Anda di halaman 1dari 38

TONSILITIS

I. FARING
1.1. Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus dengan struktur
tubular iregular mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra servikal VI, berlanjut
menjadi esophagus dan sebelah anteriornya laring berlanjut menjadi trakea.
Batas-batas Iaring :
Superior : Oksipital dan sinus sphenoid
InIerior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. KrikoIaringeus
Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring
Posterior : kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang longgar.
Faring dibagi menjadi tiga bagian :
NasoIaring (EpiIaring)
OroIaring (MesoIaring)
LaringoIaring (HipoIaring)

1.1.1. Nasofaring
Batas-batas nasoIaring :
Superior : Basis Cranii
InIerior : Bidang datar yang melalui palatum molle
Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana
Posterior : Vertebra Servikalis
Lateral : Otot-otot konstriktor Iaring
Mukosa nasoIaring sama seperti mukosa hidung dan sinus paranasalis yaitu terdiri dari epitel
pernaIasan yang bersilia dan mengandung beberapa kelenjar mukus di bawah selaput
(membrana) mukosa terdapat jaringan Iibrosa Iaring sebagai tempat melekatnya mukosa.
Ruang nasoIaring yang relatiI kecil mempunyai beberapa sturktur penting, yaitu :
Jaringan adenoid, suatu jaringan limIoid yang kadang disebut tonsila Iaringea atau tonsil
nasoIaringeal, yang terletak di garis tengah dinding anterior basis sphenoid.
Torus tubarius atau tuba Iaringotimpanik, merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasoIaring, tepat di atas perlekatan palatum molle dan satu sentimeter di
belakang tepi posterior konka inIerior.
Resesus Iaringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai Iossa Rosenmuler,
merupakan tempat predileksi karsinoma Iaring
Muara tuba eustachius atau oriIisium tube, terletak di dinding lateral nasoIaring, dan inIerior
torus tubarius, setinggi palatum molle
Koana atau nares posterior

1.1.2. OroIaring (MesoIaring)
Merupakan kelanjutan dari nasoIaring pada tepi bebas dari palatum molle. Batasnya :
Superior : Palatum molle
InIerior : Bidang datar yang melalui tepi atas epiglotis
Anterior : Berhubungan dengan kavum oris melalui istmus
Posterior : Vertebra servikalis 2 dan 3 bersama dengan otot-otot prevertebra
Istmus Iaucius dibatasi oleh arkus Iaringeus kanan dan kiri. Arkus Iaringeus sendiri dibentuk
oleh pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat m. Palatoglosus dan bagian posterior
terdapat m. PalatoIaringeus. Diantara kedua pilar tersebut terdapat Iossa/ruang tonsilaris,
berisi jaringan limIoid yang disebut tonsila palatina.



Gambar. Penampang Faring

1.1.3. LaringoIaring (HipoIaring)
Terletak di belakang dan sisi kiri dan kanan laring yang disebut sinus atau Iossa piriIormis.
Dimulai dari segitiga valekula yang merupakan batas oroIaring dengan laringoIaring, sampai
setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat masuknya spingter krikoIaringeus. Batas-batas
lainnya :
Superior : Bidang datar melewati tepi atas epiglotis atau setinggi valekula
InIerior : Tepi bawah kartilago krikoid
Anterior : Aditus Laring
Posetrior : Vertebra servikalis 3 sampai 6.
Valekula sendiri merupakan suatu cekungan yang dangkal dengan batas-batas :
Anterior : basis lidah
Posterior : Iasies epiglotis anterior
Lateral : plika Iaringoepiglotika
Medial : plika glossoepiglotika
Fossa piriIormis mempunyai batas-batas :
Medial : Plika ariepiglotika
Lateral : kartilago tiroid dan membran tirohioid

1.2. Jaringan LimIoid pada Faring
Jaringan limIoid yang berkembang pada Iaring dengan baik dikenal dengan nama cincin
Waldeyer yang terdiri dari :
Tonsila Palatina (Iaucial)
Tonsila Faringeal (adenoid)
Tonsila Lingualis
Lateral Faringeal Band
Nodul-nodul soliter di belakang Iaring

Gambar. Cincin Waldeyer


Jaringan LimIoid NasoIaring
Adenoid atau bursa Iaringeal/Iaringeal tonsil merupakan massa limIoid yang berlobus dan
terdiri dari jaringan limIoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya.
Penyakit Thornwaldt`s merupakan inIeksi dari bursa Iaringeal ini.
Adenoid bertindak sebagai kelenjar limIe yang terletak di periIer, yang duktus eIerennya
menuju kelenjar limIe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis semu bersilia yang
merupakan kelanjutan epitel pernaIasan dari dalam hidung dan mukosa sekitar nasoIaring.
Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan sebagian kecil cabang palatina A.
Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus Iaringeus ke dalam Vena Jugularis
Interna.

