Nama : PenonaktiIan 4 pejabat terkait kasus korupsi
Jenis : Korupsi Pelaku : Pejabat/pegawai Kementerian Keuangan Kedudukan : Dua pejabat eselon II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan dua pejabat eselon II Inspektorat Jenderal (Itjen) TKP : Jakarta Kronologi dan Penyelesaian : Menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2011 tentang Percepatan Penyelesaian Kasus-kasus Hukum dan Penyimpangan Pajak, Kementerian Keuangan tidak main- main. Sebanyak empat pegawai di lingkungannya dijatuhi hukuman disiplin dinonaktiIkan. Kepada beberapa pejabat/pegawai Kementerian Keuangan yang terkait dengan kasus Gayus, yaitu menonaktiIkan dua pejabat eselon II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan dua pejabat eselon II Inspektorat Jenderal (Itjen), demikian diutarakan Kepala Biro Kemenkeu Yudi Pramadi, dalam rilisnya, di Jakarta, Senin (31/10/2011). Kemenkeu juga menjatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil terhadap Gayus HP Tambunan. Hukuman disiplin juga dijatuhkan terhadap 14 pejabat/pegawai Ditjen Pajak yang merupakan atasan dan rekan-rekan Gayus. Tindakan ini termasuk dalam tiga bidang tindak lanjut yang diambil dalam periode Januari sampai dengan September 2011. Hal ini dilakukan sehubungan dengan terjadinya beberapa kasus hukum dan penyimpangan pajak. Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Percepatan Penyelesaian Kasus-kasus Hukum dan Penyimpangan Pajak kepada beberapa menteri dan pimpinan lembaga, termasuk Menteri Keuangan (Menkeu), untuk melakukan langkah- langkah. Disebutkan, tindakan yang diambil adalah (1) Penyelesaian kasus penyimpangan pajak termasuk dan tidak terbatas pada kasus Gayus HP Tambunan; (2) Bekerja sama dengan PPATK, Satgas Pemberantasan MaIia Hukum, dan KPK dalam mengungkap kasus-kasus pajak; (3) Melaksanakan proses penegakan hukum terhadap pihak-pihak terkait; (4) Memberikan tindakan administrasi dan disiplin kepada seluruh pejabat yang nyata-nyata melakukan penyimpangan; dan (5) Melakukan evaluasi, perbaikan sistem kerja, dan semua aturan yang terkait. Lebih lanjut, Kemenkeu juga melakukan mutasi pejabat pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak (tempat Gayus bekerja sebagai pelaksana) dan mutasi terhadap pejabat struktural dan pejabat Iungsional pajak. Selain itu, menurut Yudi, pihaknya memperluas cakupan kewajiban pelaporan LHKPN bagi pegawai Kemenkeu yang semula berjumlah 7.442 orang menjadi 24.808 orang (kenaikan 333,35 persen, per 7 Juli 2011). Lebih lanjut, tim gabungan akan melanjutkan dan menyelesaikan audit investigasi dengan melakukan klariIikasi, konIirmasi, dan permintaan keterangan (BAP) dari Fiskus (petugas pemeriksa pajak), wajib pajak, konsultan pajak, serta meneliti aliran dana pihak-pihak yang dicurigai. Kegiatan audit investigasi tim gabungan ditargetkan akan selesai pada akhir bulan November 2011. Sumber : Kompas.com
Analisis Kasus 2 Nama : Polri akan Koordinasi dengan KPK Usut Kasus Pejabat BI Jenis : Penyuapan Pelaku : Pejabat BI Kedudukan : Pejabat BI TKP : Jakarta Kronologi dan Penyelesaian : Wakadiv Humas Polri, Brigjen Pol Zainuri Lubis menyatakan, Polri akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penanganan kasus dugaan penyuapan dua pejabat Bank Indonesia (BI). Selain dengan KPK, Zainuri mengatakan, Polri juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
"Nanti koordinasi dengan lintas hukum misalnya Polri di direktur tipikor, Kejaksaan Agung juga tipikor, kemudian KPK," ujar Zainuri di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (26/5).
Hanya, Zainuri mengungkapkan, untuk penanganan kasus tersebut Polri masih menunggu konIirmasi dari Pejabat BI. Menurut Zainuri, koordinasi tersebut diperlukan mengingat kasus itu cukup sulit karena pasti melibatkan internal. Ia menambahkan, Polri akan melakukan rapat insidental dengan BI terkait dengan pengungkapan kasus tersebut.
