Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH MIKROBIOLOGI HASIL TERNAK

PROBIOTIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM IMUN MANUSIA

Wieda Nurwidada Haritsah Zain NRP. D051060101

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008
BAB I LATAR BELAKANG Kebiasaan masyarakat di dunia mengkonsumsi susu fermentasi telah ada sejak lama. Namun, baru pada akhir abad ke-19 diketahui bahwa mengkonsumsi susu fermentasi berhubungan erat dengan kesehatan. Fermentasi susu secara umum melibatkan metabolisme laktosa, yaitu proses pengubahan laktosa menjadi glukosa dan asam laktat oleh bakteri asam laktat. Perubahan komposisi susu fermentasi meliputi produksi asam laktat dari laktosa, produksi peptida dan asam amino dari protein dan produksi asam lemak dari lemak susu. Selama satu dekade terakhir, terdapat tren pemanfaatan susu fermentasi yang diberi tambahan bakteri Bifidobacterium spp.dan Lactobacillus acidophilus, seperti dilaporkan di negara Perancis (Surono 2004). Hasil penambahan kedua jenis bakteri diatas dapat digolongkan kedalam jenis produk pangan probiotik. Pangan probiotik merupakan pangan (makanan/minuman) yang mengandung sejumlah bakteri hidup yang memberi efek yang menguntungkan kesehatan. Produk susu fermentasi (hasil kerja bakteri asam laktat Bifidobacterium dan Lactobacilli) seperti yogurt dan susu asidofilus termasuk kedalam jenis produk pangan probiotik. Selain mempunyai nilai nutrisi yang baik, produk tersebut dianggap memberi manfaat terapeutik. Manfaat ini diperoleh akibat terbawanya bakteri-bakteri hidup ke dalam saluran pencernaan yang mampu memperbaiki komposisi mikroflora usus sehingga mengarah pada dominansi bakteri-bakteri yang menguntungkan kesehatan. Menurut Fuller (1997) Bifidobacteria dan Lactobacilli adalah bakteri yang secara alami ada dalam saluran pencernaan anak kecil dan orang dewasa. Khusus pada tulisan ini akan membicarakan peran probiotik pada sistem imun, meliputi pengertian probiotik dan bagaimana aksinya guna meningkatkan kesehatan melalui mekanisme respon imun.

