanya lebih
(3). Kedua ginjal biasanya terdapat pada sisi yang berlainan, rendah dari kiri. Sumbu memanjang kedua ginjal membentuk
di kanan kiri columna vertebralis, bisa juga keduanya terletak
sudut yang menguncup ke-cranial.
pada satu sisi, dalam hal ini salah satu di antara kedua ginjal
Pembuluh darah arterial yang pergi ke ginjal berasal dari
tersebut terletak di atas lainnya (2).
bagian bawah aorta abdominalis atau dari arteri ilaca com-
Apabila horseshoe kidney ini dibentuk oleh hanya 2 buah
munis (5), bahkan kadang-kadang terdapat arteri renalis yang
ginjal maka biasanya setiap ginjal mempunyai satu ureter,
multipel yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melak-
tetapi bila 3 atau 4 ginjal, maka ureternya bisa kembar, salah
sanakan pembedahan.
satu di antaranya mempunyai cabang penghubung ke pelvis
Untuk menentukan horseshoe kidney secara radiologis,
ginjal di sisi lain, atau satu ureter untuk dua ginjal, atau satu
Gutierrez membuat dan mengukur besarnya sudut "pyelogra-
pelvis dihubungkan dengan pelvis di seberangnya melalui
calyces yang berdekatan letaknya. Horseshoe kidney kembar phic triangle" dari suatu foto Ro ginjal dengan cara menarik
(double horseshoe kidney) sebenarnya adalah merupakan sebuah garis horizontal di antara kedua crista iliaca dan garis
gabungan dari dua buah ginjal kembar (double kidneys) (6). horizontal lainnya melalui discus intervertebra lumbalis II
Penderita anomali ini biasanya tanpa keluhan, tetapi bila dan III. Dari titik potong garis pertama dengan columna ver-
timbul penyakit penyulit, bisa terjadi hydronephrose, recur- tebralis dan kedua titik potong garis kedua dengan calyc
rent pyelonephritis, haematuria dan batu ginjal (4). Keluhan ginjal yang paling caudal dan medial ditarik garis sehingga
yang terjadi bisa berupa rasa mual dan sakit perut yang terbentuk sudut yang membuka ke arah cranial. Pada gam-
baran ginjal normal besarnya sudut tersebut 90 derajat, sedang-
disertai kekejangan (Rovsing syndrome). Kehamilan pada
kan pada horseshoe kidney 20 derajat (6).
penderita anomali ini 1/3 di antaranya mendapat kesulitan (3).
Dari gambaran radiologis didapati bahwa sudut pyelogra-
phic yang dibentuk oleh kedua ginjal yang normal ialah 90 LAPORAN KASUS
derajat sedangkan pada horseshoe kidney 20 derajat (6). 1. Seorang perempuan bangsa Indonesia usia 36 tahun, mengeluh
Tindakan pembedahan untuk memisahkan kedua ginjal sakit kepala, mual, saldt pinggang dan kencing darah. Keluhan ini
mungkin sangat dibutuhkan apabila anomali ini menimbulkan timbul setelah os melakukan gymnastik 2 kali seminggu selama 3
penyulit, dengan cara memotong pada isthmusnya yang ter- bulan. Setiap hamil (dua kali hamil) menderita hypertensi dengan
tekanan systolis 160 dan 180 mmHg.
diri dari jaringan ikat. Pada pemeriksaan laboratorium tentang faal ginjal dan bacteriolo-
Pada kesempatan ini dilaporkan 2 kasus horseshoe kidnay gis tidak dijumpai kelainan.
yang terdapat di R.S. Pirngadi Medan, seorang laki-laki bangsa Pada pemeriksaan radiologis dengan BNO dan IVP diketahui bahwa
Indonesia berusia 28 tahun dan seorang wanita bangsa Indone- os menderita anomali horseshoe kidney dengan isthmus parenchy-
sia berusia 39 tahun yang datang memeriksakan diri dengan matous.
keluhan utamanya gross haemaria dan nyeri pada pinggang-
nya sehabis melakukan kegiatan fisik yang cukup berat. 2. Seorang laki4aki bangsa Indonesia usia 28 tahun, mengeluh nyeri
pinggang setelah bekerja berat, rasa memual, sakit kepala dan hema-
turia. Sebelumnya os tidak pernah menderita keluhan yang serupa.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak dijumpai kelainan faal
ginjal ataupun bacteriologis.
Ginjal terbentuk dari metanephros pada minggu kelima dari Pada pemeriksaan radiologis baik secara BNO ataupun IVP didapati
kehidupan embryonal. Horseshoe kidney terjadi sebagai akibat bahwa os menderita anomali horseshoe kidney dengan isthmus
penyatuan dari renal blastema (nephroblast = tunas ginjal) terdiri dari jaringan ikat.

86 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


RINGKASAN Gambaran radiologis memberi kesan bahwa isthmus pada
Horseshoe kidney merupakan anomali yang tidak jarang di- penderita laki-laki terdiri dari jaringan ikat (fibrous tissue),
jumpai. Di dalam autopsi didapati rata-rata 1 di dalam 600 — sedangkan pada penderita wanita jaringan ginjal (parenchy-
800 kasus. Pada umumnya penggabungan terjadi pada pole matous tissue). Walaupun demikian konfirmasi untuk ini
bawah, akan tetapi pada + 10% kasus terjadi pada pole atas. sebaiknya dengan arteriografi.
Pada laki-laki lebih sering , terjadi dari pada wanita dengan
perbandingan 2 : 1. KEPUSTAKAAN
Gejala-gejala klinis yang terjadi disebabkan oleh adanya
teknan pada ureter oleh bagian yang menghubungkan kedua 1. Brass JC. Cunningham's Text-book of Anatomi 95h.ed. London,
New York, Chicago: Oxford Univ Press. 1951 : 736.
ginjal (isthmus), yang mengakibatkan terjadinya obstruksi 2. Cafey J. Pediatric X-Ray Diagnosis. 2nd.ed. Chicago: Year Book
aliran kemih. Gejalanya bisa berupa haematuria dan kolik Publ Inc. 6 — 8.
abdomen yang disebabkan hydronephrose, penyakit infeksi 3. Faber M et al. Anomalies of the kidney and ureter. Clin Obst
pada ginjal dan batu ginjal. Gynaec 21(3) 1978: 831 — 43.
Dilaporkan 2 kasus, seorang laki-laki bangsa Indonesia beru- 4. Harrison's: Principles of Int.Med. 8th. Tokyo: Mc.Graw Hill Koga-
sia 28 tahun dan seorang wanita bangsa Indonesia berusia 39 kusha 1977 : 142.
5. Netter FH. Renal Fussion. Ciba Coll. Of Med. III Col; 6. Ciba 1973 :
tahun, yang mempunyai horseshoe kidney. Kedua penderita 232.
mengalami haematuria dan nyeri pinggang sehabis melakukan 6. Wenson BM. Urologic Rontgenology 3rd. ed. Philadelphia: Lea &
kegiatan fisik yang berat. Faberger. 1950 : 63 — 7.

Uretritis - Non Gonore


Namyo O. Hutapea.
Sub Bagian STD & Mikologi Bagian Rmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi
Medan.

PENDAHULUAN lakukan bila penyebabnya dan paling minimal dapat dibeda-


Berpuluh tahun sebelumnya dikenal hanya satu penyakit kan kedua golongan tersebut.
infeksi yang menyerang saluran alat genital serta yang disebab- Menurut uraian King dkk. (16) maka Uretritis dikenal 2
kan oleh gonokokkus sehingga pada waktu dahulu tidak dapat golongan yaitu : Uretritis gonore dan Uretritis Non-gonore,
dibedakan apakah Uretritis yang timbul disebabkan oleh sedangkan Uretritis, Non-gonore dibagi lagi menjadi 2 sub
infeksi gonokokkus atau non gonokokkus. Dengan penemuan golongan yaitu : Sub golongan yang penyebabnya telah di-
berbagai antibiotika temyata kemudian bahwa uretritis dapat ketahui dan Sub golongan yang masih belum diketahui dan
disebabkan infeksi oleh gonokokkus dan non gonokokkus inilah yang dimaksud dengan Non Spesifik Uretritis.
oleh sebab terbukti berbeda hasil pengobatan oleh dua jenis Oleh sebab di Indonesia belum jelas mengenai pembagian
antibiotika terhadap uretritis yang disebabkan kedua golongan dan penyebabnya maka kami lebih suka mempergunakan
tersebut. Akibatnya selama bertahun dikenal dengan sebutan istilah Uretrisit Non gonore pada semua Uretritis yang tidak
infeksi oleh gonokokkus (= Uretritis gonore) dan infeksi oleh disebabkan gonokokkus.
non-gonokokkus (= Uretritis non gonore) (10).
Uretritis Non Spesifik termasuk ke dalam golongan Uretri- TANDA-TANDA KLINIK
tis Non-Gonore. Sebenarnya penggunaan istilah Uretritis Non- Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda
Spesifik tidak begitu tepat oleh sebab dengan kemajuan teknik adanya pengeluaran cairan yang mucopurulen dari Uretra
pemeriksaan laboratorium pada saat ini telah mulai dapat di- dan dengan kemungkinan banyak atau sedikit, tetapi pada
tentukan Organisme yang patogen yang spesifik pada sebagian umumnya cairan tersebut -lebih encer dari pada uretritis
Uretritis Non-gonore. Diduga penyebabnya seperti Tricho- gonore. Kadang-kadang disertai disuria, perasaan gatal pada
monas vaginalis, bakteri dari genera Haemophilus dan Coryne bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan mikturasi yang
bacterium, jamur, virus, adanya kelainan anatomis, trauma, lebih sering (10, 7, 23, 29).
oleh bahan kimia dan neoplasma yang diperkirakan sampai Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga
10% dapat menyebabkan Uretritis Non-gonore. Sebahagian dapat menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inku-
besar penyebab Uretritis Non-gonore belum diketahui sehing- basinya, tetapi pada umumnya waktu inkubasi antara 1 — 3
ga timbul istilah Umum yang menyatakan adanya infeksi minggu (10).
non spesifik pada alat genital bagian bawah (= non specific Ada kalanya penderita dengan pengeluaran cairan (duh
genital infection). tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis
Penting sekali dibedakan Uretritis gonore dan non gonore dengan Uretritis gonore. (10,2).
oleh sebab tanda-tanda klinis dapat memberi gambaran yang Dapat dibuat kesimpulan bahwa keluhan Subjektip uretritis
hampir sama. Hal tersebut sangat diperlukan untuk menerap- non-gonore tidak nyata berbeda dari pada Uretritis gonore.
kan pengobatan yang rasional, sebab cara ini hanya dapat di- (11,31,33).

