Anda di halaman 1dari 4

TAJUK RENCANA - Rabu, 07 Des 2011 08:36 WIB

SUMUT KESULITAN GAS


PENGUSAHA industri di Sumatera Utara mengeluh. Sebagian industri yang dikelola kesulitan gas. Pihak Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas) Sumut mengatakan, jika tiada jalan keluar untuk mengatasi pasokan gas tersebut, dua kemungkinan yang bakal terjadi. Pertama, bukan mustahil akan ada industri yang terpaksa tutup. Kedua, biaya produksi meningkat kalau membeli gas dengan harga yang cukup tinggi atau beban besar atas biaya pengganti gas. Pihak Apigas meminta perhatian pemerintah terhadap kesulitan pasokan gas bagi industri di Sumut ini. Berita tersebut sesungguhnya sangat memprihatinkan. Pada saat kondisi perekonomian yang berada pada titik yang harus ekstra hati-hati, seumpama yang dibuktikan dengan kenaikan harga emas, semestinya solusi terbaik segera dapat ditemukan untuk mengatasi kesulitan pasokan gas ke Sumut. Keberadaan industri di daerah ini, secara maksimal haruslah dipertahankan. Dari satu sisi, keberadaan sejumlah pabrik/industri membuka dapat menampung sekian ratus tenaga kerja. Pada sisi lain, dalam upaya menghindari kemungkinan merebak dampak perekonomian global yang terjadi di benua Amerika dan Eropa, kekuatan dalam negeri yang terkait produksi, perdagangan dan ekspor haruslah diperkuat. Ini sangat diperlukan, agar pengalaman sebelumnya, hanya menyisakan beberapa negara yang mampu bertahan, antara lain China, India dan Indonesia. Pengalaman saat ambruknya kondisi perekonomian di Amerika Serikat akibat ulah satu-dua pengusaha kakap, ternyata berdampak negatif pada sejumlah negara lain. Untuk itu, penguatan terhadap kelangsungan hidup industri di dalam negeri kita, seyogianya dipertahankan. Dalam usaha mencari solusi, hendaknya semua pihak terkait seperti KADIN, Pemprov Sumut, produsen dan instansi terkait gas lainnya, diharapkan duduk bersama membahas dengan serius. Kalau pertemuan pada penghujung November telah dilakukan, perlu dikawal butir kesepakatan yang dihasilkan. Jika ada kendala, segera kembali berkomunikasi untuk mengatasi kendala itu. Hal terpenting, jangan terjadi pembiaran atas masalah. Jangan pula pembiaran atas kesepakatan yang dicapai. Sebaliknya, segera dimatangkan langkah konkret apa yang seharusnya dapat dijalankan, supaya industri di Sumut dapat beroperasi dengan lancar. Kesungguhan pihak-pihak dari berbagai institusi dan lembaga maupun organisasi pengusaha sangat penting. Konsep yang ditawarkan, tentu dapat diperjuangkan melalui berbagai jalur formal maupun melalui pendekatan atau lobi-lobi. Kondisi industri di daerah Sumut, kiranya patut dipelihara dan didukung semua pihak. Aktivitas bisnis di dalam suatu daerah, begitu pula produksi dari berbagai industri, arus perdagangan yang terus bergerak, merupakan bagian dari indikator tentang kekuatan suatu daerah dalam bidang perekonomian dan perdagangan. Semua pihak berharap aktivitas tersebut lancar. Tetapi, kadangkala muncul satu-dua kendala. Itu harus segera diatasi. Pihak swasta, jika menemui

kendala adalah wajar melaporkan hal tersebut kepada pihak pemerintah, misal Pemprov Sumut. Mungkin melalui asosiasi atau KADIN. Pemerintah tentu diharap memberikan respons. Termasuk dalam masalah kesulitan gas, diharapkan Pemprov Sumut juga melalui dinas atau jalur yang dimilikinya, menggerakkan upaya untuk menemukan solusi yang tepat dan cepat. Sekali lagi, jangan biarkan industri di Sumut kesulitan gas !