BAB II TUJUAN Menurut Perdigon et al. (2001) pada kondisi normal sistem imun manusia ada pada jumlah yang tepat. Stres dan faktor lainnya, seperti infeksi, dapat menurunkan kemampuan bertahan sehingga kondisi tubuh melemah. Salah satu cara untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap seimbang, dapat dibantu dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung bakteri hidup, yang berfungsi memperbaiki kerusakan di saluran pencernaan dengan cara menstimulasi respon imun dan membantu membentuk resistensi terhadap infeksi. Gangguan pada sel epitel dan normal mikrobiota oleh patogen, virus, senyawa kimia, atau radiasi akan merusak mekanisme sistem imun, sehingga permeabilitas berubah dan memungkinkan bagi patogen dan senyawa berbahaya lainnya untuk menyerang, sehingga mengakibatkan infeksi atau penyakit. Berdasarkan hasil penelitian, salah satu fungsi bakteri asam laktat mampu menstimulasi sistem imun/kekebalan tubuh. Hal ini berkembang karena menurunnya kemampuan sistem imun yang tengah mengancam sebagian populasi manusia., sehingga ide memodifikasi bahan pangan sebagai salah satu cara penanganan masalah tesebut menjadi tema yang menarik perhatian. Hasil berbagai penelitian mengenai stimulasi sistem imun oleh mekanisme kerja probiotik terfokus pada : 1) pengamatan fungsi sistem imun dalam saluran pencernaan, 2) respon bakteri usus dan pembentukan sistem imun, dan 3) respon mikrobiota usus dan perlindungan terhadap infeksi. Makalah mengenai probiotik dan pengaruhnya terhadap sistem imun pada manusia bertujuan untuk mengetahui respon yang terjadi akibat mengkonsumsi produk pangan probiotik bagi sistem imun.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai mikrobia hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan konsumen, dengan menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup (Fuller, 1992). Seorang ilmuwan Rusia peraih Nobel, Elie Metchnikoff pertama kali memperkenalkan kegunaan bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan. Konsep probiotik kemudian dikembangkan dari sebuah teori autointoksikasi yang dikemukakan Metchnikoff. Menurutnya, secara perlahan pembusukan oleh bakteri dalam usus besar menghasilkan senyawa-senyawa beracun yang memasuki peredaran darah, yang disebut sebagai proses autointoksikasi. Proses inilah yang menyebabkan penuaan dan beberapa penyakit-penyakit degeneratif. Bakteri yang ikut terkonsumsi bersama produk tersebut dan kemudian mampu tinggal di usus, berpengaruh positif terhadap mikroflora di saluran pencernaan. Mikroorganisme yang berpeluang besar melintasi dan hidup pada saluran pencernaan adalah yang berasal dari tubuh manusia sendiri, sehingga berdasarkan hal tersebut bakteri yang digunakan untuk pembuatan probiotik diisolasi dari usus manusia atau dari feses bayi sehat. Ada sekitar 400 jenis bakteri dan lebih dari 1014 jumlah keseluruhannya, termasuk bakteri-bakteri patogen dan bakteri yang menguntungkan (Surono 2004) 3.2 Saluran Pencernaan Saluran pencernaan manusia merupakan pipa saluran yang membentang sepanjang 9 meter pada orang dewasa. Dari mulut, makanan bergerak ke bawah melalui kerongkongan (oesophagus) masuk ke dalam lambung. Dari lambung masuk ke usus kecil (duodenum, jejunum dan ileum) yang panjangnya 5-7 meter. Dari usus kecil memasuki usus besar atau kolon (caecum, ascending colon,

transverse colon, descending colon, sigmoid colon, rectum, anus) yang panjangnya 1,5 meter dengan diameter 5 cm (Winarno, 2003). Gambar 1 menunjukkan saluran pencernaan manusia. Menurut Murray et al. (2001) proses pencernaan adalah proses pemecahan bahan makanan dalam bentuk alaminya menjadi bentuk yang bisa diasimilasi. Pemecahan molekul makanan menjadi molekul yang lebih kecil melibatkan proses hidrolisis, sehingga makanan dapat diserap melalui epitel saluran cerna.

Gambar 1. Saluran Pencernaan Manusia Usus kecil merupakan pusat penyerapan zat-zat gizi. Dinding dalam usus kecil tertutup tebal oleh villi dan mikrovilli, sehingga memperluas permukaan usus, kira-kira luasnya mencapai 200 m2. Sedang dipermukaan dinding dalam kolon tidak memiliki villi dan mikrovilli, artinya permukaannya halus (Winarno 2003). Tujuh puluh sampai delapan puluh persen dari seluruh sel B terpusat atau terkumpul di dalam usus kecil dan menghasilkan antibodi setiap hari. Disamping itu di daerah dimana terdapat mukus yang padat villi, bila diamati dengan jeli ada bagian celah-celah yang tidak mengandung villi, daerah tersebut dikenal sebagai Peyers patches, yaitu suatu daerah yang berbentuk oval, dimana terdapat koleksi

