Anda di halaman 1dari 4

Bro en Sis, kita mungkin nggak terlalu peduli apakah yang jadi korban adalah beneran orang yang

selama ini cari, dan dituduh sebagai teroris, atau orang yang lain. Susah juga konIirmasinya, wong
korbannya udah jadi mayat. Tapi yang harus kita perhatikan adalah banyaknya opini yang
menyebutkan bahwa para teroris itu adalah orang-orang dari Islam garis keras. Lha, kirain minuman
doang yang pake embel-embel keras, ternyata ada juga ya orang yang bilang Islam garis keras.
Menurut mereka, pemahaman Islam yang radikal-Iundamentalis-militan inilah yang membuat banyak
keonaran. Halah, mereka lupa, atau pura-pura lupa, bahwa Amerika dan Israel adalah contoh nyata
terorisme yang dilakukan oleh negara. Jelas, kedua negara ini sudah mempertontonkan kebiadaban.
Jadi, sebenarnya yang layak disebut teoris adalah Amerika, Israel dan para begundalnya yang
mendukung aksi kedua negara tersebut. Bukan Islam dan kaum muslimin. Iya nggak sih?
Militan itu.
Kalo kamu mau rajin baca-baca buku or surfing di internet nyari istilah tentang militan, insya Allah
bisa kamu dapatkan datanya. Enak kan bisa tambah wawasan? Selain itu, kamu jadi lebih bijak
memandang persoalan, utamanya dalam menyikapi istilah militan ini. Istilah militan dipahami oleh
sebagian orang sebagai sikap yang selalu berhubungan dengan kekerasan, selalu berhubungan dengan
kengototan, dan berkaitan dengan sikap selalu pengen menang sendiri. Tambahannya, orang yang
militan nyaris selalu identik dengan kesan garang. Halah, padahal tak selamanya cap itu benar, Bro.
Sebab, dalam kondisi tertentu, ternyata kita kudu punya semangat dan memiliki gairah dalam belajar
dan bekerja. Itu juga bisa disebut militan. Nah, lho.
Oke deh, jika kamu baca Kamus Besar Bahasa Indonesia, bakalan menemukan deIinisi militan. Di
situ disebutkan bahwa militan adalah bersemangat tinggi, penuh gairah, dan berhaluan keras.
Kalo pengen lebih mantep, ada deIinisi dari kamus lainnya. Misalnya dalam MiriamWebster
Dictionary tertulis, bahwa istilah ini termasuk kata siIat dan kosakata ini dimasukkan ke dalam kamus
pertama kali pada abad ke-15. Dalam kamus ini, militan dideIinisikan sebagai, 'engaged in warfare or
combat` (disibukkan dalam peperangan atau pertempuran). Dalam kamus ini juga disebutkan militan
adalah menunjukkan sikap yang agresiI dan aktiI banget.
Hal serupa dijelaskan pula dalam Cambrige International Dictionary, istilah militan sebagai kata siIat
dideIinisikan sebagai, 'active, determined and often willing to use force` (aktiI, tekun, dan acapkali
sudi untuk menggunakan kekuatannya).
Militan sebagai kata siIat juga dideIinisikan dengan berjuang atau berperang. Arti lainnya, memiliki
karakter bertempur, agresiI, khususnya dalam menghadapi (suatu) perkara. Militan sebagai kata benda,
dideIinisikan sebagai perjuangan, pertempuran, atau agresivitas; baik individu ataupun partai (The
American Heritage Dictionary of the English Language, Fourth Edition. Published by Houghton
Mifflin Company.)
Dan, militan juga dideIinisikan sebagai 'selI-assertive (ketegasan diri) dan memiliki semangat yang
tak pernah henti, seolah ada di mana-mana. (WordNet 1.6, 1997 Princeton University)
Dari semua deIinisi yang disebutkan tadi tentunya kamu udah mulai paham. Seterusnya, tentu bisa
membedakan, mana yang pantas dan tidak pantas dalam hidup ini. Mana yang benar dan mana yang
salah. Jadi, istilah militan ini bisa diterapkan dalam kasus yang baik-baik. Sebab, militan lebih identik
dengan individu atau kelompok yang selalu bergairah, tekun, gigih, punya semangat tinggi, pantang
menyerah, tidak mudah untuk putus asa meski banyak rintangan dan hambatan. Bahkan acapkali,
rintangan yang ada di hadapannya dianggap sebagai tantangan. Untuk sikap-sikap seperti itu, tentunya
juga berlaku umum alias untuk siapa saja dan dari kalangan mana pun; bisa seorang pekerja, seorang
pendidik, seorang tentara, pelajar, atau proIesi lainnya.
Hanya saja, saat ini istilah militan makin menyempit. Terbukti, saat ini istilah militan cuma`
ditujukan dan selalu identik dengan orang atau kelompok yang kadang diberi label garis keras`. Ini
yang kemudian menempatakan istilah ini tidak pada tempat yang semestinya. Bahkan cenderung
dibumbui sinisme kepada individu atau kelompok tertentu.