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 87


Uretritis non-gonore pada wanita pada umumnya tanpa kan bahwa organisme penyebabnya dan yang telah dibuktikan
keluhan dan pemeriksaan klinis sering dijumpai keadaan nor- ataupun diduga menyebabkan U.N.G. serta yang dapat ditular-
mal. Hasil penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para kan melalui hubungan kelamin yaitu :
wanita sebagai "teman berhubungan " dari pria yang mende- — Chlamydia trachomatis
rita Uretritis non gonore maka bila dilakukan pemeriksaan — Urea plasma, Urea lyticum
akan dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital yang ber- — Trichomonas Vaginalis
sangkutan. Ada kalanya dijumpai tanda-tanda Cystitis yang — Jamur
akut ataupun yang khronis pada wanita teman dari pria yang — Virus
menderita infeksi tersebut. Bila terjadi pengeluaran cairan — masih banyak kemungkinan lainnya.
dari Vagina (vaginal disharge) maka hal tersebut pada umum- Beberapa pusat penelitian ataupun penulis lainnya memberi-
nya disertai dengan trichomoniasis dan terutama disebabkan kan daftar yang hampir sama hanya ada sebagian atau bebe-
oleh Cervitis. (10). rapa butir yang tidak bersamaan diuraikan.
Disamping tanda-tanda klinis maka diagnosa yang memasti- Sebagai perbandingan disajikan laporan Cattera (10) yang me-
kan harus ditopang dengan pemeriksaan laboratorium. (6,22). laporkan kemungkinan penyebab U.N.G. sebagai berikut :
— Chlamydia trachomatis
DIAGNOSA — Urea plasma Urea lyticum
— Corynebacterium Vaginale
Uretritis non gonore ialah uretritis dengan tanda-tanda — Haemophilis Vaginalis
klinik atau dengan keluhan subjektip yang hampir menyerupai — Hypersensitivity
atau lebih ringan dari pada uretritis gonore dan kadang-kadang — Antoimmune disese
dengan tanda klinik maupun keluhan subjektip yang tidak be- — Psychogenic Causes.
gitu menonjol, hanya sebagai pembatasan dalam pemeriksaan Penyelidikan akhir-akhir ini melaporkan bahwa Chlamydia
laboratorium terhadap duh tubuh tidak dijumpai gonokokkus. trachomatis dapat diisolasi dari hampir setengah dari jumlah
(10,24,23). penderita Uretritis non gonore, pada hampir sepertiga dari
Uretritis non gonore dikenal dengan timbulnya gejala duh wanita yang merupakan pasangan hubungan kelamin dari
tubuh dari uretrat sedikit ataupun banyak dan tidak disebab- pria yang menderita penyakit tersebut dan demikian juga pada
kan oleh gonokokkus serta yang dapat dibuktikan dengan sebagian besar penderita uretritis paska gonore. (10).
pewarnaan gram dari sediaan langsung ataupun dengan pem- Laporan terakhir yang diperoleh penulis mengenai keterli-
biakan. Penderita dengan gejala tersebut di atas dengan batan Chlamydia terhadap Uretritis Non Gonore lebih menarik
eksudat yang mengandung banyak sel-sel polymorph nuclear perhatian. (25,26,27).
tanpa adanya diplocokkus gram negatip intra & extra Sellular.
Pada poenderita tanpa adanya duh tubuh, maka diagnosa
dapat ditegakkan berdasarkan : CHLAMYDIA TRACHOMATIS
— Pemeriksaan spesimen dari endo uretral dengan dijumpai- Sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu Halberstaedter dan
nya sel lebih dari pada 4/LP (1000 x) dilakukan dengan pe- kawan-kawan merupakan orang pertama yang melaporkan
warnaan gram. dijumpainya Chlamydial Inclusion dari sediaan yang diambil
— Dapat juga dilakukan pemeriksaan sedimen urine dengan dari mata, tetapi pada waktu itu belum jelas peranannya.
dijumpainya sel lebih dari pada 15/LP (400 x), dengan Tahun 1957, Tang dan kawan-kawan dapat mengisolasi orga-
urine pagi yang pertama dikeluarkan ataupun paling sedikit nisme tersebut dari mata penderita trachoma (30). Kemudian
setelah 4 jam sesudah pengeluaran urine sebelumnya. tahun 1958, Collier dan kawan-kawan berhasil melakukan
(10,7,24,23,29). inkubasi chlamydia pada mata dan ternyata dapat menimbul-
Untuk menegakkan diagnosa suatu uretritis non gonore kan trachoma (8). Tahun 1959, Yones dan kawan-kawan dapat
diperlukan anamnese yang jelas dari penderita dan yang di- mengisolasi Chlamydia dari mata bayi yang menderita opthal-
sertai dengan pemeriksaan klinis serta yang ditopang dengan mia neonatorum. (34). Tahun 1960, Collier dapat membukti-
pemeriksaan laboratorium, tetapi diperlukan laboratorium kan dengan dijumpainya organisme tersebut dari Cervix si ibu
dengan kualitas yang baik yang dapat menopang dalam penen- dari bayi yang dilahirkan dengan opthalmia neonatorum. (9).
tuan penyebabnya. - Tahun 1964, Dunlop dan kawan-kawan dapat mengisolasi
Bahan pemeriksaan (spesimen) diambil dari uretra untuk Chlamydia dari Cervix si ibu dengan bayi yang dilahirkan
pria dan dari Vagina, Cervix dan Uretra untuk wanita. Di- menderita opthalmia neonatorum dan dari uretra bapak
samping itu bila perlu dilakukan pemeriksaan spesimen dari si bayi dan ternyata sebagian besar menderita uretritis non
rectum, oropharynx dan sekresi prostat. Pemeriksaan labo- gonore. (12). Tahun 1967, Dunlop dan kawan-kawan dapat
ratorium termasuk pewarnaan gram terutama untuk melihat membuktikan adanya organisme tersebut yang dapat diisolasi
leucocyt; Sel, kuman, jamur, sedangkan pemeriksaan sediaan dari uretra dari sejumlah pria yang menderita uretritis non
basah untuk menentukan Trichom.onas Vaginalis. Disamping gonore dan demikian juga dari Cervix dari pada sebagian pa-
itu pembiakan juga diperlukan untuk penentuan organisme sangan kontak dari para pria tersebut. (13).
dari spesimen. Bila keadaan mengizinkan maka spesimen untuk Penelitian akhir-akhir ini melaporkan bahwa chlamydia
penentuan adanya Chlamydia trachomatis, Urea plasma, Urea dapat diisolasi dari uretra pria yang menderita uretritis non
lyticum dan organisme lainnya. Untuk melengkapi pemerik- gonore serta hampir mendekati 50%. (14,17,21,15).
saan dari bidang S.T.D. maka pemeriksaan S.T.S. sebaiknya Tingkatan atau frekuensi isolasi dari organisme tersebut
dilakukan. ternyata dijumpai rendah pada golongan kontrol dengan sifat
kebiasaan hubungan kelamin yang sama tanpa adanya keluh-
ORGANISME PENYEBAB URETRITIS NON GONORE an atau tanda-tanda uretritis non gonore. Peneliti lainnya
(U.N.G.) melaporkan bahwa pada golongan kontrol tidak dijumpai
Menurut uraian dari WHO Scientific Group (23) dilapor- sedangkan peneliti lainnya melaporkan dengan tingkatan