atau konsentrasi limfosit dan makrofag. Limfosit membentuk kelompok dalam bentuk nodule sebesar 2 sampai 3 milimeter diameternya, yang disebut nodule lymphe. Dalam Peyers patches berisi 20-30 nodule lymphe (Perdign et al. 2001). Karena itu para pakar menyebutkan bahwa usus kecil merupakan organ imunitas terbesar dalam badan. Bakteri yang memasuki mulut bersama makanan akan mengalami banyak hambatan sepanjang perjalanan menelusuri saluran usus. Mulut rata-rata mengandung 100 juta bakteri per ml ludah (saliva). Pada saat memasuki lambung sebagian besar bakteri tersebut akan mati oleh getah pencernaan lambung HCl, yang bersifat asam kuat, kecuali bakteri yang tahan asam seperti bakteri asam laktat (Murray et al. 2001). Ke dalam saluran usus halus (khususnya di duodenum) dieksresikan getah pencernaan berupa cairan empedu dan cairan pankreatik untuk mencerna lemak, protein dan gula. Disini bakteri mendapat rintangan kedua, dan hanya bakteri tahan kondisi asam yang lolos bergerak maju kebagian usus berikutnya. Jumlah bakteri di ileum dan jejunum kembali meningkat, karena disana terjadi penetralan isi usus oleh getah pencernaan ditambah dengan lambatnya laju pergerakan isi usus, ternyata menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Hasil pencernaan beserta limbahnya bergerak menuju usus besar, yang merupakan habitat ideal untuk pertumbuhan bakteri usus. Dalam caecum jumlah bakteri mendadak meningkat dari 1010 sampai 1013 atau 10 triliun per gram isi caecum. Pada umumnya komposisi bakteri dalam usus besar sama dengan bakteri yang terdapat dalam feses (Winarno 2001). Menurut Murray et al. (2001) aktivitas bakteri dalam usus besar cukup tinggi, akibat terjadinya proses fermentasi dan putrefaksi. Bakteri-bakteri ini menghasilkan berbagai jenis gas seperti CO2, metana, hidrogen, nitrogen dan hidrogen sulfide, di samping asam asetat, laktat, propionat serta butirat. 3.3 Sistem Imun Menurut (Baratawidjaja 2006) sistem imun adalah hasil penggabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya

disebut respon imun. Sistem pertahanan tubuh berdasarkan mekanisme responnya menurut Surono (2004) dibedakan menjadi dua, yaitu innate immunity (respon imun alamiah, dikenal sebagai suatu respon imun non spesifik karena respon yang terjadi tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir); dan adaptive immunity (dikenal dengan istilah respon spesifik, karena sistem tersebut hanya dapat memproses benda asing yang sudah dikenal sebelumnya). Respon ini terdiri dari dua sistem, yaitu imunitas humoral dan selular yang terbentuk oleh kerja sel limfosit. Limfosit adalah sel darah putih non fagositik yang bertanggung jawab terhadap respon imun. Ada dua jenis limfosit, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T berasal dari timus, limfosit ini bertanggung jawab terhadap imunitas selular (kereaktifan kulit yang lambat, anti tumor, pertahanan sel terhadap jamur, patogen intrasel dan virus cacar) (Rungkat 1994). Limfosit B terutama berasal dari sel sumsum tulang belakang hewan mamalia dan dari bursa fabrikus pada burung. Limfosit ini bertanggung jawab atas imunitas humoral yang berhubungan dengan pembentukan protein spesifik yang beredar dalam plasma yang disebut antibodi atau immunoglobulin, disebut demikian karena di dalam serum darah antibodi terdapat dalam fraksi globulin (Murray et al. 2001). Limfosit mempunyai reseptor yang dapat mengenali antigen spesifik dan teraktivasi pada saat antigen hadir dan terikat pada permukaannya. Setelah teraktivasi limfosit mengendap pada imun humoral atau selular. Sel T tidak menghasilkan antibodi, tetapi dengan kehadiran antigen, sel asing tersebut akan segera dibunuh atau mengeluarkan senyawa kimia yang membantu penghacuran benda asing tersebut. Beberapa sel T juga membantu mengatur respon imun humoral dan selular. Kondisi sistem kekebalan tubuh (imunitas) menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat, sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit juga prima. Tiap kali ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh, diperlukan sekitar 10-14 hari untuk membentuk antibodi (Surono 2004). Menurut Rungkat (1994) antibodi atau zat kebal diproduksi oleh sel plasma akibat interaksi antara limfosit B dengan antigen. Antibodi akan