Gambar. Adenoid

Aliran limIe melalui kelenjar interIaringeal yang kemudian masuk ke dalam kelenjar
Jugularis. PersaraIan sensoris melalui N. NasoIaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.
Tubal tonsil dibentuk terutama oleh perluasan nodulus limIatikus Iaringeal tonsil ke arah
anterior mukosa dinding lateral nasoIaring. Nodulus-nodulus tersebut terutama ditemukan
pada mukosa tuba eustachius dan Iossa Rossenmuler. Jaringan limIoid ini disebut juga
Gerlach`s Tonsil.


Gambar. NasoIaring dan OroIaring

Jaringan LimIoid OroIaring
1.2.2.1. Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limIoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah
diantara kedua tonsil palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila sirkumvalata ke
epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-
sel limIoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri,
yang akhirnya membentuk detritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A.
Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis Interna.
Aliran limIe menuju ke kelenjar servikalis proIunda. PersaraIannya melalui cabang lingual N.
IX.

Tonsila Palatina
1.2.2.2.1. Embriologi
Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan germinal entoderm dan mesoderm, dimana
entoderm akan membentuk bagian epitel sedangkan mesoderm akan tumbuh menjadi jaringan
mesenkim tonsil.
Pada masa perkembangan janin, Iaring akan tumbuh dan meluas ke arah lateral dimana
kantung kedua akan tumbuh ke arah dalam dari dinding Iaring yang selanjutnya akan menjadi
Iossa tonsilar primitiI yang terletak antara arkus brakialis kedua dan ketiga. Fossa tonsilaris
ini akan terlihat jelas secara makroskopis pada minggu keenambelas.

Gambar. Embriologi Tonsil

Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis kedua dan ketiga melalui pertumbuhan ke arah
dorsal atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh secara progresiI saat usia janin
tiga sampai enam bulan, sebgai massa yang solid yang tumbuh ke arah dalam dari permukaan
epitel dan selanjutnya tumbuh bercabang-cabang dan berongga. Sedang limIosit-limIosit
muncul dekat susunan epitel kripta pada bulan ketiga, lalu tumbuh secara terorganisir sebagai
nodul-nodul setelah janin berusia enam bulan.

1.2.2.2.2. Anatomi Tonsila Palatina
Dalam bidang THT dikenal tiga buah tonsil, yaitu tonsila palatina, tonsila Iaringeal dan
tonsila lingualis. Dalam pengertian sehari-hari, yang dikenal sebagai tonsil adalah tonsila
palatina, sedangkan tonsila Iaringeal dikenal sebagai adenoid.
Tonsil terletak dalam Iossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25
mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilaris, di bagian
depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior), sedangkan di bagian belakang
dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan
selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle.
Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula Iibrosa yang kuat dan berhubungan dengan
Iascia Iaringobasilaris yang melapisi m.Konstriktor Faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk
ke dalam jaringan tonsil , membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraI
tonsil.

