Anda di halaman 1dari 15

AKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA BERBAGAI KADAR C-ORGANIK DI TANAH ULTISOLS

E. Santosa
Balai Penelitian Tanah, Bogor

ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui pengaruh kadar C-organik terhadap kinerja BPF tanah ultisols telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dengan percobaan menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial. Faktor A adalah sterilisasi tanah yaitu tanah steril dan tanah tidak steril. Faktor B adalah kadar C-organik tanah terdiri atas 1,5; 1,7; 2,1; dan 2,7%. Sedangkan faktor C adalah isolat BPF yaitu kontrol (tanpa isolat), Isolat ES1, Isolat ES24.2, Isolat ES46.2, dan Isolat ES51.1. Setiap perlakuan diulang 3 kali pada 500 g tanah/pot yang diberi P-alam Ciamis 1 g/pot dan diinkubasi selama 30 hari, selama inkubasi kadar air tanah dipertahankan pada kapasitas lapang. Sterilisasi tanah, P-alam dan jerami giling pada perlakuan tanah steril, dengan radiasi sinar 50 kGray. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan kadar C-organik tanah di ultisols dapat meningkatkan aktivitas BPF dan mikroba tanah lainnya yang ditunjukkan peningkatan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah, kadar Ptersedia (Bray I) dan penurunan kadar Aldd. Pada tanah yang berkadar C-organik 1,5%, sterilisasi tanah tidak berpengaruh terhadap aktivitas BPF yang ditunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah dan kadar P-Bray I. Pada kadar C-organik 1,7% isolat BPF pada tanah steril nyata meningkatkan kadar P-Bray I. Pada tanah yang berkadar C-organik > 2,1% sterilisasi tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi inokulasi BPF nyata meningkatkan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah, kadar P Bray I dan menurunkan kadar Aldd.

PENDAHULUAN Kekahatan P merupakan kendala utama bagi budidaya tanaman pangan di tanah ultisols. Hal ini disebabkan daya jerap koloid serta mineral penyusun utama partikel tanah ultisols terhadap P cukup besar sehingga di dalam pengelolaan P, kemampuan penjerapan partikel tanah terhadap P tersebut perlu mendapat perhatian (Trangmar et al., 1984). Selain hal tersebut, ultisols juga miskin unsur hara N, K, Ca, dan Mg, serta kadar bahan organik rendah (Hakim, 1999; Koedadiri et al., 1999; Nazemi dan Arifin, 1999) tetapi kadar Al dan Mn tinggi (Adiningsih, 1992).

E. Santosa

Salah satu usaha untuk mengatasi kendala kekahatan P selain dengan penggunaan sumber-sumber P yang lebih efisien dan ekonomis, juga dengan penggunaan mikroba pelarut fosfat (MPF). Beberapa kelompok mikroba tanah berperan pada berbagai reaksi pelarutan P-tanah sehingga P-terikat berangsurangsur lepas menjadi P-terlarut (Toro et al., 1997). Kemampuan berbagai jenis MPF dalam peningkatan kelarutan fosfat tersebut telah banyak diteliti, baik pada skala laboratorium maupun penerapannya di lapangan. Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Goenadi dan Sarasswati (1993), Goenadi et al. (2000), Premono dan Widyastuti (1993), dan Santosa et al. (1997) dapat dikemukakan bahwa besarnya pengaruh terhadap kelarutan fosfat atau peningkatan pertumbuhan/hasil tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: jenis/strain MPF, sumber fosfat, sifat tanah dan bahan pembawa inokulan. Selain hal tersebut, kemampuan MPF dalam mempertahankan kelangsungan hidup sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, kelembaban, dan kadar hara tanah, serta ketersediaan sumber tenaga (C-organik) dan kemampuan bersaing dengan kelompok mikroba lainnya (Stotzky, 1997; Miller and Donahue, 1990). Hal ini menyebabkan penggunaan MPF untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P terlihat kurang konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar C-organik terhadap kinerja BPF di tanah ultisols. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dengan menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial. Faktor A adalah sterilisasi tanah yaitu A1 (tanah steril) dan A2 (tanah tidak steril). Faktor B adalah kadar C-organik tanah terdiri atas B1 (1,5%), B2 (1,7%), B3 (2,1%), dan B4 (2,7%). Sedangkan faktor C adalah isolat BPF yaitu C1 (kontrol = tanpa isolat BPF), C2 (Isolat ES1.1), C2 (Isolat ES24.2), C3 (Isolat ES46.2), dan C4 (Isolat ES51.1). Isolat BPF tersebut adalah isolat unggul yang mempunyai kemampuan melarutkan P dalam media Pikovskaya cair 870-1.400 ppm P2O5. Setiap perlakuan diulang tiga kali pada 500 g tanah/pot diberi P-alam Ciamis 1 g/pot atau setara 2 t/ha yang diinkubasi selama 30 hari, selama inkubasi kadar air tanah dipertahankan pada kapasitas lapang dengan memberikan air bebas ion steril secara berkala. Sterilisasi tanah, P-alam dan jerami giling dengan radiasi sinar 50 kGray. Percobaan memakai tanah ultisols Cipanas, Rangkasbitung, Lebak dengan sifat tanah seperti pada Tabel 1, jerami giling dengan sifat seperti Tabel 2 ditambahkan hingga mencapai berbagai kadar C-organik tanah sesuai