menghancurkan antigen, seperti bakteri dan virus penyebab penyakit, dengan cara mengikatkan diri pada antigen dan menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Selanjutnya sel protein dapat membedakan dan melumpuhkannya. Kemampuan sistem imun mukosal dalam menjaga tubuh terhadap infeksi dan peradangan saluran usus dan menstimulir sel T menjadi toleran terhadap antigen yang masuk bersama makanan. Sistem imun mukosal bertanggung jawab terhadap 60% produksi immunoglobulin setiap hari. 3.4 Immunoglobulin Menurut Baratawidjaja (2006) immunoglobulin dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Sel T mengenali antigen dengan molekul yang menyerupai antenna, sedangkan sel B diaktivasi oleh sitokin yang disekresikan oleh sel T, sehingga disekresikan antibodi. Pada manusia dikenal lima kelas immunoglobulin yang berbeda yaitu IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD. Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan bahwa unit dasar kelima immunoglobulin ini sama, yaitu berbentuk Y dan terdiri atas empat rantai polipeptida yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Dari empat rantai tersebut, dua merupakan rantai berat (H) dan dua lagi merupakan rantai ringan (L) (Murray et al. 2001). Fungsi kelima jenis immunoglobulin adalah : 1) IgG, adalah kelas immunoglobulin yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh yang diperantarai oleh antibodi dan terdapat dalam konsentrasi tertinggi pada serum manusia, karena itu sering digunakan sebagai model untuk penyelidikan struktur immunoglobulin secara umum. Hal ini disebabkan karena ukurannya relatif kecil dibandingkan dengan kelas immunoglobulin yang lain sehingga lebih mudah keluar dari pembuluh darah dan cepat mengambil bagian utama dalam mekanisme pertahanan di jaringan dan permukaan tubuh.. Kelas Reseptor-reseptor untuk IgG terdapat pada sel monosit, leukosit polimorfonuklear dan pada sel-sel retikoloendotelial dalam hati dan beberapa limfosit. IgG terbagi menjadi empat kelas, yaitu : IgG1, IgG2,

IgG3 dan IgG4, yang masing-masing terdapat perbedaan sekuen asam amino pada rantai beratnya (Rungkat 1994). Menurut Surono (2004) IgG adalah antibodi yang paling banyak terdapat dalam darah, yaitu sekitar 80%. Antibodi IgG adalah satu-satunya antibodi yang dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil, karena kemampuan dan ukurannya yang kecil, sehingga IgG seorang ibu akan membantu melindungi janinnya dari kemungkinan infeksi. 2) IgM, adalah immunoglobulin yang terdapat dalam konsentrasi nomor dua tertinggi di dalam serum darah manusia dan merupakan immunoglobulin utama yang dihasilkan dalam tanggap kebal primer. Pada proses aktivasi komplemen, netralisasi virus dan aglutinasi, IgM lebih efisien dibandingkan dengan IgG. Karena ukurannya relatif besar, molekul IgM terdapat terbatas pada pembuluh darah dan karena itu kurang penting dalam memberikan perlindungan cairan jaringan atau sekresi tubuh (Rungkat 1994). 3) IgA, immunoglobulin ini sangat penting dalam perlindungan saluran-saluran intestinal, respirasi dan urogenital, kelenjar susu dan mata terhadap invasi mikroba. Fungsi utama IgA adalah mencegah melekatnya antigen pada permukaan tubuh. 4) IgE, immunoglobulin ini mempunyai peran dalam memperantarai terjadinya reaksi alergi. 5) IgD, ditemukan pada permukaan banyak sel limfosit B (Baratawidjaja 2006). 3.5 Probiotik dan Sistem Imun dalam Saluran Pencernaan Pengertian probiotik sebagai mikrobia hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan konsumen, ialah dengan menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan dan dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup. Salah satu jenis probiotik yang telah banyak diteliti adalah bakteri asam laktat. Lactobacillus spp dan Bifidobacterium merupakan strain bakteri asam laktat yang banyak digunakan sebagai starter produk susu fermentasi. Penelitian tentang pengaruh penggunaan bakteri asam laktat atau produk susu yang mengandung bakteri asam laktat sebagai anti tumor dan mencegah infeksi saluran pencernaan, telah membantu pengembangan penelitian mengenai respon imun.