Zainuri pun menduga terdapat koordinasi tingkat tinggi untuk mencetak uang palsu dalam kasus tersebut. "Kalau uang asli, kenapa percetakannya ke sana, jadi percetakan itu kan atas perintah BI. Percetakan uang itu di Indonesia,'' jelasnya.
Sebelumnya, sebuah harian Australia, Sydney Morning Herald melansir adanya Pejabat BI yang terindikasi menerima suap dari perusahaan pencetak uang, Securency International, dalam proses tender pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu pada 1999. Polisi Iederal setempat tengah menginvestigasi Securency International untuk tuduhan suap senilai 1,3 juta dolar AS.
Indikasi suap itu terungkap ketika ditemukan Iotocopy Iaks rahasia dari Jakarta yang mengungkap rencana menghadiahi pejabat senior BI yang disebut 'teman' kami, dengan sejumlah pembayaran tidak resmi dan komisi. Firma RBA sebagai salah satu pemilik Securency, ikut terseret dalam penyelidikan ini. Sumber : Kompas.com
Analisis Kasus 3 : Nama : KPK Jangan Takut Usut Tuntas Kasus Pejabat BPN Jenis : Korupsi Pelaku : Joyo Winoto,Teddy Ruhiadi,Arianto Sutadi Kedudukan : Kepala BPNKakanwil BPN Jawa Barat, Deputi V TKP : Jakarta dan Jawa Barat Kronologi dan Penyelesaian : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak takut dalam mengusut tuntas kasus sejumlah pejabat di Badan Pertanahan Negara (BPN) seperti Kepala BPN Joyo Winoto, Kakanwil BPN Jawa Barat Teddy Ruhiadi, dan Deputi V Arianto Sutadi.
'Kalau KPK takut, maka akan ada aksi untuk menangkap sendiri pejabat BPN, ujar Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Pertanahan (Fakta), Anhar Nasution kepada SP di Gedung KPK, Kamis (22/9) siang.
Fakta juga didampingi lebih dari 100 massa yang menuntut pengusutan terhadap pejabat BPN. Mereka berkumpul dengan membawa spanduk, dan berteriak meminta KPK tidak takut untuk mengusut kasus ini.
'Kami minta KPK agar segera periksa Joyo Winoto, Teddy, dan Sutadi. Jika tidak, kami telah siapkan pasukan pemburu koruptor untuk menjemput para koruptor tersebut yang telah menyengsarakan rakyat. Ini merupakan surat kelima yang telah disampaikan Fakta kepada KPK, katanya.
Fakta kembali melaporkan dugaan mega korupsi yang terjadi di BPN. Selama kepemimpinan Joyo Winoto, beberapa kasus pertanahan yang terindikasi korupsi sampai saat ini belum mendapat tanggapan dan tindaklanjut dari KPK. Seperti diberitakan majalah Tempo lanjut Anhar, ada dugaan penerimaan uang sebesar Rp 5 miliar yang disampaikan mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazaruddin untuk memuluskan terbitnya izin atau sertiIikat tanah yang akan dibangun gedung arena olahraga di Hambalang, Jawa Barat. Tanah tersebut hibah dari Bapak Probosutedjo.
Karena itulah ini merupakan perbuatan korupsi. Sesuai UU Pokok Agraria dan PP 40/1996 bahwa tanah Negara yang diperuntukkan kegunaannya untuk kepentingan Negara sama sekali tidak dipungut biaya. 'Kami mendapat inIormasi bahwa uang 5 miliar tersebut diterima oleh Teddy yang merupakan orang kepercayaan Joyo, ujar Anhar.
Anhar juga meminta pimpinan KPK agar segera mengambilalih kasus tanah Kubangsari Cilegon sertiIikat PT Krakatau Steel yang sampai saat ini tidak ada tindaklanjut oleh Polda Banten. 'Tidak mungkin kasus itu akan berlanjut, karena melibatkan Sutadi yang merupakan senior dari Kapolda Banten. Selain itu Sutadi dan Joyo juga setali tiga uang, kata Anhar. Sumber : Kompas.com
Analisis Kasus 4 : Nama : Penggeledahan Rumah Pejabat Ditjen Pajak untuk Penetapan Tersangka Jenis : Penyelewengan dana Pelaku : Pejabat Ditjen Pajak Kedudukan : Pejabat Ditjen Pajak TKP : Jakarta Kronologi dan Penyelesaian : Tim penyidik bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan rumah pejabat Ditjen Pajak demi mencari alat bukti berupa dokumen. Alat bukti tersebut dibutuhkan untuk menetapkan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan sistem inIormasi di Ditjen Pajak tahun 2006.
