By:
Muhamar Kadaffi,MT
11
I. PENDAHULUAN
A. PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga, seperti PLTU, PLTN, PLTA, dan lain-lain. Bagian utama dari pembangkit listrik ini adalah generator, yakni mesin berputar yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan menggunakan prinsip medan magnet dan penghantar listrik. Mesin generator ini diaktifkan dengan menggunakan berbagai sumber energi yang sangat bemanfaat dalam suatu pembangkit listrik. Selama beberapa dekade pertama abad ke-20 pembangkit listrik menjadi lebih besar, menggunakan tekanan uap yang lebih tinggi untuk memberikan efisiensi yang lebih besar, dan mengandalkan interkoneksi dari stasiun pembangkit ganda untuk meningkatkan kehandalan dan biaya. Transmisi AC tegangan tinggi memperbolehkan listrik dari pembangkit tenaga air untuk dengan mudah dipindahkan dari air terjun jauh ke pusat kota. Munculnya turbin uap dalam pelayanan stasiun pusat, sekitar 1906, memungkinkan ekspansi besar kapasitas pembangkit. Generator tidak lagi dibatasi oleh kekuatan transmisi sabuk atau kecepatan relatif lambat dari mesin reciprocating, dan bisa tumbuh hingga ukuran besar. Sebagai contoh, Sebastian de Ferranti Ziani merencanakan apa yang akan menjadi mesin uap reciprocating terbesar yang pernah dibangun untuk stasiun pusat baru yang diusulkan, tetapi membatalkan rencana ketika turbin menjadi tersedia dalam ukuran yang diperlukan. Membangun sistem tenaga keluar dari stasiun pusat diperlukan kombinasi keterampilan teknik dan kecerdasan finansial dalam ukuran yang sama. Pembangkit listrik yang biasa digunakan pada suatu Sistem Tenaga Listrik (STL) terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (Hydro plant atau PLTA) dan unit-unit thermal. Pembangkitpembangkit itu sekarang ini umumnya sudah berhubungan satu dengan yang lainnya, atau yang sering disebut dengan interkoneksi. Setelah beroperasi dalam waktu tertentu, maka dari pembangkit-pembangkit itu ada yang keluar dari sistem interkoneksi dan hal ini disebabkan
11
karena ada unit pembangkit yang rusak dan tentunya perlu diganti atau diperbaiki, kedua karena ada pembangkit yang istirahat untuk keperluan pemeliharaan. Salah satu contoh rencana pemeliharaan unit pembangkit adalah dengan menggunakan metode Levelized Resh dari Gaever. Namun dalam aplikasinya harus dibagi dalam dua kriteria, yaitu pertama unit pembangkit bisa dikeluarkan tanpa adanya penyesuaian. Kedua unit pembangkit yang dikeluarkan harus diatur dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan demikian berarti pada waktu tertentu ada unit pembangkit yang keluar dari sistem, sehingga akan menimbulkan perubahan pada biaya produksi. Tapi setelah habis masa pemeliharaan (overhaul) harus dilakukan evaluasi koefisien ongkos pembebanan hal ini dilakukan untuk memperoleh akurasi yang baik. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meminimumkan ongkos tapi memenuhi tingkat sekuriti. Biasanya pada operasi pembangkit thermal biaya yang dihitung hanyalah biaya bahan bakar, hal ini karena komponen biaya yang lainnya dinaggap konstan. Berarti kalau saja bisa dihemat penggunaan bahan bakar, maka pengeluaran biaya pada pengoprasian sistem tenaga listrik bisa dikurangi. Sementara itu beban yang akan dilayaninya berubah-ubah menurut waktu, jadi yang penting adalah bagaimana dalam operasi pembangkit hidro-thermal itu bisa dihemat penggunaan bahan bakar.