Berbagai jenis riset mengenai probiotik, khususnya yang berhubungan dengan respon imun telah dilakukan baik secara in vivo, maupun secara klinis (Surono 2004). Berdasarkan hasil penelitian secara in vivo pada tikus, menunjukkan bahwa pemberian Lactobacillus casei, Lactobacillus bulgaricus, Sreptococcus thermophilus dan Lactobacillus acidophilus masing-masing sejumlah 109 koloni/hari, selama 2, 5 dan 7 hari mampu meningkatkan Bc-12, suatu protein usus halus yang bertanggung jawab terhadap aktivasi selular dalam menstimulir produksi sitokin, pada potongan histologis dengan uji imunofluoresens. Komponen dan struktur dinding sel probiotik bertanggung jawab terhadap beragamnya sistem imun. Sedangkan hasil penelitian Perdign et al. (2001) menunjukkan bahwa dari 6 jenis bakteri asam laktat, yaitu L. casei CRL 431, L. acidophilus CRL 924, L. rhamnosus CRL 74, L. delbrueckii ssp. bulgaricus CRL 423, Lactococcus lactis CRL 526, dan S. thermophilus CRL 412, hanya L. casei, L. delbrueckii ssp. bulgaricus dan S. thermophilus yang mampu bertahan dari serangan bakteri patogen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bakteri asam laktat tertentu, yaitu L. casei, L. delbrueckii ssp. bulgaricus dan S. thermophilus dapat digolongkan sebagai probiotik yang secara khusus mampu menstimulasi pembentukan komponen pembentuk respon imun. Komponen probiotik dapat berinteraksi didalam saluran pencernaan dengan 3 cara, yaitu : 1) melalui sel epitel saluran usus kecil atau usus besar, 2) melalui sel folikel epitel dari Peyers patches, atau 3) interaksi dengan sistem imun yang berada pada mukosa saluran usus melalui sel M (Perdign et al. 2001). Mekanisme penyerapan probiotik ditunjukkan pada Gambar 2. Menurut Surono (2004) stimulasi sistem imun bakteri asam laktat adalah melalui komponen dinding sel, yaitu peptidoglikan yang menginduksi pada permukaan mukosa. Glukan pada dinding sel bakteri akan merangsang makrofag memproduksi interlukin, meningkatkan aktivitas proliferasi (penggandaan) sel limfosit. Sel limfosit membelah menjadi limfosit T dan limfosit B. Limfosit T akan melepas interferon, kembali mengaktifkan makrofag dan limfosit B dalam memproduksi antibodi. Selain itu, glukan juga akan merangsang makrofag lebih banyak memproduksi lisozim. Antibodi yang dihasilkan ini merupakan respon mekanisme humoral dalam kekebalan spesifik.

10

Gambar 2. Peningkatan Respon Sistem Imun oleh Bakteri Probiotik setelah Berinteraksi dengan Sistem Imun di Peyers patches (http://cvi.asm.org/cgi/content/full/14/5/485/F4[27-12-2007]) Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa bakteri probiotik dan partikelnya berinteraksi dengan makrofag dan sel dendritik untuk mengaktifkan sitokin. Hasilnya, produksi sitokin meningkat dan respon imun terbentuk. Pada proses ini terjadi perubahan IgM menjadi IgA oleh limfosit B bersama-sama dengan interleukin 10, interleukin 6, interleukin 4 dan TGF- dari sel-sel imun. Stimulasi probiotik dapat meningkatkan siklus IgA, meningkatkan jumlah sel IgA+ pada sel mukosa menuju usus. Sel IgA+ berpindah ke nodus limfoid mesentrik lalu ke duktus torasikus sampai ke pembuluh darah dan bermigrasi ke tempat-empat yang selektif seperti di bronkus atau kelenjar mamary. Selanjutnya sel-sel limfosit tersebut mencari tempat kembali di mukosa setelah bermigrasi (homing). Sitokin yang dilepaskan karena stimulasi bakteri probiotik di Peyers patches adalah pembawa pesan biologis dari jaringan komplek yang mengaktifkan respon sistem imun. Keterangan gambar : DC = dendritic cells; MQ = macrophages cells; APC = antigen-presenting cells; TL = T lymphocytes; BL = B lymphocytes. Dengan demikian, terbukti pentingnya celah tempat berkembang biaknya probiotik agar lebih baik efek imunnya di saluran usus baik usus kecil maupun usus besar. Konsumsi susu fermentasi menstimulir produksi sitokin, seperti interferon oleh limfosit, juga menstimulir pertumbuhan sel B, produksi antigen

