Anda di halaman 1dari 4

1

Nama Lengkap : Vinandhika Parameswari


NIM : 071012094
Mata Kuliah : Studi Strategis Indonesia II

Indonesia dan Asia Tenggara

Kemerdekaan yang diraih oleh Indonesia pada tahun 1945 ternyata melahirkan cita-
cita besar yakni membangun pergaulan Indonesia di kancah internasional yang mana
kemudian Indonesia mengusung sikap untuk menjunjung cita-cita perdamaian dunia dengan
bersikap untuk tidak mengikuti perang dan tidak memihak blok Amerika (barat) ataupun blok
Rusia (timur), sehingga seringkali disebut negara politik netral. Indonesia mengambil sikap
tersebut dengan tujuan untuk tidak bermusuhan dan lebih suka bersahabat dengan bangsa lain
atas dasar saling menghargai. Oleh karena sikap Indonesia yang seperti itulah kemudian
ditegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktiI.
Salah satu maniIestasi dari politik luar negeri bebas aktiI yang diterapkan oleh
Indonesia adalah keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan Association oI South-East
Asian Nations (ASEAN) yang menurut Suryadinata (1998), perwujudan tersebut disepakati
sebagai Iondasi politik luar negeri Indonesia. Pada dasarnya, ada beberapa kepentingan yang
ingin dicapai oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) di kawasan Asia Tenggara yang
kemudian terimplementasikan oleh partisipasi pemerintah RI di dalam ASEAN. Negara-
negara yang tergabung dalam keanggotaan ASEAN menjadi penting bagi kepentingan
nasional Indonesia, yakni terutama dalam hal stabilitas dan keamanan sehingga kemudian
tidak mengherankan apabila Indonesia memainkan peran utama dalam pembentukan
organisasi regional tersebut (Suryadinata, 1998: 83).
Berkaitan dengan peran utama Indonesia dalam ASEAN, tidak dapat dipungkiri
bahwa suara dan pendapat Indonesia sangat berpengaruh dalam Iorum yang diselenggarakan
oleh ASEAN. Sehingga contohnya saja dalam berbagai isu penting, pandangan Indonesia
selalu dipertimbangkan, misalnya ketika di bawah desakan Adam Malik (Menteri Luar
Negeri RI pada waktu itu), suatu ketentuan mengenai dasar pertahanan sementara dari
pangkalan militer asing di wilayah regional dapat dimasukkan ke dalam deklarasi ASEAN
(Suryadinata, 1998: 85). Jika mengamati salah satu Iakta tersebut, bukan tidak mungkin
apabila nantinya kepentingan-kepentingan Indonesia yang ingin dicapai di kawasan Asia
Tenggara terutama yang berhubungan dengan kerjasama bilateral atau multilateral dengan
negara-negara di Asia Tenggara dapat tercapai.

Bentuk perwujudan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan


Asia Tenggara melalui ASEAN yang tergolong penting di antaranya adalah pengoptimalan
peran Indonesia yang mempromosikan Zona Perdamaian, Kemerdekaan, dan Netralitas atau
Zone oI Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN) yang digagas oleh pemerintah Malaysia
yakni Tun Abdul Razak, sebagai bentuk dukungan dari pemerintah RI terhadap konsep yang
diajukan oleh pemerintah Malaysia sehingga pada akhirnya konsep ZOPFAN ini diambil
sebagai cita ASEAN yang harus dicapai di masa mendatang (Suryadinata, 1998: 89).
Kemudian hubungan bilateral antara Indonesia dengan Singapura seperti dalam bidang
keamanan dan ekonomi misalnya saja seperti ditandatanganinya suatu Nota Kerja Sama atau
Memorandum oI Understanding (MOU) pada bulan Februari 1989 yang isinya memberikan
izin kepada Singapura untuk melatih pasukannya di Indonesia. Kemudian sebagai timbal
baliknya, militer Indonesia akan diberikan akses ke teknologi militer Singapura. Selain itu,
suatu lapangan persenjataan udara, yang dikembangkan secara bersama oleh Indonesia dan
Singapura, dibuka di Pekanbaru, Sumatera, untuk latihan bersama kedua angkatan udara dari
dua negara tersebut untuk menjalankan latihan secara eIektiI (Suryadinata, 1998: 10).
Indonesia memang diakui memegang peranan penting dalam ASEAN. Terlebih jika
mengingat bahwa Indonesia semakin memantapkan eksistensi posisinya dengan mengajukan
berbagai macam gagasan yang bertujuan memajukan ASEAN beserta negara-negara yang
tergabung dalam keanggotaannya. Salah satu indikatornya adalah dengan berupaya
membentuk Forum Regional ASEAN atau ASEAN Regional Forum (ARF) yang berisikan
mengenai keamanan dan tertib regional. Unsur kepentingan Indonesia jelas juga terwakili
dengan pembentukan ARF ini di mana ARF bertujuan untuk membangun 'saling percaya,
memelihara stabilitas dan menjamin pertumbuhan di Asia-PasiIik dengan membangun suatu
jaringan hubungan yang konstruktiI (Suryadinata, 1998: 113, dikutip dalam Chew, 1994).
ARF yang terdiri atas 18 negara selain Indonesia, antara lain Korea Selatan, Kanada,
Australia, Selandia Baru, Uni Eropa, Vietnam, Laos, Papua Nugini, serta empat kekuatan
utama yakni Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Jepang. Dikatakan bahwa Iorum ini akan
terus membicarakan isu-isu kunci seperti tindakan membina kepercayaan, perlombaan
senjata, krisis Korea, rivalitas hak teritorial di Laut Cina Selatan, dan masa depan Kamboja.
ARF ini menjadi penting bagi Indonesia terutama dalam pencapaian kepentingan-
kepentingan Indonesia karena ada pendapat bahwa pemerintah RI melihat kegunaan dari
ARF dalam mempromosikan politik luar negeri Indonesia dalam Iormat tersebut
(Suryadinata, 1998L 113).
3