Demikian disampaikan Direktur Penyidikan bagian Pidana Khusus, Arnold Angkouw kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2011). Arnold menuturkan, kasus ini berawal dari temuan BPK di mana diduga terdapat penyimpangan dana pengadaan sistem inIormasi di Ditjen Pajak tahun anggaran 2006 senilai kurang lebih Rp 43 miliar. Dua minggu lalu, Kejagung meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan tanpa tersangka.
"Jadi kita melakukan penyelidikan dan dari hasil penyelidikan, kita tingkatkan ke penyidikan tapi belum ditentukan tersangkanya," tutur Arnold.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak terkait. Namun, di tahap penyidikan ini, penyidik akan kembali memeriksa sejumlah pihak.
"Yang sudah kita periksa panitia lelang, PPK (pejabat pembuat komitmen), sudah kita periksa semuanya," ungkap Arnold.
Dituturkan Arnold, dalam proses penyidikan, penyidik juga berusaha mengumpulkan alat-alat bukti. Namun, saat meminta pihak-pihak terkait pengadaan ini untuk menyerahkan sejumlah dokumen, yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik dan sikap kooperatiI.
"Jadi kita tidak bisa menunggu lama, kita langsung melakukan tindakan penyitaan dan penggeledahan. Kita turunkan tim dan ternyata diketemukan dokumennya sudah dipindahkan dari kantor pusat ke kantor Pelayanan Pajak Jakarta Barat," jelasnya.
Melihat pemindahan dokumen ini, penyidik semakin yakin soal adanya penyimpangan dalam pengadaan sistem inIormasi ini. Sebab, dokumen tersebut cukup diperlukan sebagai alat bukti.
"Sesuai dengan undang-undang, jaksa mempunyai wewenang melakukan penggeledahan, menyita karena itu bagian pengumpulan alat bukti. Alat bukti itu yang kita pakai, apakah ada pelanggaran pidananya," terang Arnold.
Menurut Arnold, hasil audit BPK menunjukkan setidaknya terdapat penyelewengan dana sebesar Rp 12 miliar dari total proyek Rp 43 miliar. BPK menilai pengadaan sistem inIormasi ini setengah IiktiI.
"Ada alat-alat yang tidak ada wujudnya dari pengadaan itu," tuturnya.
Dijelaskan dia, pengadaan sistem inIormasi di Ditjen Pajak ini awalnya berjalan baik. Namun saat pengadaan tambahan, diduga terjadi mark-up.
"Nah, pengadaan tambahan ini ternyata di dalam proses lelangnya sendiri diubah jenisnya, sehingga dia tidak connect dengan yang sudah ada, padahal mereknya sama supaya dia tersambung," jelas Arnold.
Akibat hal ini, pihak rekanan Ditjen Pajak dalam pengadaan ini, yakni PT BHP jadi diuntungkan. Diduga dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan Keppres Nomor 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Usai pengumpulan alat bukti, Arnold menjanjikan, pihaknya akan segera menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih terus mengembangkan keterlibatan sejumlah pihak, termasuk dari Ditjen Pajak dalam kasus ini.
"Kasus itu segera ditentukan tersangkanya," tegasnya.
"Sementara untuk keterlibatan pihak Ditjen Pajak, kita akan cek dalam penyidikan apakah ada Ieedback ke sana atau tidak. Kalau Dirjen-nya belum, karena ini kasusnya tahun 2006. Kita juga akan cek pencucian uangnya," tandas Arnold.
Sore ini, rumah seorang pejabat Ditjen Pajak digeledah oleh Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Agung. Rumah yang berada di Jl Ketimun 115 Blok A Perumahan Cinere Estate, Kelurahan Cinere, Kecamatan Limau, Depok, Jawa Barat itu diketahui milik Kepala Seksi Perekaman dan TransIer Data Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Ditjen Pajak, Bahar.