11

spesifik, yaitu antibodi IgM dan IgG (Surono 2004). Berdasarkan penelitian pada manusia menunjukkan hasil, yaitu peningkatan produksi limfosit -interferon pada remaja dan orang dewasa yang mengkonsumsi dua gelas yogurt per hari. Analisis pengamatan dilakukan pada sel darah (kandungan sel darah merah dan sel darah putih; hemoglobin dan bahan lainnya) dan kandungan kimia darah (urea, kreatinin, sodium, potassium, klorida, CO2, celah anion, kalsium, fosfor, asam ureum, kalsium ionisasi, besi, total protein, labumin, globulin, kolesterol, alkalin dan fosfat). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa komsumsi yogurt dapat dihubungkan dengan peningkatan pertahanan sistem imun. Meskipun mekanisme dari pengaruh konsumsi ini belum diketahui, tetapi pengikatan bakteri asam laktat pada sel limfosit peripheral manusia dapat menjadi media pemanfaatan probiotik (Goldberg 1994). Sumber yang sama menyatakan bahwa produk pangan fermentasi mampu meningkatkan imunomodulasi lokal. Karena probiotik tidak secara permanen berkoloni dalam saluran pencernaan manusia dan hewan yang memakannya, sehingga jenis bakteri non-patogen ini harus dimakan secara teratur agar pencernaan kita tetap berjalan dengan baik. 3.6 Sistem Imun dalam Saluran Pencernaan Menurut Schmidl dan Labuza (2000) fungsi utama mikroba dalam saluran cerna, diantaranya adalah: 1) penghasil energi (mencerna laktosa, memproduksi asam lemak rantai pendek), 2) membantu pertumbuhan dan diferensiasi sel, 3) melawan bakteri patogen, 4) mereduksi lemak darah, 5) memproduksi vitamin, 6) membentuk respon imun alami (innate imunity) terhadap infeksi, dan 7) menstimulasi imun pada saluran cerna yang berhubungan dengan jaringan lymphoid. Surono (2004) menyatakan bahwa untuk memastikan bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan melakukan kontak dengan sistem imun, maka harus memiliki sifat-sifat penting, seperti toleran terhadap asam-asam empedu, viabilitas dalam saluran pencernaan, bertahan terhadap hambatan dalam usus seperti mukus, epitel, mikroflora kompleks, pelekatan pada mukosa usus dan pelekatan asam laktat pada mukosa. Respon imun terbentuk berdasarkan kemampuan sistem imun, yaitu limfosit dalam mengenali molekul asing (antigen) pada bakteri patogen, sehingga

