Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Komoditas pertanian merupakan komoditas yang memiliki kedudukan
penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Berbagai macam kebutuhan
manusia, mulai dari sandang, pangan, papan merupakan olahan hasil bahan
pertanian. Juga keberjalanan perindustrian, seperti meubel, yang menggunakan
hasil pertanian sebagai input utama produknya. Namun, dalam hal ini akan kita
Iokuskan pada peranan komoditas pertanian sebagai bahan pangan.
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada
umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan
tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi Iisik bahan pangan.
Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya
kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari
penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang
tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan
pangan tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses
penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan
sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan.
Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan.
Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.

1.2 Tujuan
1. engamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai
kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture tester.
2. engukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven)




BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
KA (Wa / Wb) x 100 (Taib, 1988).
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam
dua alternatiI yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan
aktivitas/pertumbuhan microba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0
o
C
dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga
kurang/tidak memberi kesempatan untuk tumbuh /hidupnya microba dengan
pengeringan/penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan
bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode 'Penetapan air dengan metode oven',
yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali
produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau
jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100
o
C 102
o
C
sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya 'drying ratio' dapat
dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum
pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus:
Drying ratio bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah
pengeringan (Winarno, 1984).

2.2 Berat Kering dan Berat Basah
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen.
(SyariI dan Halid, 1993).
Tabrani (1997), menyatakan bahwa kadar air merupakan pemegang.
peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat
tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan
pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau
kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan
air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu
berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air
berat basah. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Dimana :
m Kadar air basis basah ()
Wm Berat air dalam bahan (gr)
Wd berat bahan kering mutlak (gr)
Wt Berat total Wm Wd dalam (gr )
Cara lain untuk menyatakan kadar air adalah kadar air basis kering yaitu :
air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan. Jumlah air yang
diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah
pengeringan dan dinyatakan dalam persamaan berikut:

Dimana :
Kadar air basis kering ()
Wd Berat air dalam bahan (gr)
m Berat bahan kering mutlak (gr)
Wm Kadar air basis basah
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses
pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan.
(Kusumah, Herminianto dan Andarwulan, 1989).

2.3 Pengeringan
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan , dengan cara menguapkan sebagian
besar air yang dikandungnya dengan menggunakan enersi panas. Biasanya
kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh
lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penerapan panas
dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan
pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba
yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat
mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu,
produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri
tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkan
kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanan
tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah.

Tujuan pengeringan bahan pangan yaitu :
1. engurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. ikroba
memerlukan air untuk
2. pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba
dihambat atau dimatikan.
3. enghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.
4. Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka
hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
5. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya.
isalnya kopi instant.
6. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam
bahan pangan, misalnya mineral, vitamin, dsb.
Pengeringan juga memiliki beberapa keuntungan dan kerugian, Keuntungan
pengawetan dengan cara pengeringan antara lain :
1. Bahan lebih awet
2. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk
pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.
3. Kemudahan dalam penyajian
4. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
1. SiIat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
siIat Iisik dan kimianya, penurunan mutu, dll.
2. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai,
misalnya harus dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara :
1. Pemanasan langsung
2. Freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan pengeringan. Pada proses
ini terjadi sublimasi, terutama untuk bahan yang sensitiI terhadap panas.
Keuntungan Ireeze drying : volume bahan tidak berubah dan daya
rehidrasi tinggi, menyerupai bahan asal

Selain itu, terdapat beberapa Iaktor yang mempengaruhi pengeringan, yaitu :
1. Luas permukaan bahan
2. Suhu pengeringan
3. Aliran udara
4. Tekanan uap di udara

2.4 Pengeringan Bahan Pangan
Bahan pangan dapat dikeringkan dengan cara :
1. Alami , yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya
dengan dijemur (sun drying) atau diangin-anginkan. Pengeringan dengan
sinar matahari.Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis
pengeringan tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang
populer di kalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan),
dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan
lainnya.
2. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari ,
dilakukan dalam suatu alat pengering. Pengeringan dengan pemanas
buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlangsung
secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan cara
radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada
umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas
merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara
konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat sebagai
penghantar panasnya.







BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Cawan
2. Desikator
#efrigerator
4. Oven
oisture tester
6. Timbangan analitik
7. RH meter
8. Thermometer
3.1.2. Bahan
1. Biji-Bijian
2. Bahan hasil pertanian segar

3.2 Prosedur Percobaan
a. Pengamatan pada bahan awal
1) engukur kadar air semua bahan sebanyak (3 kali) dengan menggunakan
2oisture tester.
2) engukur suhu dan RH udara (3 kali) pada ruangan praktikum

b. Penurunan Kadar Air
1) engukur suhu dan RH pada oven
2) enyiapkan bahan dan cawan, kemudian memasukkan bahan ( 5g) ke
dalam cawan
3) enyimpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam oven, dan memberi
tanda untuk 3 pengamatan (5, 10, dan 15 menit).
4) engeluarkan bahan dari oven sesudah dipanaskan 5,10, dan 15 menit,
kemudian memasukkannya ke dalam desikator
5) engukur kadar air bahan untuk tiga pengamatan
c. Peningkatan Kadar Air
1) engukur suhu dan RH refrigerator
2) enyiapkan bahan dan cawan, kemudian memasukkan bahan (5 g) ke
dalam cawan
3) enyimpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam refrigerator, dan
memberi tanda untuk 3 pengamatan (5, 10, dan 15 menit).
4) engeluarkan bahan dari refrigerator sesudah dipanaskan 5,10, dan 15
menit, kemudian memasukkannya ke dalam desikator
5) engukur kadar air bahan untuk tiga pengamatan

d. Pembacaan pada oisture Tester
1) embersihkan tempat sampel dengan sikat, sebelum memasukkan bahan
dalam tempat sampel
2) enggunakan sendok dan pinset untuk memasukkan sampel (pilih sampel
yang baik)
3) emutar grindling handle ke kiri (stop line) dan memasukkan wadah ke
dalam instrumen
4) enunggu selama 20 detik dan lihat pengukuran pada layar lcd
5) enekkan select button untuk merubah sampel
6) Pengukuran dapat dilakukan sebanyak 3 kali dengan sampel yang sama
dan untuk mendapatkan nilai rata-rata, praktikan menekan average button
(interval pengukuran 3 menit).
7) ematikan alat dengan menekan average button dua kali

e. Pengukuran Kadar Air etode Oven pada 130
o
C (ISTA)
1) emanaskan cawan kosong dalam oven pada 130
o
C selama 20 menit
2) emasukkan cawan ke dalam desikator selama 10 menit, kemudian
mendinginkannya serta menimbangnya (a gram) setelah pada awalnya
dipanaskan
3) emasukkan 5 gram bahan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya
kemudian menimbangnya (b gram).
4) emasukkan cawan yang telah diisi dengan bahan ke dalam oven dengan
suhu 130
o
C selama 50 menit
5) engeluarkan dan menyimpan cawan yang telah selesai dipanaskan
kedalam desikator untuk didinginkan selam 10 menit
6) enimbang cawan beserta bahan yang telah selesai didinginkan
7) enghitung kadar air basis basah dan basis kering untuk 3 pengamatan
Kadar air basis basah (Ka.wb)


Kadar air basis kering (Ka.db)


























BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai retensi air, equilibrium moisture
content (EC) dan pengeringan bahan pertanian. Bahan pertanian yang
digunakan antara lain adalah kacag hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang
tanah dan jagung. Kelima bahan pertanian ini mengalami perlakuan tertentu
kemudian dihutung besar kadar air serta parameter pengamatan pengeringan lain
yang terkandung di dalam bahan. Pada pembahasan, praktikan akan membahas
hasil 3 dari 5 bahan pertanian yang diujikan, yaitu kacang hijau, kacang kedelai,
serta jagung.
Perhitungan penurunan dan peningkatan kadar air bahan dilakukan pada tiga
kondisi pengamatan, yaitu pengamatan 5 menit, pengamatan 10 menit dan
pengamatan 15 menit, sehingga setiap bahan pertanian memiliki 3 sampel sesuai
interval waktu yang diamati. Karena terdapat dua proses perlakuan yang di
berikan pada bahan, maka terdapat 18 sampel yang diujikan
Pada kasus pendinginan, sembilan sampel bahan ini dimasukkan ke dalam
reIrigerator. Kemudian setelah 5 menit, praktikan mengeluarkan sampel pertama
dari masing-masing bahan dan memasukkannya ke dalam desikator. Begitu pula
setelah 10 dan 15 menit, sampel dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam desikator.
Setelah itu, masing-masing bahan dihitung kadar airnya menggunakan moisture
tester.
Untuk bahan kacang hijau, besarnya kadar air awal (sebelum didinginkan)
untuk seluruh sampel pendinginan adalah 16,03. Kemudian untuk interval
waktu 5, 10 dan 15 menit setelah mengalami proses pendinginan, diperoleh nilai
kadar air kacang hijau akhir masing-masing 10 ; 9,5 ; dan 10,1. Secara
umum, kacang mengalami penurunan kadar air yang cenderung menurun. Akan
tetapi, pada sampel kacang hijau yang mengalami pendinginan terlama (15 menit),
dihasilkan nilai kadar air yang paling tinggi. Idealnya, semakin lama proses
pendinginan berlangsung, maka kadar air yang terkandung dalam bahan yang
didinginkan akan mengalami penurunan yang makin besar pula. Hal ini
disebabkan oleh membekunya` (semakin memadatnya) air yang terdapat dalam
bahan. Hal yang sama terjadi proses pendinginan dengan bahan kacang kedelai.
Dengan nilai kadar air awal 12,6 dan kadar air akhir untuk 5, 10, dan 15 menit
sebesar 10,1 ; 9,5 ; dan 10,5, maka hasil yang diperoleh bersesuaian dengan
hasil yang diperoleh kacang hijau.
Komoditas terakhir adalah jagung. Pada proses pendinginan jagung, diperoleh
nilai kadar air akhir bahan yang semakin meningkat seiring berjalannya waktu,
yaitu 10,5 (untuk pendinginan 5 menit), 10,7 (untuk pendinginan 10 menit),
dan 11,8 (unutk pendinginan 15 menit). hasil kadar air masing-masing bahan
pada praktikum untuk pendinginan ini memberikan hasil yang kurang sesuai
dengan kenyataan dan teori yang ada.
Praktikan mencoba menganalisis penyebab ketidaksesuaian antara teori dan
praktik ini dan diperoleh hasil sebagai berikut ;
1. Semakin tingginya kadar air pada interval waktu terlama pendinginan
disebabkan oleh terlalu lamanya bahan disimpan dalam suhu ruangan
sesaat setelah didinginkan (sebelum dilakukan pengukuran dengan
moisture tester). Hal ini membuat bahan segera menyesuaikan dirinya
dengan temperature ruangan sehingga air yang awalnya mengalami
pemadatan` menjadi cair kembali.
2. Kondisi desikator yang tidak tertutup secara sempurna. Hal ini
dikarenakan banyaknya hasil praktikum kelompok lain yang masuk-keluar
desikator.
3. Terjadi kerusakan atau kesalahan pada pembacaan moisture tester.
Pada proses pemanasan, kesembilan sampel dari bahan mengalami pemanasan
di dalam oven dalam waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Kemudian, bahan
