Anda di halaman 1dari 20

.

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada era timbulnya ancaman berbagai macam penyakit menular, hendaknya
jangan mengabaikan pentingnya pencegahan dan pengendalian inIeksi di Iasilitas
pelayanan kesehatan (FPK) untuk mencegah kejadian luar biasa. Pola penyebaran
ISPA yang utama adalah melalui droplet* yang keluar dari hidung/mulut
penderita saat batuk atau bersin. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
(termasuk kontaminasi tangan oleh sekret saluran pernapasan, hidung, dan mulut)
dan melalui udara dengan jarak dekat saat dilakukan tindakan yang berhubungan
dengan saluran napas.
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesiIik dan tes diagnosis cepat tidak
selalu tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui dengan segera.
Dengan demikian, FPK menghadapi tantangan untuk memberikan pelayanan
kepada pasien ISPA dengan etiologi dan pola penularan yang diketahui atau pun
tidak diketahui. Penting bagi petugas kesehatan untuk melaksanakan pencegahan
dan pengendalian inIeksi yang tepat saat menangani pasien ISPA untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran inIeksi kepada diri sendiri,
petugas kesehatan yang lain, pasien maupun pengunjung.
Beberapa ISPA dapat menyebabkan KLB dengan angka mortalitas dan morbiditas
yang tinggi, sehingga menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat
dan menjadi masalah internasional. Langkah-langkah perlindungan lainnya
diindikasikan untuk ISPA yang berpotensi menjadi KLB seperti SARS, Ilu burung
pada manusia, atau patogen lain yang belum diketahui pola penyebarannya.
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada
hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan
kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan
niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah
seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks,

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang
paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah
lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (InIeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi inIeksi akut saluran pernapasan bagian
atas dan inIeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu
penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya
40 -60 dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 -30 . Kematian yang
terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2
bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat
dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 dari populasi balita.
Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah
17,8 ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 ). Bila kita mengambil angka
morbiditas 10 pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di
Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit
maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan
bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan .
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984,
dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA , namun

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala, serta klasiIikasi
InIeksi Saluran Pernapasan Akut.
2. Untuk mengetahui Iaktor resiko, diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan
InIeksi Saluran Pernapasan Akut.
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2Tujuan Penulisan
1.3Sistematika Penulisan
BAB II ISI
2.1Pengertian
2.2Etiologi
2.3Faktor Resiko
2.4KlasiIikasi
2.5Tanda-Tanda dan Gejala
2.6Penatalaksanaan
2.7Pencegahan












.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

BAB II
ISI

2.1 Pengertian
ISPA sering disalah artikan sebagai inIeksi saluran pernapasan atas. Yang benar
ISPA merupakan singkatan dari InIeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah inIeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita
di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita
rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah
ISPA meliputi tiga unsur yakni inIeksi, saluran pernaIasan dan akut, dimana
pengertiannya sebagai berikut :
1. InIeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernaIasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. InIeksi Akut
Adalah InIeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari.
Sebagian besar dari inIeksi saluran pernapasan hanya bersiIat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak
akan menderita pneumoni bila inIeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian.

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernaIasan bagian atas, saluran
pernaIasan bagian bawah (termasuk jaringan paru paru) dan organ adneksa
saluran pernaIasan. dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernaIasan (respiratory tract). Sebagian besar dari inIeksi saluran pernaIasan
hanya bersiIat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila inIeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, Iaringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian
besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi
antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila
ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut
harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama inIeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. InIeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada
bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan inIeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik .
2.2 Etiologi
InIeksi saluran pernaIasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan
heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Kebanyakan inIeksi saluran

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

pernaIasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri
dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya:
Streptokokus Hemolitikus, StaIilokokus, Pneumokokus, HemoIilus InIluenza,
Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium DiIIteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri
tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernaIasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-
anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke
musim hujan (PD PERSI, 2002).
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk
di dalamnya virus para-inIluensa, virus inIluensa, dan virus campak), dan
adenovirus. Virus para-inIluensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma
batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran naIas bagian atas. Untuk
virus inIluensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran
pernaIasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-
virus inIluenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran
naIas bagian atas daripada saluran naIas bagian bawah (Siregar dan Maulany, 95).
2.3 Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
4 Umur 2 bulan
4 Laki-laki
4 Gizi kurang
4 Berat badan lahir rendah
4 Tidak mendapat ASI memadai
4 Polusi udara
4 Kepadatan tempat tinggal
4 Imunisasi yang tidak memadai
4 Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
4 DeIisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
4 Umur 2 bulan
4 Tingkat sosial ekonomi rendah
4 Gizi kurang

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

4 Berat badan lahir rendah
4 Tingkat pendidikan ibu yang rendah
4 Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
4 Kepadatan tempat tinggal
4 Imunisasi yang tidak memadai
4 Menderita penyakit kronis
Secara umum terdapat 3 (tiga) Iaktor resiko terjadinya ISPA yaitu Iaktor
lingkungan, Iaktor individu anak , serta Iaktor perilaku.
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih
lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran
tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi
udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada
anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana eIek ini terjadi
pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau
dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari
ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar
oksigen yang optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu
dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.


