Tumor Orbita merupakan benjolan atau pembengkakan abnormal yang ditemukan
didaerah orbita. Epidemologi Tumor secara umum dibedakan menjadi neoplasma dan non-neoplasma. Neoplasma dapat bersiIat ganas atau jinak. Tumor ganas terjadi akibat berkembang biaknya sel jaringan sekitar inIiltrat, sambil merusakkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis. Tumor orbita relatiI jarang dijumpai. Pada proses pengambilan ruangan di orbitapenderita biasanya datang dengan keluhan seperti ada benjolan yang menyebabkan perubahan bentuk wajah, protopsis, nyeri peri okular, inIlamasi, keluarnya air mata, massa tumor yang jelas nampak. Insiden tumor orbita bervariasi, tergantung pada metode pemeriksaan yang dipakai. Frekwensi relatiI benigna dan maligna menurut handerson (1984); disebutkan sebagai berikut : karsinoma (primer metastasis dan pertumbuhan terus 21 , kista 12 , tumor vaskular 10 , meningioma 9 , malIormasi vaskuler 5 dan tumor saraI tengkorak 4, serta glioma optikus dan neurisistik 5. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pre Operasi Peri Operasi Pasca Operasi S: Benjolan pada daerah sekitar mata/dahi, ada perasaan yang tidak nyaman akibat adanya benjolan, nyeri, takut. Riwayat trauma, riwayat tumor pada keluarga, riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, perasaan klien berhubungan dengan pembedahan. Haus. Riwayat alergi. lemas akibat puasa. Pada anak riwayat S : - S : Nyeri, susah bernaIas, tubuh dingin tumbuh kembang, imunisasi. Puasa, mandi. 0 : Tampak benjolan pada daerah orbita, ukuran benjolan, jenis benjolan (keras, lunak, mobile/tidak ). Keadaan umum, kesadaran, keadaan kulit (pucat, cyanisis, icterus ), tekanan darah, Nadi dan suhu biasanya normal. Ukur BB dan TB. Status gizi. Kebersihan daerah operasi. Data penunjang : Foto Thorax, CT scan, Lab DL. UL, FL, FH dan hasil tes antibiotika, inIormed concent.
0 : Terpasang alat perawatan,(inIus, monitor, respirator ).Posisi tertelentang. Induksi dengan anastesi. Dilakukan eksisi. Suhu lingkungan 22 o C. Perdarahan. O : Lemah, terpasang inIus, catatan tentang anestesi yang didapat, kesadaran menurun, luka bekas operasi, catatan perdarahan, peristaltik usus menurun, Ilatus (-).Hasil PA. Mual dan muntah, menangis pada anak-anak. Tubuh dingin, akral dingin, mukosa kering.
b. Diagnose dan Perencanaan PRE OPERASI DX TU1UAN TINDAKAN Rasional Kecemasan pada anak atau orang tua b.d kurangnya pengetahuan tentang kemungkinan penyakit dan prosedur tindakan operasi Tujuan : Setelah 15 menit klien/keluarga dapat mengetahui penyakit serta prosedur tindakan yang akan 1. Jelaskan tentang penyakit yang diderita klie/anaknya serta prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.
- Agar keluarga mengerti sehingga lebih paham tentang kondisi dan resiko tindakan operasi yang skan dilakukan - Untuk meningkatkan orientasi dan meyakinkan bahwa operasi bukan sesuatu dilakukan pada klin/anaknya. 2. Berikan kesempatan menemani klien/anaknya sampai di ruang premedikasi.
3. Yakinkan tentang jaminan mengenai tindakan yang akan dilakukan.
4. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya.
5. Pastikan kelengkapan operasi klien (Status, hasil lab, Foto Radiologi, Ct Scan, Obat- obatan, alat-alat, inIormed concent
yang menakutkan. - Agar kecemasan dapat tereduksi.
- Jawaban yang benar yang mampu menjawab keingintahuan klien merupakan sustu metode katarsis yang dapat mengurangi kecemasan klien - Untuk menjamin keamanan Iisik maupun psikologis petugas dan keluarga, yang memastikan segalaya telah siap.
Resiko deIisit volume cairan b.d puasa sekunder persiapan operasi Setelah 30 menit tidak terjadi deIisit cairan dengan kriteria : - Turgor baik - Cowong - - Mukosa lembab. 1. Kolaborasi pemasangan inIus
2. K/P pasang kateter
3. Observasi kelembaban - Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien. - Untuk mengetahui keseimbangan intake/output cairan - Untuk mengetahui kecukupan cairan. mukosa
INTRA OPERASI DX TU1UAN TINDAKAN Rasional Resiko terjadi ketidakeIektiIan pola naIas b.d peningakatan sekret dan penurunan reIlek menelan sekunder pemakaian Anestesi Selama operasi tidak terjadi gangguan bersihan jalan naIas. 1. Bantu memberikan posisi stabil 2. Bantu menyiapkan alat intubasi.