Gambar. Tonsila Palatina

Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan
muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah, berbentuk celah kecil yang
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di pole atas, sering
menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk
pertumbuhan kuman, dan juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis dimana pada
bagian bawahnya terdapat Iolikel yang kadang membesar. Plika ini penting karena sikatriks
yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik Iolikel tersebut ke dalam Iossa
tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pad cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika
semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat denganruang
supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting peranannya
dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak,
antara tonsil dangan Iossa tonsilaris mudah dipisahkan.
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik sering menjadi tempat
penyebaran inIeksi dari tonsil, yaitu :
Ruang peritonsil (ruang supratonsil)
Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :
Anterior : M. Palatoglossus
Lateral dan Posterior : M. PalatoIaringeus
Dasar segitiga : Pole atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivari Weber, yang bila terinIeksi dapat menyebar ke
ruang peritonsil, menjadi abses peritonial.
Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk
oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada
bagian posteromedialnya terdapat m. Pterigoideus Internus dan bagian atas terdapat Iasikulus
longus m.temporalis. bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama
trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsilar.
Ruang paraIaring (ruang Iaringomaksilar ; ruang pterigomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah besar,
sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah :
Superior : basis cranii dekat Ioramen jugulare
InIerior : os hyoid
Medial : m. Konstriktor Iaringeus superior
Lateral : ramus asendens mandibula, tempat m.Pterigoideus Interna dan bagian posterior
kelenjar parotis
Posterior : otot-otot prevertebra.
Ruang paraIaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosessus styloideus dan otot-otot yang
melekat pada prosessus styloideus tersebut.
Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radang tonsil, mastoiditis,
parotitis, karies gigi atau tindakan operatiI.
Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. Karotis Interna, V. Jugularis, N.
Vagus dan saraI-saraI simpatis.

Gambar. Tonsila Palatina dan struktur sekitarnya

1.2.2.2.3. Vaskularisasi Tonsil
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :
A.Palatina Asendens, cabang A. Fasialis memperdarahi bagian postero inIerior
A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero inIerior
A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi daerah antero media
A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi daerah postero superior
A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor memperdarahi daerah
antero superior.
Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis dan pleksus
venosus Iaringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna. Pembuluh vena tonsil
berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding
Iaring.

Gambar. Vaskularisasi Tonsil

1.2.2.2.4. Aliran LimIe Tonsil
Tonsil tidak mempunyai sistem limIatik aIeren. Aliran limIe dari parenkim tonsil ditampung
pada ujung pembuluh limIe eIeren yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk
pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor Faringeus
Superior, selanjutnya menembus Iascia bucoIaringeus dan akhirnya menuju kelenjar
servikalis proIunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di
bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limIe dilanjutkan ke nodulus limIatikus daerah
dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.









Gambar. Aliran LimIe Tonsil

1.2.2.2.5. Inervasi Tonsil
Terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V) dan N. Lingualis (cabang N
IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga
mempersaraIi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui 'Jacobson`s Nerve.

Gambar. Inervasi Tonsil
1.2.2.2.5. Histologi Tonsil
Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin yang meliputi dua pertiga
bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada beberapa tempat masuk menjorok ke dalam
tonsil, membentuk kerangka penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut trabekula`.
Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh limIatik eIeren, dan saraI.
Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot serta pulau-pulau kartilago hialin, yang
merupakan sisa jaringan embrional arkus brakialis. Membrana mukusa tonsil terdiri dari
epitel berlapis gepeng dan pada beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan
invaginasi ke dalam massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini
berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta lebih tipis bila
dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada bebrapa tempat, kripta ini tidak
dilapisi mukosa sam sekali. Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limIoid
yang pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut Iolikel,
dengan diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam Iolikel, terdapat sel-sel limIosit dalam berbagai
stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya disebut sentrum germinativum`.
Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat ditemukan sel-sel limIosit yang bermigrasi atau
mengadakan inIiltrasi melalui mukosa yang tipis.

1.2.2.3. Lateral Faringeal Band (Adenoid)
Merupakan jaringan limIoid yang mempunyai beberapa kripta yang rudimenter dan terletak
mulai dari sudut yang diben tuk oleh permukaan belakang pilar posterior dengan dinding
Iaring.

1.2.2.4. Nodul-nodul LimIatik Soliter
Tersebar pada dinding posterior Iaring, di bawah adenoid, melengkapi terbentuknya cincin
Waldeyer`. Nodul-nodul ini bila meradang akan membengkak denga hebat, sementara tonsil
akan tenang saja, padahal jarak keduanya hanya 3-4 mm.