11
bagi pengembangan pariwisata, perikanan dan pertanian.Pada dasarnya, energi listrik yang dihasilkan dari air, sangat tergantung pada volume aliran dan tingginya air yang dijatuhkan. Sumber air potensial didapat dari hasil pembelokkan arah arus air sungai di daerah pegunungan tinggi oleh sebuah bendungan/waduk yang memotong arah aliran sungai dan mengubah arah arus menuju PLTA. Dari cara membendung air, PLTA terbagi atas 2 jenis, yaitu: PLTA Run-Off River (Memotong Aliran Sungai) dan PLTA Kolam Tando.Ilustrasi siklus perubahan wujud energi pada PLTA:Kedua PLTA tersebut memiliki kesamaan, yaitu membendung aliran air sungai dan mengubah arahnya ke PLTA. Bedanya, pada PLTA Kolam Tando sebelum aliran air sampai ke PLTA, debit air ditampung dalam suatu kolam yang biasa disebut kolam tando. Sedangkan pada PLTA Run-Off River tidak. Kolam Tando ini berguna menjadi sumber cadangan air, ketika debit air sungai menurun akibat musim kemarau yang panjang.Memang dari segi biaya pembangunan, PLTA Run-Off River akan menelan biaya yang lebih rendah daripada PLTA Kolam Tando karena PLTA Kolam Tando memerlukan waduk yang besar dan daerah genangan yang luas. Tetapi jika terdapat sungai yang mengalir keluar dari sebuah danau, danau ini dapat dipergunakan sebagai kolam tando alami, seperti pada PLTA Asahan di Danau Toba, Sumatra Utara.Air yang terbendung dalam waduk pengatur turbin sebelum turbin. Pada saluran pipa pesat terdapat tabung peredam (surge tank), yang berfungsi sebagai pengaman tekanan yang tiba-tiba naik, saat katup pengatur ditutup.Air mengenai sudu-sudu turbin yang merubah energi potensial air menjadi energi gerak/mekanik yang memutar roda turbin, yang pada gilirannya generator akan merubah energi gerak/mekanik tersebut menjadi energi listrik. Katup pengatur turbin akan mengatur banyaknya air yang akan dialirkan ke sudusudu turbin sesuai kebutuhan energi listrik yang akan dibangkitkan pada putaran turbin yang tertentu. Putaran turbin yang terlalu cepat dapat menimbulkan kerusakan pada turbin dan generator, dimana hal ini dapat terjadi pada saat beban listrik tiba-tiba lepas/ hilang. Untuk mengatasi putaran yang berlebihan maka katup pengatur turbin harus segera ditutup. Katup pengatur turbin yang tiba-tiba menutup akan mengakibatkan terjadinya goncangan tekanan arus balik air ke pipa pesat, dimana goncangan ini diredam dalam tabung peredam. akan dialirkan melalui saluran/terowongan tertutup/pipa pesat sampai ke turbin, dengan melalui katup pengaman di Intake dan katup
11
11
kondensor dipompa ke tangki air/deareator untuk mendapat tambahan air akibat kebocoran dan juga diolah agar memenuhi mutu air ketel berkandungan NaCl, Cl,O2 dan derajat keasaman (pH). Setelah itu, air akan melalui Economizer untuk kembali dipanaskan dari energi gas sisa dan dipompakan kembali ke dalam ketel.
11
Gas dan Uap Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan kombinasi antara PLTG dan PLTU. Gas buang PLTG bersuhu tinggi akan dimanfaatkan kembali sebagai pemanas uap di ketel penghasil uap bertekanan tinggi. Ketel uap PLTU yang memanfaatkan gas buang PLTG dikenal dengan sebutan Heat Recovery Steam Generator (HRSG). Umumnya 1 blok PLTGU terdiri dari 3 unit PLTG, 3 unit HRSG dan 1 unit PLTU. Daya listrik yang dihasilkan unit PLTU sebesar 50% dari daya unit PLTG, karena daya turbin uap unit PLTU tergantung dari banyaknya gas buang unit PLTG. Dalam pengoperasian PLTGU, daya PLTG yang diatur dan daya PLTU akan mengikuti saja. PLTGU merupakan pembangkit yang paling efisien dalam penggunaan bahan bakarnya.Secara umum HRSG tersebut adalah pengganti boiler pada PLTU, yang bekerja untuk menghasilkan uap. Setelah uap dalam ketel cukup banyak, uap tersebut akan dialirkan ke turbin uap dan memutar generator untuk menghasilkan daya listrik. Dan efisiensi PLTGU lebih baik dari pusat listrik termal lainnya mengingat listrik yang dihasilkan merupakan penjumlahan yang dihasilkan PLTG ditambah PLTU tanpa bahan bakar.
