Anda di halaman 1dari 2

Efektifitas Lembaga Perlindungan Hak Asasi Wanita dan Anak di Indonesia

Syarifah Jannatin Aliyah (1106013593) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnyalah kita menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan umur, gender, status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Demikian pula halnya dengan hak asasi wanita dan anak. Wanita dan anak merupakan salah satu golongan masyarakat yang rentan dan terkadang sering terlupakan. Permasalahan perlindungan hak asasi wanita dan anak telah beberapa kali menjadi pembahasan utama di forum pemerintahan. Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap kasus-kasus yang bergulir seperti kekerasan dalam rumah tangga, penyiksaan tenaga kerja wanita, pelecehan seksual, eksploitasi anak di bawah umur, dan lain lain. Sebab itulah, pemerintahan telah membuat undang-undang mengenai perlindungan hak asasi wanita dan anak diantaranya adalah Pasal 5, Pasal 12, dan Pasal 15 dalam Konvensi Perempuan serta Pasal 52-Pasal 66 UU No. 39 tahun 1999. Pemerintah pun telah cukup lama mendirikan beberapa lembaga perlindungan wanita dan anak. Tidak hanya itu, pemerintah telah memberikan otonomi pada masingmasing daerah untuk mendirikan lembaga-lembaga mandiri sebagai wadah pengaduan dan penyelesaian masalah hak asasi wanita dan anak contohnya adalah BP3AKB di Jawa Tengah, P2TP2A di Kalimantan Timur, LSPPA di Jogjakarta, dan lain-lain. Lembaga-lembaga perlindungan hak asasi wanita dan anak memang telah berjalan cukup efektif dan memberikan pengaruh yang cukup penting dalam penyelesaian kasuskasus perihal hak asasi wanita dan anak. Di beberapa daerah bahkan kasus-kasus tersebut cenderung menurun seiring dengan pemahaman yang diberikan lembaga-lembaga melalui seminar ataupun penyuluhan. Seperti yang dinyatakan oleh Lembaga Penelitian Kewanitaan Universitas Palangkaraya (Jumat, 15 April 2011) bahwa tingkat kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mulai menurun. Tingkat pendidikan dan wawasan orang sekarang terhadap KDRT juga semakin tinggi,

karena diatur dalam perundang-undangan dengan memberikan sanksi tegas terhadap orang yang melakukan. Dan saat ini masyarakat sudah tidak malu lagi menyampaikan hal tersebut ke pihak kepolisian. Namun demikian, banyaknya lembaga perlindungan hak asasi wanita dan anak tidak selalu menjamin bahwa kesejahteraan wanita dan anak telah sangat baik. Di lain sisi, dewasa ini masih terdapat banyak kasus-kasus terkait dengan hal tersebut, diantaranya kasus pelecehan seksual dan kasus pemerkosaan yang jumlahnya masih cukup tinggi. Pada umumnya, tidak semua wanita ingin kasus yang menyangkut harga dirinya ini sampai diketahui oleh pihak lain termasuk lembaga-lembaga perlindungan hak asasi wanita dan anak. Oleh karena itu, tidak hanya pemerintah yang memiliki andil dalam kasus ini, tetapi juga dibutuhkan peran keluarga sebagai lingkungan paling dekat. Sudah seharusnya orang tua mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai agama dan kebaikan sejak dini di dalam diri anak-anaknya. Orang tua juga wajib selalu memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak agar anak-anak yang cenderung senang meniru perilaku terbawa untuk melakukan hal yang baik pula. Disamping itu, orang tua dan keluarga terdekat berkewajiban untuk mengawasi dan mengontrol anak-anak mereka dalam kesehariannya sehingga aktivitas yang anak-anak lakukan senantiasa sesuai dengan ajaran-ajaran baik yang berkembang di dalam masyarakat. Daftar Pustaka

http://www.lfip.org/english/pdf/bali- seminar/Perlindungan%20terhadap %20kelompok%20rentan%202011, 04.30) %20iskandar%20hosein.pdf (8 November

http://dpd.go.id/2011/03/masalah-perempuan-dan-anak-di-indonesia-kompleks-danberdampak-luas/ (7 November 2011, 20.50)

Anda mungkin juga menyukai