1.2.3. Jaringan LimIoid HipoIaring
Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada jaringan limIoid yang spesiIik di daerah
hipoIaring/ laringIaring ini, seperti halnya di nasoIaring dan oroIaring. Hanya disebutkan
bahwa jaringan limIoid tersebut banyak tersebar pada seluruh permukaan mukosa hipoIaring
sebagai kumpulan massa yang kecil-kecil (Iolikel limIoid).
Mengenai jaringan limIoid daerah laring, disebutkan memegang peranan penting di dalam
klinik terutama hubungannya dengan proses keganasan.
Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut elastis sehingga tidak memiliki jaringan limIoid.
Daerah Supraglotis sebaliknya memiliki jaringan limIoid yang banyak terutama pada plika
Ientrikularis. Aliran limIatiknya berawal dari insersi anterior plika ariepiglotika dan berakhir
sebagai pembuluh yang lebih kecil sebagai bundle neurovaskular laring. Jaringan limIoid ini
bertanggung jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral.
Jaringan InIraglotis, tidak sebanyak di supraglotis, tetapi dapat terjadi invasi karsinoma
bilateral dan kontralateral melalui jaringan pre dan paratrakeal.
Seluruh jaringan limIoid daerah laring bermuara ke jaringan limIoid servikal superior dan
inIerior dalam.

1.3. Fisiologi Rongga Mulut dan Faring
Secara umum, rongga mulut dan Iaring mempunyai Iungsi dalam :
Proses menelan dan pernaIasan
Pertahanan tubuh
Proses Ionasi
Fungsi utama nasoIaring adalah sebgai tbung kaku dan terbuka untuk udara pernaIasan. Pada
waktu menelan, muntah, sendawa, dan tercekik, nasoIaring akan terpisah dengan sempurna
dari oroIaring karena palatum molle terangkat sampai ke dinding posterior oroIaring.
NasoIaring juga merupakan saluran ventilasi dari telinga tengah melalui tuba eustachius dan
sebagai saluran untuk drainase dari hidung dan tuba eustachius. Sebagai ruang resonansi
sangat penting dalam pembentukan suara.
OroIaring dan hipoIaring selain berIungsi sebagai saluran pernaIasan,juga berIungsi sebagai
saluran drainase dari nasoIaring, sebagai saluran makanandan minuman dari rongga mulut,
terakhir sebagai rung resonansi dalam pembentukan suara.

1.3.1. Proses Menelan dan PernaIasan
Proses menelan merupakan Iungsi neuromuscular kompleks yang melibatkan struktur dari
cavum oris, Iaring, laring, dan esophagus. Dibagi dalam 4 Iase, yaitu : Iase persiapan oral,
Iase oral, Iase Iaringeal, dan Iase esophagus. Fase pertama dan kedua di bawah control
volunter, Iase ketiga dan keempat adalah involunter.

1.3.1.1. Fase Volunter
Fase persiapan oral :
Meliputi gerakan mengunyah yang melibatkan kordinasi dari
Penutupan bibir untuk menahan makanan dalam mulut bagian anterior
Tekanan dari otot labial dan buccal untuk menutup sulkus anterior dan lateral
Gerakan memutar dari rahang untuk mengunyah
Gerakan memutar ke lateral dari lidah untuk menempatkan posisi makanan di atas gigi
selama proses mastikasi
Palatum molle bulging ke belakang mendorong cavum oris ke belakang dan melindungi jalan
naIas, serta persiapan untuk menelan.
Pada akhir dari Iase ini dan persiapan untuk Iase oral, lidah mendorong makanan menjadi
bolus dan menahan dengan gaya kohesiI pada palatum durum.

Fase Oral :
Fase oral masih merupakan proses menelan secara mekanik, dimana makanan dipindahkan
dari belakang cavum oris ke anterior Iaucial arches untuk memulai proses menelan. Pada Iase
ini, lidah memegang peranan yang sangat penting, dimana dengan lidah dapat mengangkat
dan menekan bolus ke belakang dank e dapan palatum durum, sehingga makanan dapat
memenuhi bagian anterior Iaucial arches. Tekanan otot-otot bucal juga berperan dalam
mendorong bolus ke belakang namun tidak sekuat dorongan lidah. Setelah makanan berada di
anterior Iaucial arches, terjadi presipitasi rIleks menelan melalui nn. GlossoIaringeus.

1.3.1.2. Fase Involunter
Aspek reIleks dalam menelan sangat penting karena jalan naIas harus terlindungi selama
proses ini. Fase persiapan oral dan Iase oral dapat dipersingkat dengan merubah konsistensi
makanan menjadi cari, meletakkan makanan pada bagian belakang mulut, atau dengan
mengubah posisi kepala ke belakang sehingga gaya gravitasi dapat membawa makanan ke
Iaring. Namun Iase Iaringeal atau Iase reIlek ini tidak dapat dipersingkat.
ReIlek menelan dirangsang di Iormatioretikularis pada otak yang berdekatan dengan pusat
respirasi. Terdapat koordinasi dari kedua pusat ini dimana respirasi berhenti untuk
memberikan waktu beberapa detik selama proses menelan berlangsung. Terdapat juga
rangsang kortikal untuk merangsang gerakan menelan melalui bentuk gerakan lidah pada Iase
oral dari menelan.

