Anda di halaman 1dari 5

Menuai Hikmah Puasa Sambil Ngekos Afdal Ade Hendrayana (Mahasiswa Universitas Negeri Padang) Bagi mahasiswa yang

ngekos, banyak hikmah yang bisa diambil ketika melaksanakan ibadah puasa. Kebersamaan, saling menghargai dan berbagi Bulan Ramadan sudah tiba. Puasa sudah memasuki hari kedua. Sebagian besar sekolah, kantor, instansi masih libur dalam menyambut datangnya bulan yang penuh rahmat ini. Biasanya dalam menyambut datangnya bulan Ramadan, seluruh instansi dan sekolah hanya diliburkan selama tiga hari pada awal puasa. Tak terkecuali mahasiswa, sebagai salah satu dari bagian civitas akademika kampus. Bagi mahasiswa yang ngekos, tentunya sudah dirasakan cukup hanya dalam tiga hari berada di kampung, puasa dan berbuka bersama orang tua dan keluarga serta kesempatan untuk minta maaf kepada orang tua. Proses perkuliahan pun akan dihadapi seperti mana biasanya. Bagi sebagian mahasiswa baru, hal ini tentunya menjadi pengalaman yang berbeda dalam menjalankan puasa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Inilah yang dirasakan oleh Andes, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (UNP). Dengan baru berstatus mahasiswa, ia harus siap-siap untuk menghabiskan hari-hari dalam bulan puasa dengan proses perkuliahan. Ia pun kian membayangkan bagaimana rasanya nanti menjalani bulan yang penuh rahmat hanya dengan teman-teman satu kos. Puasa bulan ini menjadi pertama kalinya berpuasa bersama teman satu kos, ungkap Andes. Ia menambahkan, Demi masa depan, saya harus menjalankannya. Lain halnya dengan apa yang dirasakan Amanda, mahasiswa tahun ketiga jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni UNP. Menurutnya berpuasa bersama dengan teman-teman satu kos menjadi momen yang menarik dan ditunggu-tunggu. Menurutnya, berpuasa bersama dengan teman-teman satu kos sebagai momentum untuk saling menghargai dan berbagi. Ia mengatakan dalam bulan puasa semua orang berada dalam kondisi yang sama, yaitu menahan diri dari makan dan minum, hawa nafsu dan menjaga emosi. Dengan adanya kondisi ini sikap saling menghargai antar sesama tertanam dengan sendirinya. Apapun yang terjadi, kita tetap saling menghargai.

Ia menambahkan adanya sikap tidak saling menghargai muncul karena keadaan atau kondisi yang berbeda-beda yang dialami oleh seseorang. Contohnya ketika orang kaya tidak menghargai fakir miskin, orang-orang yang membutuhkan, hal ini di karenakan mereka (orang kaya) tidak merasakan bagaimana tersebut. Begitu juga halnya dalam keinginan untuk saling berbagi. Pada bulan puasa tahun lalu, Amanda bersama dengan teman satu kos sering membeli pabukoan (makanan untuk berbuka puasa) bersama. Ketika waktu berbuka telah masuk, Amanda bersama dengan teman-temannya berbuka bersama dan saling berbagi makanan. Sehingga selama bulan puasa, ia merasa lebih dekat dan saling mengerti dengan teman-teman satu kos. Namun, ia menyayangkan sikap saling mengerti dan berbagi hanya bisa ia temukan selama bulan Ramadan. karena setelah Ramadan, setiap teman-teman fokus dengan kesibukan masing-masing. Sulit untuk menemukan waktu untuk makan dan berbagi bersama, kenangnya melihat apa yang terjadi pada tahun lalu. Meski demikian, ia bertekad akan membangun kembali sikap saling menghargai dan berbagi tidak hanya dengan teman-teman satu kos tetapi juga orang yang dikenalnya pada bulan puasa ini. Awal dulunya menjadi mahasiswa, Amanda juga merasakan sedikit sedih dan teringat akan kedua orang tua ketika masuk waktu berbuka dan sahur. Namun, seiring waktu ia mampu menghilangkan kesedihan itu dan melaksanakan bulan puasa dengan sebaik-baiknya bersama teman satu kos. Bagi sebagian besar mahasiswa cowok, pabukoan biasanya dibeli sendiri-sendiri dan seringkali berbuka dan sahur hanya dengan teman satu kamar di dalam kamar masing-masing. Namun hal ini tidak berlaku bagi Ano, mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNP. Ia bersama dengan tujuh orang teman-teman satu kos membeli makanan untuk berbuka secara bersama-sama. Begitu juga ketika waktu berbuka puasa. Ia bersama dengan teman satu kos berbuka di tempat yang sama. Tak ada yang boleh berbuka sendiri-sendiri, kata Ano. Hingga pembacaan doa untuk berbuka puasa pun juga mereka lakukan secara bersama-sama. Tak hanya berbuka puasa secara bersama, sahur pun juga mereka lakukan secara bersama-sama. Ketika ada salah seorang teman yang masih tidur, maka teman yang lain harus
penderitaan