Ambil contoh kasus penyerangan WTC 8 tahun lalu (11 September 2001), Bush langsung menguber
kelompok al-Qaidaapa yang disebutnya sebagai militan garis keras, yang dituduhnya sebagai dalang
teror terhadap menara kembar itu. Di Indonesia, kasus Bom Bali I (Oktober 2000) hingga Bom di JW
Marriott dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 juga dihubungkan dengan aktivitas kelompok Islam garis
keras, kelompok Islam militan, yang didalangi Noordin M Top. Wah, wah, wah benar-benar trial by
press alias penghakiman oleh media massa tertentu terhadap Islam.
Akibatnya, opini yang terbangun menjadi tidak berimbang, alias njomplang. Walhasil, masyarakat jadi
alergi dengan istilah militan. Ya, lain di kamus lain pula dalam pandangan masyarakat. Celakanya,
istilah militan dalam pandangan masyarakat yang nampaknya lebih mendominasi pengertian istilah
ini. Gawat memang!
Meluruskan pemahaman masyarakat
Kadang masyarakat memang kejam. Meski tidak memiliki aturan secara tertulis, tapi tajamnya
kecaman bisa berdampak buruk. Remaja militan, dalam kondisi masyarakat yang seperti sekarang ini,
seperti sebuah kanker ganas yang harus segera disingkirkan.
Sebuah pengalaman pernah saya alami. Waktu itu pernah ikut membina teman-teman remaja dalam
mengelola organisasi remaja masjid. Saat organisasi itu tumbuh dan semarak dengan berbagai
kegiatan; seminar, pengajian, baca al-Quran dan lainnya, anehnya banyak tanggapan miring yang
dialamatkan kepada teman-teman remaja masjid. Padahal, sejak maraknya masjid oleh berbagai
kegiatan keislaman, banyak remaja berkumpul di masjid. Masjid menjadi lebih berarti. Hanya saja,
gara-gara bentuk kegiatan dan pemahaman yang menurut pihak DKM sedikit berbeda dengan yang
dipahami selama ini oleh mereka, akhirnya teman-teman remaja langsung dicurigai.
Ini memang aneh, padahal jika perbedaan` yang menjadi masalah, kan bisa ditempuh dengan jalur
dialog. Tul nggak? Nah, yang terjadi justru sebaliknya. Main berangus aja. Secara sepihak lagi.
Waduh. Alasannya, aktivitas itu katanya menganggu ketentraman warga. Glodaks! Apa nggak salah?
Justru banyak juga warga masyarakat yang seneng dengan maraknya kegiatan tersebut, lho.
Pertanyaannya, apakah karena sedikit perbedaan lalu mengambil jalur keras; diancam dan diberangus?
Mbok ya kalo berbeda, misalnya, kan bisa ditegur, bisa diajak dialog. Dan teman remaja diminta untuk
menjelaskan tentang pendapatnya itu. Insya Allah bisa dicari titik temu. Sayang, penyakit` status quo
seringkali mengalahkan akal sehat. Akibatnya, bukan saja tamat riwayat organisasi remaja itu, tapi
sekaligus memadamkan semangat dan kreativitas remaja masjidnya. Kasihan.
Pandangan masyarakat seperti ini jelas merugikan perjuangan Islam. Bahkan memadamkan semangat
yang mulai menyala dalam dada setiap remaja Islam. Padahal, gampang-gampang susah
menumbuhkan rasa cinta kepada Islam di kalangan remaja. Eh, yang baru tumbuh malah dibabat. Apa
nggak kejam tuh? Anehnya lagi, dalam waktu yang bersamaan, masyarakat seringkali menutup mata,
atau tepatnya cuek dengan maraknya remaja yang gaul bebas, seks bebas, pacaran, mengumbar aurat,
kejerat narkoba, bahkan yang doyan berantem antar temannya. Untuk semua itu, nggak ada kampanye
dalam rangka menyadarkan mereka. Sebaliknya, ya itu tadi, dibiarkan. Pokoknya, dipandang sebelah
mata deh. Ah, masak beraninya kepada yang benar? Masak kepada yang nakal takut? Tapi inilah
Iaktanya, sobat. Aneh bin ajaib memang.
Pertanyaannya, kenapa masyarakat bisa seperti itu? Nah, ini yang kudu kamu tahu, sobat. Sebab,
nggak mungkin dong orang ufug-ufug benci kalo nggak ada alasan yang menurut mereka wajib`
dibenci. Orang yang cinta saja kudu ada alasannya, kenapa ia mencintai. Tul nggak?
Nah, kalo ditelusuri ternyata masyarakat kita mengidap sejenis penyakit Islamophobia, alias ketakutan
terhadap Islam. Ambil contoh, ada anak puteri yang cuma` pakai kerudung ke sekolah aja dicurigai.