11
dalam kantong uap ini terbatas, karenanya daya PLTP yang sudah maupun yang akan dibangun harus disesuaikan dengan perkiraan jumlah kandungan tersebut. Melihat siklus dari PLTP ini maka PLTP termasuk pada pusat pembangkit yang menggunakan energi terbarukan.
11
11
solenoid valve, magnetic switch dan relay. tegangan lebih biasanya disebabkan karena eksitasi yang berlebihan pada generator listrik (over excitation), sambaran petir pada saluran transmisi, proses pengaturan atau beban kapasitif yang berlebihan pada sistem distribusi. Tegangan turun pada sistem akan mengakibatkan berkurangnya intensitas cahaya (redup) pada peralatan penerangan; bergetar dan terjadi kesalahan operasi pada peralatan kontrol seperti automatic valve, magnetic switch dan auxiliary relay; menurunnya torsi pada saat start (starting torque) pada motor-motor listrik. Tegangan turun biasanya disebabkan oleh kurangnya eksitasi pada generator listrik (drop excitation), saluran transmisi yang terlalu panjang, jarak beban yang terlalu jauh dari pusat distribusi atau peralatan yang sudah berlebihan beban kapasitifnya. b. Tegangan Kedip (Dip Voltage); adalah turunnya tegangan (umumnya sampai 20%) dalam perioda waktu yang sangat singkat (dalam milli second). Penyebabnya adalah hubungan singkat (short circuit) antara fasa dengan tanah atau fasa dengan fasa pada jaringan distibusi. Tegangan kedip dapat mengakibatkan gangguan pada: stabilisator tegangan arus DC, electromagnetic switch, variable speed motor, high voltage discharge lamp dan under voltage relay.
c. Harmonik Tegangan (Voltage Harmonic); adalah komponen-komponen gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya (bentuk gelombang yang cacat). Tegangan harmonik dapat mengakibatkan: panas yang berlebihan, getaran keras, suara berisik dan terbakar pada peralatan capacitor reactor (power capacitor); meledak pada peralatan power fuse (power capacitor); salah beroperasi pada peralatan breaker; suara berisik dan bergetar pada peralatan rumah tangga (seperti TV, radio, lemari pendingin dsb.); dan pada peralatan motor listrik, elevator dan peralatan-peralatan kontrol akan terjadi suara berisik, getaran yang tinggi, panas yang berlebihan dan kesalahan operasi. Kontribusi arus harmonik akan menyebabkan cacat (distorsi) pada tegangan, tergantung seberapa besar kontribusinya.Cara mengurangi pengaruh tegangan harmonik yang terjadi pada sistem adalah dengan memasang harmonic filter yang sesuai pada peralatan-peralatan yang dapat menyebabkan timbulnya harmonik seperti arus
11
10
magnetisasi transformer, static VAR compensator dan peralatan-peralatan elektronika daya (seperti inverter, rectifier, converter, dsb.) d. Ketidak seimbangan tegangan (Unbalance Voltage); umumnya terjadi di sistem distribusi karena pembebanan fasa yang tidak merata. Gangguan-gangguan tegangan sebagaimana dijelaskan diatas dapat menyebabkan peralatan-peralatan yang menggunakan listrik, beroperasi secara tidak normal dan yang paling fatal adalah kerusakan atau terbakarnya peralatan.
B. TINGKAT KEGAGALAN
Forced Outage Rate (FOR) adalah suatu faktor yang menggambarkan keandalan unit pembangkit. Dalam sistem interkoneksi yang terdiri dari banyak unit pembangkit, maka keandalan unit-unit pembangkit yang beroperasi dibandingkan dengan beban yang harus dilayani menggambarkan keandalan sistem tersebut. Unit-unit pembangkit bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik, agar beban dapat dilayani. Dilain pihak unit pembangkit setiap waktu bisa mengalami gangguan sehingga tidak bisa beroperasi. Jika gangguan ini terjadi pada saat yang bersamaan atas beberapa unit pembangkit yang besar, maka ada kemungkinan bahwa daya tersedia dalam sistem berkurang sedemikian besarnya sehingga tidak cukup untuk melayani beban. Dalam hal yang demikian terpaksa dilakukan pelepasan beban, atau terpaksa sistem kehilangan beban, terjadi pemadaman dalam sistem. Kemungkinan terjadinya pemadaman karena adanya forced outage unit pernbangkit dalam sistem dengan nilai tertentu dapat dihitung. Beban berubah-rubah sepanjang waktu, maka forced outage yang berlangsung pada saat-saat beban puncak akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap cadangan daya tersedia dibandingkan dengan forced outage yang berlangsung pada saat-saat beban rendah. Jadi setiap forced outage selain bisa dihitung kemungkinan terjadinya juga memberikan
11
11
kemungkinan timbulnya pemadaman dalam sistem, atau sering pula. Disebut sebagai rnemberi kemungkinan sistem kehilangan beban.
