Akar Masalah
Akar Masalah
Dokter/RSBilly N. <billy@hukum-kesehatan.web.id>
Beberapa waktu yang lalu masyarakat dikejutkan dengan kasus Prita Mulyasari,
seorang ibu yang harus ditahan selama 3 pekan karena dituduh mencemarkan
nama baik dokter & rumah sakit (RS) yang pernah merawatnya. Kasus ini diawali
dari suatu ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan sarana
pelayanan kesehatan (SPK) seperti dokter atau RS. Dengan adanya kasus Prita
yang merupakan puncak 'fenomena gunung es', membuat masyarakat bertanya-
tanya ada masalah apa dengan hubungan pasien & SPK?Hubungan pasien &
SPK adalah suatu hubungan sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-
masing pihak memiliki hak & kewajibannya. Karena pengobatan merupakan
suatu ikhtiar, sehingga SPK tidak bisa menjanjikan kesembuhan melainkan
memberikan usaha maksimal sesuai standar pelayanan untuk kesembuhan
pasien. Hal ini sering kurang dipahami oleh masyarakat sehingga ketika pasien
tidak sembuh atau pelayanannya dianggap kurang memuaskan, muncul tuduhan
dokter melakukan malapraktik atau RS dianggap menipu.Hal lain yang sering
memicu masalah antara pasien & SPK adalah kedua belah pihak kurang
mengerti hak & kewajibannya. SPK lebih ngotot dalam menuntut hak-nya namun
lupa melaksanakan kewajibannya secara tuntas. Di sisi lain pasien kadang tidak
dapat memenuhi kewajibannya seperti pembayaran atas biaya pengobatan
sementara seringkali hak-haknya kurang diperhatikan.Agar kasus seperti yang
dialami Prita tidak terulang kembali, masing-masing pihak harus mengerti benar
apa yang menjadi hak & kewajibannya dalam pengobatan. Hal ini telah diatur
dalam pasal 50-53 UU no.29/2004. Pasien sebaiknya mengerti bahwa hak-nya
adalah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai penyakit, pemeriksaan,
pengobatan, efek samping, risiko, komplikasi, sampai alternatif pengobatannya.
Pasien juga berhak untuk menolak pemeriksaan/pengobatan & meminta
pendapat dokter lain.Selain itu, isi rekam medik atau catatan kesehatan adalah
milik pasien sehingga berhak untuk meminta salinannya. Pasien memiliki
kewajiban untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya, mematuhi
nasihat/anjuran pengobatan, mematuhi peraturan yang ada di SPK, & membayar
semua biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan.Sedangkan SPK wajib
untuk memberikan pelayanan sesuai standar & kebutuhan medis pasien,
merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak sanggup menangani pasien, &
merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak untuk menerima pembayaran atas
jasa layanan kesehatan yang diberikannya pada pasien.Selain mengerti hak &
kewajibannya, kedua belah pihak pun harus memiliki komunikasi yang baik &
rasa saling percaya untuk menghindari kesalahpahaman. Berbagai konflik antara
pasien & SPK hampir selalu diawali oleh komunikasi yang buruk & kurangnya
rasa percaya di antara keduanya. Pasien maupun SPK harus saling terbuka &
mau menerima masukan agar pengobatan dapat dilaksanakan dengan
baik.SPK harus paham bahwa pasien datang hanya karena ingin diobati &
sembuh, bukan untuk mencari-cari perkara. Pasien pun harus mengerti bahwa
tidak ada SPK yang memiliki niat jahat untuk mencelakakan pasiennya. Selain
itu, SPK harus belajar berbesar hati dalam menerima kritik & saran sebagai
sarana untuk perbaikan kualitas layanan, bukan dianggap sebagai penghinaan
atau pencemaran nama baik. SPK harus ingat bahwa pasien itu sedang dalam
kesusahan akibat penyakitnya, sangat wajar jika pasien mudah marah, terlalu
sensitif, atau manja.Namun bila akhirnya ada masalah di antara keduanya,
perlu suatu cara penyelesaian yang bijak demi kebaikan bersama. Langkah
paling sering dilakukan adalah melalui jalur hukum yang lebih berorientasi pada
'menang-kalah' sehingga hubungan di antara keduanya menjadi hancur.
Langkah ini sering dipilih karena kurangnya pengetahuan akan alternatif
penyelesaian masalah yang lain. Padahal langkah hukum membutuhkan waktu
panjang & biaya banyak. Ada berbagai cara lain yang dapat dipilih, seperti
penyelesaian secara kekeluargaan atau dengan bantuan penengah/mediator
yang dipercayai & dihormati oleh kedua pihak.Selain cara-cara penyelesaian
masalah di atas, terdapat pula Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) jika
pasien merasa dokter berlaku tidak sesuai etika. Sementara untuk masalah yang
berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam praktiknya, pasien dapat
mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran ndonesia (MKDK)
yang anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, sarjana hukum, & dokter. Pasien
bisa mengadu ke kedua lembaga tersebut sekaligus dengan meminta bantuan
kantor cabang organisasi profesi dokter atau dinas kesehatan
setempat.Hubungan pasien & SPK memang dinamis, sehingga masalah pun
akan selalu timbul. Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat diharapkan
hubungan di antara keduanya dapat terus terjalin dengan baik sehingga dunia
pelayanan kesehatan di ndonesia dapat lebih berkualitas & melindungi
masyarakat.(c):k:2-Kesehatan.web.id