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

dengan perlakuan. Parameter yang diamati : aktivitas dehidrogenase (Ohlinger, 1995), kadar CO2-tanah (Alef, 1995), kadar P-tersedia (P-Bray I) (Bray and Kurtz, 1945), dan Aldd (Baker and Suhr, 1982). Tabel 1. Karakteristik tanah ultisols Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten pada awal percobaan
Sifat-sifat tanah Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) PH Bahan organik C-organik (%) N-total (%) C/N P dan K potensial P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g) P tersedia P2O5 (ppm) Nilai tukar kation Ca (cmol/kg) Mg (cmol/kg) K (cmol/kg) Na (cmol/kg) Jumlah KTK (cmol/kg) Kejenuhan Basa (%) Kemasaman Aldd (cmol/kg) H+ (cmol/kg) Kejenuhan Al (%) Metode/ekstraktan Nilai 4 29 67 4,5 3,8 1,52 0,13 12 16 15 Bray 1 NH4-Acetat 1 N, pH 7 3,6 2,07 0,67 0,16 0,14 3,04 20,55 14,79 12,3 1,34 59,85 Kriteria* Liat Masam Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sangat rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sangat rendah

H2O (1:2,5) KCl 1 N (1:2,5) Walkley and Black Kjeldahl HCl 25%

KCl 1 N Sangat tinggi

* Berdasarkan Sulaeman et al. (2005)

Tabel 2. Karakteristik jerami padi giling untuk percobaan aktivitas beberapa isolat bakteri pelarut fosfat pada berbagai kadar C-organik di tanah ultisols
Kadar senyawa C-organik Kadar hara Lignin Selulosa Hemiselulosa Karbohidrat C N P K Ca Mg ........................................................... % ........................................................... 2,0 15,0 4,0 1,0 37,6 0,94 0,18 1,57 1,01 0,29 C/N

40

E. Santosa

Tabel 3. Karakteristik P-alam Ciamis untuk percobaan aktivitas beberapa isolat bakteri pelarut fosfat pada berbagai kadar C-organik di tanah ultisols
Kadar unsur total P2O5 Ca Mg Fe Al Mn Zn Cu . % . 33,33 30,46 0,07 0,67 0,82 0,63 0,39 0,06 Kadar logam total Pb Cd .. ppm .. 8,00 10,65 Kadar air % 2,68

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas dehidrogenase Hasil analisis pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat BPF pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap aktivitas enzim dehidrogenase disajikan pada Tabel 4. Terlihat bahwa sterilisasi tanah berpengaruh nyata terhadap aktivitas BPF hanya pada kadar C-organik 2,7%, tanah steril memberikan aktivitas dehidrogenase nyata lebih tinggi dibanding dengan tanah tidak steril. Sedangkan pada kadar C-organik kurang dari 2,1%, sterilisasi tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap aktivitas enzim dehidrogenase. Kadar C-organik berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim dehidrogenase, semakin tinggi kadar C-organik tanah semakin tinggi aktivitas enzim dehidrogenase. Pada kadar C-organik tanah 2,7% rata-rata aktivitas dehidrogenase sebesar 0,76 gH+/0,25g/24 jam, nyata lebih tinggi dibanding aktivitas dehidrogenase pada kadar C-organik 2,1% ataupun lebih rendah dari 2,1%. Hal ini berlaku pada tanah steril maupun tanah tidak steril. Ada perbedaan nyata diantara isolat BPF terhadap pengaruh sterilisasi tanah dan kadar Corganik. Pada kadar C-organik kurang dari 1,7% tidak ada perbedaan aktivitas dehidrogenase diantara isolat BPF tetapi pada C-organik 2,1% isolat ES1.1 dan ES24.2 pada tanah steril nyata lebih tinggi dibanding kontrol, tetapi pada tanah tidak steril hanya Isolat ES1 yang nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Sedangkan pada C-organik 2,7% isolat ES51.1 pada tanah steril memberikan aktivitas dehidrogenase paling tinggi. Secara umum hubungan aktivitas dehidrogenase dengan kadar C-organik menunjukkan bahwa aktivitas dehidrogenase maksimum dicapai pada kadar C-organik 2,6% (Gambar 1).

