Anda di halaman 1dari 4

Apa boleh dikata ternyata hukum di negeri ini masih menyiratkan kepicikan` untuk diterapkan

oleh para penegak hukum di Indonesia. Ibu Linda Wangsadinata (50) dan Ibu Arga Tirta Kirana
(49) adalah dua orang bekas petinggi Bank Century yang divonis masing-masing 3 tahun penjara
denda Rp 5 miliar di Pengadillan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Februari 2011 lalu.
Keduanya divonis terbukti melakukan tindak pidana perbankan terkait kredit PT Bank Century
Tbk yang melanggar UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
Mengapa picik`? Karena menurut Protuslanx seharusnya bekas kepala cabang Bank Century
Senayan dan bekas Kepala Divisi Legal dan Corporate Bank Century tersebut tidak seharusnya
terseret kasus hukum mengenai pelanggaran UU Perbankan karena mencairkan kredit ilegal pada
2007-2008 itu. Keduanya juga tidak terbukti telah menikmati hasil 'tindak pidana itu.
Jaksa menilai keduanya terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam mencairkan kredit untuk
empat perusahaan sebesar Rp 360 miliar. Karenanya jaksa menjerat Linda dan Arga dengan
pasal 49 ayat 1 huruI a Undang-undang Perbankan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 65
ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan subsider pasal 49 ayat 2 huruI b Undang-
undang Perbankan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Namun, menurut hakim ketua Nirwana, Arga dan Linda tidak terbukti melanggar pasal 49 ayat 1
huruI a yang terdapat dalam dakwaan primer. Karenanya hakim berpendapat tuduhan jaksa
bahwa keduanya melakukan pemalsuan surat tidak terbukti.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan tim JPU yang sebelumnya menuntut majelis hakim
menghukum Arga dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Dalam dakwaan
primer JPU mendakwa Arga melanggar Pasal 49 ayat (1) huruI a Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atas putusan yang dinilai terlalu ringan itu, jaksa penuntut umum Teguh Suhendro pun langsung
menyatakan banding dengan alasan tidak sesuai dengan tuntutan jaksa (yaitu 10 tahun penjara
dan denda Rp 10 miliar) serta pasal yang dinyatakan terbukti oleh Mejelis Hakim hanya pasal
subsider. Demikian pula dengan pihak kuasa hukum terdakwa Linda dan Arga mengajukan
banding.
Ibu Linda dan Ibu Arga hanya menjalankan tugas sebagai bawahan dan semestinya mereka
berada pada posisi korban prosedur` (jika bisa dikatakan demikian), bukan pelaku`. Fokus
Jaksa Penuntut Umum (JPU) seharusnya terhadap dua orang atasan yang memerintahkan 'kredit
komando dari Robert Tantular (pemilik Bank Century) dan Hermanus Hasan Muslim (Direktur
Utama Bank Century).
Vonis Robert Tantular dan Hermanus Muslim
Sementara, pada Mei 2010 lalu, Majelis Hakim MA memutus Robert Tantular terbukti
melakukan pidana perbankan. Masa hukuman mantan Direktur Bank Century ini menjadi
bertambah, yakni penjara selama 9 tahun dan denda Rp 100 miliar subsider kurungan 8 bulan.
Padahal oleh PN Jakpus, Robert divonis 4 tahun penjara.
Demikian juga pada April 2010 lalu, Hermanus Muslim divonis oleh MA dengan penjara 6 tahun
dan denda Rp 50 miliar subsider 6 bulan kurungan. Hukuman ini lebih berat dari vonis yang
dijatuhkan oleh PN Jakarta Pusat, yakni 3 tahun penjara dan denda Rp 5 rupiah.
sal Muasal
Kamis, 29 November 2007, meski jam kerja sudah lewat dari sejam, Ibu Linda masih sibuk
mengontak bos-bosnya.
'Pak Djoko, saya tidak mengerti surat-surat berharga ini apa, ujar Linda menelepon dari lantai
dua gedung Sentral Senayan I, tempatnya berkantor.
Di ujung telepon di lantai 16 gedung yang sama, Kepala Divisi Treasury Djoko Hartanto Indra
menjawab enteng kegusaran Linda. 'Sudahlah, kamu tidak usah pusing, tanya saja ke Pak
Robert. Ada tuh di kantornya.
Orang yang dimaksudkan Djoko tak lain adalah Robert Tantular, pengendali Bank Century, yang
juga masih punya hubungan keluarga dengannya. Linda pun bergegas menelepon Robert di
ruangannya, lantai tiga.
'Pak, saya dengar ada kredit yang harus diproses oleh Cabang Senayan. Tapi saya enggak ngerti
ini surat berharga apa. Data dan laporan keuangannya pun tidak ada. Jadi bagaimana saya bisa
menganalisis dan tahu sumber pengembaliannya dari mana?
Setali dengan Djoko, Robert pun menjawab enteng. 'Enggak masa-lah. Itu kan hanya untuk