Sejumlah barang seperti laptop, tiga Ilashdisk, dan sejumlah buku tabungan telah diamankan penyidik Kejaksaan yang berjumlah sekitar 10 orang. Namun, saat rumahnya digeledah, Bahar sedang menunaikan ibadah haji. Di rumahnya, hanya ada beberapa pembantu dan tukang yang sedang merenovasi rumah. Sementara istri dan keluarga yang lain, tidak diketahui keberadaannya. Sumber : Kompas.com
Analisis Kasus 5 : Nama : 4 Pejabat Dipecat karena Kasus Korupsi Pajak Jenis : Korupsi Pelaku : Pejabat/pegawai Kementerian Keuangan Kedudukan : Dua pejabat eselon II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan dua pejabat eselon II Inspektorat Jenderal (Itjen) TKP : Jakarta Kronologi dan Penyelesaian : Sejak 17 Januari 2011, Presiden SBY mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2011 soal Percepatan Penyelesaikan Kasus-Kasus Hukum dan Penyimpangan Pajak. Sebagai tindak lanjut Inpres ini, sejak Januari-September 2011 sebanyak 2 pejabat Ditjen Pajak telah dipecat.
Kepala Biro Humas Kemenkeu Yudi Pramadi mengatakan, selain 2 pejabat Ditjen Pajak, Kemenkeu selama Januari-September 2011 telah menonaktiIkan 2 orang pejabat eselon II di Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
"Kemenkeu sudah Menjatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhadap Gayus Tambunan," jelasnya dalam siaran persnya, Senin (31/10/2011).
Kemudian Kemenkeu juga telah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 14 orang pejabat/pegawai Ditjen Pajak yang menjadi atasan atau rekan Gayus.
Dikatakan Yudi, Kemenkeu teleh melakukan mutasi pejabat/pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak (tempat Gayus bekerja sebagai pelaksana) dan mutasi terhadap pejabat struktural dan pejabat Iungsional pajak.
Sebagai tindak lanjut Inpres 1 Tahun 2011 itu, Kemenkeu mengaku telah memperluas cakupan kewajiban pelaporan LHKPN (laporan harta kekayaan pejabat negara) bagi pegawai Kemenkeu yang semula berjumlah 7.442 orang menjadi 24.808 orang (kenaikan 333,35, per 7 Juli 2011).
Dikatakan Yudi, beberapa hal telah dilakukan oleh Kemenkeu terkait dengan perbaikan kinerja perpajakan yaitu seperti membangun governance di lingkungan Ditjen Pajak yang meliputi:
O Pembangunan sistem nilai organisasi (value system); O Memperkuat Unit Kepatuhan Internal Ditjen Pajak; O Membangun sistem eksaminasi internal dan quality assurance pemeriksaan pajak O Penerapan Pasal 36A UU Ketentuan Umum Perpajakan secara konsisten yaitu penegakan sanksi bagi petugas pajak yang melakukan pelanggaran hukum; O Membangun whistleblowing system; O Perbaikan peraturan perpajakan; O Melakukan kerjasama dengan beberapa institusi seperti KPK, Polri, PPATK, Komwas Perpajakan. Seperti diketahui, Inpres 1 Tahun 2011 ini memberikan arahan kepada Menteri Keuangan untuk mempercepat beberapa hal yaitu:
O Penyelesaian kasus penyimpangan pajak termasuk dan tidak terbatas pada kasus Gayus HP Tambunan; O Bekerjasama dengan PPATK, Satgas Pemberantasan MaIia Hukum, dan KPK dalam mengungkap kasus-kasus pajak; O Melaksanakan proses penegakan hukum terhadap pihak-pihak terkait; O Memberikan tindakan administrasi dan disiplin kepada seluruh pejabat yang nyata-nyata melakukan penyimpangan; dan O Melakukan evaluasi, perbaikan sistem kerja, dan semua aturan yang terkait. Sumber : Detikhot.com
