BIOFERTILIZER (Mikroba pembenah tanah) Posted by titus on June 2, 2010 at 2:21 PM
Pertanian organik semakin berkembang sejalan dengan timbulnya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan bahan makanan yang relatiI lebih sehat. Dalam sistem pertanian organik yang tidak menggunakan masukan berupa bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan pestisida, bioIertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatiI yang layak dipertimbangkan. Beberapa mikroba tanah seperti seperti Rhizobium, Azaospirillum dan Azotobacter, bakteri pelarut IosIat, ektomikoriza, endomikoriza dan MVA, mikoriza perombak selulosa dan eIektiI mikroorganisme dapat dimanIaatkan sebagai bioIertizer pada pertanian organik.
BioIerlizer tersebut Iungsinya antara lain untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman, mempermudah penyerapan hara bagi tanaman, membantu dekomposisi bahan organik, menyediakan lingkungan rhizosIer yang lebih baik sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. PemanIaatan bioIertizer pada pertanian organik harus lebih dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan sistem pertanian organik yang lebih banyak memanIaatkan bahan organik dengan volume yang sangat besar serta mengeIisienkan penggunaan bahan organik tersebut untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
BAKTERI RHIZOBIUM Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginIeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memIiksasi nitrogen atmosIer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang diIiksasi (Rao, 1994).
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menIiksasi 100 300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasahan yang perlu diperhatikan adalah eIisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80 kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10 - 25. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan eIektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
AZOSPIRILLIUM DAN AZOTOBACTER Ada bebrapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mempu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter . Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengan tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga species yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen, yaitu Azospirillum brasilense, A. lipoIerum, dan A. amazonese . Azospirillum merupakan salah satu jenis mikroba di daerah perakaran.
InIeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morIologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara. Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanIaatan bakteri ini tidak berkelanjutaan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatiI lebih panjang. Keadaan ini relatiI lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu, Azospirillum meningkatkan eIisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan kehilangan akibatan pencucian, denitriIikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain. Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatiI rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbudhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum , Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.
Ada dua pengaruh positiI Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan dtanaman. Peranan bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun demikian cukup banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti, Di India inokulasi Azotobacter pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong, dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman tersebut. Apabila Azotobacter dan Azospirillum diinokulasikan secara bersama-sama, maka Azospirillum lebih eIektiI dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002)..
MIKROBA PELARUT FOSFAT Kebanyakan tanah di wilayah topika yang beraksi asam ditandai kahat IosIat. Sebagian besar bentuk IosIat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25 IosIat yang diberikan dalam bentuk superIosIat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75 diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto,2002).
Ada beberapa jenis Iungi dan bakteri seperti Bacullus polymyxa, Pseudomonas striata, Aspergillus awamori, dan Penicillium digitatum yang diidentiIikasikan mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104 106 tiap gram tanah.
MIKORIZA Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam Ienomena ini jamur menginIeksi dan mebngkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagimana biasa terjadi pada inIeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994).
Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohon seperti pinus, oak, eukaliptus, dan lain-lain. Di dalam hutan di wilayah sub tropis banyak kita jumpai jamur sebagai tempat hidup ektomikoriza. Asosasi ektomikoriza juga terjadi dengan Iungi. InIeksi ektomikoriza diawali dengan dijumpai adanya pertumbuhan spora di perakaran tanaman. Setelah spora tumbuh, dengan cepat Iungi tumbuh menutupi perakaran kecil dalam bentuk hiIa yang menghambat pertumbuhan akar rambut.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis Iungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman hortikultura dan kehutunan. Beberapa jenis yang dapat diidentiIikasi termasuk ke dalam genus Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis. MVA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara IosIor dan melindungi perakaran dari serangan patogen. Perbanyakan dapat dilakukan di pot dengan menggunakan tanaman inang yang sesuai. Pada saat ini mikoriza banyak digunakan untuk membantu pertumbuhan benih tanaman seperti tembakau, tanaman hortikultura (tomat, jeruk, nabgga), dan tanaman kehutanan. Peluang masih terbuka untuk mempelajari dan mengembangkan mikoriza pada skala yang lebih besar.
MIKOROZA PEROMBAK SELULOSA Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatiI lama. Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik laiinya dengan dikeluarkannya enzim selulase (Rao, 1994).
Dalam sistem pertanaian organik yang sebagian besar memanIaatkan bahan organik dengan volume yang cukup banyak sebagai sumber hara bagi tanaman, penggunaan bioIertizer dapat merupakan upaya eIisensi penggunaan bahan organik tersebut. Selain dapat memperkecil volume bahan organik yang dibutuhkan dalam sistem pertanian organik juga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik
Sumber . Nini Rahmawati (Pemanfaatan Biofertili:er pada Pertanian Organik)