menutup kewajiban repo di Treasury yang jatuh tempo.
'Benar Pak, Linda menimpali. 'Tapi nanti pengembalian ke Cabang Senayan pakai apa?
'Gampang. itu bisa diatur, Robert menambahkan.
'Saya waktu itu cuma bisa garuk-garuk kepala, kata Linda. Tapi, untuk menghilangkan pena-
sarannya, ia lantas menelepon Hermanus. Ternyata jawabannya serupa. 'Enggak masalah.
Jaminannya juga ada, kata Hermanus. Bahkan ia menyarankan, 'Bikin saja Iormulir persetujuan
kredit dengan tanggal mundur. Nanti saya yang bertanggung jawab.
Merasa 'aman, Linda langsung memproses Iormulir kredit tersebut. Sesuai dengan arahan,
tanggal Iormulir dibuat mundur. Setelah disetujui direksi, salinan Iormulir dikirim ke Arga Tirta
Kirana. Kredit pun mengucur, hanya berselang sepekan kemudian.
Siapa nyana, 'bom waktu itu tak lama kemudian meledak, seiring dengan robohnya Century,
yang diselamatkan pemerintah pada 21 November 2008. Dalam pemeriksaan, Linda mengaku
telah menceritakan semuanya secara terbuka kepada semua pihak. Cerita ini pun terpapar dalam
dakwaan yang disusun oleh jaksa Supardi.
Di bawah ini Protuslanx mengutip sejumlah alibi yang bisa memperkuat bahwa persoalan hukum
ini sebetulnya adalah kekeliruan para penegak hukum yang tidak bersandar pada nalar yang tidak
komprehensiI.
libi 1: spek Kewenangan
Dari segi kewenangan jabatan sesuai dengan aturan di Bank Century, jumlah uang yang bisa
dikucurkan Ibu Linda jelas hanya untuk kredit di bawah Rp 500 juta. Padahal secara keseluruhan
kredit ilegal yang dikucurkan pada 2007-2008 itu rata-rata di atas Rp 500 juta yakni PT Canting
Mas Persada (Rp 82 miliar), PT Wibowo Wadah Rezeki (Rp 121 miliar), PT Accent Investment
Indonesia (Rp 60 miliar), dan PT Signature Capital Indonesia (Rp 97 miliar), totalnya Rp 360
miliar. Dengan jumlah sebesar itu, berarti kewenangan Ibu Linda telah terlampaui alias direksi
telah bertindak dalam hal ini.
libi 2: Dua memo internal
Ibu Linda memiliki memo (surat singkat) yang ditujukan kepada Hermanus, yang berisi
keberatannya atas pengucuran kredit kepada PT Accent (9 April 2008) dan PT Signature (20
Oktober 2008). Dalam surat yang ditandatanganinya bersama Non, Kepala Bagian Account
OIIicer itu, ia memaparkan sejumlah alasan mengenai jaminan yang tidak memadai, juga
ketiadaan data dan laporan keuangan debitor.
libi 3: Keterangan saksi
Walaupun dibantah oleh Robert Tantular dan Hermanus, namun dalam persidangan sebelumnya
pada Februari 2011 lalu, lebih dari 10 saksi karyawan Century menguatkan pernyataan Linda
bahwa pengucuran kredit bersiIat komando. Menurut NoIi, ia bersama Linda bahkan sudah
menghadap langsung kepada Hermanus untuk menyampaikan keberatannya. Kepala Audit
Independen Suzanna Chua pun menyatakan Linda dan Arga bekerja di bawah tekanan.
Semoga saja pada persidangan banding berikutnya, aspek-aspek yang penting untuk melihat
persoalan secara keseluruhan, tidak sebatas pada tindakan 'yang diduga melanggar hukum
semata. Ibu Linda dan Ibu Arga memang terbukti secara sah dan meyakinkan tidak melakukan
langkah-langkah dalam memastikan ketaatan perbankan yang ada di pasal 49 ayat 1 huruI b
Undang-undang Perbankan. Hukum memang harus ditegakkan.
Namun menilai persoalan secara komprehensiI dengan pertimbangan alibi tersebut di atas akan
menjadikan keputusan hukum menjadi tepat sasaran. Hal ini sangat penting karena jangan
sampai orang-orang yang semestinya tidak bersalah menjadi 'korban kepicikan aparat hukum.
Dalam hal ini Ibu Linda dan Ibu Arga berada dalam 'rantai komando sebagai bawahan yang
harus menjalankan tugas sebagaimana diperintahkan atasan.
Sebagaimana pepatah Inggris yang Protuslanx cantumkan di atas, kita tidak dapat melihat hutan
dari pepohonan saja karena pemahaman hanya terbatas pada satu objek saja, padahal ada banyak
hal lain di dalamnya jika kita melihat secara luas.
Demikian pula dengan kasus hukum ini. Terlalu berIokus pada detail kasus menyebabkan hal
yang semestinya penting (bahwa ada batas kewenangan, bukti memo penolakan, dan bukti saksi-
saksi) menjadi terabaikan. Sekali lagi, penilaian komprehensiI adalah kuncinya.
Kita berharap keadilan dan kebenaran yang seutuhnya bisa tercapai pada proses hukum
berikutnya. Protuslanx mendoakan semoga Ibu Linda dan Ibu Arga tetap tabah dan dikuatkan
oleh seluruh rakyat Indonesia dalam menghadapi persoalan ini.

Anda mungkin juga menyukai