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

Tabel 4. Pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap aktivitas enzim dehidrogenase
Aktivitas dehidrogenase (gH+/0,25g/24 jam) Isolat BPF Steril C-organik = 1,5% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 1,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,1% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata 0,192 aA 0,309 aA 0,315 aA 0,132 aA 0,359 aA 0,26 cA 0,387 aA 0,326 aA 0,356 aA 0,462 aA 0,419 aA 0,39 bA 0,548 bA 0,953 aA 0,783 aA 0,575 bA 0,506 bA 0,67 aA 0,675 bcA 0,604 cA 0,782 bcA 0,946 bA 1,256 aA 0,85 aA Tanah Tidak steril 0,236 aA 0,125 aA 0,376 aA 0,298 aA 0,194 aA 0,25 cA 0,401 aA 0,382 aA 0,258 aA 0,424 aA 0,320 aA 0,36 bA 0,393 bA 0,729 aA 0,472 abB 0,618 abA 0,451 abA 0,53 aA 0,654 aA 0,759 aA 0,732 aA 0,701 aA 0,511 aB 0,67 aB Rata-rata 0,214 0,217 0,346 0,215 0,276 C-organik ratarata

0,25 d

0,394 0,354 0,307 0,443 0,369

0,37 c

0,470 0,841 0,628 0,597 0,479

0,60 b

0,665 0,682 0,757 0,824 0,883

0,76 a

Keterangan : Angka pada satu parameter pengamatan/perlakuan yang terletak di dalam satu lajur yang diikuti huruf kecil tidak berbeda nyata menurut DMRT 0,05 dan angka di dalam satu baris yang diikuti huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada LSD 0,05.

E. Santosa

Aktivitas dehidrogenase (ugH+

1.4 1.2 0,25g-1 24jam-1) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1

y = -0.3855x3 + 2.1952x2 - 3.5864x + 2.03 R2 = 0.6106

1.5

2 Kadar C-organik tanah (%)

2.5

Gambar 1.

Hubungan antara kadar C-organik tanah dengan aktivitas dehidrogenase di tanah ultisols.

Berdasarkan persamaan regresi hubungan antara kadar C-organik dengan aktivitas dehidrogenase, aktivitas dehidrogenase tertinggi adalah 0,78 gH+/0,25g 24 jam dicapai pada kadar C-organik 2,6% dan terendah pada aktivitas dehidrogenase 0,38 gH+/0,25g/24 jam pada kadar C-organik 1,5%. Produksi CO2-tanah Hasil analisis pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat BPF pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap kadar CO2 disajikan pada Tabel 5. Terlihat bahwa sterilisasi tanah berpengaruh nyata terhadap aktivitas BPF pada kadar Corganik 2,1 dan 2,7%, tanah steril memberikan aktivitas dehidrogenase nyata lebih tinggi dibanding dengan tanah tidak steril. Pada kadar C-organik 2,1% dan 2,7%, tanah steril menghasilkan CO2 lebih besar dibanding dengan tanah tidak steril. Sedangkan pada kadar C-organik kurang dari 1,5% dan 1,7%, sterilisasi tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi CO2. Kadar Corganik berpengaruh nyata terhadap produksi CO2, peningkatan kadar C-organik tanah sampai 2,1% semakin meningkatkan produksi CO2-tanah. Pada kadar Corganik tanah 2,1-2,7% rata-rata produksi CO2 sebesar 34,54 mg/0,5 kg/72 jam, nyata lebih tinggi dibanding produksi CO2 pada kadar C-organik 1,7% ataupun 1,5%. Ada perbedaan nyata di antara isolat BPF terhadap pengaruh sterilisasi tanah dan kadar C-organik. Pada tanah steril dengan kadar C-organik 2,1% hanya Isolat ES1.1 yang nyata meningkatkan produksi CO2, tetapi pada Corganik 2,7% semua isolat BPF nyata meningkatkan produksi CO2. Sedangkan pada tanah tidak steril dengan kadar C-organik 2,7%, hanya Isolat ES46.2 yang nyata meningkatkan produksi CO2. 6