88 Cermin Dunia. Kedokteran No. 28, 1982


mencapai 7% pada pria. (17,21,15). Oleh beberapa penulis Palembang : 247
menguraikan dengan dijumpainya pada pria yang bukan homo Denpasar : 120
serta menderita uretritis gonore, maka tingkatan isolasi Chla- Ujung Pandang : 110
mydia berkisar sampai 30%. (21,19). Medan : 187.
Dilaporkan bahwa seseorang disamping menderita gonore Di R.S.D.P. Medan untuk kurun waktu tersebut dilaporkan
dapat juga ditulari Chlamydia dengan gejalanya baru muncul penderita U.N.G. 187, tidak dilaporkan organisme penyebab-
setelah gonore sembuh sehingga dikenal dengan nama "Post nya hanya berdasarkan ketentuan tidak dijumpainya gono-
Gonococcal Non Specific Uretritis " . Infeksi campuran tersebut kokkus pada penerita Uretritis tersebut. Penentuan organisme
dapat terjadi dengan waktu manifestasi yang berbeda oleh penyebabnya masih sulit diatasi oleh sebab kesukaran dalam
sebab waktu inkubasi yang berbeda. (21,19). bidang/sarana laboratorium dan mungkin juga faktor tenaga
Infeksi Chlamydia di Cervix dari pada wanita pasangan terampil di bidang laboratorium yang akan menopang penen-
kontak dari pria yang menderita Uretritis Non-Gonore dijum- tuan organisme penyebabnya. Hal yang serupa juga dihadapi
pai di sekitar lebih 30%. (18). Demikian juga dijumpai Chla- berbagai kota/RS di berbagai kota di Indonesia.
mydia dari Cervix sekitar 2% dari wanita tanpa adanya sang- Di luar kasus yang dilaporkan dari R.S.D.P. maka penulis
kaan menderita S.T.D. dari pemeriksaan dan anamnese dan sendiri pernah menjumpai 2 penderita U.N.G. dengan orga-
demikian juga tanpa adanya kontak dengan pria yang men- nisme Mycoplasma-T yang dapat diisolasi dari Uretra serta
derita Uretritis Non Gonore (18). yang diduga penyebabnya, apalagi setelah pemberian pengo-
Berdasarkan uraian dari laporan hasil penelitian tersebut batan maka keluhan dan tanda-tanda klinik dari penderita
di atas maka dengan lebih nyata bahwa Chlamydia trachomatis tersebut menjadi hilang; tetapi isolasi organisme tersebut
adalah patogen pada saluran genital dan diduga merupakan bukan dilakukan di Medan. Kemudian kami menjumpai 5
salah satu penyebab timbulnya uretritis non gonore. penderita dengan tanda-tanda uretritis dan isolasi organisme
dari uretra ternyata C. Albican yang diduga sebagai penye-
UREA PLASMA UREA LYTICUM babnya.
Sebagian besar penulis beranggapan bahwa U. Urealyticum KESIMPULAN
merupakan organisme komensal pada saluran genital manusia,
tetapi menurut sebagian peneliti bahwa organisme tersebut 1. Dengan gambaran klinis saja tidak dapat ditegakkan diagno-
dapat menyebabkan Uretritis (20,10,3,4,32), hanya dianggap sa U.N.G., sedangkan diagnosa yang tepat harus ditunjang
tidak sebagai penyebab utama pada Uretritis Non Gonore. dengan pemeriksaan laboratorium. Sebagai alat penunjang
diperlukan sarana laboratorium dan tenaga terampil untuk
EPIDEMIOLOGI menyisip kekurangan tersebut.
Insidens Uretritis Non Gonore menunjukkan kenaikan 2. Disebabkan kekurangan faktor penunjang tersebut maka di
angka yang menonjol pada waktu akhir-akhir ini walaupun Medan khususnya dan di Indonesia pada umumnya belum
pada beberapa daerah/negeri frekuensinya berbeda-beda. dapat ditentukan organisme penyebab utama atau pe-
Di Amerika Serikat pada waktu akhir-akhir ini insidens Ure- nyebab-penyebab lainnya walupun diperkirakan U.N.G.
tritis Gonore menunjukkan tendensi menetap sedangkan Ure- sudah mulai banyak dijumpai di Indonesia.
tritis Non Gonore meningkat. Di Swedia Uretritis Non Go- Perkecualian dari uraian di atas maka di Jakarta oleh Dr.
nore menunjukkan angka 2 x daripada Uretritis Gonore. Suhamo telah mulai dirintis untuk penentuan organisme
(10,23). penyebab uretritis non gonore di Jakarta.
Tidak dijumpai sifat-sifat khusus serta yang memenuhi 3. Penentuan penyebab U.N.G. sangat penting sebab disam-
persyaratan untuk membedakan seseorang penderita Uretri- ping dapat mengetahui organisme penyebabnya, juga di-
tis yang disebabkan C. trachomatis dan yang bukan disebab- perlakukan dalam hubungan pengobatan secara rasional
kan organisme tersebut. (23). terhadap Uretritis tersebut.
Pria dengan frekuensi yang telah pernah menderita Ure-
tritis lebih dari pada dua kali maka akan menunjukkan fre- KEPUSTAKAAN
kuensi yang rendah terhadap isolasi C. trachomatis (1) dan 1.Alani MD et al. Isolation of chlamydia trachomatis from male
pria yang telah pernah menderita uretritis juga menunjuk- uretra. Brit J Vener Dis 1977; 53 : 88 — 92.
2.Arya OP et al. Tropical Venereology, lst publ. Edinburg: Churchill
kan frekuensi yang rendah terhadap isolasi U. Urealyticum Livingstone; 1980.
(5). Di Eropa ternyata frekuensi isolasi Chlamydia yang di- 3.Bowie WR et al. Differential response of chlamydial and Urea plas-
lakukan pada Institut Alfred Fornier, maka dari 2414 pen- ma associated Uretritis to sulfa furazole and aminocyclitols. Lancet
derita Non Gonore diperoleh 26,4%. (23). Di Singapura 1976; 2 : 1276 — 1278.
ternyata penderita U.N.G. menunjukkan ratio 1 : 3 terhadap 4.Bowie WR et al. Etiology of Non-Gonococcal Urethritis: Evidence
for chlamydia trachomatis and Urea plasma Urea lyticum. J Clin
U.G. dan belum dinyatakan hal tersebut suatu keadaan yang Invest 1977; 59 : 735 — 742.
harus mendapat perhatian. (23). Di Indonesia diduga U.N.G. 5.Bowie WR et al. Double-blind Comparison of two doses and two
sudah mulai banyak dijumpai walaupun belum ada publikasi durations of minocycline therapy for non-gonococcal urethritis.
yang menyatakan organisme penyebabnya atau yang diang- In. Proceeding of the lOth Intemational Congres of Chemotherapy,
Zurich, Switzerland 18 — 23 September 1977. Washington D.C.
gap penyebabnya berdasarkan hasil pemeriksaan laborato- American Society for Microbiology 1978 — P. 186.
rium yang dilakukan. Hingga saat ini yang dilaporkan adalah 6.Bum MD. The all embracing Sex diseases N.S.U. and N.S.G.I. Mod
frekuensi penderita Non Gonore dari berbagai RS. Pendidikan Med Asia 1977; 13 : 19 — 22.
di Indonesia untuk kurun waktu 1980 — 1981 sebagai beri- 7.Bowie WR. Comparison of gram stain and first voided urine'Sedi-
kut : (28). ment in the diagnosis of Urethritis Sex Trans Dis 1978; 5: 39 — 42.
8.Collier LH. et al. Experimental trachoma produced by Cultured
Jakarta : 900 Virus. Brit J Opthal 1958; 42 : 705.
Surabaya : 2299 9. Collier LH. On the etiology and relationship of trachoma and
Yogyakarta : 361 inclusion blennorrhoea. Rev int Trachoma 1960; 27 : 585.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 89


