ome yang semuanya kurang mendapat kasih sayang dan tuntutan moril
berkecenderungan besar untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
delinquent di kemudian hari. Mereka selalu didera konIlik batin atau
kekalutan mental. Sebab mereka pada umumnya adalah 'anak buangan yang
ditolak oleh orangtua dan lingkungan masyarakat. Sehingga mereka
mengembangkan respon sosial yang keliru dalam bentuk tingkah laku
kriminal.
Secara Iormal kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan yang oleh
negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksud untuk mengembalikan
keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Kejahatan tersebut
tentunya tidak lepas oleh aturan pidana yang mengikatnya. Tapi, tidak semua
perbuatan yang melawan hukum atau merugikan masyarakat diberi sanksi
pidana. Banyak perbuatan kejahatan anak-anak dan remaja tidak dapat
diketahui, dan tidak dihukum disebabkan antara lain oleh: (a) kejahatannya
dianggap sepele, kecil-kecilan saja sehingga tidak perlu dilaporkan kepada
yang berwajib; (b) orang segan dan malas berurusan dengan polisi dan
pengadilan; (c) oraang merasa takut akan adanya balas dendam.
Pada akhirnya mereka memilih dan menetapkan satu peranan kriminal
sebagai mekanisme untuk memenuhi kebutuhan mereka yang terabaikan oleh
situasi dan kondisinya saat itu. Kemudian jadilah mereka penjahat-penjahat
muda dengan deviasi atau penyimpangan kriminal sekunder. Hal tersebut
tentunya tidak terlepas dari hukum yang menjadi payung bagi penegak
keadilan dan kebenaran. Undang-Undang No 3/1997 Pasal 4 Ayat (1)
menerangkan bahwa 'Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke Sidang
Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Hal tersebut merupakan dasar yang melatarbelakangi seorang anak untuk
melakukan tindak pidana atau kejahatan. Oleh karena itu anak nakal, orang tua
dan masyarakat sekitarnya seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap
pembinaan,pendidikan,dan pengembangan perilaku tersebut. Mengingat
siIatnya yang khusus yang memberikan landasan hukum yang bersiIat
nasional bagi generasi muda melalui tatanan Peradilan khusus bagi anak-anak
yang mempunyai perilaku yang menyimpang dan melakukan pelanggaran
hukum. Yang dimaksud untuk memberikan pengayoman dalam upaya
pemantapan landasan hukum sekaligus memberikan perlindungan hukum
kepada anak-anak Indonesia yang mempunyai siIat perilaku menyimpang,
karena dilain pihak mereka merupakan tunas- tunas bangsa yang diharapkan
berkelakuan baik dan bertanggungjawab.
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan tempat untuk
melaksanakan pengayoman serta pemasyarakatan narapidana. Di dalam
Lembaga Pemasyarakatan para narapidana mendapatkan pembinaan-
pembinaan antara lain, pembinaan pendidikan umum, pembinaan keagamaan,
pembinaan ketrampilan, pembinaan kesehatan dan olah raga dan penyuluhan.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan Undang-
Undang No.12/1995. Sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman
merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut melalui kegiatan-kegiatan
pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi.
Dalam hal penahanan, seorang anak hanya dapat ditahan sebagai jalan
terakhir (Pasal 3 KHA) dengan tetap mempertimbangkan dengan sungguh-
sungguh untuk kepentingan anak. Penahanan dilakukan setelah dengan
sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak (Pasal 45 UU No.
3/1997). Penahanan terhadap anak harus dilakukan terpisah dari tahanan orang
dewasa. Permasalahnya adalah hingga saat ini belum ada tahanan anak. Oleh
karena itu, selama belum ada tahanan untuk anak, maka alasan penangkapan
dan penahanan yang diatur dalam KUHAP (UU No. 8/1981) harus
dikesampingkan karena alasan yang mengancam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dalam masa penahanan tersebut anak berhak
mendapatkan pembinaan agar setelah menjalani penahanan kehidupan mereka
berubah menjadi baik dan mencegah terhadap kemungkinan diulanginya
tindak pidana.