Jenis Pembangkit
1. PLTA 2. PLTG 3. PLTP 4. PLTU bahan bakar minyak 5. PLTU batu bara
F.O.R. (%)
1 7 5 (perkiraan) 8.5, 9 10
Banyak kegagalan pembangkit terjadi akibat tidak tersedianya sumber energi primer. Permasalahan ketersediaan ini seringkali menimpa pembangkit-pembangkit berbahan bakar fosil. Di Indonesia sendiri banyak pembangkit berbahan bakar gas yang harus dioperasikan dengan bahan bakar minyak karena langkanya ketersediaan gas untuk konsumsi pembangkit Indonesia. Atau bisa juga karena masalah distribusi yang tersendat, seperti masalah kapal batu bara yang tidak bisa merapat, terganggu akibat faktor cuaca. Sedangkan pada kebanyakan pembangkit listrik energi terbarukan, ketersediaanya memang bisa dibilang cukup menjanjikan, karena semuanya memang sudah tersedia di alam dan tinggal dimanfaatkan saja Hingga saat ini tidak ada satu alat pun yang dapat menyimpan energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Untuk itu besarnya listrik yang dibangkitkan harus disesuaikan dengan kebutuhan beban pada saat yang sama. Apabila melihat kurva beban harian pada Gambar 3, sebagai contoh kurva beban listrik di Pulau Jawa, terlihat bahwa beban yang ditanggung PLN berubah secara fluktuatif setiap jamnya.
11
12
Secara garis besar ada 3 tipe pembangkit listrik berdasarkan waktu beroperasinya. Tipe base untuk menyangga beban-beban dasar yang konstan, dioperasikan sepanjang waktu dan memiliki waktu mula yang lama. Tipe intermediate biasanya digunakan sewaktu-waktu untuk menutupi lubang-lubang beban dasar pada kurva beban, memiliki waktu mula yang cepat dan lebih reaktif. Tipe peak/puncak, hanya dioperasikan saat PLN menghadapi beban puncak, umumnya pembangkit tipe ini memiliki keandalan yang tinggi, namun tidak terlalu ekonomis untuk digunakan terus-menerus. Melihat kurva diatas pula, maka kebijakan mengenai pembangunan pembangkit baru juga harus merefleksikan kurva beban sesuai dengan proyeksi kebutuhan listrik dimasa depan. Maka nantinya akan terlihat berapa pembangkit yang harus menjadi pembangkit tipe base dan berapa yang menjadi pembangkit mendukung beban intermediate dan beban puncak. Black Out dalam system tenaga listrik dapat diartikan kejadian terputusnya supply listrik disuatu area distribusi sehingga seketika menjadi gelap gulita, lantas bagaimana dengan konsumen industri yang pabriknya sangat bergantung dengan supply listrik dari produsen listrik tersebut, bisa jadi ratusan ribu dollar bisa lenyap seketika karena gagal produksi. Black out secara umum disebabkan oleh kegagalan secara tiba-tiba equipment di Pembangkit Listrik (Boiler, Turbine/Generator, Trafo, Jaringan Transmisi) saat normal operasi, kalau bahasa pabriknya biasa di sebut trip. Dalam kondisi ini, terjadi ketidakseimbangan antara supply listrik dari pembangkit dengan kebutuhan listrik di area sehingga terjadi pemadaman total untuk seluruh area. Untuk pembangkit yang terdiri dari beberapa boiler dan turbine/generator yang tersinkronisasi dengan frekuensi 50Hz, kegagalan salah satu plant dapat mengakibatkan turunnya frekuensi (under frequency), hal ini sangat dihindari dalam proses pembangkitan, oleh karena itu untuk menjaga frekuensi tetap 50Hz, pilihannya adalah dengan memutus beban listrik dari suatu area distribusi. Di sisi lain, kegagalan di salah satu plant harus bisa diatasi dengan meningkatkan produksi listrik plant yang lain sehingga pemadaman yang terjadi tidak terlalu over (Over Load Shedding), dengan catatan plant yang lain tidak sedang dalam kondisi beban puncak. Di sinilah terjadi prosess balancing antara supply yang menurun