1 0.Catterall RC. Non Specific Genital infection and chlamydia tra- J Vener Dis 1972; 48 : 437.
chomatis. Asia J Infect Dis 1977; 1 : 81 — 87. 22. Rajan S. Gonorhoea and its management in South east Asia. Med
11.Csonka G. Sexually transmitted and venereal diseases. Medicine Prog 1980; 4: 9 — 17.
1978;12 : 35. 23.Report of a WHO Scientific group. Technical Report Series No.
12.Dunlop EMC et al. Genital infection in association with Tric Virus 660 (1981); 59 — 66.
infection of the eye. Clinical and other findings, preliminary report. 24.Swartz SL et al. Diagnosis and etiology of non gonococcal Urethri-
Brit J Vener Dis 1964; 40 : 33. tis. J Infect Dis 1978; 138 : 445 — 54.
13.Dunlop EMC et aL Infection by bedsonia and possibility of spurious 25.Schachter J. Chlamydial infection (First of three parts). New Engl
isolation Genital infection, diseases of the eye, Reiter's disease. J Med 1978; 298 : 428 — 434.
Amer J Ophthal 1967; 63 : 1073. 26.Schachter J. Chlamydial infection (Second of three parts). New
14.Dunlop EMC et al. Chlamydia and Non Specific Urethritis. Brit Med Engl J Med 1978; 298 : 490 — 495.
J 1972; 2 : 565. 27. Schachter J. Chlamydial infection (Third of three parts). New Engl
15.Holmes KK et al. Etiology of Non-Gonococcal Urethritis. New J Med 1978; 298 : 540 — 549.
Eng J Med 1975; 292 : 1199. 28.Simposium Uretritis Gonore dan Non Gonore Jakarta 12 Juni 1982.
16.King A and Nicol C. Venereal diseases; 3rd. 351 — 257. London: Bag. Peny. Kulit & Kelamin FK.U.I., Jakarta, 1982.
Bailliere Tindall; 1975. 29. Semi quantitation of urethral Polymorph Nuclear leucocytes on
17.Oriel JD et al. Chlamydial infection : Isolation of Chlamydia from objective Evidence of Non-Gonococcal Urethritis. Sex Trans Dis
patients with non specific genital infection. Brit J Vener Dis 1972; 1982; 9 : 52 — 55.
48 : 429. 30.Tang FF et al. Studies on the etiology of trachoma with special
18.Oriel JD et al. Chlamydial infections of the Cervix. Brit J Vener reference to isolation of the virus in chich embryo. Chin Med J
Dis 1974; 50 : 11. 1957; 75 : 429.
19.Oriel JD. Minocycline in the treatment of non gonococcal Urethri- 31.Thin RN. Sexually Transmitted diseases. Medicine 1978;12 : 140 —
tis: its effect on chlamydia trachomatis. J Am Vener Dis Assoc 141.
1975; 2 : 17. 32.Taylor R et al. The Genital Mycoplasma. New Engl J Med 1980;
20.Prentice MJD et al. Non-Specific Urethritis. A placebo-controlled 302 : 1003 — 1010.
tiral of minocycline in Conjunction with laboratory investigation. 33.Willcox RR. Epidemiological importance of Concealed Non Gono-
Brit J Vener Dis 1976; 52 : 269 — 275. coccal Urethritis. Brit J Vener Dis 1979; 55 (149.
21.Richmod SJ et al. Chlamydial infection: Role of chlamydia Sub. 34.Yones BR et al. Isolation of virus from inclusion blennorhoea.
Group A in Non Gonococcal and post gonococcal Urethritis. Brit Lancet 1954; 1 : 902.

Gangguan Pancaran Saluran Air Kemih


Buchari Kasim
Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran USU/ RS Dr. Pirngadi,
Medan

PENDAHULUAN nya masa kini secara bedah plastik. Kasus-kasus yang banyak
dijumpai tersebut pada pria adalah hipospadia dan pada
Perjalanan terakhir air kemih akan dipancarkan ke dunia wanita adalah fistula vesikovaginal.
luar melalui meatus di bagian distal urethra. Walaupun seluruh
sistem saluran air kemih sudah baik, namun jika pancaran HIPOSPADIA
ke dunia luar ini terganggu, akan menimbulkan penyakit yang
memberi keluhan kepada penderita. Keluhan di sini lebih Sebenarnya hipospadia adalah kelainan bawaan yang paling
banyak terganggu kenikmatan hidupnya tanpa secara lang- banyak dijumpai khusus pada pria. Blair-Byars mengemuka-
sung membahayakan kelangsungan hidupnya sendiri. kan insidens 1 : 300 kelahiran pria, jenis-jenis bervariasi dari
Gangguan kenikmatan hidup ini akan bertambah meng- yang paling sering dijumpai dan enteng mengenai glans penis,
ingat keunikan anatomi dari saluran air kemih bagian distal biasa dijumpai yaitu mengenai batang penis sampai ke jenis
baik pada jenis kelamin pria atau wanita. Pada pria saluran yang jarang dijumpai namun lebih parah adalah tipe scrotal
terakhir air mani sedangkan pada wanita letak saluran air atau perineal.
kemih bagian distal bertetangga sangat erat dengan saluran Masalah yang ditimbulkan adalah gangguan pancaran air
perkelaminan. kemih, yang secara nyata akan mulai dirasakan penderita
Dari keunikan ini dapatlah dibayangkan betapa berat- sewaktu masuk sekolah di mana ia tidak dapat melakukan
nya keluhan penderita dengan gangguan pancaran saluran miksi seperti teman-teman sejenisnya. Walaupun secara
air kemih. Gangguan yang bersifat anatomis ini dapat me- fungsi sebenarnya belum terganggu, namun secara psikologis
nimbulkan gangguan fisiologis dan yang lebih hebat adalah sudah mulai membebankan kejiwaan si anak.
gangguan psikologis pada penderita, keluarga dan kehidupan Keluhan utama akan timbul di kemudian hari berupa
sosialnya. gangguan fungsi perkelaminan. Fungsi ini terganggu dise-
Makalah ini khusus membicarakan kasus-kasus dengan babkan bentuk penis yang melengkung ke bawah teristimewa
gangguan tersebut yang sering dijumpai di masyarakat Indo- sewaktu ereksi yang disebabkan adanya jaringan ikat yang
nesia; dengan beberapa masalah yang penting diketahui ter- timbul antara meatus dari hipospadi ke arah glans penis yang
utama mengenai evaluasi pemeriksaan beserta pengelolaan- dikenal sebagai chordee. Air ruani yang keluar sewaktu orgas-

90 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


me akan menyembur pada dinding belakang vagina yang dapat kan tindakan pembedahan berikutnya adalah besar. Karena
menyebabkan sterilitas pada pasangan perkawinan hipos- adanya kemungkinan tahapan operasi dengan selisih waktu
padia. minimal 6 bulan, maka anjuran pembedahan secara ideal
Gangguan fungsi perkelaminan ini berupa ereksi yang me- dapat dimulai sejak usia 2 tahun. Seandainya timbul penyu-
lengkung, pancaran yang tidak normal serta sterilitas akan lit, dalam usia sebelum masuk sekolah, pembedahan yang
sangat dirasakan lawan jenisnya dan dapat menimbulkan bertahap itu sudah dapat diselesaikan.
masalah keluarga dan sosial. Karena itulah secara modern an- Dari berbagai metode ini pada umumnya tindakan dilaku-
juran untuk diperbaiki secara bedah plastik sebelum usia kan dengan dasar 2 tahap :
sekolah, sebelum sang anak sendiri secara sadar mengetahui 1. Chordectomi, membuang jaringan ikat sehingga batang
bahwa ada sesuatu kelainan pada alat kelaminnya. penis dapat lurus.
Dari pengalaman kami masih sering menerima rujukan pen- 2. Urethroplastik, merekonstruksikan pipa urethra sampai
derita dengan usia lebih besar, pubertas atau dewasa dan ma- ke distal.
lahan ada penderita yang datang sesudah mengalami kegagal- Namun pada beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan
an pada perkawinannya. Pada usia-usia seperti ini kemung- beberapa metode dalam satu tahap. Di Medan sendiri sejak
kinan timbulnya penyulit pasca bedah menjadi lebih besar tahun 1977 lebih banyak dilakukan dalam metode satu tahap
akibat mudahnya perdarahan pasca bedah. Lagipula pada pen- menurut Horton-Devine, yang memberi keuntungan dikurang-
derita usia dewasa keluhan psikologis akan lebih besar pada kan masa opname, fungsi dan bentuk estetik serta pancaran
penderita sendiri. air kemih yang baik. Kalau dalam pembedahan satu tahap
Pada usia pubertas dan dewasa juga sering dijumpai kasus- berhasil baik, ini sangat menyenangkan ahli bedah dan orang
kasus hipospadia yang sudah disunat (circumsisi) yang lebih tua atau penderita, namun jika memang timbul penyulit dapat
menyulitkan tindakan pembedahan, karena justru preputium diperbaiki sebagai tahap kedua. Kerugiannya adalah waktu
adalah yang paling baik untuk bahan rekonstruksi hipospadia pembedahan berlangsung lama (2 — 3 jam) yang memerlukan
Secara bedah plastik pada setiap penderita hipospadia pengawasan lebih teliti dari ahli anestesi.
diharamkan untuk disunat, karena hasil akhir dari operasi
hipospadia adalah bentuk yang sudah disunat.
Pada setiap jenis dari hipospadia sebenarnya diperlukan HASIL PEMBEDAHAN
pemeriksaan IVP dan evaluasi sistematis yang lengkap. Cryp-
torchismus, kelainan ginjal, hernia dan berbagai kelainan bawa- Dari tahun 1977 — 1981 dikumpulkan penderita hipos-
an lainnya dijumpai lebih sering pada penderita dengan hipos- padia yang dikerjakan di Medan sejumlah 37 penderita dengan
padia dibandingkan dengan populasi umumnya. Khusus pada usia rujukan paling banyak pada usia remaja/dewasa, sedang-
kasus bentuk hipospadia yang parah, maka penampilan bentuk kan usia prasekolah yang terkecil. Dari usia remaja 5 penderita
alat kelamin luar serta muara dari pancaran saluran air kemih sudah disunat (Tabel I). Tindakan pembedahan yang kami
dapat menyebabkan keraguan dalam penentuan jenis kelamin. lakukan umumnya dalam satu tahap (metode Horton-Devine)
Jika ini dijumpai untuk pemastian diagnose diperlukan dan 5 kasus dari usia prasekolah yang dilakukan secara dua
pemeriksaan tambahan mengenai susunan gonad, pemeriksaan tahap. Kelainan bawaan ikutan yang terbanyak adalah cryp-
sistologik mengenai seks kromatin (badan-badan Barr), peme- torchismus, sedangkan evaluasi untuk kemungkinan ada kelain-
riksaan keadaan hormon, cystoskopi dan kalau perlu peme- an bawaan disaluran kemih lain tidak dilakukan (Tabel II).
riksaan perkembangan alat kelamin dalam. Kesalahan penen- Penyulit yang ditakuti adalah fistula yang dijumpai pasca
tuan jenis kelamin dan sejak neonati/bayi dapat menimbulkan bedah pada 11 kasus (30%) dengan ratio tertinggi timbulnya
kelainan interseksualitas, seperti yang sering juga dijumpai di fistula pada jenis hipospadia scrotalis (Tabel IV). Fistula ini
Indonesia. dioperasi pada tahap berikutnya secara sederhana dengan hasil
baik pada sebagian besar fistula (64%), sedangkan yang me-
merlukan lebih dari 1 x operasi sebanyak 36% (Tabel V). Di
luar 37 penderita ini masih kami jumpai satu kasus dengan ada-
TINDAKAN PEMBEDAHAN nya hipospadia scrotalis beserta cryptorchismus yang merupa-
Tujuan pengelolaan hipospadia adalah untuk mendapat kan kasus interseksualitas.
pancaran air kemih yang wajar, letak meatus pada urethra yang
paling distal sewaktu ereksi batang penis harus lurus, ber- Dirujuk oleh bagian ginekologi karena keluhan utama
ukuran wajar dan bebas dari obstruksi pada urethra bagian pada usia 15 tahun, penderita yang dianggap oleh keluarganya
proksimal. Dari kepustakaan lebih dari 150 macam metode selama ini berjenis kelamin wanita belum menstruasi dan
pembedahan yang pernah dikemukakan dan ini menunjuk- payudara yang belum berkembang. Kasus ini sudah dievaluasi
kan betapa sulitnya pengelolaan hipospadi dan tidak ada satu- ternyata " male pattem " , namun atas pilihan penderita dan
pun metode yang paling baik. keluarganya dilakukan pembedahan rekonstruksi vagina untuk
lebih memantapkan kejiwaan kewanitaan yang selama ini
Hal ini perlu diberi bimbingan kepada orang tua atau kalau sudah dihayati oleh penderita dan keluarganya.
dewasa kepada penderita sendiri sekaligus diberitahukan setiap
kemungkinan memerlukan tindakan pembedahan berikutnya
sesudah setiap satu pembedahan. Kesan bahwa dengan tin- TABEL I. USIA RUJUKAN/PEMBEDAHAN
dakan bedah plastik akan "normal secara sempurna" harus
dihilangkan dulu dari pikiran orang tua/penderita sendiri dan Jumlah penderita 37
Usia prasekolah (2—5 tahun) 9 (25%)
kemungkinan adanya penyulit operasi harus diterangkan
Usia sekolah (5 — 12 tahun) 10 (27%)
jelas, seperti fistula (terbanyak), striktura (di tempat proxi- Usia remaja/dewasa (12—25 tahun) 18 (48%)
mal urethra yang dianastomosis) dan chordee residif. Jika (sudah disunat 5 penderita = 14%)
timbul penyulit seperti fistula tentu kemungkinan memerlu-

