Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Griko Stefan Tambahani

NIM : 672011147
KODE MK : IT101E
HARI/1AM : 13-15

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala berkat dan rahmat yang Tuhan berikan pada saya sehingga MAKALAH
AGAMA yang bertema 'Agama dan Realitas Sosial Indonesia ini dapat saya selesaikan dengan baik.
Seiring dengan perkembangan bangsa Indonesia dan juga untuk nilai Tugas Akhir Semester (TAS,
saya membuat makalah dengan tema 'Agama dan Realitas Sosial Indonesia'.Saya menghadirkan makalah
ini sebagai salah satu alternatiI bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai 'Agama dan
Realitas Sosial Indonesia.
Makalah mengenai 'Agama dan Realitas Sosial Indonesia ' ini disusun dengan baik dari berbagai
macam panduan dan sumber mengenai 'Agama dan Realitas Sosial Indonesia ' yang telah diringkas
menjadi sebuah makalah yang bertema 'Agama dan Realitas Sosial Indonesia. Namun saya menyadari
makalah ini masih belum sempurna apabila tidak ada kritikan dan saran dari saudara/i sekalian yang
membaca makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang membaca
demi perbaikan dan penyempurnaan pada makalah ini.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini hingga boleh terselesaikan.




SALATIGA, 8 Desember 2011

Griko SteIan Tambahani


A 1 : PENDAHULUAN
Peranan sosial agama harus di lihat sebagai sesuatu yang mempersatukan. Atau dalam pengertian
haraIianya agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang
mempersatukan sistem-sistem kewajiban sosial di dukung bersama oleh kelompok-kelompok keagaman,
maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Dan agama juga cenderung
melestarikan nilai-nilai sosial.
Memang agama mempersatukan kelompok pemeluknya sendiri begitu kuatnya sehingga apabila ia
tidak dianut oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, ia bisa menjadi kekuatan yang mencerai
beraikan, memecah bela dan bahkan menghancurkan. Di samping itu juga agama tidak hanya selalu
memainkan peranan yang bersiIat mempelihara dan menstabilkan. Khususnya pada saat terjadi perubahan
besar di bidang sosialdan ekonomi, agama sering memainkan peranan yang bersiIat kreatiI, inovatiI, dan
bahkan bersiIat revolusioner.