11
13
dengan demand yang tetap. Dalam hal ini, dari sisi pembangkit listrik masih belum bisa dikatakan sebagai black out, karena hanya di sebagian area saja yang tejadi pemadaman, istilah pabriknya load shedding. Dalam kasus black out, prosess balancing antara supply dengan demand tidak terjadi dengan baik, sehingga frekuensi menjadi tidak terjaga dan menyentuh alarm low-low (under frequency) yang secara otomatis akan memerintahkan seluruh turbine/generator untuk trip karena tidak mampu lagi untuk mempertahankan frekuensi (terjadi prosess safety interlocking). Dalam kasus ini, seluruh plant yang bekerja secara paralel akan totally shutdown, tidak ada sedikitpun Daya Listrik yang tersisa, seluruh area distibusi akan mengalami pemadaman total. Dalam kedua kasus diatas, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kegagalan jaringan transmisi juga menjadi penyebab terjadinya black out. Dalam hal ini, beban terputus secara tiba-tiba sehingga turbine akan mengalami overspeed yang akan menyebabkan efek yang sangat berbahaya bagi power plant. Sehingga dengan pertimbangan safety, sistem kontrol pembangkit listrik secara otomatis akan memerintahkan turbine untuk shut down. Biasanya bagi anda yang tinggal di dekat pembangkit listrik, anda akan mendengar suara ledakan dan gemuruh keras saat kejadian ini. Jangan kaget, karena ini adalah suara steam venting atau proses dibuangnya uap bertekanan tinggi yang menuju turbine ke udara karena turbine tiba-tiba tidak beroperasi. Inilah salah satu proteksi dalam pembangkitan listrik. Selain kasus diatas, kegagalan dalam pembangkit listrik bisa juga disebabkan karena kegagalan sarana pendukung lain, contoh kasus pada kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. Kecelakaan yang disebabkan kegagalan sistem pendingin akibat gempa bumi dan tsunami yang melanda pantai timur Jepang pada hari Jumat tanggal 11 Maret 2011. Salah satunya, di masa mendatang, PLTN harus menitikberatkan sistem keselamatan pasif. Para ahli nuklir selalu melakukan revolusi dan mengembangkan tingkat keselamatan PLTN pasca kecelakaan seperti yang menimpa PLTN Chernobyl di masa lalu. Saat menghadapi gempa, desain keselamatan PLTN Fukushima sebenarnya sudah berhasil shutdown secara otomatis, namun ternyata terjangan tsunami menyebabkan kegagalan generator sistem pendingin. Terkait dengan rencana pembangunan PLTN di Indonesia, pelajaran yang dapat diambil adalah penentuan lokasi calon tapak PLTN menjadi sangat penting. Aspek kegempaan dan aspek lainnya seperti analisa mengenai dampak lingkungan harus benar-benar diperhatikan. Bapeten tidak akan memberi izin pembangunan PLTN apabila syarat-syarat itu belum terpenuhi. Pemerintah saat ini terus mengupayakan sumber energi baru
11
14
dan terbarukan termasuk nuklir di dalamnya. Komitmen dari ESDM adalah selaras, siap dan selamat. Saat ini sedang dijalankan program inisiatif energi bersih, reducing emission from fossil fuel burning (reff-burn). Nuklir sendiri terus dipertimbangkan sebagai energi alternatif karena merupakan energi bersih dengan catatan prinsip keselamatan yang ketat. Saat ini rasio elektrifikasi listrik nasional sangat memprihatinkan. Indonesia mutlak membutuhkan nuklir, jika suplai energi kurang maka pertumbuhan ekonomi akan tersendat
11
15
11
16
Grafik 1. Penggambaran LOLP = pxt dalam hari per tahun pada kurva lama beban.