Melihat pentingnya peran serta anak-anak dalam memajukan bangsa,
kita tentunya tidak mau mengambil risiko kehilangan jati diri seorang anak
pengaman yang terdidik, dan tugas bimbingan lanjutan (after care) hanya
mungkin berjalan dengan penyediaan dana yang relatiI besar.
Kesulitan tugas pembinaan yang membutuhkan tenaga ahli perlu
diusahakan dengan bantuan tenaga sosial dari berbagai bidang disiplin ilmu
(beavioral scientist). Seperti adanya petugas agama, kesehatan, pendidik,
kedokteran jiwa, dan ahli-ahli lainnya yang berkaitan dengan situasi
konvergensi manusia dan pembinaan yang bersiIat individual.
Pembinaan dan kegiatan bimbingan di dalam lembaga masih perlu
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan makna system pemasyarakatan
Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan usaha-usaha terwujudnya
pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap
narapidana sesuai dengan prinsip pembaharuan pidana.
Dalam Kepres 1974 dapat ditaIsirkan bahwa tidak menutup
kemungkinan meningkatkan pembinaan yang eIektiI dengan membentuk suatu
'Dewan Perwalian yang mempuyai tugas bimbingan secara individual
(individual treatment) dan mendampingi Dewan Pembina Pemasyarakatan.
Dalam hal ini, narapidana anak dapat dilakukan pembinaan melalui Dewan
Perwalian. Kemingkinan seorang wali yang sudah berpengalaman dalam
Dewan Perwalian dapat menangani lebih dari seorang narapidana, namun
bekerjanya tetap bimbingan secara individual yang peranannya dilandasi
hubungan antara orang tua tehadap anak.
Sekitar awal tahun 2007, karena banyaknya kasus kejahatan anak,
LAPAS Kelas I Semarang juga digunakan untuk menitipkan` narapidana
anak dalam lingkup Kota Semarang dan sekitarnya, dengan masa pidana
kurang dari satu tahun, dimana seharusnya anak didik pemasyarakatan (istilah
hukum untuk narapidana anak) dibawa ke Lembaga Pemasyarkatan Anak
Kutoarjo Purworejo. Alasan dilakukannya hal ini adalah untuk memudahkan
keluarga anak dalam memantau keadaan serta menjenguk anak.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian 'MODEL PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan pada narapidana anak di LAPAS kelas
I Semarang ?
2. Kendala apa saja dalam upaya pembinaan anak didik ?
3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala
tersebut ?
. Tujuan Penelitian
Penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan pada anak didik di
LAPAS kelas I Semarang
2. Untuk mengetahui kendala apa saja dalam upaya pembinaan anak didik
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk
menghadapi kendala tersebut.
D. Manfaat Penelitian
ManIaat penelitian ini diharapkan dapat:
1. Secara teoritis
Dapat memberikan sumbangan pengetahuan upaya pembinaan anak didik
di lembaga pemasyarakatan.
2. Secara praktis
Memberikan bahan masukan dan sumbang saran kepada lembaga
pemasyarakatan dalam hal pembinaan anak didik.
-. Se-a--Se-a- Kejahatan
Simadjuntak, (1981: 289) mengemukakan sebab-sebab timbulnya
kenakalan ini dapat diklasiIikasikan kepada:
a. Faktor Intern
1.) Cacat keturunan yang bersiIat biologis-psikis
2.) Pembawaan yang negatiI yang mengarah ke perbuatan nakal
3.) Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan pokok dengan keinginan
4.) Lemahnya kontrol diri serta persepsi sosial
5.) Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan yang
baik dan kreatiI.
b. Faktor Ekstern
1.) Rasa cinta dari orang tua dan lingkungan
2.) Pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai alam sekitar
yang diharapkan orang tua, sekolah, masyarakat
3.) Menurunnya wibawa orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat
4.) Pengawasan yang kurang eIektiI dalam pembinaan yang berpengaruh
dalam domain aIektiI, konasi, konisi dari orang tua, masyarakat, guru
5.) Kurangnya penghargaan terhadap remaja dari lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat.
