eLer CourevlLch 1he Second lmage 8eversed 1he lnLernaLlonal Source of uomesLlc ollLlcs" lotetootloool
Otqoolzotloo vol no (AuLumn 1978% pp 88191
7
pihak luar, di samping pengakuan yang dipaksa, penyiksaan, dan pencabulan hak tawanan
disamping menyekat kebebasan pers, bersuara, berkumpul, agama, privasi, dan hak pekerja
adalah melanggar deIinisi hak asasi manusia mereka. Mereka mendakwa semua masalah ini
bersumber pada keengganan kerajaan RRC memberikan hak menentang dan ketidaksempurnaan
sistem kehakiman dalam melindungi hak asasi politik individu.
Selama beberapa dekade, Hak Asasi Manusia merupakan alat yang minim digunakan China
dalam diplomasinya. Pengetatan hak-hak sipil dilakukan China untuk mempertahankan
kedaulatan pemerintahannya, dengan IilosoIi hidup 'never tink of yourself, give everyting in
service to society. Konsep Hak Asasi di China dianggap cukup oleh masyarakat, mereka lebih
peduli terhadap meningkatkan kualitas ekonomi keluarga dan menaikkan status sosial daripada
hak-hak sipil dan politik
4
.
Hal-hal itulah yang digunakan oleh pemerintah China untuk mempertahankan kebijakan hak-
hak sipil dalam negrinya dan membangun dukungan terhadap kebijakan hak asasi manusia dalam
politik luar negrinya. PerspektiI China terhadap Hak Asasi dan demokrasi ini menjadi implikasi
penting dalam hubungan China terhadap Negara-negara barat.
Rezim Hak Asasi Internasional dideIinisikan sebagai prinsip, norma, dan hukum, membentuk
standar universal melegitimasi segala perhatian internasional terhadap praktiknya secara
domestik dalam tiap Negara. Rezim ini juga mempengaruhi China, sehingga daripada susah
payah menentangnya, ia lebih memilih menerima legitimasi rezim tersebut seraya mencari cara
meminimalisasi kewajiban China menaatinya. Hal ini dapat dilihat dari kekikutsertaan China
dalam rezim hak asasi manusia internasional dan menandatangani %e United Nations Covenant
on Civil and Political Rigts.
D. Politik Luar Negeri Cina terhadap Lingkungan
Seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap isu lingkungan di dunia internasional, hal
ini menjadi perhatian bagi Cina pula. Kemajuan industri dan perokonomian Cina yang pesat
sejalan pula dengan berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi Cina. China juga
Mlng Wan oo klqbts lo cbloese lotelqo kelotloos uefloloq ooJ uefeoJloq Notloool lotetest unlverslLy of
ennsylvanla ress 1 p
8
merupakan salah satu konsumen energi terbesar di dunia, yang artinya, penyumbang kerusakan
alam terbesar pula.
Dunia internasional juga mulai menuntut terhadap Negara-negara industri besar untuk
berkontribusi dalam pengembalian keseimbangan alam. China telah ikut dalam berbagai
konvensi lingkungan internasional diantaranya; ntarctic-Environmental Protocol, ntarctic
%reaty, Biodiversity, Climate Cange, Climate Cange-Kyoto Protocol, Desertification,
Endangered Species, Ha:ardous Wastes, Law of te Sea, Marine Dumping, O:one Layer
Protection, Sip Pollution, %ropical %imber 83, %ropical %imber 94, Wetlands, and Waling.
AS dan China sebagai dua negara penghasil gas rumah kaca terbesar belum menunjukkan
komitmen memadai hingga sepekan berlangsungnya sesi ke-15 KonIerensi Para Pihak
KonIerensi Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (COP 15 UNFCCC).Kedua negara
itu dianggap belum memenuhi harapan negara-negara berkembang dan 27 negara Uni Eropa
yang peduli terhadap hasil akhir COP 15 UNFCCC. Uni Eropa berharap kedua negara tersebut
dapat memberikan kesepakatan untuk menyetujui komitmen mengurangi emisi gas kaca 25
hingga 45 atau di bawah 2 derajat Celcius pada 2020. Hal yang ditolak AS dan China sejak
COP 13 di Bali dan COP 14 di Poznan, Polandia.Uni Eropa sejak awal telah memasukan untuk
menambah komitmen mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 30 pada 2020, dari janji
sebelumnya hanya 20. Pengurangan diukur dari level emisi tahun 1990 sesuai dengan Protokol
Kyoto.Selain itu mereka menjanjikan bantuan Iinansial senilai US$10,6 juta untuk periode 3
tahun bagi negara-negara berkembang guna mendukung langkah pengurangan emisi gas kaca.
Saat ini China menjanjikan pengurangan emisi 40-45 dari eIisiensi, sementara AS berjanji
mengurangi 3 emisinya pada 2020 dari level 1990.Sesuai rancangan hasil negosiasi yang
beredar pada Jumat pekan lalu, negara-negara maju wajib menurunkan emisi, sementara negara
berkembang, seperti China dan India, tidak dituntut membuat komitmen wajib. Mereka dapal
melakukan swamitigasi untuk menahan peningkatan emisi gas rumah kaca.Sementara itu dari
Forum Bright Green yang digelar 12-13 Desember, PT RMI, mencatatkan Indonesia sebagai
negara pertama yang melakukan langkah nyata pemanIaatan teknologi terapan pemanIaatan gas
buang karbon dioksida.Forum Bright Green adalah pameran teknologi ramah lingkungan. Ajang
ini diikuti ratusan industri dan universitas kenamaan penyedia teknologi ramah lingkungan siap
pakai bernilai miliaran dolar AS.
9
Kesimpulan
China sebagai kekuatan ekonomi besar memiliki nilai tawar yang kuat dalam politik
internasional. Sehingga dalam setiap kebijakannya, ia dapat mengedepankan Kepentingan
Nasionalnya secara lebih maksimal lagi.
Kekuatan China membuat Negara-negara barat tidak dapat memaksakan keinginannya
dan menggunakan kekuatan militer untuk alasan masalah kemanusiaan di China seperti yang
dilakukan terhadap Serbia atas kasus Kosovo. Pengaruh politik China serta posisi
geostrategisnya membuat Negara-negara barat juga tidak dapat mengisolasi China demi
kepentingan mereka dalam area isu-isu penting. Kemampuan pemerintah China memobilisasi
kekuatan untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya membuat Irustasi Negara-negara barat
dan melemahkan kemampuan mereka dalam menuntaskan isu kemanusiaan dengan China.
Dalam masalah lingkungan, sikap China cukup positiI disbanding dengan Negara
industry besar yang stara deangannya yakni amerika. China memperlihatkan komitmen politik
yang jelas dalam kontribusinya terhadap perbaikan lingkungan. Contohnya, dalam penurunan
emisi karbon.
DAFTAR PUSTAKA
http://bataviase.co.id/detailberita-10399161.html
Ming Wan, Human Rigts in Cinese Foreign Relations, Defining and Defending National
Interest, University oI Pennsylvania Press: 2001, p.20
Joseph S. Nye, Jr., 'soIt power, foreign policy, no. 80 (Fall 1990), pp. 153-171
Peter Gourevitch, 'The Second Image Reversed: The International Source oI Domestic Politics,
International Organi:ation, Vol.32, No.4 (Autumn 1978), pp. 881-912
http://www.Imprc.gov.cn/eng/wjdt/ (22 november 2011)