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 91


TABEL II. KELAINAN BAWAAN IKUTAN atau fistula residif yang sudah pernah diopeasi angka kegagal-
an adalah tinggi, walau berbagai metode perbaikan telah dike-
Kelainan Penderita % mukakan. Dari pengalaman dimana fistula yang besar atau fs-
tula residif dirujuk ke Bagian Bedah, sejak tahun 1978 kami
Cryptorchismus 4 10 mulai mengembangkan applikasi konsep baru bedah plastik
Hernia inguinalis 2 5
Hidrocele untuk mengatasi fistula vesikovaginal ini.
1 2,5
Fitula rekto urethral 1 2,5 Konsep baru mengenai penggunaan "compound myocuta-
neus flap" untuk menutup cacad-cacad luas pada permukaan
Jumlah 8 20 tubuh secara rutin telah digunakan di Medan sejak tahun
1976. Untuk ini digunakan flap kulit otot gracilis yang diper-
siapkan dari paha dan kemudian flap ini diputar dan dimasuk-
TABEL III. PENYULIT PASCA BEDAH kan ke dinding vagina untuk menutup kebocoran air kemih
tersebut. Teknik pembedahan ini adalah sulit dan berlangsung
Penyulit Penderita % lama (± 4 jam).
Fistula 8 22
Striktura dan Fistula 3 8
Striktura 2 5 HASIL PEMBEDAHAN
Chordee residif 2 5
Dari hasil preliminer 13 kasus yang dikerjakan dengan metode
Jumlah 15 40 ini, 9 kasus berhasil, 1 kasus residif dengan fistula kecil yang
diharapkan tertutup spontan selama 6 bulan, 1 kasus gagal
dan 1 kasus eksitus 4 jam pasca bedah (Tabel VI). Dengan
TABEL IV. JENIS HIPOSPADIA DAN RATIO FISTULA angka kegagalan yang rendah ini, diharapkan metode ini me-
rupakan suatu alternatif dalam menolong gangguan pancaran
Jenis Penderita % Fistula Ratio air kemih pada ibu-ibu muda yang malang ini.
Hipospadia glandis 6 ( 16) 1 17 TABEL VI. FISTULA VESIKOVAGINALIS YANG DIOPERASI
Hipospadia penilis 27 ( 73) 8 30 SECARA BEDAH PLASTIK TAHUN 1978 — 1981
Hipospadia scrotalis 4 ( 11) 2 50
Pasien Umur Paritas Lama menderita Jumlah perbaikan Hasil
Jumlah 37 (100) 11 sebelumnya

ZS 33 1 9 bulan 2x sembuh
MMS 35 2 15 bulan 1x sembuh
TABEL V. FISTULA PASCA BEDAH
N 22 1 6 bulan 1x sembuh
Penderita F 20 1 12 bulan — fistula kecil
Fistula dltutup % TM 24 1 6 bulan — sembuh
NP 19 1 9 bulan — sembuh
Dengan satu kali operasi 7 64
TGI 22 1 12 bulan 1x sembuh
Dengan dua kali operasi 2 18
RS 34 1 6 tahun 3x gagal
Dengan lebih dari dua kali operasi 2 bulan 1x sembuh
NG 21 1
tambahan 2 18
SN 23 1 4 bulan — sembuh
M 27 1 3 tahun lx †
Jumlah 11 100 sembuh
PT 22 1 8 bulan —

Disamping memperbaiki gangguan pancaran air kemih,


FISTULA VESIKOVAGINAL metode ini juga sekaligus memperbaiki sarana perkelaminan.
Insidens fistula vesikovaginal masih tinggi di negara-negara Rongga vagina menjadi lebih ketat terutama sewaktu per-
berkembang termasuk di Indonesia. Umumnya disebabkan kelaminan akibat ikut berkontraksi otot gracilis. Karena
oleh trauma obstetrik, sering terjadi pada pertolongan persa- ketatnya rongga vagina ini maka pada kehamilan berikutnya
linan oleh dukun dari luar kota. Penderita kebanyakan primi- persalinan diselesaikan dengan sectio caecaria primer.
para, bayinya meninggal dan biasanya keadaan status sosial Karena kemungkinan peradangan dan irritasi yang berasal
ekonomi lemah. Keluhan yang merupakan gangguan pancaran dari air kemih tetap ada, maka sebelum pembedahan kepada
saluran air kemih, yang secara terus menerus mengisi sarana penderita dan keluarganya haruslah diterangkan secara jelas
perkelaminan, bukan saja membuat penderitaan hebat pada mengenai tindakan yang akan dilakukan sehingga dapat di-
ibu yang bersangkutan, tetapi menimbulkan penderitaan batin mantapkan kejiwaan penderita dan keluarga.
yang berat untuk suaminya dan kehidupan sosialnya. Tambah-
an lagi keadaan ini dapat disertai suatu peradangan saluran air KESIMPULAN
kemih secara ascendens. Untuk menghindarkan penderitaan Telah dibicarakan kelainan gangguan pancaran saluran
yang berlanjut pada penderita, rujukan pembedahan dianjur- air kemih yang sering dijumpai di Indonesia, yang dipresen-
kan antara waktu 3 — 6 bulan post-partum atau sesudah pem- tasikan pada pria sebagai hipospadia dan pada wanita fistula
bedahan terakhir jika timbul residif. vesikovaginal. Karena keunikan anatomi meatus urethra ini-
lah, gangguan yang bersifat anatomis dapat juga menimbul-
TINDAKAN PEMBEDAHAN kan gangguan fungsionil dan dari kedua jenis kasus ini malah
Fistula yang kecil dapat diperbaiki secara sederhana dengan lebih hebat lagi gangguan bersifat psikologis bagi penderita,
berbagai metode ginekologik, namun pada fistula yang besar keluarga dan kehidupan sosialnya.