c. Faktor PositiI
1) Masih adanya pengakuan akan peranan norma agama, norma pergaulan
yang hidup dalam masyarakat oleh remaja maupun lingkungan sosial
2) Masih diusahakan penegakan wibawa norma agama dan norma sosial lain
3) Daya tahan masih kuat terhadap pengaruh negatiI perkembangan
masyarakat
4) Ikatan sosial masih memiliki kemampuan mengawasi tingkah laku anggota
masyarakat terhadap pelanggaran.
d. Faktor NegatiI
1) Situasi politik yang tidak begitu menguntungkan
2) Keadaan ekonomi yang semakin menurun, krisis ekonomi
3) Aspek demograIi yang belum terkendalikan
VI.METODE PENELITIAN
A. Dasar Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatiI. Metode
penelitian kulaitatiI pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkup hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, dan memahami bahasa serta taIsiran mereka tentang
dunia sekitarnya.
Bodgan dan Taylor dalam Moeloeng (2000: 43), menyatakan bahwa
penelitian kualitatiI adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptiI berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 15), dalam penelitian
kualitatiI tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada
makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatiI dinamakan transferability.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Semarang.
. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi Iokus penelitian adalah:
1. Model pembinaan narapidana anak
2. Peran petugas lapas dalam membina narapidana anak
D. Sum-er Data Penelitian
1. Data Primer
Menurut LoIland dalam Moeloeng (2000: 113), sumber data utama dalam
penelitian kualitatiI adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data primer adalah:
a. Responden
Responden adalah orang yang dimintai memberikan keterangan tentang
suatu Iakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk
tulisan, yaitu ketika mengisi angket, lisan ketika menjawab wawancara (Arikunto
2002: 122).
terkumpul, maka ketiga komponen analisis (reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan) saling berinteraksi.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
kualitatiI dengan model analisis interaktiI. (Miles dan Huberman, 1998: 20)
1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transIormasi data kasar yang ada dalam
catatan yang diperoleh dilapangan. Data yang diperoleh selama penelitian baik
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan petugas Lembaga
Pemasyarakatan dan narapidana ditulis dalam catatan sistematis.
2. Penyajian data, berupa sekumpulan inIormasi yang telah tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Data yang sudah diperoleh selama penelitian kemudian disajikan
dalam bentuk inIormasi-inIormasi yang sudah dipilih menurut kebutuhan
penelitian. Setelah peneliti mendapatkan data-data yang berhubungan dengan
pelaksanaan pembinaan narapidana, kemudian data tersebut diuraikan dalam
bentuk pembahasan narapidana.
3. Penarikan kesimpulan, merupakan langkah terakhir dalam analisis data.
Penarikan kesimpulan didasarkan pada reduksi data. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatiI yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.
VII. SISTEMATIKA SKRIPSI
Penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab dimana masing-masing
mempunyai isi dan uraian sendiri-sendiri. Namun antara bab yang satu dengan
bab yang lainnya saling terkait sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Bab-
bab tersebut adalah:
Ba- I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah yang
memberikan ruang lingkup pada peneliti agar dapat memudahkan
didalam menentukan sasaran yang akan diteliti. Tujuan dan manIaat
penelitian untuk mengetahui tentang apa yang akan dicapai dalam
penulisan ini dan sistematika penulisan untuk menjelaskan secara garis
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam. 2007. riminologi. Jakarta: Restu Agung.
Ghazawi, Adami. 2005. Pelafaran Hukum Pidana. Jakarta: PT. RajagraIindo
Persada
Hamzah, Andi.2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Harsono Hs, C.I.1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 2. enakalan Remafa. Jakarta: PT. Raja
GraIindo Persada.
Mangunhardjana.1989. Pembinaan, Arti, dan Metodenya. Yogyakarta: kanisius.
Mulyadi, Lilik. 2004. apita Selekta. Hukum Pidana riminologi&Jictimologi.
Jakarta: Djambatan.
Moeljanto. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Poernomo, Bambang. 1986. Pelaksanaan Pidana Penfara Dengan Sistem
Pemasyarakatan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Simadjuntak. 1981. Pengantar riminologi dan Patologi Sosial. Bandung:
Tarsito.