A 2 : PEMAHASAN
Tema : AGAMA DAN REALITAS SOSIAL DI INDONESIA

Masalah agama dan realitas sosial di Indonesia seringkali terjadi. Kita harus berhati-hati membedakan antara
suatu kelompok pemeluk agama tertentu dan akibat yang tidak dikehendaki dan tingkah laku mereka dalam
kehidupan masyarakat. Tanpa adanya tingkah laku seperti itu, sangat boleh jadi tingkah laku keagamaan
tidak akan dilaksanakan. Hal inilah yang sebenarnya gagal dianalisa oleh sebagian besar umat beragama di
Indonesia, sehingga apa yang menjadi nilai-nilai dari agama yang diyakini dalam masyarakat kita, tidak
teraplikasikan dengan baik. Mungkin begitu kasar ketika kita mengatakan bahwa bukan lagi nilai-nilai
agama yang di perjuangkan, tetapi sebuah ideologi, tetapi itulah realitas yang terjadi.
Agama mengajarkan moral dan etika untuk hidup dalam suatu masyarakat. Universalitas moral dan etika
menjamin keaneka ragaman budaya, adat dan kebiasaan serta warisan genetika. Namun agama seringkali
disalahgunakan untuk membasmi sesuatu yang berbeda pada aspek budaya, adat, kebiasaan dan warisan
genetik. Namun nampaknya agama tidak berdaya sama sekali dalam mencegah penyalahgunaan tersebut.
Agama nampaknya digunakan oleh ambisi kekusasaan dan menghalalkan pembasmian-pembasmian terbatas
maupun tak terbatas, di bumi Indonesia yang penduduknya konon, hampir 100 beragama justru
kemaksiatan, percabulan, perjudian, KKN, aniaya, kejahatan, narkoba, pelacuran, konIlik antar umat
beragama, bermunculan gerakan-gerakan radikal. Berbagai masalah ini yang bernuansa, seolah menjadikan
bangsa indonesia takut akan komunitasnya sendiri, trauma yang mendalam, akibat konIlik yang berulang
kali terjadi di bangsa ini, konIlik agama yang terakhir terjadi yaitu di Poso beberapa tahun yang lalu,
tentunya tragedi ini meninggalkan luka yang mendalam bagi yang berkonIlik, terlebih lagi masyarakat
setempat yang bermukim di sekitar tempat kejadian.
Ada apa dengan agama di Indonesia sebenarnya,? Ini adalah pertanyaan mendasar yang akan muncul,
Jawabannya sederhana, agama (entah disadari atau tidak) ada dalam kekuasan manusia dan bukan dalam
kekuasaan Tuhan. Kata Tuhan masih sering diperdebatkan padahal seseorang yang mengatakan. Tuhan
kepada apa dan siapapun menyatakan bahwa ia adalah abdi atau hamba dari yang ia nyatakan sebagai
Tuhan.
'Ada sebuah cerita. Suatu hari, saya dan temanku, mengafak Yesus untuk menyaksikan pertandingan
sepakbola antara kesebelasan Protestan dan Kesebelasan Katolik. Pada saat keseblasan Katolik
memasukkan bola terlebih dahulu. Yesus bersorak gembira dan melemparkan topinya tinggi-tinggi. Lalu
ganti, Kesebelasan Protestan yang mencetak gol. Dan Yesus pun bersorak gembira serta melemparkan
topinya tinggi-tinggi lagi. Hal ini rupanya membingungkan orang yang duduk di belakang kami. Orang itu
menepuk pundak Yesus dan bertanya, 'Saudara berteriakuntuk pihak yang mana ?` Lalu Yesus menfawab,
'Saya, oh saya tidak bersorak bagi salah satu pihak. Saya hanya senang menikmti permainan ini.`

Kemudian orang tersebut itu berpaling dan mencemooh Yesus, katanya 'Ateis'`. Sewaktu pulang, Yesus
diberitahu tentang situasi agama di dunia dewasa ini. Setelah mendengar hal itu, Yesus pun mengangguk
setufu dan berkata,`Itulah sebabnya Aku tidak mendukung kesebelasan manapun. Aku mendukung orang-
orangnya karena orang lebih penting. Layaknya agama, orang lebih penting daripada agama. Manusia
lebih penting daripada hari Sabat.` Lalu temanku menyela, 'Yesus hati-hati dengan kata-kataMu'
Bukankah Engkau pernah disalib karena mengucapkan kata-kata serupa itu?` 'Ya, dan fustru hal itu
dilakukan oleh orang-orang beragama,` kata Yesus sambil tersenyum. Agama yang seharusnya menfadi
wadah bagi umat manusia di dunia ini untuk mencari dan mengenal Sang Pencipta seringkali
diselewengkan menfadi suatu wadah yang absolute untuk hadir-Nya Tuhan ke dalam dunia melalui agama
itu safa. Akibatnya akan timbul permusuhan antar agama di dunia ini melalui klaim-klaim kebenaran
sepihak, atas nama agama masing-masing. Maka bersediakah kita lebih berpihak kepada manusia, dan
bukan lagi pada agamanya ? Karena Tuhan menciptakan manusia, bukan agama. Dan bagi Yesus sendiri,
hari Sabat (aturan agama) diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (aturan
agama).`('Lalu kata Yesus kepada mereka. 'Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk
hari Sabat.` MARKUS 2.2)(diambil dari renungan harian kampus edisi XX/2/September-Oktober 2011)