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

Tabel 5. Pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap produksi CO2-tanah
Produksi CO2-tanah (mg/0,5 kg/72 jam) Isolat BPF Steril C-organik = 1,5% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 1,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,1% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata 19,36 abA 17,31 abA 24,35 aA 19,36 abA 17,01 bA 19,48 bA 24,05 aA 23,76 aA 23,47 aA 22,29 aA 19,95 aB 22,70 abA 35,66 bA 45,76 aA 42,53 abA 39,89 abA 36,67 bA 40,10 aA 31,55 cA 42,53 bA 41,95 bA 39,36 bA 49,81 aA 41,01 cA Tanah Tidak steril 16,72 aA 17,01 aA 17,31 aB 18,77 aA 20,24 aA 18,01 bA 25,16 abA 27,65 aA 19,44 bA 23,25 abA 26,69 abA 24,44 abA 26,99 aB 31,39 aB 30,80 aB 28,45 aB 26,99 aB 28,92 aB 23,76 bB 27,28 abB 29,33 abB 32,27 aB 27,57 abB 28,04 aB Rata-rata 18,04 a 17,16 a 20,83 a 19,07 a 18,63 a C-organik ratarata

18,74 c

24,61 a 25,71 a 21,45 a 22,77 a 23,32 a

23,57 b

31,32 c 38,57 ab 36,67 abc 34,17 ab 31,83 bc

34,51 a

27,65 b 34,91 a 35,64 a 35,81 a 38,69 a

34,54 a

Keterangan : Angka pada satu parameter pengamatan/perlakuan yang terletak di dalam satu lajur yang diikuti huruf kecil tidak berbeda nyata menurut DMRT 0,05 dan angka di dalam satu baris yang diikuti huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada LSD 0,05.

Secara umum hubungan antara produksi CO2-tanah dengan kadar Corganik disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan persamaan pada gambar tersebut diperoleh produksi CO2-tanah tertinggi adalah 40 mg/0,5 kg/72 jam dicapai pada kadar C-organik 2,4% dan terendah 20 mg/0,5 kg/72 jam pada kadar C-organik 1,5%.

E. Santosa

Produksi CO2 (mg 0,5kg-1

60 50 72jam -1) 40 30 20 10 1.0

y = -29.5x 3 + 163.26x 2 - 271.66x + 158.32 R2 = 0.6395

1.5

2.0

2.5

3.0

Kadar C-organik tanah (%)

Gambar 2. Hubungan antara kadar C-organik tanah dengan produksi CO2-tanah di tanah ultisols. Senyawa karbon (C) sebagai komponen terbesar penyusun bahan organik tanah merupakan sumber enerji bagi mikroba tanah heterotrop. Sel mikroba hidup yang aktif selalu membutuhkan sumber enerji yang cukup, senyawa organik seperti selulosa, protein, nukleotida, dan humus merupakan sumber Enerji. Reaksi-reaksi penyediaan enerji di dalam sel merupakan reaksi redoks yang didasarkan atas transfer elektron dari donor ke acceptor. Oksidasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroba aerob melalui proses respirasi, O2 merupakan acceptor elektron dengan produk akhir adalah CO2 dan air (Nannipieri et al., 1990). Selain hal tersebut, mikroba juga membutuhkan semua hara yang diperlukan untuk membangun dan mempertahankan keberlangsungan pengaturan kehidupan sel, sehingga memerlukan ketersediaan hara N, P, K, dan lainnya dalam jumlah yang mencukupi (Richards, 1978). Bahan organik (jerami) selain sebagai sumber tenaga juga merupakan sumber hara N, P, K, Ca, Mg, dan unsur hara mikro yang keberadaannya sangat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan mikroba tanah. Oleh karena itu peningkatan kadar C-organik melalui pemberian jerami, dalam hal ini setiap peningkatan C-organik 0,1% diperlukan penambahan jerami 2650 kg/ha, akan meningkatkan aktivitas mikroba tanah. Keadaan ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penggunaan bahan organik pada takaran 10 t/ha di tanah ultisols dapat memperbaiki sifat kimia, fisika (Abdurachman et al., 1999; Hakim, 1999; Kurnia et al., 1999) dan biologis tanah (Hamzah dan Nasution, 1999).