yang sudah mengalami pemansan akan dimasukkan ke dalam desikator, serta akan
dihitung besar kadar airnya.
Untuk pemanasan bahan kacang hijau yang memiliki kadar air awal 16,3,
diperoleh hasil kadar air akhir pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit masing-
masing sebesar 10,3 ; 10,4 ; dan 10,1. Sedangkan untuk bahan kacang
kedelai yang memiliki kadar air awal 12,6 diperoleh hasil kadar air akhir pada
interval 5, 10, dan 15 menit masing-masing sebesar 19, 11,4, dan 10,6.
Untuk bahan jagung dengan kadar air awal 14,3 diperoleh hasil pada interval
5,10, dan 15 menit masing-masing sebesar 11 ; 10,6 ; dan 10,4.
Idealnya proses pemanasan akan meningkatkan nilai kadar air suatu bahan
pertanian, akan tetapi hasil yang diperoleh dari praktikum cenderung
memeprlihatkan hasil dimana kadar air awal bahan mengalami penurunan yang
cukup signiIikan sehingga menghasilkan nilai yang kecil pada kadar air
akhirnya.setelah dilakukan analisis, ketidaksesuaian nilai kadar air yang diperoleh
disebabkan oleh :
1. Cepatnya reaksi adaptasi yang dilakukan oleh bahan setelah dikeluarkan
dari oven dan desikator, sehingga suhu bahan yang awalnya tinggi kembali
turun sesuai dengan suhu ruangan. Pengadaptasian suhu bahan dengan
lingkungan ini disebabkan penguapan air pada bahan.
2. Kondisi desikator yang tidak tertutup secara sempurna. Hal ini
dikarenakan banyaknya hasil praktikum kelompok lain yang masuk-keluar
desikator.
3. Terjadi kerusakan atau kesalahan pada pembacaan moisture tester.
Selain kedua praktikum mengenai penurunan dan penigkatan kadar air bahan,
dilakukan pula praktikum mengenai pengeringan bahan pertanian dengan
menggunakan komoditas yang sama dengan praktikum sebelumnya. Proses
pengeringan ini dilakukan dengan memanaskan cawan, kemudian barulah
memanaskan bahan yang dikehendaki. Praktikum pengeringan ini bertujuan untuk
menghitung nilai kadar air basis basah dan kadar air basis kering pada bahan yang
dinyatakan dalam persen.
Untuk bahan pertanian kacang hijau, diperoleh besarnya kadar air basis basah
dan kering masing-masing senilai 5,544 dan 5,87. Untuk bahan pertanian
kacang kedelai, kadar air basis basah dan kering yang dihasilkan masing-masing
adalah sebesar 6,57 dan 7,03. Sedangkan untuk bahan pertanian jagung,
besarnya nilai kadar ar basis basah dan kering adalah sebesar 62,6 dan 167,4.
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahan pertanian yang mengalami
pengeringan memiliki kadar air basis basah yang lebih rendah dibandingkan
dengan kadar air basis keringnya.

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Proses pemanasan pada bahan pertanian akan cenderung meningkatkan
kadar air yang terkandung dalam bahan.
2. Proses pendinginan pada bahan pertanian akan cenderung menurunkan
kadar air yang terkandung dalam bahan.
3. Proses pengeringan akan mengurangi kadar air pada bahan.
4. Terdapat ketidaksesuaian antara teori dengan hasil praktikum yang
dilakukan oleh praktikan

6.2 Saran
1. Sebaiknya kuantitas dan kualitas alat yang dipakai pada saat praktikum
ditingkatkan agar praktikum yang dilakukan dapat menghasilkan hasil
praktikum yang benar dan dapat verlangsung secara eIisien.
2. Praktikan hendaknya memperhatikan hitungan waktu pada tiap-tiap
proses yang berlangsung.
3. Praktikan berhati-hati saat melakukan pembacaan kadar air.













LAMPIRAN










Gambar 7. Kacang Hijau Gambar 8. Penimbangan Kacang Hijau











Gambar 9. Penyimpanan dalam Gambar 10. Pengukuran Kadar Air
Desikator menggunakan oisture Tester

Anda mungkin juga menyukai