Rupanya Tuhan sudah terpisah dari agama oleh ulah manusia yang mengabdi kepada agama dan bukan
kepada Tuhan jadi agama sudah menjadi Tuhan bagai banyak orang di Indonesia. Terbukti bahwa pada
hampir semua Iormulir data seseorang ada kata agama, sehingga dalam seluruh dokumen Iormal di Negeri
ini lebih banyak kata 'agama dari pada kata Tuhan. Inilah penulis maksudkan sebelumnya, bahwa umat
beragama sudah tidak memperjuangkan nilai-nilai yang terkandung dalam agama, tetapi perjuanganya sudah
beralih kepada ideologi semata. Inilah ketertarikan penulis untuk mengambil topik tentang kegagalan agama
dalam menjalankan demokrasi, karena saya berpendapat bahwa agama tidak mampu menyelenggarakan
masyarakat yang bermoral tinggi dan mulia dalam berdemokrasi.
Jika dikaji secara natural, sebenarnya nilai-nilai yang dibawa oleh agama merupakan reIleksi kritis
atas permasalahan yang terjadi pada kehidupan sosial-kemasyarakatan. Masalah-masalah sosial pada masa
turunnya agama-agama adalah ketika terjadi banyak ketimpangan-ketimpangan sosial baik di bidang politik,
budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Semangat yang dibawa oleh agama adalah semangat pembebasan
manusia dari segala bentuk ketimpangan itu dan menuju pribadi sosial yang setara, berkebebasan dan
demokratis.
Pada hal ini, kita mendapat nilai-nilai demokratis dalam semangat ajaran agama, bahwa realitas
sosial di Indonesia harus di benahi dan mewujudkan kesejahteraan serta kebebasan sebagai bentuk
penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan sosial.
Di dalam konsep agama dan demokrasi terdapat perbedaan secara Iundamental. Perbedaan terlihat di
ranah ontologis. Aktualisasi prima sikap keberagamaan adalah penyerahan diri sepenuhnya pada kehendak

Tuhan. Sementara demokrasi mewujud dalam sikap sedia bernegosiasi dengan mempertimbangkan
kehendak orang lain. Demokrasi berarti menempatkan kehendak dan rasionalitas manusia yang
terlembagakan sebagai reIerensi tindakan sosial kemasyarakatan dan bernegara. Sedangkan dalam khidupan
beragama, yang menjadi reIerensi puncak adalah ajaran Tuhan. Selain hal yang disebutkan, secara historis
antropologis, sosiologis, sejarah agama tak terlepas dari realitas kenyataan, peran agama tidak jarang hanya
digunakan untuk kepentingan politik dan kekuasan dalam mempertahankan status quo, sehingga
memunculkan gerakan sektarian pemberontakan.
Secara teologis pula kita pahami bahwa, ajaran agama yg bersiIat deduktiI-metaIisis dan selalu
mendasarkan rujukan pada Tuhan (padahal Tuhan tak nampak secara empiris), sementara demokrasi adalah
persoalan empiris dan bersiIat dinamis, maka agama tak punya kompetensi untuk berbicara dan
menyelesaikan persoalan demokrasi. Meskipun terjadi perbedaan pada ranah ontologis, tapi keduanya
menemukan kesepahaman di ranah aksiologis, bahwa agama dan demokrasi teraktualisasi dalam objek yang
sama, yaitu manusia degan segala kompleksitasnya. Titik temu agama dan demokrasi ini menebarkan
doktrinitas yang egaliter agar keduanya memiliki premis dan komitmen yang sama tentang cita-cita
kemanusiaan yang menjadi objek aksiologisnya.
Asumsi tersebut di wujudkan dalam bentuk bertemunya cita-cita demokrasi dan komitmen agama
sebgai reIleksi keimanan untuk menegakkan masyarakat yg egaliter dan dalam bingkai kesejahteraan sosial.
Agama dan demokrasi harus mampu saling mengisi dan mengayomi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Persoalannya, bagaimana memberi ruang gerak bagi ormas dan partai keagamaan yang ada tetapi tetap
konsisten membangun demokrasi secara rasional sehingga agama dan negara tumbuh saling melengkapi,
bukannya intervensi ataupun melakukan kooptasi. Akhir-akhir ini muncul gejala yang perlu dicermati
bersama, jangan sampai tampilnya partai dan tokoh-tokoh agama dalam panggung, politik akan membunuh
bibit dan pohon demokrasi mengingat hubungan agama dan demokrasi tidak selalu positiI.
Seandainya umat beragama dalam menjalankan roda demokrasi di indonesia, sesuai pandangan etika agama
yan lebih menitik beratkan kepada tanggung jawab moral, yang menganggap bahwa lembaga-lembaga
politik sebagai alat bagi umat beragama untuk mengejar tujuan-tujuan duniawinya yang dikuduskan dan
cita-cita bagi surgawinya, dan juga menginterpretasikan kekuasaan politik dari sudut moral, maka agama
sangat dimungkinkan bisa menjadi dasar dari perjalanan demokrasi di indonesia. Karena semua kekuasaan
duniawi dianggap sebagai pemberian Tuhan, kepada parapemegangnya sebgai tugas sucinya. Jadi bukanlah
berarti bahwa umat beragam di larang untuk terjun ke bidang politik, tetapi dalam artian keterlibatanya di
dalam bidang tersebut, harus dalam tuntunan imanya, dan juga penuh tanggung jawab sosial, dan tanggung
jawab sakralnya yang di ilhamkan oleh Tuhan.
Tanggung jawab inilah yang sesungguhnya terlupakan oleh umat-umat beragama, dalam menjalankan
otoritasnya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosiologi, semuanya sudah tak terkontrol lagi, mereka
hanya terbawa dengan euIoria dalam moment tertentu, keserakahan material haus kekuasaanlah sebagai