TAJUK RENCANA - Senin, 05 Des 2011 07:55 WIB

DEMOKRASI ARAB-TURKI
SEPERTI yang diperkirakan sebelumnya, partai-partai berbasis Islam akan menang dalam pemilihan umum di negara-negara Arab pasca reformasi demokrasi di kawasan itu. Munculnya kelompok-kelompok Islam ini menimbulkan harapan sekaligus kekhawatiran banyak pihak. Partai Islam pertama yang meraih kememangan di era baru Timur Tengah yang disebut Arab Spring itu adalah Partai Ennahda di Tunisia. Kemenangan Partai Ennahda ini juga diikuti partai berbasis Islam di Maroko, Partai Keadilan dan Pembangunan, yang menyapu bersih suara dalam pemilu bersejarah negeri itu. Dan paling akhir di Mesir, Partai Persaudaraan Islam -- Ikhwanul Muslimim -- juga menjadi pemenang dalam pemilu demokratis pertama negeri itu pasca Hosni Mubarak lengser. Di negara-negara Arab lain, hal yang sama juga diperkirakan akan terjadi. Munculnya kekuasaan kubu Islam di Timur Tengah tak dapat dielakkan menimbulkan situasi baru di kawasan yang kaya energi tapi selalu bergejolak itu. Konstelasi politik, regional maupun internasional, akan mendapat dampak dari perubahan kepemimpinan Timur Tengah ini. Kekhawatiran dan harapan merebak sekaligus, tentu saja tergantung pada kepentingan siapa yang berbicara. Negara-negara Barat, apalagi Israel, adalah pihak yang khawatir atas perkembangan terbaru ini. Kenyamanan Barat-Israel dengan kondisi Timur Tengah seperti di masa lalu, kini telah terusik. Barat-Israel dalam beberapa dasawarsa terakhir memang merasa cukup nyaman dengan memiliki sekutu-sekutu erat di Timur Tengah, meski sekutu-sekutu tersebut merupakan para diktator, tiran, koruptor atau para pelanggar HAM berat. Tapi era itu kini telah berakhir. Gelombang aksi demonstrasi menuntut reformasi demokrasi di kawasan itu telah menumbangkan banyak sekutu AS-Israel. Yang menjadi kekhawatiran mereka adalah tumbangnya sekutu-sekutu Barat-Israel itu digantikan oleh kelompok-kelompok Islamis yang cenderung mengambil sikap bermusuhan. Barat-Israel sangat khawatir apa yang terjadi di Iran -- jatuhnya rezim Shah Iran yang pro-Barat diganti oleh kelompok Islam yang sangat anti-Barat -- terjadi juga di kawasan Arab Spring lainnya. Bila ini terjadi maka ini merupakan bencana besar. Tapi bila kita melihat lebih jernih, apa yang dikhawatirkan oleh negara-negara Barat itu adalah berlebihan. Pandangan atau analisis tersebut lebih pada sikap Islam-phobia dibanding dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan. Apa yang dapat dilihat dalam bulan-bulan terakhir menunjukkan bahwa kekhawatiran Barat itu tidak beralasan. Adalah benar bahwa partai-partai Islam telah dan akan menguasai negera-negara Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara, tapi partai-partai itu bukanlah partai militan berideologi Al Qaeda.

Rakyat negeri Arab juga merupakan masyarat pintar dan modern, yang tak ingin hidup dengan model Taliban. Mereka tetap ingin hidup dengan selimut Islam tapi bukan dengan konsep militan dan ortodoks. Partai-partai Islam tersebut pun juga sangat menyadari bahwa konsep Al Qaeda atau Taliban adalah era masa lalu, yang terbukti hanya membawa masalah. Ketidaksukaan terhadap Al Qaeda di negara-negara Barat tak berbeda dengan ketidaksukaan terhadap Al Qaeda di negara-negara Muslim. Partai-partai yang kini meraih kemenangan adalah partai Islam moderat. Bahkan Partai Ikhawanul Muslimin, yang di era Hosni Mubarak selalu digambarkan sebagai kelompok militan, ternyata sangatlah moderat. Dalam kampanyenya, partai itu selalu menekankan tak ingin mendirikan negara Islam atau mengambil sikap bermusuhan dengan Barat. Yang menarik, kiblat partai-partai Islam Arab ternyata Partai Keadilan (AKP) yang berkuasa di Turki. Partai pimpinan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan ini memang merupakan partai berbasis Islam tapi sangat moderat, termasuk dengan kebijakannya untuk bergabung dengan Uni Eropa dan sangat pro-ekonomi. Dengan faham seperti ini, maka kita akan melihat Turki-Turki lain di Timur Tengah dan Afrika Utara bukan rezim militan.

Anda mungkin juga menyukai