Nilai LOLP biasanya dinyatakan dalam hari per tahun. "Makin kecil nilai LOLP, makin tinggi keandalan sistem. Sebaliknya, makin besar nilai LOLP, makin rendah keandalan sistem, karena hal ini berarti probabilitas sistem tidak dapat melayani beban yang makin besar." Nilai LOLP dapat diperkecil dengan menambah daya terpasang atau menurunkan nilai Forced Outage Rate (FOR) unit pembangkit, karena dua langkah ini dapat memperkecil probabilitas daya tersedia b pada gambar 1 menjadi terlalu rendah sehingga memotong kurva lama beban dengan nilai t yang lebih lama. Penentuan besarnya nilai LOLP dari suatu sistem harus mempertimbangkan besarnya peran penyediaan tenaga listrik pada sistem tersebut atau dengan kata lain berapa besar kerugian yang dialami pemakai energi listrik (konsumen) apabila terjadi interupsi atau gangguan penyediaan pasokan energi listrik. Misalnya dalam sitem yang berupa sebuah PLTD dengan bebeapa unit pembangkit yang memasok tenaga listrik kesebuah pabrik. LOLP dari sistem ini ditentukan dengan mempertimbangkan berapa kerugian yang timbul apabila pabrik mengalami gangguan pasokan tenaga listrik, yang dinyatakan dalam Rupiah per kWh terputus.
11
17
Pada sistem yang besar seperti sistem tenaga listrik yang dikelola oleh PLN, penentuan nilai LOLP ini haruslah mempertimbangkan harga Rupiah per kWh terputus secara nasional. Hal ini disebabkan karena dengan terputusnya pasokan tenaga listrik dari PLN, berarti menimbulkan kerugian nasional. Standar PLN mengenai LOLP adalah 3 hari per tahun untuk sistem interkoneksi Jawa (JAMALI) hari dan 5 hari per tahun untuk sistem di luar Jawa.
11
18
III. KESIMPULAN
Dari penjelasan yang diterangkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya : 1. Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga, 2. Berdasarkan atas sumber tenaga penggerak dari mesin generatornya, Pembangkit listrik dibedakan atas 6 macam, yaitu: PLTA (Air), PLTU (Uap), PLTG (Gas), PLTGU (Gas dan Uap), PLTP (panas bumi), dan PLTD (diesel). 3. Bagian utama dari pembangkit listrik adalah generator, yakni mesin berputar yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan menggunakan prinsip medan magnet dan penghantar listrik. Mesin generator ini diaktifkan dengan menggunakan berbagai sumber energi yang sangat bemanfaat dalam suatu pembangkit listrik. 4. Keandalan Sisten Tenaga Listrik terbagi atas 3 faktor : faktor tegangan yang dihasilkan, faktor yang menggambarkan keandalan unit pembangkit (Forced Outage Rate) dan faktor yang menggambarkan berapa besar probabilitas unit-unit pembangkit yang beroperasi tidak mampu melayani beban ( loss of load probability). 5. Tegangan listrik di subsistem pembangkitan berada dalam kisaran 11 s/d 25 kV dan frekuensi sebesar 50Hz. 6. Unit-unit pembangkit bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik, agar beban dapat dilayani, unit pembangkit setiap waktu bisa mengalami gangguan sehingga tidak bisa beroperasi. Jika gangguan ini terjadi pada saat yang bersamaan atas beberapa unit pembangkit yang besar, maka ada kemungkinan bahwa daya tersedia dalam sistem berkurang sedemikian besarnya sehingga tidak cukup untuk melayani beban. Dalam hal yang demikian terpaksa dilakukan pelepasan beban, atau terpaksa sistem kehilangan beban, terjadi pemadaman dalam sistem. 7. Kemungkinan kehilangan beban ini merupakan risiko yang dihadapi dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik dan perlu diformulasikan. LOLP ( loss of load probability) merupakan risiko yang dihadapi dalam operasi,. LOLP biasa dinyatakan dalam hari pertahun. LOLP ini diperlukan dalam perencanaan operasi misalnya untuk menyusun jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit dengan risk level tertentu.
11
19