dan kelaparan yang dialami oleh orang-orang miskin

membangunkan untuk sahur. Menariknya, bagi siapa yang bangun lebih awal maka ia akan mendapatkan sejenis reward. Hadiah itu bisa berupa makanan gratis untuk berbuka puasa esok harinya. Ini kita lakukan untuk belajar lebih menghargai, ungkap Ano. Ano mengaku dengan adanya penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan oleh seseorang sekecil apapun itu, itu akan menjadi motivasi bagi yang lain untuk berbuat lebih baik. Sikap saling mengingatkan dan menghargai seperti itu dilaksanakan Ano bersama dengan temantemannya pada bulan puasa tahun lalu. Dan hal seperti itu pun akan Ano bersama dengan temantemannya lakukan untuk puasa kali ini. Menurut Ano, adanya kebersamaan dan sikap saling mengingatkan itu menjadikannya lebih akrab dan telah menganggap teman-temannya adalah keluarga dalam menjalankan ibadah puasa. Hal yang sama juga dirasakan Ilham, teman satu kos Ano. Dengan adanya kebersamaan seperti itu, meski ia kuliah baru tahun kedua, ia tidak merasa sedih ketika harus kuliah di bulan puasa. Teman-teman di sini saling pengertian dan sudah seperti keluarga saya sendiri, ungkapnya Sabtu (29/7). Apa yang dilakukan Ano bersama dengan tujuh temannya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Angga, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNP. Di samping berbuka dan sahur bersama dengan teman satu kontrakan, terkadang untuk pabukoan dan makanan sahur mereka masak bersama. Memang, masak memasak sudah menjadi salah satu aktivitas yang harus dijalankan di samping piket pada hari-hari biasa. Inipun berlaku di bulan yang penuh rahmat dan karunia. Hanya saja di bulan Ramadan mereka tidak membuat jadwal siapa yang akan memasak, tetapi kegiatan memasak dilakukan secara bersama-sama. Awalnya setiap dari mereka harus iuran sesuai dengan jumlah yang ditetapkan. Setelah itu, secara bersama-sama pergi ke warung untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasak. Mereka tak pernah malu, meski harus menjinjing beberapa asoi dari warung yang berisi cabe giling, bawang, kentang, dan bahan-bahan lain yang akan dimasak. Kita kan bareng, kalau sendirian mungkin akan malu, ujar Angga. Kegiatan memasak biasanya mereka mulai sekitar pukul lima sore. Ketika waktu berbuka masuk, hasil masakan mereka pun siap-siap untuk disantap menjelang berbuka. Tradisi seperti ini sudah menjadi tradisi bagi mahasiswa yang ngontrak di sini, kata Ano.

Kebersamaan di kontrakan daerah Tabing ini tak hanya berjalan sebatas itu. Hingga kebersamaan untuk melaksanakan salat tarawih pun dilaksanakan. Ano bersama dengan lima orang temannya berangkat secara bersama ke masjid untuk mengikuti salat tarawih. Demokrasi pun berlangsung untuk memilih masjid mana yang akan dijadikan tempat untuk salat. Bisa dikatakan di samping kuliah, hampir semua kegiatan selama bulan puasa dilakukan secara bersama-sama. Datangnya bulan Ramadan menjadi kebahagiaan bagi saya dan juga temanteman satu kos untuk siap bersama-sama dalam mencari rahmat dan karunia-Nya, tutup Ano. Bubar menjalin silaturahmi dan kepedulian Kebersamaan dan kepedulian memang menjadi nilai plus seiring datangnya bulan Ramadan. Seringkali kita mendengar remaja-remaja dengan istilah bubar atau buka bareng. Tak hanya di kalangan remaja, dewas pun juga seringkali menggunakan istilah bubar ketika ingin mengajak rekan-rekan yang lain untuk melakukan buka bersama dalam bulan puasa. Bubar seringkali diadakan di caf, restoran, rumah makan, dan tempat-tempat yang menyajikan makanan lainnya. Begitu juga halnya dengan yang dilakukan oleh beberapa pejabat civitas akademika kampus. Seringkali pada bulan puasa diadakan buka bersama antara jajaran rektorat dengan dosen, pihak rektorat dengan mahasiswa dan juga pihak rektorat dengan masyarakat sekitar kampus. Adanya acara bubar dalam bulan puasa juga sebagai salah satu wujud silaturahmi dalam rangka untuk saling memaafkan dan berbagi. Beberapa organisasi kemahasiswaan pun, baik itu organisasi tingkat fakultas ataupun universitas tak ketinggalan dalam menjadikan bubar sebagai wujud untuk bersilaturahmi, menjalin kebersamaan dan berbagi.. Hal ini disampaikan oleh M. Zornobi, mantan ketua BEM FBS UNP. Ia memaknai adanya acara bubar yang dilakukan oleh beberapa organisasi kemahasiswaan pada bulan puasa adalah bentuk untuk menjalin sikap silaturahmi dan kepedulian. Seperti halnya beberapa organisasi kemahasiswaan yang mengundang anak yatim atau anak jalanan untuk bubar. Sikap itu akan muncul dengan mudahnya pada bulan puasa, jelas Zornobi, Jumat (28/7). Lantas, apakah sikap untuk menjalin silaturahmi dan kepedulian hanya terjadi ketika pada bulan Ramadan? Menurut hemat penulis, banyak fitrah dari bulan Ramadan. Salah satunya

bubar, yang dapat meningkatkan silaturahmi dan kepedulian. Hanya saja, sebagian orang masih menerapkan sikap positif tersebut ketika di bulan Ramadan. Lepas dari bulan Ramadan, orangorang telah disibukkan dengan aktivitas masing-masing. Seakan menjadi sebuah doktrin bahwa silaturahmi dan sedekah sebuah bagian yang hanya bisa ditemukan pada bulan Ramadan. Mestinya Ramadan adalah awal untuk membangkitkan sikap individu yang sadar akan makna dari pentingya kebersamaan, kepedulian, dan sikap menghargai. Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan tiga poin itu kalau sekiranya ingin menjadi negara yang ilmunya sampai kepada kearifan, hukumnya akan sampai kepada keadilan, ekonominya akan sampai kepada pemerataan, persatuannya akan sampai kepada kekokohan, keimanannya akan sampai kepada kenyamanan, kepimpinannya sampai kepada keteladanan, kekuasaannya sampai kepada pengayoman.

Anda mungkin juga menyukai