3. Bantu memonitor status respirasi
4. Lakukan monitoring SaO2
5. Pantu tanda distress pernaIasn setelah penyapihan ETT/respirator.
- Untuk melancarkan airway - Intubasi dapat mencegah resiko sumbatan jalan naIas - Untuk mengetahui tanda gg pola naIas - Memantau keadekuatan DO2 dan VO2 sebagai indikator perIusi dan pemenuhan O2. - Untuk mengetahui eIek anastesi pada SSP. Resiko terjadi cedera (hipotermi, bradikardi, b.d suhu lingkungan yang rendah sekunder rendahnya kadar lemak subcutan pada bayi, serta penekanan pada nervus X pada segmen posterior orbital. Selama operasi : - Tidak terjadi hipotermi - Tidak terjadi okuloreIlek 1. Pasang diatermi sebagai alas meja operasi.
2. Perhatikan pemasangan ground diatermi. 3. Berikan selimut operasi yang lebih tebal terutama untuk - Untuk mencegah hipotermi dg memberikan hangat secara elektrik - Untuk mencegah kombus atau elektrik injury - Untuk mencegah kehilangan panas melalui evavorasi
bayi dan lansia. 4. Pantau nadi dan EKG selama operasi
- Penekanan pada bola mata dapat menimbulkan timbulnya okulo reIlek yang merangsang nervus X sehingga dapat terjadi bradikardi .
PASCA OPERASI DX TU1UAN TINDAKAN Rasional Kecemasan pada anak atau orang tua b.d kurangnya pengetahuan tentang hasil operasi. Tujuan : Setelah 15 menit klien/keluarga dapat mengetahui hasil operasi. 1. Jelaskan tentang hasil operasi yang dilakukan, serta keadaan klien penyakit yang diderita klie/anaknya serta prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.
2. Berikan kesempatan menemani klien/anaknya di ruang RR.
3. Jelaskan tentang tindak lanjut hasil Px jaringan
4. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya. - Agar keluarga mengerti sehingga lebih paham tentang kondisi dan resiko dari hasil operasi yang telah dilakukan
- Untuk meningkatkan orientasi dan meyakinkan bahwa operasi bukan sesuatu yang menakutkan. - Agar kecemasan dapat tereduksi.
- Jawaban yang benar yang mampu menjawab keingintahuan klien merupakan sustu metode katarsis yang dapat mengurangi kecemasan klien Resiko deIisit Setelah 30 1. Observasi - Untuk memenuhi volume cairan b.d puasa sekunder persiapan operasi menit tidak terjadi deIisit cairan dengan kriteria : - Turgor baik - Cowong - - Mukosa lembab. cairan inIus
2. K/P pasang kateter
3.Observasi kelembaban mukosa
kebutuhan cairan klien.
- Untuk mengetahui keseimbangan intake/output cairan - Untuk mengetahui kecukupan cairan. Resiko terjadi hipotermi, b.d suhu lingkungan yang rendah sekunder rendahnya kadar lemak subcutan pada bayi Selama di RR - Tidak terjadi hipotermi
1. Berikan selimut operasi yang lebih tebal terutama untuk bayi dan lansia.
- Untuk mencegah kehilangan panas melalui evavorasi
Resiko terjadi ketidakeIektiIan pola naIas b.d peningakatan sekret dan penurunan reIlek menelan sekunder pemakaian Anestesi Selama operasi tidak terjadi gangguan bersihan jalan naIas. 1. Bantu memberikan posisi stabil 2.Bantu menyiapkan alat intubasi.
3.Bantu memonitor status respirasi
4. Lakukan monitoring SaO2
- Untuk melancarkan airway - Intubasi dapat mencegah resiko sumbatan jalan naIas - Untuk mengetahui tanda gg pola naIas - Memantau keadekuatan DO2 dan VO2 sebagai indikator perIusi dan pemenuhan O2.
DAFTAR PUSTAKA
Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 3 Penerbit Alumni Bandung Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans, F.A davis Company, Philadelphia. Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York Naught Callender (1990), Illustrated Physiology, Churchill Livingstone, New York. Syamsuhidayat, Wim de Young, (1998 ), Buku Afar Ilmu Bedah, Jakarta
Tanda dan Gejala Klinis Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan Iistula karotid-kavernosa. Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas). Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoItalmos endokrin atau Iistula karotid-kavernosa. Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel. Pulsasi: menunjukkan lesi vaskuler; Iistula karotidkavernosa atau malIormasi arteriovenosa, dengarkan adanya bruit. erak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat oItalmoplegia endokrin atau dari lesi saraI III, IV, dan VI pada Iisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraI optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.