Analisis Kasus 6 : Nama : Kasus Pejabat BRI Toraja Diduga Gantung Diri Dilapor ke Polda Jenis : Dugaan Pembunuhan Berencana Pelaku : - Kedudukan : - TKP : Toraja, Sulawesi Selatan Kronologi dan Penyelesaian : Kasus dugaan tewas bunuh diri dengan cara gantung diri yang dilakukan Kepala Unit BRI Bolu, Rantepao, Toraja Utara, I Wayan Diana, di Kantor Polres Barru pada 24 Juli 2011 lalu, dilaporkan pihak penasihat hukum keluarga korban ke Polda Sulsel untuk diusut tuntas. Almarhum I wayan Diana sebelumnya diamankan aparat polisi di Polres Barru saat ia dalam perjalanan dari Rantepao menuju Kota Makassar pada 24 Juli dini hari lalu. Sementara sehari sebelumnya (23/7/2011), korban dilaporkan ke polisi atas dugaan menggelapkan uang nasabah sebesar Rp 350 juta milik nasabah bernama Charles Lie. Namun, menurut pihak pengacara dan keluarga korban, tewasnya Wayan yang juga keponakan Gubernur Provinsi Bali itu menimbulkan sejumlah keganjilan. Pihak keluarga korban belum menerima jika kematian Wayan disebut pihak Polres Barru karena bunuh diri lantara stres. Sementara ketika diamankan di Polres Barru sekitar pukul 03.00 dini hari (24/7/2011), dua jam berikutnya atau sekitar pukul 05.00, Wayan yang bertubuh besar dan tinggi itu telah dilaporkan tewas gantung diri di salah satu pintu ruangan penyidikan di Polres Barru. Penasihat hukum korban, Esau Mozes Riupassa didampingi keluarga korban, Dedi, mengungkapkan hal itu ketika berkunjung ke redaksi Tribun, Selasa (23/8/2011). Keduanya memberikan keterangan dan pernyataan terkait kasus kematian korban yang sarat rekayasa sejumlah oknum terkait. Mozes mengungkapkan, ada sejumlah keganjilan dalam kasus yang dialami hingga tewasnya korban di ruangan penyidik Polres Barru. Saat korban ditemukan tewas, leher korban terikat tali lalu tergantung di kusen atas pintu ruangan penyidik tersebut. Talinya rapi dan simpulannya mirip tali pramuka. 'Kami menduga kematian korban bukan dengan cara gantung diri. Tetapi ada indikasi pembunuhan yang dilakukan secara terorganisir atau terencana, tegas Mozes, pengacara asal Kota Palopo itu. Beberapa indikasi tersebut disebutkan, yaitu sudah ada surat pernyataan tertulis korban yang juga diduga dibuat orang lain tentang penyelesaian kerugian nasabah bernama Chales Lie yang uangnya dianggap ditarik secara pribadi oleh Wayan sebesar Rp 300 juta tanpa pemberitahauan ke pemilik rekening bersangkutan. Surat tulisan tangan itu ditandatangani masing-masing pimpinan cabang BRI Rantepao Handaru Sakti, SPB Pieter Tupa, dan korban sendiri dengan materai 6000. Dalam surat pernyataan itu, korban diberi waktu menyelesaikan kerugian nasabah bersangkutan paling lambat tanggal 26 Juli 2011. Belum sampai tanggal 26 Juli, korban telah dilaporkan ke polisi pada 23 Juli yang diduga dilakukan pimpinannya sendiri. Namun, pada 23 Juli itu, korban belum menerima surat panggilan resmi polisi untuk pemeriksaannya. Sore hari, korban diperkirakan berangkat menuju Makassar. Mozes menyebutkan, saat dalam perjalanan ke Makassar itulah korban diduga sengaja diikuti dan ditangkap di Barru kemudian dihabisi karena korban diduga mengetahui ada masalah besar di lingkup BRI Rantepao yang diduga melibatkan pimpinannya sendiri. 'Saya juga sudah telusuri dan ketemu langsung dengan nasabah Pak Charles Lie yang disebutkan telah dirugikan oleh korban. Namun ternyata, Pak Charles mengaku selama ini tidak pernah merasa dirugikan dan isi rekeningnya juga tidak mengalami kerugian atau perubahan selama ini, beber Mozes. Nasabah bersangkutan juga mengaku tidak pernah membuat laporan polisi terhadap korban dan Ia juga tidak pernah dipanggil oleh pihak BRI untuk memberikan klariIikasi terkait rekeningnya di BRI Unit Bolu, Rantepao. Kemudian, tambah Mozes, kondisi dan posisi korban saat ditemukan tewas tergantung di pintu ruangan penyidik Polres Barru cukup ganjil jika disebutkan korban nekad bunuh diri. Mozes lalu memperlihatkan bagaimana posisi dan kondisi Ioto korban tergantung di pintu ruangan penyidik, kepada tribun. Menurutnya, tidak logis korban yang memiliki tubuh besar dan tinggi nekad bunuh diri dengan cara mengikat lehernya dan bergantung di kusen pintu ruangan penyidik tersebut sementara kakinya yang panjang masih menyentuh lantai bahkan tertekuk. 