AktiIitas Neuromuskular
Pada waktu reIlek menelan terjadi, pusat menelan di pusat otak memprogram 4 aktiIitas
neuromuscular, yaitu :
Penutupan veloIaringeal untuk mencegah reIluk dari makanan ke rongga hidung
Peristaltik Iaringeal untuk menyiapkan bolus melalui Iaring
Proteksi jalan naIas, dimana melibatkan elevasi dan penutupan laring
Spingter krikoIaringeal atau esophagus bagian atas membuka sehingga bolus dapat masuk ke
esophagus

Proteksi jalan naIas
Proteksi jalan naIas akibat adanya elevasi dan penutupan laring. Elevasi disebabkan oleh
kontraksi dari strap muscle, dimana posisi laring ke atas dank e belakang lidah pada saat basis
lidah retraksi diakhir Iase oral dari menelan. Laring akan ke atas dan berada diluar jalur yang
dilalui makanan pada saat melalui basis lidah.
Penutupan laring melibatkan tiga spingter yaitu epiglottis ariepiglotik Iold, Ialse vocal Iold,
dan true vocal Iold. Jalan naIas menutup hanya untuk memberikan waktu untuk makanan
melalui jalan naIas dan kembali terbuka setelah makanan melaluinya.

Peristaltik Faringeal
Peristaltic Iaringeal bertanggung jawab dalam membersihkan material makanan dari resesus
Iaringeal, termasuk valekula dan sinus piriIormis setelah proses menelan.

KrikoIaringeal
Otot krikoIaringeal bekerja bekerja berlawanan dengan mekanisme otot konstriktor dari
Iaring. Pada saat istirahat mm konstriktor relaksasi dan mm krikoIaringeus atau spingter
esophagus menutup untuk mencegah masuknya udara kedalam esophagus bersamaan dengan
inhalasi ke paru-paru.
Bila bolus telah melalui daerah krikoIaringeus maka dimulai Iase esophageal. Sepertiga
bagian atas dari esophagus terdiri dari campuran otot volunter dan involunter, sedang dua
pertiganya secara keseluruhan merupakan otot volunter. Spingter esophageal bawah berIungsi
sebagai katup bagi lambung. Katup ini relaksasi pada saat bolus masuk ke dalam lambung.

1.3.2. Fungsi Faring (Tonsil) dalam Proses Pertahanan Tubuh
1.3.2.1. Fisiologi Tonsil
Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam Iase-Iase awal
kehidupan, terhadap inIeksi mukosa nasoIaring dari udara pernaIasan sebelum masuk ke
dalam saluran naIas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil
mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang
menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,
biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan
dapat dipakai sebagai indeks aktiIitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sbelum masa
pubertas, terjadi kemunduran Iungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesiIik dan non spesiIik.

1.3.2.1.1. Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik
Mekanisme pertahanan spesiIik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limIoid
untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat
tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam
jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat
ditangkap oleh sel Iagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap Iagosit.
Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel Iagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan
memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut Iagosom.
Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya belum diketahui
pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk
pembentukan superoksidase yang akan membentuk H
2
O
2
, yang bersiIat bakterisidal. H
2
O
2

yang terbentuk akan masuk ke dalam Iagosom atau berdiIusi di sekitarnya, kemudian
membunuh bakteri dengan proses oksidasi.
Di dalam sel Iagosit terdapat granula lisosom. Bila Iagosit kontak dengan bakteri maka
membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam Iagosom
membentuk rongga digestiI, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan proses
digestiI.