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

Dari hasil pengamatan aktivitas aktivitas dehidrogenase serta produksi CO2-tanah terlihat ada sedikit perbedaan tingkat kadar C-organik terhadap aktivitas mikroba tanah. Pengukuran aktivitas mikroba tanah berdasarkan produksi CO2 memberikan hasil kadar C-organik yang lebih rendah dibanding dengan berdasarkan aktivitas dehidrogenase. Hal ini disebabkan CO2 merupakan produk akhir dari proses respirasi mikroba aerob (Nannipieri et al., 1990) sedangkan aktivitas dehidrogenase untuk pengukuran aktivitas mikroba tanah secara keseluruhan (Casida, 1977; Chendrayan et al., 1979). Berdasarkan persamaan regresi dari hubungan antara kadar C-organik tanah dengan aktivitas dehidrogenase maupun produksi CO2-tanah dapat dinyatakan bahwa tingkat aktivitas BPF dapat digolongkan menjadi 3 katagori yaitu (1) aktivitas BPF rendah jika kadar C-organik 1,8%, (2) sedang jika kadar C-organik 1,9-2,2%, dan (3) tinggi jika kadar C-organik tanah 2,2%.

Kadar P-tersedia (Bray I) Hasil analisis pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat BPF pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap kadar P-tersedia disajikan pada Tabel 6. Sterilisasi tanah berpengaruh terhadap P-tersedia (P-Bray I) hanya pada kadar Corganik 1,7%, dalam hal ini tanah steril nyata lebih tinggi dibanding dengan tanah tidak steril. Isolat BPF kecuali Isolat ES46.2 pada tanah tidak steril dengan kadar C-organik 1,5% nyata meningkatkan P-tersedia. Peningkatan kadar C-organik nyata meningkatkan kadar P-tersedia, pada C-organik 2,1% kadar P-tersedia mencapai 9,78 ppm P2O5 nyata lebih tinggi dibanding C-organik 1,5% maupun 1,7%, tetapi tidak berbeda dibanding dengan kadar P-tersedia pada kadar Corganik 2,7%. Demikian pula kadar P-tersedia pada C-organik 1,7% nyata lebih tinggi dibanding C-organik 1,5%. Isolat BPF nyata meningkatkan P-tersedia pada tanah steril dengan kadar C-organik 1,7%, tetapi pada tanah tidak steril isolat BPF nyata meningkatkan P-tersedia pada tanah dengan C- organik 2,1%. Hal ini disebabkan pada kadar C-organik 1,7% aktivitas BPF meningkat sehingga meningkatkan kadar P-tersedia. Di dalam beraktivitas BPF mensekresikan asamasam organik yang mampu melarutkan P sehingga meningkatkan kadar Ptersedia. Narsian and Patel (2000) mengemukakan bahwa pelarutan P tersebut melalui 3 proses yaitu (1) proses penurunan pH tanah, (2) proses kelasi logam, dan (3) proses reaksi pertukaran.

E. Santosa

Tabel 6. Pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap kadar P-tersedia (Bray I)
Kadar P-Bray I (ppm P2O5) Isolat BPF Steril C-organik = 1,5% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 1,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,1% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata 3,33 aA 4,47 aB 3,60 aB 4,17 aA 3,33 aB 3,78 cA 3,30 bB 10,67 aA 9,63 aA 10,17 aA 10,23 aA 8,80 bA 7,77 bA 10,10 aA 11,36 aA 9,90 aA 10,23 aA 9,87 aA 7,37 c A 9,70 abB 9,47 abA 8,47 bcB 10,90 aA 9,18 aA Tanah Tidak steril 3,50 bA 6,37 aA 6,63 aA 5,43 abA 7,70 aA 5,93 bA 5,70 aA 4,03 bB 5,30 aB 4,93 abB 4,47 abB 4,89 bB 6,67 bA 10,13 aA 9,83 aA 10,77 aA 11,00 aA 9,68 aA 7,63 bA 11.17 aA 10,10 aA 10,10 aA 10,40 aA 9,88 aA Rata-rata 3,42 b 5,42 a 5,12 a 4,80 ab 5,52 a C-organik rata-rata

4,85 c

4,50 b 7,35 a 7,47 a 7,55 a 7,35 a

6,84 b

7,22 b 10,12 a 10,66 a 10,33 a 10,62 a

9,78 a

7,50 b 10,43 a 9,78 ab 9,28 ab 10,65 a

9,53 a

Keterangan : Angka pada satu parameter pengamatan/perlakuan yang terletak di dalam satu lajur yang diikuti huruf kecil tidak berbeda nyata menurut DMRT 0,05 dan angka di dalam satu baris yang diikuti huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada LSD 0,05.