92 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Telah dibicarakan masalah yang timbul pada kedua jenis KEPUSTAKAAN
gangguan ini sehingga dapat memberikan gambaran dalam 1. Horton CE. Devine CJ Hipospadias. In: Converse JM (Ed). Recon-
melakukan rujukan dan rumitnya tindakan pembedahan. structive Plastic Surgery. Philadelphia: WB Saunders 2.2d 1977
Dilaporkan pengalaman dari institusi Bedah Plastik Medan p.3845 — 3861.
dalam mengelola kedua jenis kasus tersebut yang merupakan 2. Horton CE, Devine CJ, Adamson JE, Carraway JH. Hipospadias,
Epispadias, and Exstrophy of the Bladder. In Grabb WC, Smith
metode alternatif dari bermacam-macam metode yang di- JW (Ed) Plastic Surgery. Boston: Little Brown 3.ed 1979 p. 855
kemukakan selama ini dengan tujuan utama memperbaiki 868.
atau mengembalikan kenikmatan hidupnya lahir dan 3. Kasim B. Musculocutaneus Gracilis Flap in Repair of Vesicovaginal
batin sebagai akibat gangguan pancaran air kemih. Walau- Fistulas. Presented in 3.rd Biennial General Scientific Meeting
Association of Surgeons of South East Asia, Jakarta 1981.
pun gangguan ini adalah kelainan yang terakhir yang hebat 4. Kasim B. Cakrawala Bedah Plastik di Indonesia. Maj Kedokt Nusan-
dalam kehidupan penderita keluarga dan sosialnya maka tara 1982; 12: 99 — 105.
diperlukan juga pengelolaan yang serius pada masa kini. 5. Mc Cormack RM. Decisions and Problems in the Management of
Hipospadia. Clin Plast Surg 1977; 4: 605 — 604.
6. Wray RC, Ribaudo JM, Weeks PM. The Byars Hipospadia Repair.
Plast Reconstr Surg 1976; 58: 529 — 531.

Forced Diuresis pada Keracunan


Iwan Darmansyah
Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta

Forced diuresis atau diuresis paksa adalah tindakan untuk pada waktu ini. Faedah untuk jenis-jenis keracunan yang
mengatasi keracunan dengan jalan mempercepat ekskresi obat lain harus sementara didasarkan atas pertimbangan-pertim-
melalui urine. Tindakan ini bukan satu-satunya dan bersama bangan teoritis yang memperhitungkan faktor-faktor far-
dengan dialisis peritoneal, hemodialisis, "exchange trans- makokinetis.
fusion" dan hemoperfusi merupakan salah satu cara untuk
mengeluarkan racun lebih cepat dari tubuh. Ekskresi obat melalui ginjal.
Walaupun forced diuresis merupakan tehnik yang baik
untuk mengatasi keracunan, metode ini tidak dapat diterap- Pengetahuan mengenai prinsip ekskresi obat melalui ginjal
kan begitu saja pada tiap kasus. Juga karena mudahnya prose- merupakan dasar yang perlu diketahui sebelum dapat mengerti
dur memasang IVFD, maka forced diuresis terlalu sering dan tentang forced diuresis.
mudah digunakan untuk keadaan yang jelas tidak membawa Transport obat melalui membran sel glomerulus ginjal
manfaat dan kadang-kadang malah dapat membahayakan akan terjadi dengan baik bila obat yang bersangkutan larut
jiwa penderita. Mengerjakan forced diuresis pada seorang dalam air. Bila obat mempunyai "partition coefficient" yaitu
penderita keracunan memerlukan pertimbangan "benefit- kelarutan dalam lemak
, yang tinggi, dengan kata lain lebih
risk" yang seksama. Perlu dipertimbangkan apakah tindakan kelarutan dalam air
ini akan memperbesar ekskresi obat dan mempercepat pulih- larut dalam lemak dari pada dalam air, maka semakin sedikit
nya kesadaran atau bukankah penyembuhan akan terjadi de- obat sedemikian diekskresi utuh oleh ginjal. Obat semacam ini
ngan cepat dan alamiah tanpa forced diuresis? Penilaian akan diekskresi oleh hati. Mungkin perbandingan jenis obat
keberhasilan forced diuresis harus dilakukan dengan sangat yang lebih larut dalam air dan larut dalam lemak kira-kira ada-
hati-hati karena "controlled studies" sulit dilaksanakan ber- lah 50 — 50. Bila obat itu sangat baik larut dalam air maka
hubung penyembuhan penderita ditentukan oleh faktor tanpa terjadinya biotransformasi (metabolisme obat) obat
penentu yang sangat variabel. Misalnya adanya toleransi tersebt akan disaring melalui glomerulus masuk dalam tubuli,
dengan barbiturat akan mempercepat metabolisme dan tanpa banyak mengalami reabsorpsi.
penyembuhan, begitu pula variasi parameter farmakokinetik Bila obat bersifat larut dalam lemak yang lebih besar maka
seseorang adalah sangat besar. "Controlled studies" misal- umumnya ia mengalami biotransformasi (terutama dalam hati)
nya yang menyangkut keracunan yang terjadi dengan jumlah dan akan terjadi perubahan molekul sedemikian rupa sehingga
dan jenis obat yang sama pada penderita yang sama pula obat akan lebih hidrofil, artinya lebih larut dalam air. Meta-
tidak selalu memberi prediksi penyembuhan yang sama. bolit-metabolit ini kemudian siap untuk diekskresi melalui
Karena itu untuk mengadakan forced diuresis masih harus ginjal. Namun karena sebagian besar metabolit tidak lagi
dilakukan banyak penyelidikan sebelum tindakan ini dapat aktif/toxik, tidaklah berguna untuk mempercepat pengeluar-
dianggap meyakinkan untuk suatu jenis keracunan tertentu. annya dari tubuh. Lain halnya tentu jika metabolit masih
Keracunan salisilat adalah indikasi yang paling "established" aktif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 93


Kapan harus forced diuresis? 2. Forced alkaline osmotic diuresis
Jenis forced diuresis ini adalah untuk obat-obat yang ber-
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa keberhasilan forced
sifat "acidic", sehingga alkalinisasi lebih mudah membentuk
diuresis tergantung pada jumlah racun yang dapat dikeluar-
partikel-partikel yang terionisasi.
kan dalam urine dalam bentuk aktif karena yang sudah dime- Cairan yang digunakan :
tabolisme biasanya tidak lagi berbahaya. — 500 ml 1,26% Na bikarbonat
Selain itu terdapat banyak syarat-syarat lain sebelum — 500 ml 5% laevulose
pada suatu kasus keracunan dapat dilakukan forced diuresis silih berganti
— 500 ml 0,9% NaCI
yang efektif :
— 500 ml 5% laevulose
1. Semakin besar "uncharged form" obat diekskresi oleh — 500 ml 5% mannitol
ginjal semakin forced diuresis akan berhasil. — 10 ml 10% kalsium laevulose setiap 8 jam.
2. Obat harus larut dalam air. Cairan diberikan dengan kecepatan 1 liter dalam jam per-
3. Berat molekul obat sebaiknya kurang dari ± 60.000. tama dan 500 ml per jam berikutnya. Frusemide dapat di-
4. Obat tidak diikat oleh protein atau lemak. tambahkan. Jumlah dan jenis cairan dapat disesuaikan
5. Obat tidak diperangkap dalam "body compartment" seperti dengan respons penderita. Karena itu cairan masuk dan
otak, tulang, lemak dan sebagainya. keluar serta kadar elektrolit perlu dimonitor. Derajat
6. Obat tidak diekskresi melalui jalan lain lebih cepat (ether pH, urine perlu ditetapkan tiap jam, bila kurang dari 7,5
melalui paru-paru). maka larutan NaC1 perlu diganti dengan 1,26% Na bikar-
7. Kadar obat dalam darah cukup tinggi sehingga terjadi bonat. Infus ini dapat diteruskan hingga penderita sadar
perbedaan konsentrasi (concentration gradient) yang besar kembali.
dengan cairan diluar plasma.
Suatu daftar obat-obatan yang dijumpai pada keracunan, be- 3. Forcec acid diuresis
serta kemungkinan untuk diadakan forced diuresis dapat dili- Jenis tindakan ini diperuntukkan keracunan obat-obat
hat dalam tabel 1. yang alkalis seperti amfetamin dan kina.
Daftar ini . menggunakan "rating" 0 sampai +++ secara kasar, Cairan yang digunakan :
karena banyak di antaranya belum "established". — 500 ml 5% laevulose
+ 1,5 g amonium klorida
— 500 ml 5 % laevulose silih berganti
Melaksanakan forced diuresis — 500 ml 0,9% NaCl.
basar forced diuresis adalah memaksakan cairan dalam jumlah Cairan diberikan dengan kecepatan 1 liter dalam jam per-
relatif besar ke dalam tubuh untuk memperbesar produksi tama dan 500 ml per jam sesudahnya. Penyesuaian dapat
urine sehingga obat/zat kimia yang larut dalam urine ikut dan harus dilakukan menurut respons penderita. Juga
dalam jumlah yang lebih besar. disini perlu pengukuran cairan keluar dan masuk serta
Penambahan frusemide hanya dimaksudkan untuk menambah kadar elektrolit serum (tiap jam). Bila pH urine melebihi
efek ini, sehingga tidak relevant untuk diberikan tanpa cairan. 7,0, maka pada botol laevulose 5% kedua ditambahkan
1. Forced cocktail diuresis untuk keracunan salisilat : 1,5 gram amonium klorida.
Cairan terdiri atas :
— Larutan NaC1 0,9% — 0,5 liter Kontraindikasi
— Laevulose 5% — 1 liter Berhubung dengan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
— Na bikarbonat 1,26% — 0,5 liter forced diuresis, maka beberapa hal perlu diperhatikan sebagai
— K klorida — 3 gram kontraindikasi pelaksanaan forced diuresis :
Campuran di atas diberikan dengan kecepatan 2 liter per 1. Bila obat tidak diekskresi oleh ginjal dalam bentuk aktif
jam untuk 3 jam dan sesudahnya 1 liter per jam dan bila tidak dibenarkan melakukan forced diuresis.
kadar serum salisilat mencapai kurang dari 35 mg % infus 2. Bila terdapat shock maka ini harus diatasi dahulu, karena
dapat dihentikan. Kecepatan infus yang begitu besar adalah bila tidak, kelebihan cairan akan mengganggu keseimbang-
penting karena pada keracunan salisilat terdapat dehidrasi an hemo-dinamis bila tekanan darah menjadi normal.
yang hebat. Bila penderita sudah bisa minum maka cairan 3. Adanya dekompensasi jantung dan fungsi ginjal berkurang
per oral diberi dalam jumlah besar. Kandung kencing perlu masing-masing merupakan kontraindikasi forced diuresis.
dikosongkan tiap jam dan dicatat, bersama dengan nadi, 4. Kecenderungan timbulnya udema paru-paru oleh efek racun
respirasi dan tekanan darah. Bila dalam 2 jam tidak terdapat seperti metakualon (Mandrax).
produksi urine, infus harus dihentikan. Juga perlu diper- 5. Tidak adanya fasilitas untuk monitoring kadar elektrolit
hatikan apakah timbul tanda-tanda kongesti paru-paru. plasma (kecuali pada keracunan salisilat).