Berhubungan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tadi telah dibahas,


berdasarkan pendapat Bhakti (1997: 7), makna yang terkandung di dalam cita-cita
kemerdekaan itu ialah bahwa bangsa Indonesia ingin merdeka, antikolonialisme/
imperialisme, maju dan berkembang, serta dapat aktiI di dalam kancah politik internasional.
Bertolak dari cita-cita kemerdekaan itulah, kemudian beberapa pemikir bangsa berupaya
merumuskan politik luar negeri yang seperti apa dan bagaimana yang paling sesuai untuk
Indonesia. Di tengah adanya pertarungan kekuatan antara Blok Barat yang kapitalis dan Blok
Timur yang komunis pasca Perang Dunia II yang juga merupakan awal dari Perang Dingin,
para pemikir bangsa Indonesia seperti Soekarno Hatta, Sutan Sjahrir, dan Wilopo kemudian
mencetuskan dan mengembangkan gagasan bahwa Indonesia sebaiknya memilih politik luar
negeri yang independen (bebas) diikuti peran serta yang aktiI dalam mewujudkan keteriban
dunia dan menciptakan perdamaian yang abadi (Bhakti, 1997: 7)
Adapun strategi politik luar negeri Indonesia dalam mencapai kepentingan-
kepentingannya yang juga diwujudkan dengan menjadi anggota ASEAN di antaranya dengan
tetap melakukan pengabdian pada kepentingan nasional. Dalam memperjuangkan
kepentingan nasional, politik luar negeri RI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan nasional secara keseluruhan di mana kepentingan nasional ini mencakup unsur
material dan non-material. Hal ini berarti bahwa dalam mengejar keuntungan-keuntungan
ekonomi yang diperoleh melalui bantuan luar negeri, perdagangan dan investasi dari negara-
negara maju, Indonesia harus berhati-hati untuk tidak mengorbankan prioritas-prioritas
'spiritual seperti kedaulatan, kemerdekaan, kemandirian, dan nilai-nilai budaya serta tradisi
bangsa. Selain komitmen pada kepentingan nasional, politik luar negeri RI juga harus tetap
mempertahankan prinsip dasar bangsa Indonesia yang antikolonialisme yang erat kaitannya
dengan komitmen Indonesia pada prinsip-prinsip politik luar negeri yang bersiIat Non-Blok
serta bebas dan aktiI (Bhakti, 1997: 31).
Kesimpulannya, sejak mendeklarasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
lalu, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang sepenuhnya
berdaulat sehingga dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan berbasis pada cita-cita
kemerdekannya yang telah diusung sejak lama. Makna cita-cita kemerdekaan Indonesia
itulah yang kemudian berimplikasi pada prinsip-prinsip dasar politik luar negeri Indonesia
yang dirumuskan bersiIat Non-Blok (tidak memihak salah satu blok) serta bebas
(independen) dan aktiI (peran serta partisipatiI). Politik luar negeri RI diwujudkan dalam
berbagai hal demi mencapai kepentingan-kepentingan Indonesia yang salah satunya dengan
mendirikan organisasi ASEAN dan masih bergabung dalam keanggotaan ASEAN secara
4

aktiI hingga sekarang. Kontribusi Indonesia dengan memainkan peran utama di dalam
ASEAN pun diharapkan dapat memberikan suatu pengaruh signiIikan bagai ASEAN maupun
Indonesia sendiri supaya ke depan, melalui ASEAN ini Indonesia dapat menjadi bangsa yang
besar dan mampu memainkan serta meangoptimalkan kondisi dan Iungsi strategisnya.



#0107038
Bhakti, Ikrar Nusa. 1997. 'Indonesia dan Stabilitas Regional dalam Bhakti, Ikrar Nusa.
1997. Isu-Isu Strategis dalam Politik Luar Negeri. Jakarta. Pusat Penelitian
Pengembangan Politik Kewilayahan LIPI, hlm. 7-51.

Suryadinata, Leo, 1998. 'Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas
Regional dan Peran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah
Soeharto, |terj.|, Jakarta, LP3ES, hlm. 83-114.

Anda mungkin juga menyukai