2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap
udara pernaIasan sebelum masuk ke dalam saluran naIas bawah. Tonsil dapat memproduksi
Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen.
Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan Ig-E yang berIungsi untuk
mengikat sel basoIil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang
berisi mediator vasoaktiI, yaitu histamin.
Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E, sehingga permukaan sel
membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan
keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi hipersensitiIitas tipe I, yaitu atopi, anaIilaksis,
urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan dari plasma sel,
terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.
Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses immunologi,
sehingga dalam proses netralisasi dari inIeksi virus, Ig-A mencegah terjadinya penyakit
autoimun. Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta
untuk menghambat proses bakteriolisis.
Jaringan Limfoid Hipofaring tersebar di seluruh permukaan mukosa hipoIaring sebagai
kumpulan massa yang kecil-kecil (Iolikel limIoid), dan tidak ada jaringan limIoid spesiIik
pada daerah ini.
Jaringan Limfoid Laring memegang peranan yang sangat penting dalam klinik terutama
hubungannya dengan proses keganasan.
O Daerah Glotik, terdiri dari serabut-serabut elastik, sehingga tidak memiliki jaringan
limIoid
O Daerah Supraglotik, memiliki jaringan limIoid yang banyak terutama pada plika
ventrikularis. Aliran limIatiknya berawal dari insersi anterior plika arieloglotika dan
berakhir sebagai pembuluh yang lebih kecil sepanjang -:ndle ne:rovasc:lar laryng.
Jaringan limIoid supraglotik ini bertanggung jawab terhadap metastase karsinoma
bilateral dan kontralateral.
O Jaringan limIoid InIraglotik, tidak sebanyak di supraglotik tetapi dapat terjadi invasi
karsinoma bilateral dan kontralateral melalui jaringan limIoid pre dan paratrakeal.
Seluruh jaringan limIoid daerah laring seluruhnya bermuara ke jaringan limIoid
servikal superior dan inIerior dalam.

II. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang
biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen
dalam kripta.

2.1. Tonsilitis Akut
2.1.1. Etiologi
Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh r:p A Streptococc:s -eta
hemolitik:s. Meskipun pneumokokus, staIilokokus dan Haemophilus inIluenzae juga virus
patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus
viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.
2.1.2. Patofisiologi
InIeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya lekosit polimorIonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan
kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari
penyebab tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam Iase patologi sebagai berikut:
1. Peradangan biasa pada area tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis Iolikularis, bila bercak-
bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris.
Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu (pseudomembran)
yang menutupi tonsil.



Gambar. Tonsilitis Akut

2.1.3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan
pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya disertai
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak naIsu makan dan
nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n GlosoIaringeus.
Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk Iolikel, lakuna, atau tertutup oleh
membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

2.1.4. Pengelolaan
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah baring,
pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral eIektiI untuk mengurangi nyeri.
Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih
merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap
penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesiIik yang eIektiI melawan
organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai
sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat
dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non
supurativa seperti neIritis dan jantung rematik.
EIektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat berkontak
dengan dinding Iaring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila
palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan berkumur yang
dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi
beberapa tingkat perjalanan penyakit.

2.2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan
yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan Iisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil
dapat disebabkan kuman r:p A Streptococc:s -eta hemolitik:s, Pne:mococc:s,
Streptococc:s viridans dan Streptococc:s piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa
sebagian besar tergantung pada inIeksi.
2.2.1 Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal
pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak naIsu makan dan
rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain)
melalui n. Glossopharingeus (n.IX).
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya
bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk dalam
kategori tonsilitis kronis, yaitu:
1. Tonsilitis kronis hipertroIikans,
yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertroIi dan pembentukan jaringan parut.
Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar
dari kripta tersebut.
2. Tonsilitis kronis atroIikans,
Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atroIi), di sekelilingnya hiperemis dan pada
kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.
Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi
rendah dan jarang ditemukan Streptococc:s -eta hemolitik:s.



Gambar. Tonsilitis Kronis HipertroIikans
2.2.2. Pengelolaan
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinIektan. Pada
keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka
terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).


2.2.3. Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis
kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limIogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, neIritis, uveitis,
irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan Iurunkulosis.