KEGUNAAN FORCED DIURESIS. DIALISIS DAN HEMOPERFUSI.

Diuresis Dialisis peritoneal Hemoperfusi


Nama Zat Hemodialisis Keterangan
paksa (D.P.) norit aktif

ALKOHOL
ETIL ALKOHOL ++ ++ +++ +++
ALKOHOL
METIL ALKOHOL ++ ++ +++ +++ Penyembuhan dengan D.P. dipercepat bila alkali
ditambahkan kepada dialisat.
AMFETAMIN ++ ++ ++ ++ Diuresis paksa dengan penambahan amonium
klorida merupakan terapi terpilih.

94 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


Diuresis Dialisis peritoneal Hemoperfusi
Nama Zat Hemodialisis Keterangan
paksa (D.P.) norit aktif

AMITRIPTILIN 0 0 0 +
ANILIN ++ ? ++ ++
ASAM BORAT 0 +++ +++ ? Diuresis paksa merupakan kontra indikasi meng-
ingat kemungkinan payah ginjal.
BARBITURAT •
MASA KERJA
LAMA ++ ++ +++ +++ Penyembuhan dengan D.P. dipercepat dengan me
MASA KERJA menambahkan albumin atau trometamin.
6EDANG 0 + + ++
MASA KERJA
SINGKAT 0 + + ++
BROMIDA +++ +++ +++ +++
DESIPRAMIN 0 0 0 +
DIAZEPAM 0 0 0 +
DIGITALIS + 0 0 ++ Hanya dipakai diuresis manitol. Hemoperfusi me-
rupakan terapi terpilih. Hemodialisis mungkin
berbahaya.
DIKLORAL -
FENAZON +++ +++ +++ +++
ETILEN GLIKOL ++ ++ ++ ?
ETINAMAT ? 0 ++ ?
ETKLORVINOL 0 + +++ +++
FENASETIN 0 ++ +++ Hemodialisis dan hemoperfusi mungkin tidak e-
fektif bila dilakukan lebih dari empat jam sete-
lah penelanan.
FENFLURAMIN ++ ++ ++ ? Diuresis paksa dengan penambahan amonium
klorida akan meningkatkan eliminasi.
FENITOIN + + ++ +++
FENOTIAZIN 0 0 0 +
FLUORIDA + ? +++ +++
GLUTETIMID 0 + + +++
IMIPRAMIN 0 0 0 ++
ISONIAZID 0 + ++ ?
JAMUR
(Amanita phalloides) ? ? +++ +++ Hemodialisis dan hemoperfusi mungkin tidak e-
fektif, bila dilakukan leibh dari 36 jam setelah
makan jamur.
KARBON
TETRAKLORIDA 0 ++ ++ ? Diuresis paksa merupakan kontra indikasi kare-
na ada kemungkinan terjadi payah ginjal.
KARBROMAL + + +++ +++ Hemoperfusi dengan menggunakan Amberlite
XAD—2 lebih efektif daripada coated charcoal.
KININ dan KINIDIN ++ 0 0 ++ Diuresis paksa asam.
KLORALHIDRAT +++ +++ +++ +++
KLORDIAZEPOKSID 0 0 0 0
LITIUM +++ +++ +++ +++
MEPROBAMAT ++ 0 + ++
METAKUALON 0 ? ++ +++ Hemodialisis dan hemoperfusi hanya dikerjakan
bila kadar dalam darah lebih dari 12 mg % pada
METAKUALON + penderita yang tidak toleran terhada pmetakua-
DIFENHIDRAMIN 0 ? ++ +++ lon. Diuresis paksa jangan dilakukan karena da-
pat terjadi udem paru yang berbahaya.

METILPENTINOL + + + ?
METIL SALISILAT +++ +++ +++ +++
METIPRILON + + + ?
MISOLIN ++ ++ +++ +++ Seperti pada barbiturat dengan masa kerja lama .
NATRIUM KLORAT 0 +++ +++ +++ • Diuresis paksa tidak dianjurkan karena mung-
kin terjadi payah ginjal

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 95


Dialisjs peritoneal Hemoperfusi Keterangan
Nama Zat Hemodialisis
Diuresis paksa (P.D.) norit Aktif

NITRAZEPAM 0 0 0 +
NOTRIPTILIN 0 0 0 +
ORGANOFOSFAT
(INSEKTISIDA) ? ? ? ++
ORFENADRIN ? ? ++ +++
PARALDEHIDA + ++ ? ?
PARASETAMOL 0 ? ++ +++ Hemodialisis dan hemoperfusi mungkin tidak e-
fektif, bila dilakukan lebih dari empat jam sete-
lah penelanan.
PENGHAMBAT
MONOAMIN
OKSIDASE ? ? ++ ?
PENISILIN ++ ++ ++ ?
SALISILAT +++ +++ +++ +++ Diuresis paksa cocktail dan diuresis paksa alkalis.
SIKLOSERIN ++ +++ ? ?
'STREPTOMISIN + ? ++ ++
SULFANOMIDA ++ ++ +++ +++
TIMBAL 0 + ++ ++ Dialisis dan hemoperfusi hanya digunakan dalam
kombinasi dengan chelating agent.
TRIMIPRAMIN 0 0 0 ++
------------------------------------------------------------------------------- ---------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Disalin dari : H. Matthew & A.A.H. Lawson : Treatment of Common Acute, Poisonings, 3 d Edition, 1979.

KEPUSTAKAAN

1. Darmansjah I. Terapi Intoksikasi, dalam Farmakologi dan Terapi. 2. Matthew H, Lawson AAH. Treatment of Common Acute Poisonings.
Edisi 2. Jakarta : Bagian Farmakologi, FKUI. 1980; 619 — 625. 3 ed. Edingurgh : Churchill Livingstone. 1979.

Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih


(Suatu Rangkuman Seminar)
RP Sidabutar
Subbag Ginjal & Hipertensi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI – RSCM
Jakarta

Usaha untuk menyelenggarakan seminar Penyakit Ginjal 1. Pengenalan yang lebih baik akan keadaan penyakit ginjal
dan Saluran Kencing ini patut dihargai, karena pada seminar dan saluran kencing di Indonesia.
ini dihimpun para akhli dari Indonesia dan seorang akhli 2. Usaha untuk memperlengkapi diri dengan pengetahuan
dari negara tetangga, yang mengemukakan kemajuan-kemajuan teoritik.
mutakhir serta data-data regional, nasional dan lokal. Pada 3. Mengejar "ketinggalan", menerapkan teknologi kedok-
seminar ini kita mendapat kesempatan untuk menilai sampai teran modern.
dimana kemajuan kita di Indonesia, dibandingkan dengan 4. Menerapkan dan menilai pengobatan yang dikemukakan
kemajuan Intemasional dan membandingkan data-data dalam kepustakaan, di Indonesia.
Internasional dengan keadaan faktual di Indonesia. Secara umum dapat ditarik beberapa hal yang membutuhkan
Judul-judul yang dikemukakan, terpilih, dikemukakan secara perhatian bersama yaitu :
menarik, dengan gaya masing-masing pembicara yang ter- 1. Penyeragaman istilah.
sendiri. Berbagai-bagai pembicara mempergunakan istilah yang ber-
Digambarkan usaha untuk : beda-beda misalnya :

96 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982


— dialisis vs dialis 4. Oleh dokter Rusdidjas disimpulkan bahwa penyakit ginjal
— saluran kemih vs saluran kencing utama pada anak adalah sindrom nefrotik, dan dianggap
— gagal ginjal vs payah ginjal bertanggung jawab untuk memberikan steroid untuk
— sindrom nefrotik vs sindroma nefrotik tahap pertama sebagai pengobatannya.
— dan lain-lain. 5. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan obstruksi di-
2. Peningkatan komunikasi. bicarakan analisa batu ginjal di Medan, dibicarakan oleh
Nampak komunikasi yang kurang antara para penyelidik di dokter Burhanudin Nasution. Dokter Harun Rasyid Lubis
Indonesia, sehingga hal-hal yang dikerjakan di sentrum lain mengemukakan bahwa bila tadinya seakan-akan ada per-
bahkan sudah dipublikasikan, tidak diketahui oleh penyelidik bedaan keseringan hiperkalsuria sebagai penyebab batu
di bagian lain di Indonesia. kalsium di Sumatra Utara dengan di tempat lain di Indo-
3. Perlu diperhatikan penurutsertaan dokter di "periferi" nesia, misalnya Jakarta, maka pada penyelidikan sekarang
karena tanpa data-data dari periferi, maka dikhawatirkan pola ini ternyata keseringan hiperkalsuria kurang lebih sama,
penyakit yang kita terima dapat berbeda dengan kenyataan. bila orang sakit diberi makanan tinggi kalsium. Dokter
4. Sikap mengenai obat tradisional perlu dibenahi, agar Harun Rasyid Lubis menduga bahwa hiperkalsuria absorb-
di satu pihak kita tidak skeptik, akan tetapi di lain pihak kita tif memegang peranan penting. Dikemukakan pula hal-hal
tidak tertutup akan kemungkinan timbulnya hal-hal yang mengenai prostat, baik prostatitis, teknik diagnostik biopsi
merugikan dari obat tradisional tersebut, seperti pengalaman maupun akibat-akibat abstruksi prostat terhadap faal ginjal,
yang dikemukakan oleh pembicara dari Muangthai. yang kesemuanya memperkaya data-data di Indonesia. Hal
5 Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti ini dikemukakan oleh dokter Basuki Chitra, dokter Usul
di Indonesia, secara khusus di bidang ginjal dan saluran Sinaga, dokter Menam Ginting, dokter Gani Tambunan
kencing, kita tidak boleh melihat suatu permasalahan hanya dan dokter Azhar Tanjung.
dari segi "wewenang siapa " dan "tugas siapa" dalam meme- 6. Dokter Made Sukahatiya mengemukakan teori terakhir
cahkan atau menanggulangi permasalahan tersebut, akan mengenai hipertensi renal dan pengalaman di Surabaya.
tetapi yang penting adalah itikad serta kemampuan tanpa Diketengahkan bahwa diagnosa hipertensi renal tidak sukar,
melihat embel-embel predikat atau brevet. kadang-kadang memerlukan pemeriksaan yang rumit dan
Materi yang dibicarakan adalah : pengobatannya dapat konservatif atau pembedahan, tergan-
1. Gejala yang sering timbul pada penyakit saluran kencing tung dari evaluasi masing-masing penderita.
serta sikap kita terhadap gejala tersebut. 7. Dari penyakit ginjal pada kehamilan dibicarakan 3 penyakit
Menarik, adalah hal yang dikemukakan oleh dokter Djoko oleh dokter Enday Sukandar yaitu :
Rahardjo, mengenai pengalaman bahwa hematuri pada pem- — Infeksi saluran kencing
besaran prostat, lebih sering pada hipertrofi dibandingkan — Gagal ginjal akut
dengan keganasan. Gejala dan anuri dibicarakan dokter — Glomerulonefritis kronik
Pudji Rahardjo dengan memberikan kebijaksanaan yang Dikemukakan pula beberapa pengalaman yang menunjuk-
jelas serta tahapan-tahapan penanggulangannya. Pancaran kan bahwa tindakan hemodialisis sering dapat menyelamat-
air kencing menurut dokter Buchari Kasim merupakan kan bayi dan ibu dalam keadaan yang berat.
petunjuk yang penting dalam diagnosa penyakit saluran 11.Kelainan bawaan.
kencing bawah. Ginjal tapal kuda terdapat rata-rata satu dari 600 — 800
2. Penyakit " Regional " dalam penyakit ginjal dan saluran otopsi. Dilaporkan dua kasus oleh dokter H. Achmad
kemih memang kita kenal yang menonjol regional seperti : Effendi, yang keduanya wanita dengan gejala hematuri
— nefritis Balkan, di semenanjung Balkan setelah latihan fisik.
— nefropati analgesik di Australia 12.Penanggulangan intoksikasi dengan merangsang diuresis.
Pada seminar ini sejawat Oen LH membicarakan pengaruh Merangsang diuresis dengan diuretik, sangat bermanfaat
asam jengkol terhadap ginjal dan saluran kencing. Dasar- mempercepat ekskresi obat melalui kencing, terutama pada
dasar biokimia, patofisiologi serta penanggulangan-penang- keracunan berat yang disebabkan obat/zat kimia yang larut
gulangannya. dalam air. Menurut dokter Iwan Darmansyah, dalam me-
Dokter Visith Sitprija mengemukakan penyakit ginjal lakukan tindakan ini harus diperhatikan untung dan rugi
tropik secara khusus yang ada di Muangthai, yang sepintas dari tindakan tersebut.
lalu kita rasakan polanya tidak sama dengan di Indonesia, 13. Gangguan faal ginjal serta penanggulangannya selain anuri,
sehingga memerlukan perhatian kita untuk menyelidiki dibicarakan pula penanggulangan gagal ginjal akut oleh
lebih lanjut hal-hal yang telah dikemukakan oleh pembi- dokter Rachmat S. Ditegaskan bahwa tindakan kita harus
cara tersebut. Masukan dokter dari periferi dalam hal ini- menurut tingkatan dan tahapan yang baik dimulai dengan
pun sangat penting. memperbaiki volume intravasculer, merangsang diuresis
3. Mengenai infeksi pada salnran kencing dibicarakan dari atau dengan furosemit atau hal lain, dan bila perlu melaksa-
berbagai sudut pandang yaitu : nakan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Dokter Pudji
— predisposisi Rahazdjo mengemukakan bahwa seharusnya dialisis peri-
— bakteriologi toneal dapat dilakukan di Puskesmas. Saya sendiri mencoba
— penanggulangan. mengetengahkan status penanggulangan yang kronik dewa-
Dikemukakan pula bakteruri pada kehamilan oleh dokter sa ini, baik penanggulangan konservatif maupun pengobat-
Hamonangan Hutapea yang merangsang kita untuk lebih an pengganti, CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal
menyelidikinya dalam jangka waktu lebih panjang, karena Dialysis) sangat populer dewasa ini, karena antara lain
data yang dikemukakan menunjukkan beberapa perbedaan memberikan keleluasaan yang besar pada penderita. Trans-
dengan kepustakaan. Dokter Damyo O Hutapea, membahas plantasi ginjal walaupun belum banyak dilaksanakan di
uretritis non gonore dan mengemukakan pentingnya me- Jakarta, hasilnya sama dengan hasil EDTA.
ngetahui penyebabnya. Penggunaan obat pada gagal ginjal harus menuruti pedoman

Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982 97


yang baik. Dokter Arini mengemukakan bahwa sebelum oleh CHURG dan kawan-kawannya.
mempergunakan obat pada gagal ginjal, kita harus menya- 12. Mengenai penanggulangan trauma saluran kemih, dokter
dari "nasib" obat tersebut di dalam badan manusia secara Thalib Bobsaid mengemukakan bahwa, selalu harus diingat
khusus dalam hubungan dengan ginjal, akan tetapi juga ruptura uretra posterior . pada ruda paksa diperut bawah,
perubahan yang terjadi oleh gagal ginjal pada "nasib" obat yang mengakibatkan patah tulang panggul. Gejala utama-
tersebut di luar ginjal. nya adalah perdarahan per uretra dan penyelamat utama-
11. Klasifikasi glomerulopati primer dibicarakan oleh dokter nya adalah sistostomi supra pubik.
Himawan S. Dikemukakan bahwa pemeriksaan mikroskop Melihat hal-hal yang dikemukakan di atas maka penting
cahaya biasa dan mikroskop floresen, sangat cukup untuk untuk mengadakan media komunikasi yang lebih baik
menggolongkan glomerulopati primer. Mikroskop elektron antar penyelidik-penyelidik dalam bidang ginjal dan salur-
dapat melengkapi dan sering mempunyai nilai akademis an kencing. Melaksanakan seminar seperti ini merupakan
saja. Dikemukakan pula klasifikasi dasar yang diusulkan salah satu media tersebut.

98 Cermin Dunia Kedokteran No. 28, 1982

Anda mungkin juga menyukai