Sebagian besar perubahan bentuk fosfor diperantarai oleh mikroba dari Ptidak larut yang bersifat immobile menjadi P-tersedia yang relatif mobile. Perubahan bentuk ini melibatkan cara fisik (pelarutan, pengerapan, dan pengendapan) dan kimia (penyusunan, penguraian, dan oksidasi-reduksi) dari senyawa P (Atlas and Bartha, 1981). Bakteri pelarut fosfat (BPF) selain dapat meningkatkan ketersediaan P tanah juga merupakan pool hara (terutama P)

10

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

sehingga merupakan penggerak ekosistem tanah, mengendalikan kecepatan perubahan bentuk hara (Killham and Foster, 1994) terutama P baik dalam bentuk P-terlarut, P-tidak-larut atau P-terjerap maupun bentuk-bentuk P-organik. Bakteri pelarut fosfat melalui proses enzimatik (Pal, 1998) dan pelepasan asam-asam organik seperti malat, sitrat dan oksalat yang dihasilkan oleh BPF (Rao, 1982) berperan pada pelepasan P-tersemat (Al-P, Fe-P dan Ca-P) menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman dan biota tanah, penetralan pengaruh logam yang bersifat racun, dan pelapukan mineral tanah (Jones, 1998). Kadar Aldd Sterilisasi tanah tidak berpengaruh terhadap kadar Aldd pada semua kadar C-organik (Tabel 7). Kadar C-organik tanah 1,5% memberikan kadar Aldd sebesar 12,3 cmol(+)/kg, peningkatan kadar C-organik dari 1,5% menjadi 1,7% tidak terjadi penurunan kadar Aldd yang nyata tetapi antara kadar C-organik 1,5% dengan C-organik 2,1% dan 2,7% nyata menurunkan kadar Aldd masing-masing sebesar 8,48 dan 8,52 cmol(+)/kg atau menurun 3,78-3,82 cmol(+)/kg. Isolat BPF (semua jenis isolat) nyata menurunkan kadar Aldd hanya pada tanah steril dengan kadar C-organik 1,7% dan tanah tidak steril dengan kadar C-organik 2,7%. Di dalam tanah, Al terdapat dalam berbagai senyawa dan bentuk, merupakan penyusun mineral liat ataupun terdapat dalam larutan seperti Al2SiO5(OH)4 (kaolinit), AlPO4.2H2O (varisit), Al(OH)3 (gibsit) ataupun berupa senyawa-senyawa monomerik dan polimerik hidroksialuminium dalam larutan tanah (Bohn et al., 1979). Kandungan Al pada tanah ultisols umumnya pada taraf dapat meracuni tanaman, Al3+ merupakan spesies Al yang paling beracun dibanding bentuk Al lainnya seperti Al(OH)2+ ataupun Al(OH)2+ (Stevenson, 1994). Selain hal tersebut Aldd berperan dalam pengendapan P menjadi bentuk (AlP)(coloid), (Al-P)(amorf) yang selanjutnya dalam kurun waktu tertentu berubah menjadi AlPO4.2H2O (varisit)(kristal). Bentuk koloid dan amorf merupakan bentuk P yang masih mudah berubah menjadi bentuk P-tersedia (Mengel and Kirkby, 1987) tetapi varisit merupakan bentuk P-terjerap yang lebih stabil. Pada tanah steril maupun tanah tidak steril dengan kadar C-organik 2,1% dapat menurunkan kadar Aldd (Tabel 7). Hal ini disebabkan adanya aktivitas BPF maupun mikroba tanah lainnya (tanah tidak steril) yang menghasilkan asam-asam organik. Asam organik kaya gugus karboksil (COOH) dan hidroksil (OH) yang mudah terionisasi sehingga terbentuk muatan negatif. Oleh karena itu, terjadinya peningkatan asam organik di dalam tanah segera diikuti dengan pembentukan kelat dari Al dengan asam organik tersebut sehingga kadar Aldd menurun (He and Zhu, 1998).