%

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi
tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. MendisIungsikan suhu udara secara merata.
c. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan
nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria
tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan
melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan Iaktor polusi
dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan
bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada
bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan
pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada Iaktor ini.
2. Faktor individu anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan
tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12
bulan.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan Iisik
dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama
kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit inIeksi, terutama pneumonia
dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram
dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat inIeksi saluran
pernaIasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted
terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini


%

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir
rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran
pernapasan, tetapi mengalami lebih berat inIeksinya.
c. Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan Iisik, kondisi
kesehatannya, kesehatan Iisiologis pencernaannya, tersedianya
makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi
dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir,
panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai Iaktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang
adanya hubungan antara gizi buruk dan inIeksi paru, sehingga anak-
anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu
adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan inIeksi
virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap
inIeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena Iaktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit inIeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai naIsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang 'ISPA berat bahkan
serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul
200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat
tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit
maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko
terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6 pada kelompok kasus dan
93,5 pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan
menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesiIik dan tampaknya

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang
ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang
tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan
terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak
terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan
imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya
tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah
dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya
tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka
dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang
sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi
campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti
diIteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan
berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi
Iaktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi
lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila
menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan
menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling eIektiI saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang
eIektiI sekitar 11 kematian pneumonia balita dapat dicegah dan
dengan imunisasi pertusis (DPT) 6 lematian pneumonia dapat
dicegah.
3. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi.
Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah
kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktiI keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita
semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan
anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan
terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia
dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan
kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga
dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting,
sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk
akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi
bertambah berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu
balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan
penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.
2.4 KlasiIikasi
Dalam menentukan klasiIikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu
kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur
kurang 2 bulan.
a. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasiIikasi di bagi
atas:
Pneumonia berat
Pneumonia
Bukan pneumonia
b. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasiIikasi dibagi atas :
Pneumonia berat

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

Bukan pneumonia
KlasiIikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan Irekuensi naIas dan tidak
menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan
demikian klasiIikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain
di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis,
tonsillitis.

2.5 Tanda-tanda Bahaya dan Gejala
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin
gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam
keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan
tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
Tanda-tanda klinis
4 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau
hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
4 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
4 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
4 Hypoxemia,
4 Hypercapnia dan
4 Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah:
Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume
yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam
dan dingin.
Sebagian besar anak dengan inIeksi saluran naIas bagian atas memberikan gejala
yang sangat penting yaitu batuk. InIeksi saluran naIas bagian bawah memberikan
beberapa tanda lainnya seperti naIas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu
dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan
mudah (Harsono dkk., 1994). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat
dikenali yaitu Ilu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5
0
Celcius
dan disertai sesak naIas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
(Suyudi, 2002):
1) ISPA ringan bukan pneumonia
2) ISPA sedang, pneumonia
3) ISPA berat, pneumonia berat
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA
ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua
bulan adalah bila Irekuensi naIasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau
adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat
berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan
misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien
sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui orang awam
sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.
1. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala
sebagai berikut :
O Batuk.

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

O Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
O Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
O Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
4 Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
4 Suhu lebih dari 390C.
4 Tenggorokan berwarna merah.
4 Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
4 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
4 PernaIasan berbunyi seperti mendengkur.
4 PernaIasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak
menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 39
0
C,
gizinya kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut
menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan petugas
kesehatan.
3. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA
ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
Bibir atau kulit membiru
Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
PernaIasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
PernaIasan menciut dan anak tampak gelisah
Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

Tenggorokan berwarna merah
Pasien ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas karena
perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan
inIus.
2.6 Penatalaksanaan
Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh inIormasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan
anak.
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis
akan meningkatkan Irekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap
dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju
anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan
dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.
Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat
didiagnosa dan diklassiIikasi.
Pengobatan

4 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,


oksigendan sebagainya.
4 Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
4 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorIan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
Perawatan di Rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.
3) !emberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4) !emberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5) ain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
2.7 Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA
adalah:
1. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
O Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
O Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
O Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
O Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya
dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung,
lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari
sayuran,dan buah-buahan.
O Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui
apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan.
Dinkes DKI (2005)
2. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya
dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya
adalah inIeksi saluran naIas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat
akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui


%

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi,
2002).
4. Pengobatan segera
Apabila anak sudah positiI terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak
memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan,
misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih,
bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang
terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002).


























%

.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

BAB III
PENUTUP

3.1Simpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. KlasiIikasi
penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang
diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA
diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu,
dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan
menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan
nasional.
3.2Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia,
maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan.
Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu
ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan
pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih
ditingkatkan lagi.














.
|

.

5
.
.
.

.
.

.
.

.
.

u
|
.
|

DAFTAR PUSTAKA

hLLp//hLLpyaslrblogspoLcomblogspoLcom/2009/04/lnfekslsaluranpernafasanakuLlspahLml
hLLp//llbraryusuacld/download/fkm/fkmrasmallah9pdf
hLLp//omdlmascom/pengenalanLenLanglspaaLaulnfekslsaluranpernafasanakuL/
hLLp//puLraprabuwordpresscom/2009/01/12/klaslflkasllspapadaballLa/
hLLp//puLraprabuwordpresscom/2009/01/13/fakLorreslkolspapadaballLa/
hLLp//wwwwhoorld/h1n1/docs/AMpandemlcbahasapdf

Anda mungkin juga menyukai