Lucunya, banyak prasangka yang nggak-nggak di kalangan guru sendiri. Dibilangin ikut aliran ini dan
itu. Kalo kebetulan kegiatan remaja masjid sekolah di sekolah umum marak, mereka mulai dimata-
matai. Bahkan pihak sekolah nggak segen untuk menghentikan, dengan alasan, ini bukan sekolah
agama. Konon kabarnya nggak rela kalo di sekolah umum justru yang maraknya adalah kegiatan
keagamaan, khususnya Islam. Walah?
Bro en Sis, apa nggak kesel bin gondok digituin? Padahal, yang kita lakuin itu adalah sebagai wujud
kecintaan kita kepada Islam. Kita bangga dong bisa menjadikan Islam sebagai identitas kita. Kita ingin
menyampaikan pesan bahwa kita remaja muslim. Teman remaja puteri rapi berkerudung dan berjilbab,
justru karena ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya adalah seorang muslimah yang berusaha
untuk menjalankan satu kewajiban dalam ajaran agamanya. Teman remaja putera yang aktiI di
kegiatan remaja masjid, pakai baju koko lengkap dengan pecinya, justru secara tidak langsung ingin
menyampaikan pesan, bahwa kamilah pemuda muslim. Simbol-simbol` yang dikenakan dan
perbuatan yang dilakukan muncul akibat panasnya semangat yang menggelora dalam dada. Mereka,
setidaknya ingin menunjukkan; inilah kami, remaja muslim yang mencintai Islam sepenuh hati. Apa
itu salah?
Kasus 'Bom Bali hingga JW Marriott plus Ritz Carlton, dengan tuduhan dialamatkan kepada para
aktivis Islam sebagai pelakunya, kian memberikan stigma (noda) dan mengukuhkan semua prasangka
yang telah ada. Nyaris semua orang mengarahkan telunjuknya; bahwa Islam itu kejam, bahwa kaum
muslimin kalangan tertentu (khususnya yang taat beragama) itu teroris, bahwa orang yang terlibat
dalam aktivitas keislaman perlu dicurigai. Celaka dua belas!
Kalo dipikir-pikir memang aneh juga. Kenapa orang musti takut dengan Islam? Kenapa orang musti
gerah dengan maraknya aktivitas keislaman? Kenapa masyarakat musti curiga dengan simbol
pengamalan ajaran agama (jilbab, baju koko, dan jenggot)?
Apa ada yang aneh dengan Islam? Apa ada yang salah dengan mereka yang mau mengamalkan ajaran
Islam, meski cuma sebatas berkerudung dan berjilbab? Mengapa harus murka dengan maraknya
aktivitas pengajian di sekolah dan di masjid? Sungguh aneh tapi nyata. Tapi itulah yang banyak
terjadi. Menyedihkan banget.
Jujur saja, sikap kebanyakan masyarakat seperti ini bikin nggak nyaman buat mereka yang mau
merasakan nikmatnya beragama. Pandangan miring dan curiga terhadap remaja-remaja yang bergairah
(baca: militan) dalam agamanya itu adalah sikap kontraproduktiI. Nggak baik untuk dipelihara.
Memang sih, nggak semua masyarakat berpandangan miring terhadap remaja militan. Tapi sayangnya,
jumlah pendukungnya kalah banyak ketimbang mereka yang menjadi penentangnya. Jadinya ya,
opininya kalah. Kalah abis. Akibatnya, yang banyak diekspos adalah yang menentangnya. Sehingga
posisi teman remaja yang bergairah dalam mengamalkan ajaran Islam ini makin terpojok. Digempur
dari sana-sini, dicurigai aktivitasnya bak sebuah aib nasional.
Hmm. beginilah hidup di tengah-tengah masyarakat yang tidak islami. Masyarakat yang justru
meyakini permisivisme (bebas nilai) sebagai jalan hidup. Sejatinya, mereka sebetulnya nggak mau
diusik dalam kebebasan gaya hidupnya oleh mereka yang ingin menyegarkan kembali pengamalan
ajaran Islam dalam kehidupan ini. Mereka jadi menuduh remaja militan dan orang-orang Islam yang
semangat beragama sebagai musuh. Ah, mau ditolong jadi baik dengan ajaran Islam, kok nggak mau?
Apakah karena mereka masih setia berselingkuh dengan sistem demokrasi-kapitalisme-sekularisme?
Kamu bisa jawab sendiri deh. Yang pasti nih, please deh, bedakan antara militansi dengan terorisme.
Kalo mau sepakat, kita bisa arahkan telunjuk rame-rame ke pemerintah Amerika dan Israel serta
antek-anteknya yang mengamini kebiadaban mereka, karena merekalah biang aksi terorisme selama
ini! Gimana? 4s4lihin: http://4s4lihin.c4m]

Anda mungkin juga menyukai