11

E. Santosa

Tabel 7. Pengaruh kadar C-organik tanah dan isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) pada tanah ultisols steril dan tidak steril terhadap kadar Aldd
Kadar Aldd (cmol(+)/kg) Isolat BPF Steril C-organik = 1,5% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 1,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,1% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata C-organik = 2,7% Kontrol ES1.1 ES24.2 ES46.2 ES51.1 Rata-rata 12,39 aA 11,52 aA 11,51 aA 11,87 aB 12,30 aA 11,92 bA 12,61 aA 8,71 bB 9,69 bB 9,66 bA 9,25 bB 9,98 abA 9,12 aA 8,00 aA 7,85 aA 8,04 aA 8,33 aA 8,27 aA 8,66 aB 7,73 aA 7,84 aA 8,01 aA 7,83 aA 8,01aA Tanah Tidak steril 13,75 aA 12,34 abA 12,94 aA 13,33 aA 11,07 bA 12,69 bA 11,75 aA 11,55 aA 11,32 aA 10,90 aA 12,08 aA 11,52 bA 9,41 aA 8,26 aA 8,64 aA 8,60 aA 8,55 aA 8,69 aA 10,36 aA 8,59 bA 8,31 bA 8,70 bA 8,70 bA 8,93 bA Rata-rata 13,07 11,93 12,22 12,60 11,68 C-organik rata-rata

12,3 b

12,18 10,13 10,50 10,28 10,66

10,75 ab

9,26 8,13 8,24 8,32 8,43

8,48 a

9,51 8,16 8,08 8,35 8,50

8,52 a

Keterangan : Angka pada satu parameter pengamatan/perlakuan yang terletak di dalam satu lajur yang diikuti huruf kecil tidak berbeda nyata menurut DMRT 0,05 dan angka di dalam satu baris yang diikuti huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada LSD 0,05.

KESIMPULAN Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa penambahan kadar C-organik tanah ultisols dapat meningkatkan aktivitas BPF dan mikroba tanah lainnya yang ditunjukkan peningkatan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah, kadar Ptersedia (Bray I) dan penurunan kadar Aldd. Pada tanah yang berkadar C-organik 1,5%, sterilisasi tanah tidak berpengaruh terhadap aktivitas BPF yang ditunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah dan kadar 12

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

P-Bray I. Pada kadar C-organik 1,7% isolat BPF pada tanah steril nyata meningkatkan kadar P-Bray I. Pada tanah yang berkadar C-organik > 2,1% sterilisasi tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi inokulasi BPF nyata meningkatkan aktivitas dehidrogenase, produksi CO2-tanah, kadar P Bray I dan menurunkan kadar Aldd. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.S. 1992. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslittanak Badan Litbang Pertanian. Bogor. Alef, K. 1995. Estimation of soil respiration. Pp 464-467. In K. Alef and P. Nannipieri (Eds.). Methods and applied soil microbiology and biochemistry. Academic Press. London. Atlas, M.R. and R. Bartha. 1981. Microbial Ecology: Fundamentals and Applications. Addison. Wesley Pub. Company. London, Amsterdam, Don Mills, Ontario, Sydney. Baker, D.S. and N.H. Suhr. 1982. Atomic absorption and flame emission spectrometry. Pp 13-27 In A.L. Page, R.H. Miller, and D.R. Keeney (Eds.) Methods of Soil Analysis. Part 2. Chemical and microbial properties. 2nd ed. Am. Soc. Of Agron. Inc. Soil Scie. Soc. of Am. Inc. Madison Wisconsin USA. Bohn, H.L., B.L. McNeal, and G.A. OConnor. 1979. Soil chemistry. A WileyInterscience Pub. John Wiley & Sons. Bray, R.H. and L.T. Kurtz. 1945. Determination of total organic and available forms of phosphorus in soil. Soil Sci. 59:39-45. Casida, L.E.Jr. 1977. Microbial metabolic activity in soil as measured by dehidrogenase determination. Appl Environ Microbiol 34:630-636. Chendrayan, K., T.K. Adhya, and N. Sethunathan. 1979. Dehydrogenase and invertase activities of flooded soils. Soil Biol Biochem 12:217-273. Goenadi, H.D. dan R. Saraswati. 1993. Kemampuan melarutkan fosfat dari beberapa isolate fungi pelarut fosfat. Menara Perkebunan 61(3):61-66. Goenadi, H.D., Siswanto, and Y. Sugiarto. 2000. Bioactivation of Poorly Soluble Phosphate Rocks with a Phosphate-Solubilizing Fungus. Soil Sci. Soc. Am. J. 64: 927-932. Hakim N. 1999. Konstribusi nitrogen dari beberapa jenis pupuk hijau untuk tanaman jagung pada ultisols dengan perunut 15N. Hlm 1145-1157 Dalam Prosiding Kongres Nasional VII HITI. Buku II. HITI.