pemicu atas terlupakanya tanggung jawab sosialnya sebagai umat Tuhan. Di mana-mana terjadi kekerasan,
konIlik antar umat beragama, saling Iitna, karena dengan alasan kekuasaan, kepentingan pribadi, semuanya
tidak teraplikasikan lagi dalam ruang agama, semuanya lepas dengan alasan yang tidak sesuai dengan
moralitas umat beragama. Penulis berharap ini jangan di pandang sebagai tantangan, tetapi ini adalah
kewajiban yang terlupakan, bukan sesuatu yang hadir dengan tiba-tiba, karena dilupakanya tanggung jawab
ini sehingga berbagai macam masalah yang muncul, yang mungkin kita mengibaratkanya sebagai tantangan
baru, dalam realitas sosial.| http.//politik.kompasiana.com/2011/07/17/kegagalan-agama-menfalankan-
demokrasi-di-indonesia/(

HASIL REFLEKSI PRIADI
Menurut hasil reIleksi saya dengan semakin merosotnya nilai moral dan etis bangsa Indonesia maka
seharusnya agama harus mampu saling mengisi dan mengayomi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan
sebenarnya cita-cita inilah yang menurut saya ingin diwujudkan dalam negara demokrasi seperti Indonesia,
jika demokrasi dikaji dari sudut pandang agama, itu sangat memungkinkan demokrasi itu terwujud, karena
agama sangat menjunjung tinggi etika moral, menentang kekerasan, menentang diskriminasi dan yang
bekaitan dengan pelanggaran abmoral. Andai ini bisa dijalankan lembaga agama maka indonesia akan bebas
dari masalah seperti kekerasan, diskriminasi SARA, dan KKN. Tetapi hingga sekarang ini wujud dari
demokrasi itu masih sangat jauh.

A 3 : PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan di atas kita bisa menarik kesimpulan, bahwa realitas yang terjadi dalam negara
indonesia belum bisa menjamin bahwa peran agama dalam menopang berdirinya demokrasi belum mampu
menjadi dasar yang kuat. Berbagai macam indikator yang bisa kita indentiIikasi, yaitu pandangan umat
beragama terhadap agama itu sendiri sudah bergeser, saya berasumsi bahwa bukan lagi agama dipandang
sebagai alat menghubungkan diri dengan Sang Pencipta, tetapi seolah-olah agamalah yang telah menjadi
Tuhan. Yang diperjuangkan adalah ideologinya bukan lagi nilai-nilai agamanya.

Anda mungkin juga menyukai