Abstrak Tumor pada palpebra terdiri atas dua macam, yaitu tumor jinak palpebra dan tumor ganas palpebra. Tumor jinak palpebra sangat umum dan Irekuensinya bertambah dengan semakin meningkatnya usia. Kebanyakan mudah dikenali di klinik, dan eksisi dilakukan dengan alasan kosmetik. Sedangkan Tumor ganas di daerah palpebra dan konjungtiva dapat membuat komplikasi yang serius, karena daerah organ ini berdekatan dengan bola mata, sinus paranasal dan otak sehingga dapat berakibat Iatal. Insidensi penyakit ini bervariasi, tergantung dari cara analisis, geograIi dan sosio-ekonomi masyarakat. Kata kunci: Diagnosis, Tumor palpebra Isi Seorang laki-laki berusia 70 tahun, datang ke poliklinik RSUD Temanggung dengan keluhan utama benjolan pada kelopak mata kiri. Riwayat penyakit sekarang kurang lebih 1 bulan yang lalu benjolan dirasakan semakin membesar, mata kiri terasa berat dan penglihatan kabur. Pada perabaan benjolan tidak dirasakan nyeri, namun pada mata kiri sering keluar air mata. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Riwayat penyakit dahulu kurang lebih 1 tahun yang lalu mata kiri pasien terkena daun jagung. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus tidak ditemukan. Dari pihak keluarga tidak ditemukan keluhan serupa, hipertensi dan diabetes melitus juga tidak ditemukan. Kemudian penderita dirujuk ke RS Sardjito, karena perlengkapan di rumah sakit tidak memadai. KU: cukup, CM. TD130/80 mmHg, N80x/menit, RR26x/menit, t37 o C. Pada pemeriksaan Iisik di konjungtiva palpebra superior kiri didapatkan massa berbentuk bulat berbenjol-benjol dengan diameter 2x2x2,5 cm berwarna merah kehitaman, lunak dan dapat digerakkan.
Diagnosis: OS Tumor Konjungtiva Palpebra Superior. Diskusi Tumor jinak palpebra A. Nevus Nevus melanositik di palpebra adalah tumor jinak biasa dengan struktur patologik yang sama dengan nevus di tempat lain. Nevus ini biasanya kongenital namun mungkin relatiI kurang berpigmen saat lahir dan makin membesar dan menggelap saat remaja. B. Papiloma Papiloma adalah tumor palpebra yang paling umum. Ada dua jenis papiloma, yaitu: papiloma squamosa dan keratosis seboroika (papiloma sel basal, verruca senilis). Pada keduanya bagian pusat Iibrovaskular menembus epitel permukaan yang menebal (akantotik dan hiperkeratotik) memberinya tampilan papilomatosa. C. Moluscum Contagiosum Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Pox yang berkembang dalam sitoplasma sel epitel. Penularan melalui kontak langsung dengan handuk, garukan atau kontak tak langsung. Penyakit ini sering mengenai anak-anak terutama laki- laki. Gambaran klinisnya pada kelopak mata terdapat penonjolan kecil keras dan di tengahnya terdapat cekungan, dapat ditemukan pada konjungtivitis atau keratitis pungtata superIisial. D. Xanthelasma Xanthelasma adalah kelainan umum yang terdapat pada permukaan anterior palpebra, umumnya bilateral dekat dengan sudut medial mata. Tampak bercak kuning berkerut pada kulit dan sering pada orang tua. Xanthelasma merupakan endapan lipid di dalam histiosit pada epidermis palpebra. Pengobatan diindikasikan demi alasan kosmetik. E. Hemangioma Tumor vaskuler kongenital yang umum pada palpebra adalah hemangioma kapiler, terdiri atas sel-sel endotel yang berproliIerasi. Timbul saat lahir dan umumnya akan berinvolusi spontan menjelang usia 7 tahun. Lesi tampak merah terang, lesi yang lebih dalam tampak kebiruan atau ungu. Tumor ganas palpebra Karsinoma sel basal dan sel skuamosa palpebra adalah tumor mata ganas paling umum. Tumor-tumor ini paling sering terdapat pada orang bercorak kulit terang atau kuning langsat yang terpajan menahun terhadap sinar matahari. Sembilan puluh lima persen karsinoma palpebra adalah dari jenis sel basal. Sisa 5 terdiri atas karsinoma sel skuamosa dan karsinoma kelenjar meibom. A. Karsinoma Sel Basal Epitelioma sel basal (karsinoma sel basal) adalah suatu karsinoma yang berasal dari sel basal kulit. Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma kelopak mata terbanyak. Dapat ditemukan pada semua umur. Menurut urutannya daerah yang sering terkena ialah kelopak bawah, kantus internus, dan kelopak mata atas. Karsinoma sel basal jarang bermetastasis dan siIat ganasnya dihubungkan dengan gambaran histopatologik dimana ditemukan tanda-tanda keganasan. Kelenjar getah bening preaurikuler mungkin membesar atau jika tumor terletak di kantus internus kelenjar submaksilaris dapat membesar. B. Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa juga tumbuh lambat dan tanpa rasa sakit, seringkali berawal sebagai sebuah nodul hiperkeratotik, yang dapat berulkus. Tumor radang jinak seperti keratokhantoma sangat mirip karsinoma. Diagnosis tepat tergantung pada biopsi. Seperti karsinoma sel basal, tumor ini dapat menyusup dan mengikis jaringan sekitarnya. Mereka dapat pula menyebar ke limIonodus regional melalui sistem limIatik. C. Karsinoma Kelenjar Sebasea Neoplasma kelenjar sebasea bisa jinak, contohnya hiperplasia sebasea atau adenoma kelenjar sebasea. Karsinoma kelenjar sebasea yang ganas sering timbul pada area periokular. Kurang dari 120 kasus karsinoma sel sebasea telah dilaporkan telah terjadi pada daerah ekstraokular. Karsinoma kelenjar sebasea diperkirakan merupakan 1 dari semua tumor-tumor kelopak mata dan 5 merupakan keganasan pada kelopak mata. Karsinoma kelenjar sebasea paling sering muncul dari kelenjar Meibom dan kelenjar Zeis, namun dapat pula muncul dalam kelenjar sebasea alis mata atau karunkulum. Separuhnya mirip lesi dan kelainan radang jinak seperti kalazion dan blepharitis menahun. Karsinoma ini lebih agresiI dari karsinoma sel skuamosa, sering meluas ke dalam orbita, memasuki pembuluh limIe, dan bermetastasis. D. Sarkoma Sarkoma jaringan lunak pada orbita jarang dan biasanya berupa perluasan ke anterior tumor-tumor orbita. Rhabdomiosarkoma palpebra dan orbita adalah tumor ganas primer paling umum ditemukan di jaringan ini dalam dekade pertama kehidupan. Tumor palpebra adalah tanda pertama. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi biasanya eIektiI untuk mempertahankan Iungsi mata dan menghindari kematian.
Kesimpulan Tumor palpebra dapat berupa tumor jinak dan maupun tumor ganas, penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara biopsi. Penatalaksanaan tergantung dari jenis tumor, untuk tumor jinak bisa dilakukan dengan cara kuretase, kauter atau eksisi. Sedangkan untuk tumor ganas pengobatannya adalah eksisi total. Pada penderita ini berdasarkan pemeriksaan Iisik dan gejala klinis, maka kemungkinan besar adalah karsinoma kelenjar sebasea yang harus dilakukan dengan pemeriksaan PA sebelum dilakukan ekstirpasi di RS rujuk. Pengobatan bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran lokal ataupun sistemik. Pengobatan dari karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi eksisi yang adekuat, dengan batasan operasi yang luas dan kontrol potongan beku untuk menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limIatik diperlukan untuk menilai metastase. Referensi 1. Glassman, M.L. 2001 $ebaceous Gland Carcinoma. Diakses tanggal 17 Iebruari 2011, dari http://www.emedicine.com 2. Hartono. 2007 Buku $aku Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata, Balai Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUGM , Yogyakarta. 3. Henkind, P. Friedman, A. 1979 Cancer of The Lids and Ocular Adnexa. In Tumor oI the Ocular Adnexa and Orbit. Ed Albert Hornblass MD FACS. St. Louis: The CV Mosby Company. 4. Ilyas, S. 2005 Ilmu Penyakit Mata, 3 rd ed, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 5. Nurchaliza, H.S. 2006 Karsinoma Kelenfar $ebasea, Majalah Kedokteran Nusantara, Vol 39,No.1, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran USU, Sumatra Utara. 6. Patel, B. 2009 Eyelid Anatomy. Diakses tanggal 17 Iebruari 2011, dari http://emedicine.medscape.com/article/834932-overview. 7. Reese, A.B. 1976 Tumour of The Eye. Ed 3. Hagerstown: Harper and Row Publishe