III. PENYAKIT INFEKSI LAIN YANG MENGENAI TONSIL
3.1. Tonsilofaringitis Difterika
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan
anak. Penyebab tonsillitis diIteri adalah oryne-acteri:m diphteriae, kuman yang termasuk
gram positiI dan hidup di saluran naIas bagian atas yaitu hidung Iaring dan laring.
Tonsillitis diIteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
Irekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal, dan gejala
akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala inIeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh biasanya
subIebris, nyeri kepala, tidak naIsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri
menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pse:domem-ran).
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasoIaring,laring, trakea, dan bronkus
yang dat menyumbat saluran naIas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga
bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila inIeksinya berjalan
terus, kelenjar limIe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeesters hals. Gejala akibat
eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman diIteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis, mengenai
saraI kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernaIasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis diIteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan
preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membrane semu dan
didapatkan kuman oryne-acteri:m diphteriae. Meskipun dengan perawatan semua gejala
klinis telah hilang, tetapi kuman diIteri masih dapat tinggal dalam tonsil (dan Iaring) bahkan
kadang-kadang didapat karier diIteri yang tidak pernah mengalami gejala penyakitnya. Pada
karier yang ditemukan sebaiknya diterapi secepatnya, disusul tindakan tonsilektomi maupun
adenoidektomi.

3.2. Scarlet Fever
Adalah inIeksi yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus yang gejalanya mirip
tonsilitis Iolikularis akut. Penyakit ini disertai demam, nyeri tengorok dan ruam yang
menyeluruh pada kulit di seluruh tubuh. Pada tonsil yang terkena nampak edematus,
hiperemis dan terdapat eksudat mukopurulen yang nampak sebagai membran tipis. Pda
mukosa mulut dan Iaring nampak eritema yang hebat dan pada lidah nampak gambaran khas
straw-erry tong:e.

3. 'incent`s Angina
Disebabkan oleh basilus IusiIorme, penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan
higine mulut yang buruk. Pada tonsil terbentuk bercak-bercak pseudomembran nekrotik yang
berwarna putih keabuan dikelilingi areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil
ataupun keduanya. Lesi dapat menyebar ke palatum molle, Iaring dan rongga mulut. Lesi
yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang
menyebabkan nekrosis membran mukosa tersebut. Dapat juga terbentuk pseudomembran
pada laring dan trakehea yang bila dilepas akan bedarah. InIeksi dapat disertai pembesaran
kelenjar getah bening submaksilar atau servikalis.


3.4. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Adalah pus yang tertampung antara kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi dari
tonsilitis akut atau dapat timbul tanpa didahului oleh tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan
adanya nyeri Iaring unilateral, odinoIagi, disIagi, trismus, malaise, dan demam. Dari
pemeriksaan Iisik didapat adanya dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan
palatum. Secara bakteriologis, abses peritonsilar ditandai dengan inIeksi bakteri campuran
yang melibatkan bakteri aerob seperti Streptococc:s pyogenes dan Staphylococc:s a:re:s
maupun bakteri anaerob seperti Bacteroidaceae. Bila tidak lekas ditangani abses peritonsilar
dapat menyebar menjadi abses paraIaringeal yang nantinya dapat menyebar lebih jauh ke
mediastinum dan menyebabkan mediastinitis.

3.5. Abses Tonsil (Phlegmonous tonsilitis)
Terjadi pengumpulan pus di dalam jaringan tonsil. Dapat terjadi setelah tonsilitis akut
Iolikularis dengan adanya obstruksi kripta atau ruptur spontan dari abses peritonsiler. Gejala
yang timbul tidak begitu berat dan setelah gejala peradangan teratasi sebaiknya dilakukan
tonsilektomi.

3.6. Tonsilitis Akut Sifilis Parenkimatosus
Adalah suatu inIeksi akut pada tonsil yang terjadi karena lesi sekunder dari penyakit siIilis,
disebabkan %reponema pallid:m. Biasanya terjadi 4 6 minggu setelah terjadinya lesi
primer.

3.7. Mononukleosis infekiosa
Adalah inIeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis inIeksiosa yang penyebarannya
terjadi melalui droplet. Dengan ditemukannya antibodi VEB melalui tes diagnostik Pa:l
B:nnel merupakan bukti bahwa terdapat hubungan antara virus Epstein-Barr dengan
mononukleosis inIeksiosa. Pada pemeriksaan klinik didapat tonsiloIaringitis membranosa
dengan limIadenopati servikalis, bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut, kadang-kadang
ditemukan hepatomegali atau splenomegali dan setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
mencapai 10.000 15.000/mm
3
dengan 50 diantaranya adalah limIosit. Tonsilektomi
dilakukan pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi jalan naIas, disIagia dan
demam yang menetap.