'Kalau tahanan tewas di dalam sel, itu biasa. Tetapi kalau di ruang penyidikan dengan cara gantung diri, ini tidak wajar. Apalagi, korban sempat ditawari minum kopi di luar oleh oknum polisi, tetapi ia menolak dan tetap berada di polres, ungkapnya. Selain itu, badan korban juga tersandar di dinding samping lemari yang ada di depan pintu tersebut. 'Dan sampai sekarang, pihak keluarga juga belum diberikan hasil visumnya, tambahnya. Karena itu, Mozes didampingi ipar korban, Dedi, berharap pihak Polda Sulsel melakukan penyelidikan dan mengusut tuntas kasus kematian korban tersebut. Ia juga mendesak pihak Polda Sulsel melakukan outopsi terhadap jenasah korban. Karerna menurut pihak keluarga, besar dugaan korban lebih dulu tewas sebelum tergantung di pintu penydik berdasarkan hasil pengamatan Iisik di tubuh korban sebelum dipulangkan ke kampung halamannya di Bali. Permintaan penyidikan terhadap kematian korban dilayangkan penasihat hukum korban pada 10 Agustus 2011 lalu. 'Kamis berharap ada langkah otopsi dan hasilnya bisa diketahui dengan jelas untuk memberi kepastian penyebab korban meninggal karena kami masih yakin korban tidak meninggal bunuh diri dengan cara gantung diri, kuncinya. Sumber : Kompas.com
Analisis Kasus 7 : Nama : 2 Pejabat Ditjen Pajak Jadi Tersangka Jenis : Korupsi Pelaku : Inisian B dan PS Kedudukan : 9ejabat Ditjen Pajak, Kementerian KeuanganKetua Pengadaan Barang dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TKP : Jakarta Kronologi dan Penyelesaian : Kejaksaan Agung menetapkan dua pejabat Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengembangan sistem inIormasi tahun anggaran 2006 senilai Rp35 miliar sampai 45 miliar. Kedua pejabat pajak itu diancam hukum 20 tahun sesuai UU No21/1999 yang diubah dengan UU 20/2001 tentang Tipikor. 'Mereka adalah B selaku Ketua Pengadaan Barang dan PS sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kedua pejabat itu telah resmi ditetapkan sebagai tersangka sesuai surat perintah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), kata Kapuspenkum Noor Rachmad di Kejagung, semalam sekitar pukul 21.30. Menurut Noor, mereka akan segera diagendakan untuk dipanggil guna diperiksa di gedung Bundar dan diambil langkah-langkah hukum. 'Saya belum bisa mengungkapkannya, sebab itu rahasia penyidikan dan juga kewenangan tim penyidik. Sebaiknya, kita tunggu saja perkembangannya. Namun yang pasti, lanjut Noor, penyidikan akan terus dikembangkan sampai ke akar-akarnya. 'Jadi tidak berhenti pada dua tersangka. Bisa saja berkembang ke atas (pejabat atasan), kesamping (pejabat setara), bisa juga berkembang ke bawah (para pelaksana) dan tidak menutup kemungkinan rekanan. Penetapan B dan PS sebagai terkait, dengan dugaan penyimpangan proyek pengembangan sistem inIormasi di Ditjen Pajak, berupa pemakaian alat-alat yang tidak sesuai spesiIikasi yang ditentukan. Bahkan di beberapa bagian tertentu dari proyek tidakdilaksanakan alias IiktiI. Kapuspenkum menjelaskan tim Satsus (Satuan Khusus) telah bergerak sejak pagi hingga malam ini, menggeledah di empat tempat, mulai kediaman tersangka di kawasan Cinere (Depok), Gandaria (Kebayoran Baru) hingga kantor proyek di Jakarta Barat sampai kantor Pusat Ditjen Pajak. 'Kita baru pulang dari kantor pajak (Ditjen Pajak) dengan dua kardus besar berisi sejumlah dokumen penting dan kini dibawa ke kantor, kata seorang sumber menjelaskan kepulangan tim penggeledah pukul 22.00. Tim serrupa juga membawa perangkat keras dan lunak dari tiga tempat lainnya. Sumber : Kompas.com