12

memberikan reaksi yang tepat untuk melemahkannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh adalah dengan mengkonsumsi probiotik guna menunjang metabolisme tubuh. Mikroba hidup dalam produk probiotik diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam saluran pencernaan (Gazza 1998). Probiotik mampu menstimulir sistem imun, akibat adanya senyawa peptidoglikan dan lipopolisakarida dalam dinding selnya. Komponen dinding sel bakteri probiotik yang dikenal sebagai muramil dipeptida dapat memacu sistem imun (Surono 2004). Pada Peyers patches, penyerapan probiotik dilakukan melalui sel M (Perdign et al. 2002). Sel epitel usus, butir darah putih, limfosit B dan T semuanya berperan dalam sistem imun manusia. Senyawa dari bakteri yang menstimulir imun diantaranya adalah lipopolisakarida (LPS), peptidoglikan dan asam lipoteichoat. Khususnya asam lipoteichoat dari bakteri gram positif seperti Bifidobacteria mempunyai daya serap yang tinggi pada membran sel epitelial dan juga berperan sebagai pembawa antigen lain, mengikat ke jaringan target agar dapat terjadi reaksi imun (Surono 2004). Menurut Gazza (1998) mengkonsumsi produk yogurt yang menggunakan starter probiotik mampu meningkatkan respon imun, melalui mekanisme peningkatan seksresi immunoglobulin A (sIgA). sIgA berbentuk molekul dimer, dihasilkan oleh plasma sel dan hasil sekresinya. Komponen sekresi ini bertugas menjaga daya tahan dinding sel usus terhadap kondisi asam dalam saluran pencernaan dan disintesis oleh sel epitel dan IgM. sIgA paling banyak diproduksi oleh MALT (Mucosal Associated Lymphoid Tissue) dan sangat baik untuk mereflesikan respon saluran pencernaan secara spesifik (Surono 2004). Jaringan limfoid khusus yang tersebar di mukosa saluran cerna disebut GALT (Gut Assiciated Lymphoid Tissue). Dua jenis jaringan limfoid tersebut berfungsi sebagai sistem imun lokal, terutama di saluran pencernaan (Baratawidjaja 2006). Hal ini dapat menerangkan bahwa 2/3 dari seluruh sistem imun ada di saluran cerna.

13

BAB IV KESIMPULAN Pangan probiotik hingga abad 20 sangat digemari sebagai produk yang mampu meningkatkan kualitas kesehatan. Probiotik didefinisikan sebagai mikrobia hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan yang mengkonsumsinya, dengan cara menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup. Komponen probiotik dapat berinteraksi didalam saluran pencernaan dengan 3 cara, yaitu : 1) melalui sel epitel saluran usus kecil atau usus besar, 2) melalui sel folikel epitel dari Peyers patches, atau 3) interaksi dengan sistem imun yang berada pada mukosa saluran usus melalui sel M. Mekanisme kerja probiotik terhadap respon imun dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menstimulasi sitokin sebagai bahan timbulnya respon imun.

14

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, KG. 2006. Imunologi Dasar. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fuller, R. 1992. Probiotics : The Scientific Basis. New York: Chapman & Hall. Fuller, R. 1997. Probiotics 2 : Applications and Practical Aspects. New York: Chapman & Hall. Goldberg, I. 1994. Functional Foods : Designer Foods, Pharmafoods, Neutraceuticals. New York: Chapman & Hall http://www.immunologycentral.com/immunolymphaticsystemfaq.asp&h=426&w =472&sz=25&hl=id&start=10&tbnid=EvT4OKH1CMJC[27-12-2007]. http://cvi.asm.org/cgi/content/full/14/5/485/F4[27-12-2007] Mazza, G. 1998. Functional Foods : Biochemical and Processing Aspects. Lancaster: Technomic Publishing Co., Inc. Murray, RK, DK Granner, PA Mayes, VW Rodwell. 2001. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Perdign, G, R Fuller, R Raya. 2001. Lactic Acid Bacteria and Their Effects in The Immune System. Argentina: J. Intestinal Microbiolgy: 2(1): 27-42. Perdign, G, M Locascio, M Medici, APR Holgado dan G Oliver. 2002. Interaction of Bifidobacteria with the gut and their influence in the immune function. Argentina: Instituto de Histologa y Embriologa. Rungkat, FZ, Harsi DK, Betty SLJ. 1994. Pengembangan Produk Minuman Yakult dari Kacang Merah dan Kacang Tolo serta Evaluasi Komponen Antinutrisi dan Nilai Hayatinya [laporan penelitian]. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Schmidl, MK dan Theodore PL. 2000. Essentials of Functional Foods. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Surono, IS. 2004. Probiotik : Susu dan Kesehatan. Jakarta: YAPMMI (Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia) Winarno, FG. 2003. Mikroflora Usus bagi Kesehatan dan Kebugaran. Makalah Seminar. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

15

16

Anda mungkin juga menyukai