3.8. Tonsilitis Tuberkulosa
Terjadi sekunder setelah penyakit tuberkulosa aktiI dalam paru-paru, menyebar ke tonsil
melalui:
- kontak langsung dengan sputup
- inhalasi
- hematogenik
Pada mukosa Iaring dan tonsil akan terdapat ulserasi irregular yang dangkal dan mengandung
jaringan granulasi yang pucat serta mengandung BTA tuberkel. Juga akan nampak
pembesaran kelenjar getah bening.

3.9. Aktinomikosis Tonsil
Disebabkan oleh jamur aktinomikosis. Tonsil yang terkena nampak membesar pada kriptanya
terdapat granula-granula sulIur disertai pembesaran kelenjar getah bening leher, yang
selanjutnya dapat menembus keluar sehingga terjadi Iistel disertai pengeluaran pus yang
mengandung granula sulIur.


I'. TONSILEKTOMI
1. Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan
patologis lainnya, sehingga Iossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti
pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.

Gambar. KlasiIikasi ukuran tonsil

4.2. Indikasi Tonsilektomi
A. Indikasi absolut:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan naIas yang kronis
2. HipertroIi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. HipertoIi berlebihan yang menyebabkan disIagia dengan penurunan berat badan
penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limIoma)
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya
6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan Iokal inIeksi
7. Karier diIteri
8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Gambar. ObstruktiI Tonsillar Hiperplasia

B. Indikasi relatiI:
1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan
medis yang adekuat).
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik
(karier).
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi Iungsional.
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah inIeksi mononukleosis.
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan
tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap
penatalaksanaan medis.
7. HipertroIi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas oroIasial dan
gigi geligi yang menyempitkan jalan naIas bagian atas.
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.




3. Kontraindikasi
A. Kontraindikasi absolut:
1. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemoIilia dan purpura
2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan
sebagainya.

B. Kontraindikasi relatiI:
1. Palatoschizis
2. Anemia (Hb 10 gr atau HCT 30)
3. InIeksi akut saluran naIas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler)
4. Poliomielitis epidemik
5. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)

4.4. 1enis-jenis Tonsilektomi
Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya:
1. Tonsilektomi metode issection - Snare
2. Tonsilektomi metode Sl:der Ballenger
3. Tonsilektomi metode Kriogenik
4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi
5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser

Gambar. Tonsilektomi
4.5. Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah penderita
meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada
hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran
jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena inIeksi di Iossa
tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi
ulang, kompresi dengan gas ke dalam Iossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan
anastesi lokal atau umum.

2. InIeksi
Luka operasi pada Iossa tonsilaris merupakan port d`entre bagi mikroorganisme, sehingga
merupakan sumber inIeksi dan dapat terjadi Iaringitis, servikal adenitis dan trombosis vena
jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, neIritis dan
poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta
terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia,
bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses paraIaring
dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi
inIeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses paraIaring dilakukan insisi
drainase.

3. Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraI
sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme Iaring. Sementara dapat diberikan analgetik
dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme Iaring.



4. Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar
tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraI dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan
uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

5. Perubahan suara
Otot palatoIaringeus berinsersi pada dinding atas esoIagus, tetapi bagian medial serabut otot
ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan
gangguan Iungsi laring yaitu perubahan suara yang bersiIat temporer dan dapat kembali lagi
dalam tempo 3 4 minggu.

6. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di
mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mo:th gag.















DAFTAR PUSTAKA
Adam, George L. MD. 1997. Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ashae, R. 2005. hat is %onsilitis? http://www.kidsource.com
Bailey J. Byron, CoIIey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck S:rgery-Otolaryngology.
Gates, G.A. 2005. Jo:rnal of %onsilitis. http://www.nidcd.nih.gov
Lee, K.J. MD. 2003. Essential Otolaryngology Head & Neck S:rgery. McGraw-Hill.
Ramsey, D.D. 2003.. %onsilitis. http://www.illionisuniv.com
Robertson, J.S. 2004. Jo:rnal of %onsilitis. http://www.emedicine.com
Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.










TONSILITIS
REFERAT


Oleh :
Firman Setya Wardhana C1104002
Winda Mardiana C1104003


Pembimbing :
Nur Akbar Aroeman, dr., SpTHT







AGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNI'ERSITAS PAD1AD1ARAN
ANDUNG
2006

Anda mungkin juga menyukai