13

E. Santosa

Hamzah, A. dan I. Nasution. 1999. Pengaruh pemupukan NPK, pupuk hayati dan bahan organik terhadap populasi mikroba tanah dan pertumbuhan tanaman. Hlm 191-203. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Puslittanak. He, Z.L. and J. Zhu. 1998. Microbial utilization and transformation of phosphate absorbed by variable charge minerals. Soil Biol. Biochem. 32(7):917-923. Jones, L.D. 1998. Organic Acid in The Rhizosphere - A Critical Review. Plant and Soil 205:25-44. Killham, K. and R. Foster. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Koedadiri, D.A., W. Darmosarkoro, dan E.S. Sutarto. 1999. Potensi dan pengelolaan tanah ultisols pada beberapa wilayah perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hlm 1547-1561. Dalam Prosiding Kongres Nasional VII HITI. Buku II. HITI. Kurnia, U., D. Erfandi, dan I. Juarsah. 1999. Pengelolaan tanah dan pengelolaan bahan organik pada typic haplohumults terdegradsi di Jasinga, Jawa Barat. Hlm 285-302. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, iklim, dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Litbang Pertanian. Deptan. Lido-Bogor, 6-9 Desember 1999. Mengel, K. and E.A. Kirkby. 1987. Principles of Plant Nutrition. Inter. Potash Inst. Worblaufen-Bern, Switzerland. Miller, R.W. and R.L. Donahue. 1990. Soils. An Introduction to Soils and Plant Growth. 6th ed. Prentice Hall. Englewood Cliffs, NJ 07632. Nannipieri, P., S. Grego, and B. Ceccanti. 1990. Ecological significance of the biological activity in soil. Pp 293-355 In J.M. Bollag and G. Stotzky (Eds.) Soil biochemistry, Vol 6. Marcel Dekker, New York. Narsian, V. and H.H. Patel. 2000. Aspergillus aculeatus as a rock phosphate solubilizer. Soil Biol. Biochem. 32:559-565. Nazemi, D. dan H.M.Z. Arifin. 2000. Peranan bahan organik dan kapur dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan kering podsolik merah kuning di Kalimantan Selatan. Hlm 70-77. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik. Fak. Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta. Ohlinger, R. 1995. Enzymes involved in intracellular metabolism. Pp 235-245. In F. Scinner, R. Ohlinger, E. Kandeler, and R. Margesin (Eds.) Methods Soil Biology. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. Pal, S.S. 1998. Interactions of an acid tolerant strain of phosphate solubilizing bacteria with a few acid tolerant crops. Plant and Soil 198:169-177. Premono, M.E. dan R. Widyastuti. 1993. Stabilitas Pseudomonas putida Dalam Beberapa Bahan Pembawa dan Peranannya Sebagai Pupuk Hayati. Makalah Kongres Nasional Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Surabaya, 2-4 Desember 1993. Hlm 20. 14

Aktivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat

Rao, N.S. 1982. Advance in Agricultural Microbiology. Oxford & IBH Pub. Co. New Delhi, Bombay, Calcuta. Santosa, E., T. Prihatini, S. Widati, dan Sukristiyonubowo. 1997. Pengaruh bakteri pelarut fosfat dan fosfat alam terhadap beberapa sifat tanah dan respon tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L). Hlm 115-122. Dalam Prosiding Seminar Nasional Identifikasi Masalah Pupuk Nasional dan Standarisasi Mutu yang Efektif. Bandar Lampung. Stevenson, J.F. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reactions. A Wiley-Interscience Pub. John Wiley & Sons. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Stotzky, G. 1977. Soil as environment for microbial life. Pp 1-20. In J.D. Van Elsas, J.T. Trevors, and A.M.H. Wellington (Eds.). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker, Icn. New York-Basel. Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Toro, M., R. Azcon, and J.M. Barea. 1997. Improvement of arbuscular mycorrhizal development by inoculation of soil with phosphate solubilizing rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability (32P) and nutrient cycling. App. Env. Mic. 63:4408-4412. Trangmar, B.B., R.S. Yost, M. Sudjadi, M. Soekardi, and Uehara. 1984. Regional Variation of Selected Topsoil Properties in Sitiung, West Sumatera, Indonesia. College of Tropical Agriculture and Human Resources University of Hawaii. P. Research series 026.

15

Anda mungkin juga menyukai